Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb 

Alhamdulillah, Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidahnya Kami diberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
Makalah ini. Shalawat beserta salam senantisa tercurah kepada Nabi Muhammad saw
beserta para keluarga dan sohabatnya. Aamiin. 

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam , fakultas
Syariah dan Hukum prodi Al-Ahwal Al-Syahsiyah STAI Al_Qolam Malang sebagai bahan
presentasi dan diskusi perkuliahan. Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin
terlaksana apabila tanpa semangat, dukungan, serta kekompakan dari anggota kelompok
khususnya serta seluruh elemen yang membantu dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, Kami mengucapkan terima kasih kepada: 

1. Bapak H.M. Taqrib, S.H., M.H. selaku dosen mata kuliah Hukum Perdata atas arahan
yang diberikan dalam penyusunan makalah ini. 

2. Kedua orang tua kami atas doa serta dukungan moril maupun materiil yang telah
diberikan selama ini. 

3. Sahabat-sahabat Mahasiswa-mahasiswi di fakultas Syariah prodi Al-Ahwal Al-Syahsiyah


Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Qolam)  

Semoga Allah SWT. Membalas dengan balasan yang setimpal. Saran dan kritik yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan substansi makalah ini. 

Wassalammu’alaikum Wr.Wb. 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii  
DAFTAR ISI................................................................................................ iii  
BAB I : PANDAHULUAN.......................................................................... 1 
A. Latar Belakang................................................................................... 1 
B. Rumusan Makalah.............................................................................. 1 
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 1  
BAB II : ISI................................................................................................... 2  
A. Sistem Hukum Perdata di Indonesia.................................................. 2 
B. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia................................................. 5 
C. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia.......................................... 6 
BAB III : PENUTUP..................................................................................... 9 
A. Kesimpulan......................................................................................... 9  
B. Saran................................................................................................... 9
BAB I

PENDAHULUAN 

A. LATAR BELAKANG 

kita ingat bahwa di dalam pemanggilan dan pemberitahuan merupakan awal proses
pemeriksaan persidangan pada tingkat pertama di PN, tingkat banding di PT dan tingkat
kasasi di MA.Sehubungan dengan itu,agar proses pemeriksaan dapat berjalan menurut tata
cara yang ditentukan,sangat bergantung kepada validitas atau sah tidaknya pemanggilan
dan pemberitahuan yang dilakukan juru sita. 

Dalam hukum acara kita mengenal hal-hal yang kemungkinan terjadi dalam persidangan
seperti gugatan digugurkan (Pasal 124 HIR, 148 RBg), walau kelihatannya Pengadilan
terlalu kejam kepada Penggugat, tetapi itu aturannya untuk menjaga hak orang lain in casu
Tergugat yang hadir memenuhi panggilan, begitu juga tidak hadirnya Tergugat diputus
“verstek” (Pasal 125 HIR, 149 RBg) untuk menjaga hak Penggugat dikala Tergugat ingkar
menghadiri persidangan, demikian juga pencabutan gugatan oleh pihak Penggugat (Pasal
271-272 Rv) diatur dengan tegas, akan tetapi mengenai pembatalan perkara karena
kekurangan/habis biaya perkara, tidak diatur dalam Hukum Acara Perdata. 

B. Rumusan Makalah 

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis perlu merumuskan masalah-masalah


yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu bagaimana sistem dan ketentuan hukum
perdata yang ada pada Negara Indonesia? 

C. Tujuan Penulisan 

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk
mengetahui bagaimana sistem dan ketentuan hukum perdata yang ada pada Negara
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN 

A. SISTEM HUKUM PERDATA DI INDONESIA


Istilah “hukum perdata” (privaat recht) dipakai sebagai lawan dari istilah “hukum oublik”
(publiekrecht). Yang dimaksud dengan hukum perdata adalah seperangkat/kaidah hukum
yang mengatur perbuatan atau hubungan antara manusia/ badan hukum perdata untuk
kepentingan para pihak sendiri dan pihak-pihak lain yang bersangkutan dengannya. Tanpa
melibatkan kepentingan public/umum/masyarakat yang lebih luas. Karena itu, hukum
perdata tidak tergolong ke dalam hukum public di mana hukum public menyangkut dengan
kepentingan umum. 

Hukum perdata di Indonesia bersumber dari: 

1. Undang-undang. Ini adalah sumber sangat penting dari hukum perdata di Indonesia,
yanh antara lain terdiri dari : 

a. Kitab undang-undang Hukum Perdata (sebagai sumber utama). 

b. Berbagai undang – undang lainnnya, seperti 

1) Undang-undang pokok Agraria. 

2) Undang-undang perkawinan. 

3) Undang-undang Hak Tanggungan. 

4) Undang-undang Tenaga Kerja. 

c. Berbagai peraturan perundang-undangan yang tingkatannya dibawah undang-undang. 

2. Hukum adat. 

3. Hukum Islam. 

4. Hukum agama lain selain islam. 

5. Yurisprudensi. 

6. Perjanjian yang dibuat antara para pihak. 

7. Pendapat ahli. 

8. Traktat. Khususnya yang berkenaan dengan perdata Internasional. 

Hukum perdata yang berlaku bagi rakyat Indonesia berbeda-beda semula, dengan
berlakunya ketentuan di zaman belanda (pasal 131) juncto pasal 163 IS), maka hukum
(termasuk hukum perdata) yang berlakunya bagi bangsa Indonesia adalah sebagai
berikut : 

1. Bagi golongan Eropa dan timur asing tionghoa, berlaku KUH Perdata. Akan tetapi
kemudian, sesuai dengan perkembangan dalam yurispudensi, maka banyak ketentuan
KUH Perdata berlaku bagi semua penduduk Indonesia tanpa melihat golongan asal usul
mereka. Dalam hal ini, semua orang Indonesia tanpa melihat golongan penduduknya,
dianggap telah menundukkan diri secara diam-diam kepada system hukum yang terdapat
dalam KUH Perdata. 

2. Bagi Timur Asing lainnya, berlaku hukum adatnya masing-masing, 

3. Bagi golongan penduduk Indonesia berlaku hukum adat Indonesia. 

Jadu KUH Perdata merupakan sumber hukum utama bagi penduduk Indonesia, dengan
berbagai undang-undang yang telah mencabut beberapa hal, seperti UU Pokok Agraria,
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan dan UU Tenaga Kerja. 

KUH Perdata Indonesia adalah tidak lain terjemahan dari KUH Perdata Belanda yang
berlaku di negeri Belanda, sedangkan KUH Perdata Belanda berasal dari KUH Perdata
Prancis yang dibuat dimasa berkuasanya Napoleon Bonaparte, sehingga terhadapnya
disebut dengan Kitab Undang undang Napoleon (Code Napoleon), sedangkan Napoleon
Bonaparte membuat kitab undang-undang dengan mengambil sumber utamanya adalah
kitab Undang-undang Hukum Romawi yang dikenal dengan Corpus Juris Civilis. Kitab
undang-undang Napoleon tersebut berdiri diatas tiga pilar utama sebagai berikut : 

1. Konsep hak milik individual. 

2. Konsep kebebasan berkontrak. 

3. Konsep keluarga patrilineal. 

Bidang-bidang yang termasuk ke dalam golongan hukum perdata terdapat dua


pendekatan: 

1. Pendekatan sebagai sistematika undang-undang. 

2. Pendekatan melalui doktrin keilmuan hukum. 

Apabila dilakukan melalui pendekatan sebagai sistematika undang-undang dalam hal ini
sesuai dengan sistematika dari kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau
yang dikenal dengan isttilah BW (Burgerlike Wetboek), maka hukum perdata dibagi ke
dalam bidang-bidang sebagai berikut: 

1. Hukum tentang orang (personen recht) 

2. Hukum tentang benda (zaken recht) 

3. Hukum tentang perikatan (verbintenissen recht) 

4. Hukum tentang pembuktian dan kadaluarsa (lewat waktu) ( vanbewijs en verjaring). 

Sementara apabila dilakukan pendekatan melalui doktrin keilmuan hukum, maka hukum
perdata terdiri dari bidang sebagai berikut: 
1. Hukum tentang orang (personal law). 

2. Hukum keluarga (family law). 

3. Hukum harta kekayaan (property law). 

4. Hukum waris (heritage law) 

Kitab undang-undang hukum perdata idonesia merupakan terjemahan dari Burgerlijke


Wetboek (BW) dari negeri belanda. Sementara BW Belanda tersebut merupakan
terjemahan dari kode civil dari perancis, yang dibuat semasa pemerintahan Napoleon
Bonaparte. Pemerintah belanda melakukan BW mereka di Indonesia sewaktu Indonesia di
jajah oleh belanda tempo hari. Pemberlakuan hukum belanda di negara jajahannya di
lakukan berdasarkan asas dalam hukum yang disebut dengan asas konkordansi. 

Kemudian, sebagaimana di ketahui bahwa disiplin hukum perdata secara utuh hanya
dikenal dalam sistem hukum eropa continental, termasuk dalam system hukum Indonesia,
karena hukum Indonesia dalam hal ini berasal dari system hukum belanda. Hal ini sebagai
konsekuensi logis dari diberlakukannya disana system kodifikasi, yakni system yang
memusatkan hukum-hukum dalam kitab hukum, semacam kitab undang-undang hukum
perdata Indonesia. Akan tetapi dinegara-negara yang tidak berlaku system kodifikasi,
seperi dinegara-negara yang menganut system hukum Anglo Saxon (misalnya di Inggris,
Australia atau Amerika Serikat), tidak dikenal hukum disiplin perdata secara utuh, sehingga
disana tidak ada yang namanya hukum perdata. Yang ada hanyalah pecahan-pecahan dari
hukum perdata, seperti hukum kontrak(contract), hukum benda (property), perbuatan
melawan hukum (tort), hukum perkawinan(marriage), dan lain-lain.[1]

B. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia


Hukum perdata yang berlaku sekarang ini di indonesia adalah hukum perdata belanda ata
BW (Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata belanda ini juga berasal dari hukum perdata
perancis (code Napolion), karena pada waktu itu pemerintahan Napolion Bonaparte Prancis
pernah menjajah belanda. Adapun code Napolion itu sendiri disusun berdasarkan hukum
Romawi, yakni Corpus Juris Civils yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang
paling sempurna. 

Selanjutnya setelah belanda merdeka dari keuasaan perancis, bleanda menginginkan


pembentukan Kitab Undang-Undang Perdata sendiri yang terlepas dari pengaruh
kekuasaan Perancis. Untuk mewujudkan keinginan Belanda tersebut, maka dibentuklah
suatu panitia yang diketahui oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana
kodifikasi hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumbernya sebagian
besar dari “Code Napolion” dan sebagian kecil berasal dari hukum Belanda kuno. 

Pembentukan kodifikasi perdata Belanda itu baru selesai pada tanggal 5 Juli 1830, dan
diberlakukan pada tanggal 1Oktober 1838. Hal ini disebabkan karena pada bulan Agustus
1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari
kerajaan Belanda yang sekarang ini disebut kerajaan Belgia. 

Walaupun Hukum Perdata Belanda atau BW () merupakan kodifikasi bentukan nasional


Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.
Dalam hal ini oleh J. Van Kan menjelaskan, bahwa BW adalah saduran dari Cide Civil, hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa Belanda.[2]
Kemudian Hukum Perdata atau BW Belanda yang berlaku di Indonesia adalah Hukum
perdata atau BW Belanda, karena Belanda pernah menjajah Indonesia. Jadi BW Belanda
juga diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordonansi
(persamaan). Adapun BW Hinda Belanda (Indonesia) ini disahkan oleh raja pada tanggal
16 Mei 1846, yang diundangkan melalui staatsblad Nomor 23 tahun 1847, dan dinyatakan
berlaku pada tanggal 1 mei 1848. 

Setelah Indonesia merdeka, maka BW Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku. Hal
tersebut berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum
diamandeme yang berbunyi “segala badan negara dan peraturan yang ada, masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Atau Pasal 1 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang
berbunyi: “segala pertauturan perundangundangan yang ada masih tetap berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang ini”. Oleh karena itu, BW Hindia
Belnda ini disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk
hukum perdata Indonesia.[3]

C. Sistematika Hukum Perdata


Sistematika hukum perdata Eropa menurut ilmu pengetahuan hukum dengan sistematika
hukum perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum perdata (KUH Perdata)
terdapat perbedaan. 

Adapun sistematika hukum perdata eropa mnurut ilmu pengetahuan Hukum dibagi atas 4
buku atau bagian, yaitu: 

Buku I : Hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan peraturan yang mengatur
kedudukan orang dalam hukum kewenangan seseorang serta akibat-akibat hukumnya. 

Buku II : Hukum Keluarga (familie recht), berisikan peraturan-peraturan yang menganut


hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubung antara suami dan istri serta hak-
hak kewajiban masing-masing. 

Buku III : Hukum harta kekayaan (vermogens-recht), berisikan peraturan-peraturan yang


mengatur kedudukan benda dalam hukum yaitu pelbagai hak-hak kebendaan. 

Buku IV : Hukum Waris (efrecht), berisikan peraturan-peraturan mengenai kedudukan


benda-benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. 

Sedangkan sistematika hukum perdata Eropa menurut Kitab Undang-Undang Perdata


(KUH Per) terdiri atas 4 macam buku atau bagian, yaitu: 

Buku I : Tentang oran (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga. 

Buku II : Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan hukum
waris. 

Buku III : Tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir
dari Undang-Undang dan dari persetujuan-persetujuan / perjanjian-perjanjian. 
Buku IV : Tentang pembuktian dan daluarsa (van-bewijs en verjaring), berisikan peraturan-
peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat waktu (verjaring). 

Apabila diperhatikan antara sistematika hukum perdata eropa menurut ilmu pengetahuan


hukum dengan sistematika hukum perdata eropa menurut kitab undang-undang hukum
perdata / BW terhadap perbedaan. Adapun perbedaan ini disebabkan karena latar
belakang penyusunannya. Adapun penyusunan atau sistematika ilmu pengetahuan hukum
itu didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia, seperti lahir kemudian
menjadi dewasa (kawin), dan selanjutnya cari harta (nafkah hidup). Dan akhirnya mati
(pewarisan). 

Sedangkan penyusunan atau sistematika BW didasarkan [ada sistem individualisme


(kebebasan individual) sebagai pengaruh dari revolusi prancis. Hak milik (eigendom)
adalah sentral, tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga. 

Dalam hal ini perbedan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini : 


1. Buku 1 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang manusia
pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sedangkan
buku 1 hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat ketentuan mengenai manusia
pribadi dan keluarga (perkawinan). 
2. Buku 2 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat tentang ketentuan
keluarga (perkawinan dan segala akibatnya). Sedangkan buku 2 perdata menurut BW
(KUH Per) memuat ketentuan tentang benda dan waris. 
3. Buku 3 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan ketentuan tentang harta kekayaan
yang meliputi benda dan perikatan. Sedangkan buku 3 hukum perdata menurut ketentuan
tentang perikatan saja. 
4. Buku 4 hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum memuat ketentuan tentang
pewarisan. Sedangkan buku 4 hukum perdata menurut BW (KUH Per) memuat tentang
ketentuan tentang bukti dan daluarsa.[4]
BAB III
 

PENUTUP 

A. KESIMPULAN 

B. SARAN 

Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme dari pembaca
yang sudi menelaah isi makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman sudi memberikan saran kritik konstruktif kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya. 

DAFTAR ISI

Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), cet. 1, 
Abdul Karir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (bandung: Citra Aditya Bakti, 1993). 
Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), (Jakarta; Rajawali Pers, 2014), ed. 1, cet. 1, 

Anda mungkin juga menyukai