sengketa
di
antara
sesamanya,
terutama
yang
manusia
untuk
menjalani
dan
melanjutkan
kehidupannya.
Tanah
sebagai
tempat
mereka
berdiam,
tanah
yang
itu
baik
keluar
maupun
ke
dalam
persekutuan.
berkuasa,
memungut
hasil
dari
tanah
itu
dengan
kuat
memperdalam
hubungan
individu
hubungannya
dengan
dengan
hukum
tanah,
makin
perseorangan
anggota
persekutuan
melewati
batas
diri
sendiri,
maka
mereka
akan
diperlukan
satu
daripada
fanda
munculnya
nak
persekutuan
kemungkinan
untuk
dilanjutkan
lagi.
Orang
luar
Hal
lain
yang
dapat
menimbulkan
konflik
di
bidang
tanah
persekutuan
adanya
pertuanan
prinsip
tersebut
bahwa
tanah
tidak
persekutuan
dapat
atau
dipindah-
pendapat
persekutuan
hukum
tentang
tentang
kepemilikan
batasbatas
hak
tanah
antar
tersebut,
dalam
masyarakat
persekutuan lainnya.
daerah
persekutuan
serta
terhadap
hak
ulayat.
Pada
dasarnya,
yang
Barat.
UUPA
mengakhiri
dualisme
tersebut
dan
5.
Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara masih berlaku berdasarkan ketentuan pasal-pasal peralihan.
sebagai berikut :
Hak membuka tanah
Transaksi-transaksi tanah
Transaksi-transaksi yang berhubungan dengan tanah
Menurut penulis, Hukum Tanah Adat adalah hak pemilikan
dan penguasaan sebidang tanah yang hidup dalam masyarakat
adat pada masa lampau dan masa kini, ada yang tidak
mempunyai
bukti-bukti
kepemilikan
secara
autentik
atau
yang
memiliki
dan
menguasai
serta
menggarap,
Kedua, hukum tanah adat masa kini, yaitu hak memiliki dan
menguasai sebidang tanah pada zaman sesudah merdeka
tahun 1945 sampai sekarang, dengan bukti autentik berupa:
1. Girik, Petuk Pajak, Pipil
Misalnya di DKI Jakarta, girik terdiri dari 2 (dua) jenis, girik
milik adat yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh pribumi yang
telah
didaftarkan
sebelum
dan
sesudah
tahun
1945.
Eigendom adalah
suatu
hak
ciptaan
yayasan
adalah
yang
tanah-tanah
diberikan
usaha
kepada
bekas
penduduk
tanah
yang
barang
yang
diperoleh
atas
usaha
sebagian
kecil
dari
kerabat
seluruhnya
yang
Gouw
Giok
Siong
Pengaturan
Tanah
itu,
kecuali
kekecualian
yang
terdapat
dalam
peralihan
hak
adalah
perubahan
data
yuridis
hak
karena
warisan,
peralihan
hak
karena
oleh
pejabat
yang
berwenang.
Perbuatan
hukum
Pajak
Hasil
Bumi (Verponding
Indonesia) adalah
Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
DKI
beralih,
artinya
dapat
diwariskan
kepada
ahli
harta
karena
perkawinan,
demikian
pula
seseorang
di
samping
kcwarganegaraan
5. Peralihan
Hak
milik
(dialihkan)
dapat
dengan
dipindah
cara
jual
haknya
beli,
kepada
hibah,
pihak
lain
tukar-menukar,
jual
dengarn
beli,
wasiat
penukaran,
dan
dimaksudkan
untuk
memindahkan
hak
penghibahan,
perbuatan-perbuatan
langsung
milik
kenada
atau
orang
pemberian
lain
tidak
yang
langsung
asing,
kepada
mempunyai
kewarganegaraan
asing
atau
ini
menurut
selama
kurun
pengamatan
waktu
penulis
Undang-Undang
sangat
Pokok
3.
4.
adalah
Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank
Negara);
Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No.79 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958
No.139);
Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria,
setelah mendengar Menteri Agama;
Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria,
setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Selanjutnya, peraturan tertanng pemberian hak untuk
yang dimaksud, menyatakan hal-hal sebagai berikut :
1. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah
tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia
yang luasnya 600 M2 (enam ratus meter persegi) atau
kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan
diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan
Hak Milik.
2. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk
rumah
tinggal
kepunyaan
perseorangan
warga
negara
oleh
bekas
pemegang
hak
tersebut,
atas
belum
ada
peraturan
yang
mengatur
khusus
Nasional
kita
adalah
Hukum
Adat,
berarti
kita
Hukum
Adat,
jual
beli
tanah
adalah
suatu
penjual
dianggap
sebagai
utang pembeli
kepada
tidak
dalam
hukum
perikatan
khususnya
hukum
kontrak
hukum
yang
jual
beli
berwenang,
dihadapan
Kepala
dibuktikan
dengan
rupa
dengan
hak
untuk
mendapatkan
untuk
selama-lamanya.
Antara
lain,
adol
plas,
Sifat
tunai
berarti
bahwa
penyerahan
hak
dan
yang
gelap,
yang
dilakukan
secara
sembunyi-
sembunyi )
Syarat jual beli tanah ada 2, yaitu :
1.Syarat Materiil
Syarat Materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli
tanah tersebut, antara lain sebagai berikut :
a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan
Maksudnya pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi
syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya.untuk
menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh
hak atas tanah yang dibelinya tergfantung pada hak apa
yang ada pada tanah tersebut.Apakah Hak Milik, Hak Guna
Bangunan, atau Hak Pakai. Menurut UUPA yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara
Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan
oleh pemerintah ( pasal 21 UUPA ) jika pembeli mempunyai
kewarganegaraan
asing
disamping
kewarganegaraan
orang,
maka
ia
berhak
untuk
menjual
sendiri
tanah
tersebut
tersebut
ditandatangani
kepada
kantor
PPAT
menyerahkan
pendafratan
akta
tanah
untuk
seseorang
kepada
tanah
merupakan
pemberian
wasiat
diberikan
dunia.Pengertian
Hibah
sesudfah
juga
diatur
si
wasiat
dalam
meninggal
pasal
1666
KUHPerdata.
Kekuatan huku akta hibah terletak pada fungsi akta autentik
itu sendiri yakni sebagai alat bukti yang sah menurut UU
sehingga hal ini merupakan akibat langsung yang merupakjan
keharusan dari ketentuan per-Undang-Undangan, bahwa harus
ada akta-akta autentik sebagai alat pembuktian.
Hal-hal yang membatalkan akta Hibah telah dijelaskan
dalam pasal 1688 BW. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembal;i
maupun
dihapuskan
karenanya
melainkan
dalam
hal-hal
berikut.
a. Karena
tidak
dipenuhi
syarat-syarat
dengan
mana
telah
melakukan
bersalah
kejahatan
melakukan atau
yang
bertujuan
menyelesaikan
masalah
dalam
penghibahan
pejabat
yang
berwengang
untuk
membuat
surat
keterangan
warisan
itu
belum
ditentukan.
Untuk
badan
hukum
agar
dapat
dimanfaatkan
untuk
2.
3.
4.
5.
6.
Oleh karena itu, apabila tanah itu diwakafkan, tidak menimbulkan akibat yang
dapat mengganggu sifat kekekalan dan keabadian kelembagaan wakaf tanah.
Perwakafan tanah harus diperuntukan untuk masyarakat banyak, bukan
untuk kepentingan pribadi, karena akan mendatangkan manfaat dan maslahat
bagi masyarakat. Ketentuan ini melekat pada hak atas tanah yang dianut dalam
UUPA.
Tanah wakaf terlembagakan untuk selama-lamanya dalam waktu yang
kekal dan abadi. Tidak ada wakaf yang bertentangan waktu tertentu.
tujuan peruntukan sebagai kepentingan peribadatan atau kepentingan
umum.
Wakaf memutuskan hubungan kepemilikan antara wakif dengan
mauqufbih-nya selanjutnya status pemiliknya menjadi milik masyarakat luas.
Wakif tidak mbiasa menarik kembali terhadap tanah yang telah
diwakafkan.
7. Ikrar harus dilakukan didepan pejabat pembuat akta ikrar
wakaf, guna mendapatkan akta autentik yang akan dapat
dipergunakan
dalam
berbagai
hal
seperti
untuk
Nasional
ataupun
sengketa
yang
terjadi
dikemudian hari.
Secara umum dan awam, orang menyebut tanah adat ada 2 pengertian:
Peraturan
2. Tanah milik masyarakat ulayat hukum adat, yang bentuknya seperti: tanah titian, tanah pengairan,
tanah kas desa, tanah bengkok dll (sebagai referensi silakan baca Pengolaan dan Pemanfaatan
Tanah Bengkok). Untuk jenis tanah milik masyarakat hukum adat ini tidak bisa disertifikatkan begitu
saja. Kalau pun ada, tanah milik masyarakat hukum adat dapat dilepaskan dengan cara tukar guling
(ruislag) atau melalui pelepasan hak atas tanah tersebut terlebih dahulu oleh kepala adat.
Untuk tanah bekas hak milik adat yang berbentuk Girik (poin 1) di atas, jika pihak yang hendak
melakukan proses penyertifikatannya merupakan pemilik asli yang tercantum dalam tanah adat tersebut,
maka tidak diperlukan adanya jual beli terlebih dahulu.
Jika sudah terjadi pewarisan misalnya, maka harus didahului dengan pembuatan keterangan waris dan
prosedur waris seperti biasa (silakan baca Pemilikan Tanah Secara Warisan dan Pemilikan Tanah
Secara Warisan (2)).
Sedangkan jika perolehan haknya dilakukan melalui mekanisme jual beli, maka harus di ikuti lebih dahulu
proses jual belinya sebagaimana diuraikan dalam artikel saya JUAL BELI & BALIK NAMA SERTIFIKAT.
Penyertifikatan tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal dengan pendaftaran tanah untuk
pertama kali, yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang
belum didaftar. Kegiatan ini ada dua jenis, pertama, pendaftaran tanah secara sistematis, yang
diprakarsai oleh pemerintah. Yang kedua, pendaftaran tanah secara sporadis yang dilakukan
mandiri/atas prakarsa pemilik tanah. Kedua kegiatan ini tidak perlu didahului dengan proses jual beli.
Lebih lanjut bisa dibaca juga dalam artikel saya Pensertifikatan Tanah Secara Sporadik.
Kembali ke pertanyaan Anda, yang akan dilakukan adalah jenis yang kedua, yaitu secara sporadis, Anda
dapat meminta bantuan PPAT yang wilayah kerjanya sesuai dengan letak objek tanah yang akan
didaftarkan.
itu?
Sebenarnya, tanah bengkok adalah bagian dari tanah desa
yang merupakan Tanah Kas Desa. Jadi tanah tersebut
diperuntukkan bagi gaji pamong desa, yaitu: Kepala Desa dan
Perangkat Desa. Mereka mempunyai hak untuk memperoleh
penghasilan dari atas tanah yang diberikan oleh desa untuk
memelihara kehidupan keluarganya dengan cara
d.
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai proses pensertifikatan tanah adat atau
tanah2 lain yang belum bersertifikat, maka melanjutkan pembahasan saya sebelumnya pada
artikel: Bagaimana Cara Mensertifikatkan Tanah Girik?, berikut saya memberikan tambahan
penjelasan mengenai tata cara mensertifikatkan tanah.
Dalam pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dikenal 2
macam bentuk pendaftaran tanah, yaitu:
1. Pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu pendaftaran tanah yang
didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri
2. Pendaftaran tanah secara sporadik.
Untuk desa/kelurahan yang belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran
tanah secara sistematik tersebut.
Apakah beda antara kedua system pendaftaran tanah tersebut? Inti perbedaannya adalah
padainisiatif pendaftar. Kalau yang berinisiatif untuk mendaftarkannya adalah pemerintah,
dimana dalam suatu wilayah tertentu, secara serentak semua tanah dibuatkan sertifikatnya, maka
hal tersebut disebut pendaftaran secara sistematis. Hal ini yang oleh orang awam sering di
istilahkan sebagai: Pemutihan.
Jika inisiatif untuk mendaftarkan tanah berasal dari pemilik tanah tersebut sedangkan setelah
menunggu beberapa waktu tidak ada program pemerintah untuk mensertifikatkan tanah di
wilayah tersebut, maka pemilik tanah dapat ber inisiatif untuk mengajukan
pendaftaran/pensertifikatan tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat. Hal inilah yang disebut
pendaftaran tanah secara sporadic.
Kegiatan Pendaftaran Tanah (pasal 14 22 PP 24/1997) sendiri terbagi atas:
1. Pembuatan peta dasar pendaftaran
Pada proses ini, dilakukan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan
pemeliharaan titik dasar teknik nasional. Dari Peta dasar inilah dibuatkan
peta pendaftaran
a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang
bersangkutan
b.sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun
sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang
diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya.
d. Petok pajak bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya
PP No. 10/1961
e. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh
Kepala Adat/Kepala Desa/kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 10/1961 dengan
disertai alas hak yang dialihkan, atau
f. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan
dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g. Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak
mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disert5ai alas hak yang diwakafkan, atau risalah
lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum di bukukan
dengan disertai alas hak yang di alihkan, atau
h. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh
Pemerintah Daerah, atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum
dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh Pejabat yang
berwenang, atau
k. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII ketentuan-ketentuan konversi UUPA, atau
l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA
(dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang dalam hal ini biasanya Lurah setempat), atau
4. Bukti lainnya, apa bila tidak ada surat bukti kepemilikan, yaitu berupa: Surat Pernyataan
Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kepala
Desa/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat
5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas
6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan
7. Foto copy SK Ijin Lokasi dan surat keterangan lokasi (apabila pemohon adalah Badan
Hukum).
diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan yuridis, yang biarpun
memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik,
pada kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya
seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri
akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah
tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh
penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi
kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik,
misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai
hak penguasaan tanah secara yuridis atas tanah yang dijadikan agunan
(jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaan tetap ada pada pemilik
tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah tersebut diatas dipakai
dalam aspek privat atau keperdataan sedang penguasaan yuridis yang
beraspek publik dapat dilihat pada penguasaan atas tanah sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai Lembaga Hukum.
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan antara tanah dan
orang atau badan hukum tertentu sebgai pemegang haknya.
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan antara tanah tertentu
sebagai obyek dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau
pemegang haknya.
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah
Nasional, adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.
Hak Bangsa Indonesia ats tanah ini merupakan hak penguasaan atas
tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah yang adadalam wilayah
negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi dan menjadi induk
bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata (1)-(3)
UUPA.
2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah.
Hak menguasai dari negara atas tnah bersumber pada Hak Bangsa
Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan
pelaksanaan tugas kewenagan bangsa yang mengandung unsur hukum
publik. Tugas mengelola seluruh tnah bersama tidak mungkin dilaksanakan
sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, mka dala penyelnggaraannya,
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah
dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia
mapupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama,
dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.
Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap
tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Wewenang umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga
tubuh bumi dan air danruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan
untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain.
2. Wewenang khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan
macam hak atas tanahnya, misalnya wewenangpada tanah Hak Milik
adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan,
HGB untuk mendirikan bangunan, HGU untuk kepentingan pertanian,
perkebunan, perikanan dan peternakan.
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang
dikelompokkkan menjadi 3 bidang, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau
belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU,
HGB, HP, Hak Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan
undang-undang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan
dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan
bertentangan dengan jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,, Hak Usaha Bagi
Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok,
yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU,
langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna kegiatan usaha
pertanian, perkebunan, perikanan, atau peternakan (lihat Pasal 28 ayat (1),
PP No.40/1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA Jo.
Pasal 2 PP No. 40/1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
Asal dan terjadinya HGU. Asal HGU adalah tanah negara. Kalau asal tanah
HGU berupa tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan
pelepasan ata penyerahan hak ole4h pemegang hak dengan pemberian
ganti kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat
melalui penetapan pemerintah (pemberian hak) dan ketentuan Undangundang (ketentuan konversi hak erpacht).
Luas HGU. Luas tanah HGU adalah untuk perserorangan minimal 5 Ha
dan maksimal 25 Ha. Sedangkan untuk badan hukum luas minimal 5 Ha
dan luas maksimal 25 Ha atau lebih (menurut UUPA). Ketentuan luas
maksimal tidak ditentukan dengan jelas tetapi PP No. 40/1996
menyebutkan luas maksimal ditetapkan oleh menteri dengan
memperhatikan pertimbangan pejabat yang berwenang. Dengan
membandingkan kewenangan Surat Keputusan Pemberian Hak seperti
kewenangan Ka BPN Kota/kab maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal
200 Ha, di atas 200 Ha kewenangan Menteri Agraria/Ka BPN.
Jangka waktu HGU.HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya
paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Sedang menurut Pasal 8 PP No. 40/1996
mengatur jangka waktu HGU untuk pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang
paling lama 25 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 35 tahun.
Permohonan perpanjangan dan pembaharuan diajukan palaing lambat 2
tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat yang harus dipenuhi
untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan adalah;
1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan
tujuan pemberian haknya.
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak.
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
Kewajiban pemegang HGU (lihat Pasal 12 ayat (1) PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara.
2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan atau
peternakan.
3. Mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai kelayakan usaha
berdasarkan kriteria dari instansi teknis.
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah
yang ada dalam lingkungan HGU.
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam
dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup.
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan
HGU.
7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada
negara setelah hapus.
8. Menyerahkan sertifikat HGU yang telah hapus kepada kepala Kantor
Pertanahan.
Hak pemegang HGU (lihat Pasal 14 PP No. 40.1996)
9. Menguasai dan mempergunakan tanah untuk usaha pertanian,
perkebunan, perikanan dan atau peternakan.
10. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam
lainnya di atas tanah.
11. Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.
12. Membebani dengan Hak Tanggungan
Sifat dan ciri-ciri HGU.
1. Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
2. Dapat diwariskan.
3. Dapat dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang,
penyertaan modal.
4. Dapat dilepaskan untuk kepentingan sosial.
5. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
6. Haknya mempunyai jangka waktu tertentu.
7. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang lain.
8. Peruntukkannya terbatas.
Hapusnya HGU (lihat Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 PP No. 40/1996);
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
yang tidak dipenuhi.
3. Dilepaskan secara suka rela oleh pemegang haknya.
4. Dicabut untuk kepentingan umum.
5. Ditelantarkan.
6. Tanahnya musnah.
6. Tanahnya musnah.
7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang
HGB.
D. Hak Pakai
Ketentuan umum. Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9!) huruf d,
41 s/d 43, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996.
Pengertian HP adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberian haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (lihat
Pasal 41 (1) UUPA).
Subyek HP (lihat Pasal 42 UUPA dan Pasal 39 PP No. 40/1996):
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah
Daerah.
4. Badan-badan keagamaan dan sosial.
5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia (lihat PP No. 41/1996).
6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.
Asal atau obyek HP (lihat Pasal 41 (1) PP No. 40/1996):
1. Tanah Negara.
2. Tanah Hak Pengelolaan.
3. Tanah Hak Milik.
Terjadinya HP. HP dapat terjadi karena;
1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).
2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat
oleh PPAT.
3. Undang-undang, ketentuan tentang Konversi.
Jangka waktu HP. Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal
tanahnya, (lihat Pasal 45 s/d 49 PP No. 40/1996) sbb:
1. HP atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu
untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu
adalah Hak Milik dan objek yang disewakan pemilik tanah kepada
pemeganag HSUB adalah tanah bukan bangunan.
Terjadinya HSUB karena perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara
pemilik tanah dengan pemegang HSUB, yang tidak boleh disertai syaratsyarat yang mengadung unsur-unsur pemerasan.
Jangka waktu HSUB.. UUPA tidak mengatur secara tegas berapa lama
jangka waktu HSUB, jangka waktu HSUB diserahkan kepada kesepakatan
anatar pemilik tanah dengan pemegang HSUB.
Pembayaran uang sewa dalam HSUB. Ketentuan mengenai pembanyaran
uang sewa dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap waktu tertentu. Juga
dapat dilakukan sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan oleh
pemegang HSUB. Tergantung kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HSUB.
Peralihan HSUB. Pada dasarnya pemegang HSUB tidak diperbolehkan
mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain tanpa seizin dari pemilik
tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat terputusnya
hubungan sewa-menyewa antara pemili tanah dan pemegang HSUB.
Sifat dan ciri-ciri HSUB;
1. Tujuan pengunaannya sementara, artinya jangka waktu terbatas.
2. Bersifat pribadi dan tidak boleh dialihkan.
3. Tidak dapat diwariskan.
4. Hubungan hak sewa tidak terputus dengan dialihkannya Hak Milik yang
bersangkutan kepada pihak lain.
5. Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
6. Pemegang HSUB dapat melepas sendiri hak sewanya.
7. Tidak termasuk golongan hak-hak yang harus didaftarkan.
Hapusnya HSUB. Faktor-faktor penyebab hapusnya HSUB, adalah:
1. Jangka waktunya berakhir.
2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena pemegang HSUB
tidak memenuhi syarat sebagai pemegang HSUB.
3. Dilepaskan oleh pemegang HSUB sebelum jangka waktu berakhir.
4. Hak Milik atas tanahnya dicabut untuk kepentingan umum.
5. Tanahnya musnah.