Hanna Pratiwi
1909110550
A. Tanah Adat
Tanah adat adalah tanah yang berada di suatu daerah yang dimiliki secara turun
temurun, diakui oleh adat setempat dalam penggunaan dan pemanfaatannya yang di
sahkan oleh hukum. Dalam pandangan adat masyarakat kita,tanah mempunyai makna
yang sangat penting,Yakni antara lain:
- Sebagai tempat tinggal dan mempertahankan kehidupan
- Alat pengikat masyarakat dalam suatu persekutuan
- Sebagai modal (aset produksi) utama dalam suatu persekutuan hak ulayat adalah
hak untuk mengambil manfaat dari tanah, perairan, sungai, danau, perairan
pantai,laut, tanaman-tanaman dan binatang yang ada di wilayah masyarakat
hukum adat yang bersangkutan. Menurut Pasal 1 angka 4 RUU SD Agraria
(dalam Farida Patittingi) hak ulayat adalah kewenangan masyarakat hukum adat
untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan tanah, perairan, tanaman serta
binatang-binatang yang ada di wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan,
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional
B. Transaksi Tanah
Macam-macam transaksi tanah:
1. Perbuatan hukum sepihak
2. Perbuatan hukum 2 pihak, yakni Penyerahan benda (sebagai prestasi) yang
berobyek tanah yang berjalan serentak dengan penerimaan pembayaran tunai.
Yang disebut dengan tanah juga meliputi perairan seperti empang, tambak, dll.
Dalam hal ini, Membutuhkan persaksian dari kepala adat agar transaksi tersebut
dapat dikatakan “terang”.
Macam-Macam Transaksi Tanah 2 pihak:
- Jual Lepas, Yakni Setiap transaksi dalam hukum adat bersifat tunai / kontan
(sistem perjanjian riil dan bukan konsensua lmenyatunya antara penjualan dan
penyerahan / penyerahan.Dapat menggunakan panjer/uang muka.
- Jual Gadai. Hak pembeli gadai: Menkmati manfaat yang melekat pada hak
milik dengan pembatasan; Tidak boleh menjual lepas tanah tersebut kpd orang
lain, tidak boleh menyewakan untuk lebih dari satu musim lamanya (jual
tahunan), jual gadai bukan merupakan perjanjian utang uang dengan jaminan
tanah, karena penebusan gadai tergantung kehendak penjual gadai, tidak ada
kewajiban baginya untuk menebus kembali tanahnya, sehingga pembeli gadai
tidak berhak menagih uangnya dari penjual gadai. Jika si pembeli gadai
membutuhkan uang, maka ia dapat melakukan: 1) Mengoperkan gadai
(doorverpanden), 2) Menggadaikan kembali / menganak gadai
(onderverpanden), 3) Hak menebus kembali oleh penjual gadai dapat
diteruskan kepada ahli warisnya.
- Jual Tahunan.
Hak-hak si pembeli tahunan:
1) Mengolah tanah
2) Menanami dan memetik hasilnya
3) Berbuat dengan tanah itu seakan-akan tanah itu adalah miliknya
Larangan bagi si pembeli tahunan: Menjual / menyewakan tanah itu kecuali
seizin pemiliknya
TRANSAKSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN TANAH
Dalam transaksi-transaksi ini, tanah adalah faktor penting, tetapi bukan obyek transaksi
itu sendiri. Beberapa macam transaksi yang berhubungan dengan tanah:
1. Transaksi bagi hasil tanam
2. Sewa
3. Transaksi pinjam uang dengan tanggungan tanah
4. Numpang
5. Kombinasi bagi hasil tanam-sewa-jual gadai
KONVERSI TANAH “GOGOL” KE DLM UUPA
Tanah gogolan adalah tanah ulayat yang digarap yang terdiri dari tanah gogolan tetap
dan tanah gogolan tidak tetap.
Pasal VII UUPA
1. “Hak gogolan, pakulen, atau sanggan yang bersifat tetap yang ada, pada mulai
berlakunya UU ini menjadi hak milik tersebut pada pasal 20 ayat 1.”
2. “Hak gogolan, pakulen, atau sanggan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai
tersebut pada pasal 41 ayat 1 yg dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai
berlakunya UU ini.”
3. “Jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pakulen, atau sanggan bersifat
tetap atau tidak tetap, mk Menteri Agrarialah yang memutuskan.”
Tapi Nyatanya gogol tidak tetap Diberi kan dengan hak milik. (SK Bersama Mentri
Agraria Dalam Negeri Nomor 3/ DEPAG/ 1965 dan Nomor 11/BPN/1965)
C. Hukum Perkawinan
Perkawinan tidak saja menyangkut hubungan calon mempelai semata tetapi keluarga
besar masing-masing pihak bahkan juga menyangkut arwah leluhur untuk dimintakan restu
bersifat magis, contohnya : Upacara adat untuk menentukan hari baik perkawinan.
(Prof Hazairin) Tujuan perkawinan yaitu untuk menjamin ketenangan dan
menjaminkebagagiaan. Sedangkan Pertunangan dilaksanakan mendahului adanya sebuah
perkawinan. Sedangkan Tujuan pertunangan itu sendiri adalah, 1) ingin menjamin
perkawinan yang dikehendaki dapat dilangsungkan dalam waktu dekat, 2) membatasi
pergaulan yang sangat bebas, 3) memberikan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk lebih
saling mengenal.
Pertunangan baru mengikat apabila pihak-pihak laki-laki memberi tanda pengikat
(paningset, panyancang, paweweh)
Sistem perkawinan :
1. Sistem endogami: seseorang hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari
sukunya sendiri, contohnya: Toraja. Sisitem ini akan lenyap jika hubungan daerah
itu dengan daerah lainnya semakin mudah.
2. Sistem eksogami : seseorang diharuskan kawin dengan orang diluar
sukunya/kerabat/marganya, contohnya pria bermarga siregar tidak boleh menikah
dengan wanita bermarga siregar juga,tetapi ia dapat menikah dengan wanita
bermarga lubis.
3. Sistem Eleutherogami : Larangan kawin karena adanya hubungan darah seperti: ibu,
nenek, cucu. Dan sistem ini paling banyak pengikutnya. Contohnya legenda
sangkuriang
Perceraian
Perceraian sangat dihindari dikalangan masyarakat hukum adat dan sebab-sebab
diperbolehkan perceraian, apabila; 1) istri melakukan Zina, 2) Kemandulan istri, 3) Suami
meninggalkan istri sangat lama, 4) istri berkelakuan tidak sopan/pantas, 5) keinginan bersama
dari kedua pihak (ketidakcocokan).
D. Hukum kekeluargaan/kekerabatan
Hubungan anak dengan orang tuanya:
Persoalan yang dirumuskan di atas diadakan pembedaan antara hubungan kekerabatan
sebagai pengertian umum dan hubungan anak dengan orang tuanya sebagai hubungan khusus,
hal ini sangat diperlukan karena didalam struktur patrilineal, wangsa-wangsa ibu mempunyai
arti yang lain bagi si anak daripada ibunya, sedangkan di dalam struktur matrilineal wangsa-
wangsa bapak mempunyai arti yang lain bagi si anak daripada ayahnya sendiri.
Anak yang lahir di dalam perkawinan, beribu wanita yang melahirkannya dan berayah
pria suami ibunya, penyebab kelahiran dia. Di minahasa, Bila seorang anak selama ikatan
perkawinan diturunkan oleh pria lain daripada yang telah nikah dengan ibunya, maka ayah
anak tersebut menurut hukum adat ialah pria yang nikah sah dengan ibu nya, kecuali jika
suami sah ini menyangkal kebapaanya berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima; hal ini
dimungkinkan di jawa.
Menurut hukum adat rupanya tidak relevant, anak itu lahir berapa lama sesudah
pelangsung pernikahan. Hukum islam menentukan: - Anak yang sah dilahirkan lebih dari 6
bulan sesudah akad nikah. Ketentuan ini berangkali di sana-sini (tetapi jarang) berpengaruh
kepada hukum adat. Yang pasti ialah bahwa ketentuan tersebut tidak mengubah lembaga
kawin paksa dan kawin darurat di atas tadi.
Pengambilan / Pengangkatan anak
Pengambilan/pengakatan anak biasanya disebut dengan adopsi, adopsi yang terdapat
merata diseluruh nusantara, ialah suatu perbuatana memungut seorang anak dari luar ke
dalam kerabat sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang sama dengan ikatan kewangsaan
biologis.
Suatu perbuatan hukum yang harus disebut dalam hubungan ini ialah pengangkatan
seorang anak perempuan (daughter) menjadi penerus keluarga (seneta) dibali. Sebab dasar
alasannya yang dapat menerima harta peninggalan pada saat matinya sang ayah dan
menggantikan nya selaku kepala keluarga hanyalah anak laki-laki.