Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia.

Kebutuhan akan tanah oleh masyarakat semakin meningkat dilihat dengan

adanya kemajuan ekonomi, banyak masyarakat yang tersangkut dalam

kegiatan ekonomi seperti bertambah banyak jual beli, sewa-menyewa,

pemberian kredit dan lain-lain. Hal tersebut membuat tanah memiliki nilai

ekonomis yang tinggi. Sehingga masyarakat semaksimal mungkin untuk

memiliki dan menguasai tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

kelangsungan hidup generasi berikutnya. Salah satu hak penguasaan atas

tanah yang dapat dimiliki oleh masyarakat yaitu hak milik.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, pengertian akan Hak Milik

seperti yang dirumuskan di dalam Pasal 20 UUPA yang disebutkan dalam

pasal (1), hak milik adalah hal turun temurun, terkuat dan terpenuhi, yang

dapat dipunyai orang atas tanah; (2), hak milik dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain. Hak milik adalah hak yang terkuat dan terpenuhi, di

dalam penjelasan pasal demi pasal bahwa dalam pasal 20 Undang-Undang

Pokok Agraria disebutkan sifat-sifat daripada hak milik yang

membedakannya dengan hak-hak lainnya.1 Hak Milik itu memberikan

wewenang kepada yang punya, yang paling luas jika dibandingkan dengan

1
Soedharyo Soimin, 2001, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 1

1
2

hak yang lain. Hak Milik dapat dialihkan kepada pihak lain boleh dengan

jual-beli, hibah, wasiat, tukar menukar dan lain-lain.2

Salah satu peralihan hak milik atas suatu tanah dapat

dilakukandengan jual beli. Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat

diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta

otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau Notaris yang diangkat oleh

pemerintah. Namun terhadap ketentuan dalamPasal 37 ayat (1) tersebut

tidak mengensampingkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum

adat.

Dengan demikian peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan

begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telahditetapkan oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku.3

Dilihat berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. . Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal”.

2
Effendi Perangin, 1991, Hukum Agraria di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, Jakarta: CV. Rajawali, hal. 238
3
Budi Sunanda, dkk, 2013, Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah Meskipun Telah Memiliki
Akta Jual Beli Tanah Dari PPAT Oleh Pengadilan Negeri (Studi Penelitian Putusan di
Pengadilan Negeri Bireuen Nomor: 11 / Pdt.G / 2008 / PN-BIR, tanggal 23 Februari 2009), Jurnal
Ilmu Hukum, Volume 2, No. 1, hal. 107
3

Perbuatan jual beli tanah terjadi dengan dibuatnya suatu akta jual

beli yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau

Notaris. Namun demikian, akta jual beli tanah tersebut menurut hukum

sepanjang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan

dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka terhadap akta tersebut dapat terjadi

kebatalan, yang dalam lapangan ilmu hukum perdata dikenal ajaran

mengenai kebatalan akta tersebut, yaitu kebatalan mutlak (absolute

nietigheid) dan kebatalan nisbi (relatief nietigheid). Pembedaan kedua

jenis kebatalan ini terkait dengan akibat yang dapat muncul dari hubungan

hukum yang tercipta.4

Fakta yang ada pada masyarakat masih ditemukan masalah

mengenai keabsahan dari akta jual beli yang telah dibuat dihadapan

notaris. Adanya jual beli hak atas tanah yang dilakukan dihadapan notaris

oleh pembeli dan penjual yang dari awal memuat adanya itikad buruk atau

itikad tidak jujur akan memuat akta jual beli yang cacat hukum.

Fungsi notaris adalah menjamin kebenaran materiil dan kebenaran

fotmil dalam setiap akta peralihan hak atas tanah dan bangunan serta

berperan juga untuk memeriksa kewajiban-kewajiban para pihak yang

harus dipenuhi berkaitan dengan peralihan hak tersebut. Tanggung jawab

notaris terhadap akta otentik hanya mencatat atau menuangkan suatu

perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak/penghadap ke dalam akta.5

4
Ali Ahmad Chomsah, 2002, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak atas
Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II-Sertipikat dan Permasalahannya, Jakarta: Prestasi
Pustaka, hal. 28.
5
Supriadi, 2012, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 64.
4

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah,

maka jual beli juga harus dilakukan para pihak di hadapan notaris yang

bertugas membuat akta. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan notaris,

dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang

dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Untuk dibuatkan akta jual beli

tanah tersebut, pihak yang memindahkan hak, harus memenuhi syarat

yaitu berwenang memindahkan hak tersebut, sedangkan pihak yang

menerima harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya

itu. Serta harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.

Sesuai dengan Pasal 20 ayat (2) UUPA “Hak milik dapat beralih

dan dialihkan kepada pihak lain.” Peralihan hak milik atas tanah dapat

terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan hak milik

atas tanah karena perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang hak

milik atas tanah dengan sengaja mengalihkan hak yang dipegangnya

kepada pihak lain dengan melalui jual beli tanah jika dalam jual beli tanah

tersebut sudah terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak bagi pelaku

penjual dan pembeli, kemudian terjadi peralihan hak milik atas tanah dari

penjual kepada pembeli.

Jual beli tanah dimulai dengan proses negosiasi harga tanah dan

sebagainya, saat pembeli setuju untuk membeli tanah, maka proses

selanjutnya dilakukan penandatanganan perjanjian akta jual beli antara

penjual dan pembeli. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana si orang

berjanji kepada si orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa ini timbulah suatu


5

hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian

itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

Penandatanganan akta perjanjian jual beli tersebut merupakan bukti untuk

penerbitan sertifikat ke atas nama pembeli.

Transaksi jual beli tanah dilakukan dengan perjanjian untuk lebih

memberikan kepastian hukum, karena hak atas tanah, termasuk objek

perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku, di mana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang

hak atas tanah terikat atau harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan tersebut. Maksudnya pihak yang akan

melakukan perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah,

harus tunduk terhadap aturan hukum yang mengatur atau berkaitan

dengan pengaturan tentang hak atas tanah atau dengan kata lain pihak

yang melakukan perbuatan hukum tertentu tentang hak atas tanah, maka

ia tidak bebas untuk melakukannya, akan tetapi dia terikat dengan

ketentuan hukum yang mengatur tentang hak atas tanah.6

Sebagai perbuatan hukum, jual beli hak atas tanah harus dilakukan di

hadapan notaris dan diwujudkan dalam Akta Jual Beli (AJB), dalam hal

ini notaris berfungsi membuatkan Akta Jual Beli (AJB). Adanya Akta Jual

Beli dari PPAT atau Notaris sebagai tanda bukti telah dipenuhinya sifat

terang dan nyata (riil) yang merupakan syarat sahnya perbuatan hukum

yang bersangkutan, sehingga menurut hukum mengikat para pihak yang

melakukannya. Pengikatan dimaksudkan sebagai perjanjian pendahuluan


6
Effendi Perangin, 1991, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, Jakarta: CV. Rajawali, hal 88.
6

dari maksud utama para pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah.

Pengikatan jual beli ini memuat janji-janji untuk melakukan jual beli

tanah apabila persyaratan yang diperlukan untuk itu telah terpenuhi.

Perjanjian pengikatan jual beli tanah (PPJB) dalam prakteknya

sering dibuat dalam bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris,

sehingga Akta Pengikatan Jual Beli merupakan akta otentik yang memilki

kekuatan pembuktian yang sempurna. Hal ini dimaksudkan oleh para

pihak untuk lebih memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi

para pihak yang membuatnya. Karena notaris dalam membuat suatu akta

tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak secara obyektif.

Dengan bantuan notaris para pihak yang membuat perjanjian pengikatan

jual beli akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang

akan diperjanjikan.

Akta-akta yang dibuat oleh notaris adalah akta yang otentik dimana

mengikat para pihak yang tercantum di dalamnya untuk melindungi

masing-masing pihak dari kejadian-kejadian yang dapat merugikan salah

satu pihak. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, Salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
7

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang. 7

Sebagai suatu bentuk dari perikatan, perjanjian pengikatan jual beli

tanah mengandung hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya,

yaitu antara notaris dengan klien sehingga apabila hal-hal yang telah

disepakati dalam akta pengikatan jual beli dilanggar atau tidak dipenuhi

oleh para pihak yang membuatnya maka hal tersebut dapat dikatakan telah

terjadi wanprestasi atau bahkan dapat terjadi perbuatan melawan hukum.

Pertanggungjawaban notaris terkait kesenjangan, kealpaan

dan/atau kelalaiannya dalam pembuatan akta jual beli yang menyimpang

dari syarat formil dan syarat materil tata cara pembuatan akta jual beli,

tidak saja dapat dikenakan sanksi administratif tapi juga tidak menutup

kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh para pihak yang ngerasa

dirugikan.8

Berkaitan dengan kesalahan (beroepsfout) dari notaris, maka harus

ditelaah mengenai bentuk dari kesalahan tersebut, yakni apakah

kesalahan tersebut merupakan wanprestasi ataukah perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad). Pendapat yang umum dianut bahwa,

wanprestasi terjadi apabila didahului dengan adanya perjanjian,

sedangkan jika tidak ada kaitannya dengan perjanjian maka bentuk

pelanggarannya disebut perbuatan melawan hukum atau onrechtmatige

daaad. Berpijak pada prinsip umum tersebut, maka penulis berasumsi

7
Harahap M. Yahya, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, hal. 112.
8
Sjaifurrachman, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Bandung:
Bandar Maju, hal 93.
8

bahwa perbuatan notaris yang telah menyebabkan sebuah akta menjadi

cacat hukum dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,

mengingat antara notaris dengan klien atau pihak yang berkaitan dalam

akta tidak pernah ditemui adanya suatu perjanjian.

Dalam menentukan suatu perbutan dapat dikualifikasikan sebagai

melawan hukum, diperlukan 4 syarat :

a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

b. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;

c. Bertentangan dengan kesusilaan;

d. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum tidak disyaratkan

adanya keempat kriteria itu secara kumulatif, namun terpenuhinya salah

satu kriteria secara alternatif sudah cukup terpenuhi pula syarat untuk

suatu perbuatan melawan hukum. Sanksi perdata

dijatuhkankepada notaris atas perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad), yakni perbuatan yang menimbulkankerugian,dan

secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 1365

KUHPerdata, yang berbunyi “Tiap perbuatan yang melanggar hukum,

yang membwa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut”.

Oleh karena itu jika salah satu pihak ( Notaris atas Klien ) merasa

dirugikan, maka ia dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri

berdasarkan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, jikalau


9

terbukti bersalah dalam pembuktian di pemeriksaan perkara di

Pengadilan Negeri maka ia harus bertanggung jawab berdasarkan

wanprestasi atau perbuatan melawan hukum untuk mengganti kerugian

berdasarkan keputusan hakim.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul : “ TANGGUNGJAWAB

HUKUM ANTARA NOTARIS DAN KLIEN DALAM PEMBUATAN

AKTA JUAL BELI DAN KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH “

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Perjanjian Antara Notaris dengan Klien Dalam

Pembuatan Akta Jual Beli dan Akta Kepemilikan Hak Atas Tanah ?

2. Bagaimana Peraturan Serta Hak dan Kewajiban Notaris dengan Klien

Dalam Akta Jual Beli dan Akta Kepemilikan Hak Atas Tanah ?

3. Bagaimana Tanggung Jawab Hukum Apabila Salah Satu Pihak

Melakukan Kesalahan Atas Wanprestasi atau Perbuatan Melawan

Hukum ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk :


10

a. Untuk mengetahui proses perjanjian antara notaris dengan klien

dalam pembuatan akta jual beli dan akta kepemilikan hak atas

tanah.

b. Untuk mengetahui peraturan serta hak dan kewajiban notaris

dengan klien dalam pembuatan akta jual beli dan akta kepemilikan

hak atas tanah.

c. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum apabila salah satu pihak

melakukan kesalahan atas wanprestasi atau perbuatan melawan

hukum.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis adalah untuk melatih penulis dalam mengembangkan dan

menambah pengetahuan dalam hukum perdata tentang kenotariaatan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan.

2. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang belum begitu paham

tentang hukum melakukan jual beli tanah, agar supaya masyarakat

tersebut dapat mengetahui dan memahami keabsahan jual beli tanah

dan kepemilikan hak atas tanah dimana akta jual beli dan akta

kepemilikan hak atas tanah tersebut menjadi kewenangan notaris

dalam pembuatannya.

3. Bagi ilmu pengetahuan hukum adalah menjelaskan luaran hasil

penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan teknologi,

peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Khususnya untuk

menambah kontribusi hukum khususnya dalam bidang hukum pedata.


11

E. Metode Penelitian

Penelitian atau research dapat didefinisikan sebagai usaha untuk

menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,

usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah. Dalam penelitian ini metode

penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini

adalah metode Normatif. Penelitian normatif adalah sebagai usaha

mendekatkan masalah yang diteliti dengan sifat hukum normatif.

Sehingga dalam penelitian ini penulis mencari dan menganalisis

kaidah hukum yang terkandung dalam suatu perundang-undangan dan

juga terkandung dalam norma hukum yang tidak tertulis yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat. Sehingga dapat diketahui aspek

hukumnya mengenai tanggungjawab hukum antara notaris dengan

klien dalam pembuatan akta jual beli dan kepemilikan hak atas tanah.

Dalam penelitian hukum yang normatif, yang diteliti adalah

adanya kaidah-kaidah hukum atau aturan-aturan dan asas-asas hukum

dalam tanggungjawab hukum antara notaris dengan klien dalam

pembuatan akta jual beli dan kepemilikan hak atas tanah sehingga

dapat diketahui legalitas atau kedudukan hukum dalam tanggungjawab

hukum antara notaris dengan klien dalam pembuatan akta jual beli dan

kepemilikan hak atas tanah.


12

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian deskriptif.

Adapun yang dimaksud dengan penelitian deskriptif, yaitu untuk

memberikan data seteliti mungkin dan memperoleh gambaran yang

baikdan jelas tentang tanggung jawab hukum antara notaris dengan

klien terkait pembuatan akta jual beli tanah dan mendeskripsikan

tentang status kepemilikan hak atas tanah.

3. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian

lapangan, penulis menggunakan dua jenis data :

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mencari data

sekunder dengan menggunakan bahan hukum penelitian :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang sedang diteliti, diantaranya :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

b) Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.

2) Bahan Hukum Sekunder

Dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum

sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer seperti hasil karya ilmiah para sarjana,


13

hasil penelitian, dan pendapat para pakar hukum berkaitan

dengan tanggungjawab hukum antara notaris dengan klien

dalam pembuatan akta jual beli dan akta kepemilikan hak atas

tanah.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum sekunder dan primer yang

disebutkan diatas, seperti kamus hukum, ensiklopedia.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan untuk mencari data primer.

1) Lokasi Penelitian

Penulis melakukan penelitian secara langsung di Kantor

Notaris Riana Candrasari, S.H., M.Kn. di Kabupaten

Sukoharjo.

2) Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menetapkan subjek yang

diteliti yaitu responden yang berkompeten dalam permasalahan

mengenai tanggungjawab hukum notaris, yaitu Notaris itu

sendiri di Kantor Notaris Riana Candrasari, S.H., M.Kn. di

Kabupaten Sukoharjo yang dapat memberikan penjelasan

mengenai tanggungjawab hukum notaris.


14

4. Metode Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan

Dalam penelitian kepustakaan digunakan teknik

pengumpulan data dengan melakukan studi kepustakaan. Studi

kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan dan mempelajari atau

menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan. Ketiga bahan

hukum tersebut yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tersier.

b. Penelitian Lapangan

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan

1. Membuat Daftar Pertanyaan

Membuat daftar pertanyaan apa saja yang akan

dipertanyakan kepada narasumber terkait tanggungjawab

hukum antara notaris dengan klien dalam pembuatan akta jual

beli dan akta kepemilikan hak atas tanah.

2. Melakukan Wawancara

Melakukan wawancara dengan ibu Riana Candrasari S.H.,

M.Kn. tentang hal-hal yang terakait dengan masalah yang

diangkat dalam penulisan skripsi ini. Wawancara adalah tehnik

pengumpulan data dengan komunikasi secara langsung dengan

responden atau narasumber.


15

5. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode

Kualitatif. Metode Kualitatif yaitu metode yang dilakukan dengan

menganalisis data-data yang meliputi peraturan perundang-undangan,

literature, dokumen-dokumen dan buku-buku kepustakaan yang

berkaitan dengan tanggungjawab hukum antara notaris dengan klien

dalam pembuatan akta jual beli dan akta kepemilikan hak atas tanah.

Dipadukan dengan pendapat responden di lapangan kemudian di

analisis secara kualitatif, dicari pemecahannya dan kemudian dapat

ditarik kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Penulis untuk menemukan gambaran yang menyeluruh tentang

permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini, penulis

menguraikan sistematika penelitian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

D. Manfaat Penelitian

E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Notaris
16

B. Pengertian Klien

C. Pengertian Akta Jual Beli Tanah

D. Pengertian Akta Kepemilikan Hak Atas Tanah

E. Pengertian Tanggungjawab Hukum

F. Fungsi Notaris dan Tanggungjawab Hukumnya

G. Tugas Notaris Terhadap Klien

H. Perjanjian Antara Notaris dengan Klien Dalam Pembuatan Akta

Jual Beli dan Akta Kepemilikan Hak Atas Tanah

I. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Klien Dalam

Pembuatan Akta Jual Beli dan Akta Kepemilikan Hak Atas

Tanah

J. Hak dan Kewajiban Para Pihak

K. Peraturan Yang Berlaku Dalam Pembuatan Akta Jual Beli dan

Kepemilikan Hak Atas Tanah

L. Tanggung Jawab Hukum

M. Berakhirnya Perjanjian Antara Notaris dengan Klien dalam

Pembuatan Akta Jual Beli

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

B. Pembahasan

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai