Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH HUKUM PERDATA

ANALISIS JUAL BELI TANAH TANPA SERTIFIKAT

Dosen Pengampu : Dr.Sulistyandari,S.H.,M.Hum.

Disusun oleh :

Arvenda Satria Pratama

E1A022143

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu
sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang masa dalam
mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang terbagi secara adil dan merata. Tanah
mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena digunakan
oleh manusia untuk bercocok tanam, berternak, berkebun, tempat tinggal, dan melakukan usaha
lainnya.

Dengan begitu banyaknya kegunaan tanah maka jual beli tanah banyak terjadi dan dengan hal
itu wajib ada aturan yang mengatur bagaimana proses serta ketentuan ketentuan apa saja yang
harus dilaksanakan. Semuanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Subjek hukum dari kesepakatan jual beli adalah
perorangan atau individu, dalam hal ini adalah penjual dan pembeli. Terkait subjek jual beli tanah
ini juga diatur dalam UUPA pasal 21 yang menjelaskan secara lengkap. Subjek yang dapat
mempunyai Hak Milik adalah warga negara Indonesia dan juga badan hukum yang ditunjuk oleh
pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar hukum jual beli tanah yang belum bersertifikat.

2. Permasalahan yang timbul akibat jual beli tanah tanpa sertifikat

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana dasar hukum jual beli tanah yang belum bersertifikat.

2. Mengetahui permasalahan yang timbul akibat jual beli tanah tanpa sertifikat.
BAB II

ANALISIS

2.1 Dasar Hukum Jual Beli Tanah

Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –
Pokok Agraria pada intinya menyatakan bahwa hukum tanah nasional adalah hukum adat, Menurut
hukum adat jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, terang
berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai
pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga
perbuatan tersebut diketahui oleh umum. oleh karena itu pelaksanaan jual beli tanah nasional juga
menganut sistem jual beli tanah sesuai hukum adat. Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat adalah
pemindahan hak yang memenuhi:

1.  Asas Tunai
Asas tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran harga tanah dilakukan pada saat yang
sama. Selain itu, Asas ini mempunyai arti pembayaran dilaksanakan sampai lunas sesuai dengan
kesepakatan harga yang dituangkan dalam akta jual beli. Tunai bukan berarti pembayaran dan
pelunasan harga tanah harus dilakukan seketika namun mempunyai arti melakukan pembayaran
sesuai harga yang telah disepakati. Jadi asas tunai tetap terpenuhi meskipun suatu pembayaran
dilakukan dengan metode angsuran.
2.    Asas Terang
Asas terang mempunyai arti bahwa jual beli tanah dilakukan secara terbuka dan tidak
ditutupi. asas terang ini terpenuhi ketika jual beli tanah dilakukan dihadapan dihadapan PPAT
karena Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah jo.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas
Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP tentang
Pendaftaran Tanah), jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT. Hal tersebut mempunyai
fungsi sebagai:

a. Jaminan atas kebenaran tentang status tanah, pemegang hak dan keabsahan bahwa pelaksanaan
jual beli tanah dilakukan sesuai hukum yang berlaku dan telah memenuhi asas terang;
b. Perwakilan dari warga desa sebagai bentuk dari asas publisitas, untuk jual beli tanah yang
dilakukan di hadapan PPAT minimal terdapat 2 (dua) orang saksi yaitu terdiri dari Kepala
Desa/Camat dan seseorang dalam wilayah desa dimana terdapat tanah yang menjadi objek jual
beli.

Asas tunai dan terang sebagaimana telah dijelaskan di atas terwujud dalam akta jual beli tanah
yang ditandatangani para pihak dan dilakukan di hadapan PPAT, sekaligus menjadi bukti bahwa telah
terjadi proses pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembelinya disertai pembayaran sesuai
harga tanah yang telah disepakati.

Syarat-syarat dalam perbuatan hukum terhadap pengalihan hak atas tanah terbagi atas 2 (dua)
macam, yaitu:
a. Syarat Materiil
Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain
sebagai berikut:
1) Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijualnya.
a. Harus jelas calon penjual, ia harus berhak menjual tanah yang hendak dijualnya, dalam
hal ini tentunya si pemegang yang sah dari hak atas tanah itu yang disebut pemilik.
b. Dalam hal penjual sudah berkeluarga, maka suami isteri harus hadir dan bertindak
sebagai penjual, seandainya suami atau isteri tidak dapat hadir maka harus dibuat surat bukti
secaratertulis dan sah yang menyatakan bahwa suami atau isteri menyetujui menjual tanah.
c. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak mengakibatkan jual beli tersebut
batal demi hukum. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.
Dalam hal yang demikian kepentingan pembeli sangat dirugikan, karena pembeli telah
membayar harga tanah sedang hak atas tanah yang dibelinya tidak pernah beralih kepadanya.
Walaupun penjual masih menguasai tanah tersebut,namun sewaktu-waktu orang yang berhak
atas tanah tersebut dapat menuntut melalui pengadilan.
2) Pembeli adalah orang yang berhak untuk mempunyai hak atas tanah yang dibelinya. Hal ini
bergantung pada subyek hukum dan obyek hukumnya. Subyek hukumadalah status hukum
orang yang akan membelinya, sedangkan obyek hukumadalah hak apa yang ada pada
tanahnya. Misalnya menurut UUPA yang dapatmempunyai hak milik atas tanah hanya warga
Negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan. Apabila hal ini dilanggar maka jual beli batal demi hukum dan tanah jatuh kepada
Negara, denganketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung
serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
3) Tanah yang bersangkutan boleh diperjual belikan atau tidak dalam sengketa. Menurut
UUPA hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek peralihan hak adalah:
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
b. Syarat Formil
Setelah semua persyaratan materiil tersebut terpenuhi, maka dilakukan jual beli dihadapan
PPAT. Dalam pelaksanaan jual beli yang dibuat oleh PPAT hal-hal yang harus diperhatikan
adalah:
1) Pembuatan akta tersebut harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan jual beli atau kuasa
yang sah dari penjual dan pembeli serta disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi-saksi yang memenuhi
syarat sebagai saksi.
2) Akta dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu lembar pertama sebanyak1 (satu)
rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan dan lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap
disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran dan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dapat diberikan salinannya.
3) Setelah akta tersebut dibuat, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yangdibuatnya
berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar dan
PPAT wajib menyampaikan pemberitahuantertulis mengenai telah disampaikannya akta tersebut
kepada para pihak yang bersangkutan.
2.2 Permasalahan Yang Timbul Akibat Jual Beli Tanah Tanpa Sertifikat.

Perlu disampaikan sampaikan bahwa Jual beli tanah pada dasarnya tetap sah meskipun tidak
dituangkan dalam akta jual beli dan tidak di hadapan PPAT, hal tersebut dikarenakan jual beli tanah sama
saja dengan perjanjian jual beli pada umumnya dimana suatu perjanjian harus memenuhi syarat sah
perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, mempunyai kecakapan
untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek yang disepakati, dan perjanjian tersebut tidak
melanggar ketentuan hukum. Namun, dampak yang diterima oleh pihak pembeli jika dalam melakukan
jual beli tanah tanpa akta jual beli di hadapan PPAT adalah pembeli tanah akan mengalami kesulitan
dalam proses pendaftaran hak atas tanah yang telah dibelinya karena menurut PP tentang Pendaftaran
Tanah peralihan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta PPAT.
Selain kesulitan dalam melakukan pendaftaran hak atas tanah, terdapat dampak yang lebih besar
lagi, yakni jika suatu saat terjadi permasalahan hukum terkait dengan tanah yang menjadi objek jual beli.
Pembeli tanah akan mengalami kesulitan untuk melakukan pembuktian karena suatu perjanjian dibawah
tangan kedudukannya lebih rendah daripada akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Perlu diketahui bahwa
akta jual beli yang dilakukan di hadapan PPAT adalah akta otentik yang mana mempunyai kekuatan
hukum yang sempurna tentang hal yang termuat di dalamnya sehingga mempunyai nilai pembuktian yang
mutlak.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat tidak melakukan jual beli di hadapan PPAT.
Dikarenakan yaitu :
1. Pada umunya masyarakat yang ingin melakukan pemindahan hak atas tanah dengan
menggunakan Akta PPAT terbentur dengan masalah biaya, sehingga mereka lebih memilih
untuk melakukan jual beli tanah tidak dihadapan PPAT. Meskipun mereka sadar bahwa hal
tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan mempunyai
resiko apabila salah satu pihak dari mereka mempunyai itikad tidak baik.
2. Bahwa jangka waktu yang dibutuhkan dalam proses pemindahan hak atas tanah melalui PPAT
terlalu lama,dan melalui tahapan-tahapan cukup panjang seperti mengurus kelengkapan surat-
surat lainnya.
Dari beberapa faktor yang telah diuraikan diatas ada alasan yang lain yang menyebabkan
mengapa masyarakat tidak melakukan jual beli tanah di hadapan PPAT yaitu, masih kurangnya
kesadaran hukum yang mereka miliki untuk memahami peraturan perundang-undangan dalam bidang
pertanahan, khususnya dalam pemindahan hak atas tanah. Sehingga menghambat proses peralihan hak
atas tanah baik itu yang belum dilaksanakan pemindahan hak atas tanah maupun yang sudah. Mengingat
hal ini masih banyak terjadi di daerah-daerah khususnya di Wilayah yang belum terdapat PPAT. Maka
sosialisai kepada masyarakat berkaitan dengan perundangundangan yang mengatur masalah tanah mulai
dari berlakunya UUPA No.5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 dan Peraturan
Pemerintah No.24 Tahun 1997, perlu dilakansakan dengan terus menerus dan berkiesinambungan.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa diatas bisa disimpulkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa fungsi dari Akta Yang dibuat Oleh PPAT tersebut untuk memeberikan kepastian
hukum dan menjamin hak atas kepemilikan tanah serta sebagai bukti bahwa benar telah
dilakukannya perbuatan hukum.
2. Faktor-faktor yang menghambat dalam peralihan hak atas tanah disebabkan oleh kurangnya
kesadaran hukum masyarakat dan dimana masyrakat di wilayah yang masih sangat berpegang
teguh dengan hukum adat yang sudah berlaku secara turun temurun, serta anggapan bahwa untuk
melakukan pendaftaran tanah masih diperlukan biaya yang tinggi, tetapi dalam Pasal 61 ayat (1)
dan (2) PP No. 24 Tahun 1997 telah diatur tentang pembiayaan Pendaftaran Tanah secara jelas.
Daftar Pustaka

A.P Perlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, cetakan ketiga, Medan 1997


https://artikel.rumah123.com/mengenal-objek-subjek-dan-sahnya-jual-beli-tanah-panduan-agar-
investor-properti-jadi-lebih-pintar-52128
Novita C.F.,2014, tinjauan hukum terhadap jual beli tanah tanpa akta ppat (wilayah kecamatan
tinombo, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Volume 2,No.(3).
R.Soegondo Notodisoerjo, Tata Cara Pengangkatan Pejabat Umum, IntanPariwara, Jakarta 1989.
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Anda mungkin juga menyukai