Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN CARA JUAL

BELI DI BAWAH TANGAN

Disusun oleh :

Elisabeth

(1621002)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ATMA JAYA MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi masyarakat,

baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan,

industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan

didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal. Bertambah banyaknya jumlah manusia

yang memerlukan tanah untuk tempat perumahan, juga kemajuan dan perkembangan

ekonomi, sosial-budaya dan teknologi menghendaki pula tersedianya tanah yang banyak,

umpamanya untuk perkebunan, peternakan, pabrik-pabrik, perkantoran, tempat hiburan

dan jalan-jalan untuk perhubungan.

Adanya ketidakseimbangan antara persediaan tanah yang terbatas dengan kebutuhan

akan tanah sangat besar berakibat pada timbulnya masalah-masalah yang terkait dengan

tanah, dengan ini kebutuhan masyarakat atas tanah pasti akan semakin meningkat dan hal

ini juga akan mendorong peningkatan kegiatan jual beli tanah sebagai sarana dan bentuk

proses peralihan hak atas tanah.

Dalam masyarakat, perolehan tanah lebih sering dilakukan dengan pemindahan hak,

yaitu dengan melalui jual-beli. Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat

diartikan, dimana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang

dikehendaki secara sukarela. Kemudian menurut Hukum Perdata (BW) Pasal 1457

disebutkan bahwa jual beli tanah adalah suatu perjanjian dengan mana penjual

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan kepada pembeli yang

mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual harga yang telah disepakati.
Namun, tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan masyarakat sehari-hari masih banyak

jual beli tanah yang dilakukan antara penjual dan pembeli yang dilakukan di bawah

tangan tidak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagaimana diatur dalam

Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria jo Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jual beli tanah di bawah tangan

terkadang hanya dibuktikan dengan selembar kwitansi sebagai bukti telah terjadi jual beli.

Perbuatan hukum berupa jual beli hak atas tanah yang hanya dibuktikan dengan selembar

kwitansi saja, tanpa adanya akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT tentunya

perbuatan hukum tersebut akan sangat merugikan bagi pihak pembeli, karena pihak

pembeli tidak ada kepastian hukum terhadap peralihan hak atas tanah yang dibelinya,

yang notabene telah membayar sejumlah uang kepada pihak penjual. Secara normatif

sertifikat yang sudah dibelinya belum ada bukti peralihan hak atas tanah yang

bersangkutan dan sertifikat masih atas nama pihak penjual, meskipun telah diserahkan

kepada pihak pembeli.

Kwitansi adalah alat bukti dibawah tangan dan bisa mempunyai kekuatan hukum

tetap bila tanda tangan yang tertera pada kwitansi tersebut diakui secara langsung oleh

para pihak maka tanah tersebut dapat menjadi hak miliknya. Namun yang menjadi

permasalahan adalah penempatan tanah tanpa hak seperti yang terjadi dalam kasus tanah

yang terletak di Desa Pataruman, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung ditempati

oleh pihak lain atas persetujuan penjual padahal tanah tersebut telah diperjualbelikan

sebelumnya oleh penjual kepada pembeli. Kasus ini bermula pada tahun 2007 telah

terjadi jual beli hak atas tanah milik Bapak Engkos Kosasih (penggugat) kepada Bapak

Obar Sobarna (tergugat) yang dilakukan di bawah tangan yaitu hanya menggunakan bukti

pembelian dengan kwitansi yang pada akhirnya penjual mengajukanpermohonan

pembatalan jual beli tanah pada Pengadilan Negeri Bandung dengan alasan pembeli telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena belum melunasi objek tanah tersebut.

Sedangkan dalam kesepakatan penjual menyepakati bahwa sisa pembayaran akan dilunasi

oleh pembeli pada tahun 2013 yang dimana tidak dipastikan kapan tanggal dan bulannya.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana pengaturan dan

akibat hukum mengenai masalah peralihan hak atas tanah melalui jual beli di bawah

tangan. Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat judul mengenai “ANALISIS

HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN CARA JUAL BELI DI

BAWAH TANGAN”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaturan mengenai peralihan hak atas tanah melalui jual beli di

bawah tangan ?

2. Bagaimanakah akibat hukum dari masalah peralihan hak atas tanah melalui jual

beli di bawah tangan ?

C. TUJUAN

I. TUJUAN OBJEKTIF

1. Untuk mengetahuai bagaimana pengaturan hukum mengenai peralihan hak

atas tanah melalui jual beli di bawah tangan.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari masalah peralihan hak atas tanah

melalui jual beli di bawah tangan.

II. TUJUAN SUBJEKTIF

1. Untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan peneliti dalam hukum

perkawinan mengenai pengaturan harta bersama


2. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam I lmu

Hukum Universitas Atma Jaya Makassar

D. MANFAAT

I. MANFAAT TEORITIS

Sebagai referensi bagi mahasiswa dalam mempelajari tentang hukum dan

melihat suatu kasus hukum yang terjadi dalam masyarakat.

II. MANFAAT PRAKTIS

Untuk memberikan petunjuk tentang bagaimana hukum melihat suatu kasus

yang terjadi dalam masyarakat sekaligus melihat apakah 3 tujuan hukum yaitu

keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sudah terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai