Sedangkan jual beli tanah menurut hukum Perdata : Dalam jual beli tanah, ada
dua aturan mendasar yang harus dipenuhi yaitu proses transaksi dan keabsahan
dokumen sertifikat. Proses jual beli tanah tidak boleh dilakukan di bawah tangan.
Semua prosedur transaksinya harus dilakukan di hadapan pejabat negara atau
yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Meski demikian, tak semua daerah memiliki PPAT. Untuk daerah-daerah yang
belum memiliki PPAT, camat dapat berperan sebagai PPAT sementara. Hal ini
juga diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “PPAT
Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum
cukup terdapat PPAT.”
Dan jual beli tanah menurut UUPA Instrumen hukum lainnya, yakni UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria lebih menyoroti
tentang hak kepemilikan atas tanah. Dalam Pasal 16 ayat 1 undang-undang ini,
hak-hak atas tanah dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
hak milik,
hak guna-usaha,
hak guna-bangunan,
hak pakai,
hak sewa,
hak membuka tanah,
hak memungut hasil hutan,
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Tanah hak milik adalah tanah yang paling sering diperjualbelikan dalam pasar
properti. Jika Anda memiliki tanah dengan hak kepemilikan di luar hak-hak di atas,
seperti tanah girik atau tanah adat, maka Anda perlu mengkonversinya terlebih
dahulu dengan prosedur tertentu.
Yang perlu diperhatikan adalah proses jual beli tanah Hak Milik tidak dapat
dilakukan pada warga negara asing, jika merujuk Undang-Undang Pokok Agraria.
Dalam Pasal 26 UUPA berbunyi:
“Setiap jual beli, penukaran, penghibahan dengan wasiat dan perbuatan-
perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung
memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada warga negara yang
disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing
atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah
termaksud dalam Pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya
jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima
oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.”