Anda di halaman 1dari 24

KEABSAHAN KUASA JUAL

DALAM PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH

Bella Bretyaning Danaparamita


Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya
dbellabretyaning@yahoo.com

ABSTRACT
Soil is very important for human life. PPJB and the law of sale as regulated in 1338 of
the Civil Code which are free to contract, do not violate the law, power and ethics, and
apply to both buyers and sellers (the parties). In fact, it often happens in PPJB and the
selling power is carried out several times or in stages. In the registration of PPJB
certificates and sales capacity, not all land agencies can accept them. This study focuses
on the validity of the selling rights in the songs of land rights and the legal
consequences of court decisions. This research adopts a normative legal research
method. The reason for choosing this method is because laws and regulations are used
as the main material for analysis. The results of the study indicate that the use of power
of attorney on PPJB land is legal and does not need laws and regulations, but is still
needed to avoid absolutes and local court decisions. If it has a permanent legal effect,
it can be made into the basic music of land rights, in the land book and transferred back,
and a certificate is issued in the name of the buyer as the last right holder.
Keywords: Legal Consequences, Sale and Purchase Contract, Land.

ABSTRAK
Tanah sangat penting bagi kehidupan manusia. PPJB dan kuasa jual sebagaimana
diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai asas
bebas berkontrak, tidak melanggar hukum, ketertiban dan etika, serta berlaku baik bagi
pembeli maupun penjual (para pihak). Realitanya, sering terjadi dalam PPJB dan kuasa
jual dilakukan beberapa kali atau bertingkat. Dalam pendaftaran ulang sertifikat PPJB
dan kapasitas penjualan, tidak semua instansi pertanahan dapat menerimanya.
Penelitian ini berfokus pada keabsahan hak jual dalam kasus peralihan hak atas tanah
dan akibat hukum dari putusan pengadilan. Penelitian ini mengadopsi metode
penelitian hukum normatif. Alasan dipilihnya metode ini adalah karena peraturan
perundang-undangan dijadikan sebagai bahan utama untuk analisis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan kuasa jual di tanah PPJB adalah sah dan tidak
menentang peraturan perundang-undangan, namun tetap diperlukan untuk menghindari
kemutlakan dan putusan pengadilan setempat. Apabila telah mempunyai akibat hukum
yang tetap, dapat dijadikan dasar peralihan hak atas tanah, didaftarkan dalam buku
tanah dan dipindahtangankan kembali, dan diterbitkan sertipikat atas nama pembeli
sebagai pemegang hak yang terakhir.
Kata kunci: Akibat Hukum, Kontrak Jual Beli, Tanah.
1. Pendahuluan
Bumi, air dan kekayaan alam yang dikandungnya dikuasai negara dan digunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 mengatur bahwa negara berhak untuk mengelola
bumi, air, dan kekayaan alam yang dikandungnya, termasuk tanah. Dalam kehidupan
dan penghidupan manusia, tanah merupakan komponen penting karena makhluk hidup
bergantung pada tanah untuk menghasilkan berbagai kebutuhan hidup contohnya adalah
bahan tambang dan sumber panganan. Begitu pula salah satu sumber daya alam kita
adalah tanah karena memiliki nilai ekonomi terbatas dan dapat menimbulkan masalah
terkait penguasaan dan penggunaannya.
Dalam proses pembuatan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut “UUPA”), salah satu isu yang menjadi
bahan perdebatan adalah dasar dan asal mula pembentukan Hukum Pertanahan
Nasional. Apakah dasar dan sumber yang digunakan berasal dari Hukum Barat, Hukum
Adat atau Hukum Islam, dan apakah Hukum Adat akhirnya disepakati sebagai sumber
dan dasar penciptaan hukum pertanahan nasional sebagaimana tertuang di Pasal 5
UUPA. 1
Implementasi Hukum Adat tersebut diatas dapat dijumpai dalam transaksi jual beli
tanah. Dalam Hukum Adat, transaksi tersebut mesti dilakukan dengan prinsip terang
dan tunai. Kedua prinsip ini diatur secara detail di UUPA dan PP Pendaftaran Tanah.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa UUPA dan PP Pendaftaran Tanah termasuk
disiplin Ilmu Hukum Agraria.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, segala yangg mengenai pertanian
dan/atau tanah pertanian merupakan Agraria.2 Dalam bahasa latin ager berarti tanah

1
Eman, “Asas Pemisahan Horisontal Dalam Hukum Tanah Nasional”, Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga Tahun 2018,
hlm. 11
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, hlm.13
atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Istilah
Agraria atau Agrarian dalam bahasa Inggris selalu mengacu pada tanah dan
berhubungan dengan perusahaan pertanian. Istilah hukum tanah bahkan sering
digunakan untuk merujuk pada serangkaian peraturan perundang-undangan yang
dirancang untuk mendistribusikan tanah yang luas untuk mendistribusikan penguasaan
dan kepemilikan secara lebih merata.3
Meskipun tidak ada ketentuan yang jelas, pengertian tanah dalam UUPA
dipergunakan dengan arti yang luas berdasarkan isi konsiderans, pasal-pasal, dan
penjelasan dari pasal yang dijelaskan. Lingkup dari agraria adalah tanah, air dan
sumber daya alam yang dikandungnya. Dalam ruang lingkup yang diatur dalam Pasal
48 UUPA, juga termasuk ruang angkasa. Karena penggunaan istilah “tanah” dalam arti
yang begitu luas, maka konsep hukum pertanahan tidak hanya merupakan seperangkat
bidang hukum. Hukum tanah adalah bidang hukum dalam kelompok yang berbeda,
yang tiap-tiap bidangnya mengatur penguasaan sumber daya alam tertentu, yang
sebagai berikut:4
1. Hukum Pertanahan, menetapkan hak untuk menggunakan tanah di permukaan
bumi;
2. Hukum Air, mengatur tentang hak guna air;
3. Hukum Pertambangan, UU Pertambangan mengatur tentang hak penguasaan
bahan galian sebagaimana dimaksud di dalamnya;
4. Hukum Perikanan, UU Perikanan mengatur tentang hak menguasai sumber daya
alam yang terkandung di dalam air; dan
5. Hukum Penguasaaan Atas Tenaga dan unsur-unsur Dalam Ruang Angkasa (bukan
“space law”), menetapkan hak untuk menguasai energi dan unsur luar angkasa
sesuai dengan Pasal 48 UUPA.

Pasal 4 UUPA menetapkan bahwa tanah merupakan permukaan bumi. Tanah di


wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam
yang utama dan merupakan kebutuhan pokok bagi kegiatan produktif manusia. Ini
merupakan wadah dan faktor produksi. Menurut UUPA, semua bumi, air dan ruang

3
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: PT Penerbit Djambatan, hlm. 5
4
Ibid., hlm. 8
angkasa adalah aset nasional. Kekayaan tersebut dapat dimiliki oleh warga Onvrij
Landsdomein, yang berarti bahwa hak-hak masyarakat adat (bumiputera) dan desa
sudah berada di atas tanah. 5 Biarlah setiap orang berhak memperoleh dan memiliki
kekayaan negara ini. Sebagai pemilik, orang tersebut juga berhak untuk mengalihkan
atau menjaminkannya.
Hak menguasai tanah merupakan suatu hubungan hukum yang khusus, dengan
tanah menjadi obyeknya, dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau
pemilik hak. Hak menguasai tanah memerlukan juridische levering atau pengalihan
hak. Pengalihan hak atas tanah berbeda dari pengalihan hak melalui pewarisan wasiat.
Pengalihan karena waris wasiat berlangsung setelah si pemegang hak meninggal. Pada
saat yang sama, pemegang hak sering dengan sengaja kepada pihak lain untuk
mengalihkan haknya. Pengalihan hak bisa dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar, hadiah, hadiah adat, penghasilan dari perusahaan atau inbreng, hibah wasiat
atau legaat, dan lain-lain.
Perikatan merupakan interaksi aturan antara 2 (dua) pihak dimana satu pihak
berhak meminta sesuatu dan pihak lain berkewajiban memenuhi permintaan tersebut. 6
Perjanjian merupakan suatu keadaan di mana pihak pertama berjanji pada pihak lain
atau para pihak setuju untuk melakukan sesuatu. 7 Dalam proses aktivitas sehari-hari,
untuk mencukupi kebutuhannya sendiri, manusia akan membuat kesepakatan-
kesepakatan tertentu. Di antara bentuk kesepakatan yang banyak dicapai contohnya
ialah kesepakatan jual beli tanah. Perjanjian tersebut adalah suatu bentuk perjanjian
timbal balik. Dalam perjanjian jual beli, salah satu pihak berjanji untuk memberikan
kepemilikan barang (penjual), dan pihak satunya berjanji untuk menyerahkan

5
Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group, hlm. 28
6
R. Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-29, Jakarta: Intermasa, hlm. 122-
123.
7
R. Subekti, 2014, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-27, Jakarta: Intermasa, hlm. 1
kepemilikan barang tersebut. Untuk memperoleh hak milik, pembeli wajib membayar
sesuai dengan komitmennya. 8
Dalam pelaksanaan jual beli tanah, pembeli dan penjual tidak hanya harus
membayar tanah di antara keduanya. Namun, mereka juga harus melakukan kegiatan
lain yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, antara lain membayar
harga jual beli tanah, memenuhi Pejabat Pembuat Akta Tanah (Untuk selanjutnya
disebut “PPAT”) perjanjian jual beli, dan terakhir mendatangi kantor pertanahan
setempat untuk menerbitkan sertifikat. Berdasarkan Pasal 1888 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Untuk selanjutnya disebut “KUHPerdata atau BW”), kekuatan
verifikasi berdasarkan suatu bukti tulis ada pada akta aslinya. Jika bentuk akta orisinil
itu konkret, maka salinan bisa juga dianggap sinkron berdasarkan aslinya. Kekuatan akta
otentik akan terdapat selama minuta akta masih disimpan menjadi protokol Notaris.
Akta perjanjia jual beli yang dibentuk di depan notaris adalah akad yang dibuat
oleh para pihak sesuai dengan Pasal 1320 atau Pasal 1338 BW, dengan tujuan untuk
memberikan proteksi serta kepastian hukum untuk yang melaksanakan akad tersebut.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Untuk selanjutnya disebut “PPJB”) merupakan bagian
awal dari transaksi antara pembeli dan penjual, dan harus mengikuti pelaksanaan
kontrak penjualan karena secara hukum PPJB tidak memindahkan hak.9 Lastgeving
adalah kesepakatan dimana satu orang menaruh kekuasaan/wewenang pada orang lain,
dan orang terakhir yang melakukan sesuatu atas nama mereka. Ketentuan mengenai
pemberian kekuasaan diatur dalam BW, yaitu dari Pasal 1792 sampai Pasal 1819 Bab
XVI Buku III. Kekuasaan (volmacht) tidak diatur, baik dalam BW maupun dalam
peraturan hukum lainnya, tetapi digambarkan sebagai bagian dari pemberian
kekuasaan. 10

8
R. Subekti, 2014, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-11, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 1
9
Satrya Adhitama, “Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) versus Akta Jual Beli)”,
http://satryaadhitama.blogspot.com, diakses 20 April 2021
10
Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,
Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 2
Dalam praktik jual beli tanah di masyarakat, beberapa kali penjual tidak dapat
hadir saat menghadap PPAT, saat dibuatkannya AJB sehingga ia memberikan kuasa
kepada pembeli untuk bertindak atas namanya, sehingga pada kondisi ini pembeli
mempunyai 2 (dua) kedudukan yaitu sebagai penjual dan sebagai pembeli, kondisi
seperti ini akan dibuatkan surat kuasa menjual yang biasanya bersamaan dibuatkannya
Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
Sebelum pelaksanaan jual beli, PPJB yang sudah dibuat biasanya diurungkan.
Tujuan diurungkan biasanya supaya surat kuasa penjualan berubah jadi surat kuasa
tersendiri sehingga pemilik asli tanah dapat langsung menjual tanahnya kepada pihak
ketiga dimana investor mewakili pemilik tanah. Terkadang kita sering menyadari
apakah surat kuasa itu masih layak dipakai. Ada kemungkinan pada saat dibuatnya
perjanjian jual beli tersebut, yang berwenang telah tiada. Jika hal ini berlangsung, jelas
akad jual beli yang berkaitan menjadi tidak sah atau batal demi hukum.
Masyarakat Indonesia yang mempunyai beragam latar belakang, tidak sedikit
yang kurang memahami prosedur dan mekanisme transaksi jual beli tanah hingga
terbitnya sertipikat sesuai peraturan perundang-undangan, masyarakat berpikir bahwa
transaksi cukup dilakukan antara penjual dan pembeli saja tanpa melibatkan PPAT dan
Kantor Pertanahan. Hal yang menyulitkan adalah ketika penjual telah menerima semua
uang pembayaran transaksi jual beli tanah namun belum sempat menghadap PPAT dan
Kantor Pertanahan. Untuk mempermudah dan mempercepat prosesnya, biasanya
dibuatkan surat kuasa menjual.
Pada prinsipnya surat kuasa dilakukan oleh dua orang, yaitu pemberi kuasa dan
penerima kuasa berdasarkan Pasal 1792 BW. Namun, ketika membuat keputusan
tentang masalah ini, hakim berwenang untuk menunjuk pemberi hibah, yang tidak
diatur dalam hukum positif.
Kuasa untuk menjual hanya bisa dilaksanakan oleh yang memilikinya saja. Oleh
karena itu, hak kuasa jual ini harus dibuat surat kuasa dengan teks yang jelas dalam
kontrak sesuai dengan ketentuan Pasal 1796 BW. Selain itu, karena surat kuasa
merupakan perjanjian menurut Pasal 1792 BW, maka dapat dipastikan juga harus
memenuhi prinsip-prinsip pokok dari Pasal 1320 j.o 1338 ayat (1) BW. Pasal 1338
(1) menetapkan: “Semua perjanjian yang dibentuk secara absah berlaku menjadi
undang-undang bagi siapapun yang menciptakannya.”
Pada tulisan ini, isu yang akan dibahas adalah mengenai Keabsahan Kuasa Jual
Dalam Pengikatan Perjanjian Jual Beli Tanah Terhadap Pelaksanaan Putusan
Pengadilan.

2. Tujuan Penelitian
Menganalisa keabsahan pemberian kuasa jual pada pengalihan hak atas tanah
serta akibat hukum terhadap pelaksanaan peralihan hak atas tanah karena putusan
pengadilan.

3. Metodelogi Penelitian
Penulis menggunakan tipe penelitian hukum normatif, yakni penelitian hukum
dengan penelusuran guna menggali bahan-bahan hukum yang signifikan terhadap isu
hukum yang dihadapi dengan mencari peraturan perundang-undangan serta teori dan
asas-asas hukum yang terkait dengan isu tersebut. Dalam penelitian hukum ini, penulis
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue aproach) dan pendekatan
konsep (conseptual approach).

4. Hasil Penelitian
Persepsi dasar mengenai jual beli tanah adalah terang dan tunai. Terang artinya
terang-terangan atau terbuka, memperjelas objek dan subjek pemilik, melengkapi
dokumen dan kepemilikan. Tunai artinya membayar dengan segera serta
membayarkan pajak dan menandatangani perjanjian jual beli, kemudian memproses
kembali sertifikatnya.
Kontrak jual beli tersebut tidak mengalihkan hak milik atas tanah dari
pengembang atau penjual terhadap pembeli. Jika pembeli telah membayar harga
tanah, tetapi belum menandatangani perjanjian jual beli di hadapan PPAT, keadaan
ini dapat merugikan pembeli. Maksud diadakannya perjanjian jual beli yang mengikat
adalah untuk mencegah beralihnya hak pembeli untuk memperdagangkan tanah pada
kontrak jual beli yang mengikat tersebut kepada orang lain.
Akta Pengikatan Jual Beli terbuat dengan 2 (dua) tipe, yakni:11
1. Akta Pengikatan Jual Beli yang baru merupakan janji-janji sebab umumnya
biayanya belum lunas (biasa diucap sebagai PJB Belum Lunas); dan
2. Akad Jual Beli yang telah lunas, namun penyusunan akad jual beli belum
dilakukan sebelum PPAT diberi kuasa lantaran terdapat proses yang belum
rampung, seperti proses pemecahan akta, yang berujung pada proses
penggabungan akad jual beli dan berbagai alasan lainnya Belum berkembang
(sering disebut PJB Lunas).
Jika formulir PJB belum dibayar, tidak ada surat kuasa di dalamnya kecuali
untuk ketentuan pemuasan kewajiban. Sebaliknya jika pembayaran telah dilunasi dan
PJB telah dilakukan, maka disertai dengan kuasa penjual guna menjualnya kepada
pembeli. Oleh karena itu, apabila seluruh syarat telah terwujud tanpa perlu
kedatangan penjual, karena perwakilan telah membagi kuasa guna menjual pada
pembeli dengan redaktur, maka notaris/PPAT dapat segera membuat akad jual beli
dan kelak memgurus akta tersebut.
Pasal 1792 BW menyatakan:
“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya,
menyelengarakan suatu urusan”.
Hak untuk menjual memiliki jenis kekuasaan penerima pengalihan dan semata-
mata bisa dikerjakan oleh sang pemilik. Maka, hak untuk menjual tersebut perlu
dinyatakan dengan jelas dalam kontrak (Pasal 1796 BW). Hak untuk menjualnya
dapat dimasukkan sebagai klausul dalam PJB, atau dapat berdiri sendiri dalam bentuk

11
Irma Devita Purnamasari, “Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Untuk Menjual”,
https://www.Hukumonline.Com/, diakses tanggal 07 Februari 2021
kontrak tertentu. Oleh karena itu, pada saat penandatanganan, ada dua kontrak yang
harus ditandatangani, yaitu PJB dan Akta Kuasa Jual. Perihal penjualan surat kuasa
itu masuk dalam klausul PJB, jadi hanya kontrak PJB yang ditandatangani.
Dalam akta PJB Lunas, kuasa jual beli yang terletak dalam akta PJB Lunas adalah
mutlak/absolut, maksudnya tidak akan ditarik karena alasan yang ditentukan dalam
pasal 1813 BW dan tidak akan habis masa berlakunya. Ini untuk memastikan keamanan
hukum bagi pembeli yang telah memenuhi harga penuh yang telah mereka bayarkan
tetapi belum memenuhi persyaratan karena alasan apa pun dan tidak dapat melakukan
balik nama.
Perlu juga dicermati apakah surat kuasa jual merupakan kepingan yang tidak
dapat dipisahkan dari PJB Lunas, sehingga sejauh menyangkut kontrak PJB Lunas
telah diteken dengan ideal tanpa kesalahan, paksaan atau penipuan, sampai dengan
proses PJB Lunas tersebut menjadi AJB, dan tahap ganti nama pada sertifikatnya,
sudah sewajarnya berjalan normal. Terkecuali penjualan kuasa itu semata-mata untuk
penjualan harta warisan dan tidak ada hubungannya dengan akta PJB. Jika nama
tersebut tidak dijual atau dialihkan, hak jual murni dapat dicabut melalui pencabutan
kuasa. Namun jika setelah balik nama, berarti telah terjadi akad jual beli. Jika dapat
ditentukan bahwa surat kuasa itu karena kesalahan, paksaan atau penipuan, penjualan
harus dibatalkan dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri yang berwenang.
Dalam penerapannya, banyak warga yang membeli dan menjual hak atas tanah
secara tunai atau lunas. Hal ini menggambarkan salah satu perilaku hukum yang
bersangkutan dengan hak atas tanah, dan lebih banyak memerlukan PPJB karena
berbagai aspek atau pertimbangan. Tapi apakah perlu jual beli dilaksanakan di muka
PPAT? Situasi ini sinkron dengan Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah No. 24 tentang
Pendaftaran Tanah tahun 1997. Jika pergantian hak atas tanah dan pemilikan rumah
susun dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, penghasilan industrial dan
peralihan hak oleh orang lain, kecuali peralihan hak dengan cara lelang, pendaftaran
hanya bisa dilakukan oleh PPAT yangberhak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bukan hanya itu, pada proses pelaksanaannya sering dijumpai bahwa orang yang
hendak merealisasikan PPJB memiliki hak untuk memperdagangkan di depan notaris
ketika pelaksanaan jual beli hak atas tanah, meskipun sesungguhnya telah memenuhi
syarat-syarat pembuatan AJB. Konsumen tidak kunjung melakukan AJB dengan dalih
ingin menjajakan kembali tanah yang dibelinya. Setelah itu, konsumen memperoleh
PPJB dan hak untuk menawarkan kepada pihak lain. Jadi adanya PPJB dan kekuatan
untuk menjual tidak hanya sekali atau di beberapa level.
Perjanjian jual beli ialah satu bentuk kesepakatan yang berbalas. Dalam
perjanjian jual beli, salah satu pihak berikat janji memberikan kepemilikan barang
(penjual), dan pihak lain beritikad baik menyerahkan kepemilikan benda tersebut.
Berkomitmen untuk melunasi harga barang yang tercatat. demi timbalan untuk
memperoleh hak milik (pembeli). 12
Hakikat perjanjian diatur dalam Pasal 1233 BW, dan para pihak pada akhirnya
akan memikul kewajiban masing-masing untuk melaksanakan perjanjian itu.
Kewajiban sebagai prestasi tidak lebih dari janji yang dibuat oleh para pihak. Hakikat
kewajiban diselesaikan, kemudian secara sadar dan sengaja dipikul di pundak masing-
masing kontraktor.13
Ada sebagian perihal yang harus dilaksanakan baik oleh pembeli maupun
penjual, yaitu:
a. Memeriksa keaslian dan keabsahan sertifikat hak milik di Kantor Pertanahan;
b. Penjual patut memenuhi PPh sebelum mengelola AJB dan menerima uang untuk
penjualan tanah;
c. Melibatkan saksi untuk berpartisipasi dengan membaca dan menandatangani AJB
untuk menghindari perselisihan dan pelanggaran kontrak;
d. PPAT tidak menerbitkan AJB sebelum penjual menyelesaikan pajak penghasilan;
dan

12
R. Subekti, Op.Cit., hlm. 1
13
Moch. Isnaeni, 2015, Perjanjian Jual Beli, Surabaya: PT. Revka Petra Media, hlm. 173 &
175
e. PPAT tidak akan menandatangani AJB sampai pembeli membayar biaya transaksi
untuk penjualan tanah.
Jual beli tanah merupakan kegiatan ekonomi yang menimbulkan berbagai
kewajiban bagi penjual dan pembeli yaitu berupa pajak dan biaya lainnya. Pajak
penjualan tanah disebut PPh, yang merupakan kewajiban penjual dan BPHTB dan PPN
(tergantung situasi). Selain biaya dasar tersebut, ada kemungkinan biaya tambahan
lainnya, seperti biaya pemeriksaan sertifikat, jasa notaris, dll.
Tanah merupakan alat pembangunan yang sangat penting. Menurut Pasal 5
UUPA, hukum pertanahan yang berlangsung di Indonesia didasarkan pada hukum adat.
Bagi hukum adat, jual beli tanah adalah kegiatan hukum pengalihan hak atas tanah
melalui pelunasan tunai, yang berarti pembeli dan penjual telah membayar harga yang
disepakati pada saat pembelian. 14 Uang tunai bermakna tidak selalu wajib dibayar
seluruhnya, tetapi bisa pula dilunasi sebagian. Karena dalam perkara ini meskipun
dibayar separuh, menurut undang-undang, ditafsir telah dilunasi. Setelah itu, penjual
akan menganggap hutang dari sisa yang belum dibayarkan. 15 Selain kontan, jual beli
tanah juga mempunyai karakter perilaku jelas dan nyata.16 Makna yang sebenarnya
adalah dengan jelas menunjukkan bahwa kontrak PPAT telah ditandatangani oleh
pihak-pihaknya.
Ketika PPJB dibuat di hadapan notaris, biasanya ada syarat dan ketentuan yang
biasanya dituangkan dalam perjanjian oleh notaris sebagai pihak yang disebut dengan
surat kuasa. Surat kuasa ini biasanya diberikan karena terkadang seseorang tidak dapat
melakukan tindakannya sendiri lantaran adanya hantaman keinginan pada saat yang
berbenturan, jadi untuk menanggulangi problem tersebut ia memerlukan bantuan
lainnya untuk menolong mengatasi masalah itu.

14
Boedi Harsono, 1997, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Cetakan ke-7, Jakarta: Djambatan, hlm. 27
15
Effendi Perangin, 1991, Hukum Agraria di Indonesia: Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum, Cetakan ke-3, Jakarta: Rajawali, hlm. 16-17
16
Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 193
Memberikan surat kuasa menggambarkan situasi yang umum dalam aktivitas
hidup setiap hari dan terkadang dilangsungkan melalui cara yang amat mudah tanpa
disadari, terlebih tanpa kesepakatan tertulis. Sesuai dengan ketetapan Pasal 1792 BW:
“Surat kuasa yakni satu kesepakatan dimana satu orang mendelegasikan
wewenang terhadap orang yang lain untuk menerima tugas menjalankan perkara
atas namanya”.
Mungkin untuk melihat bahwa kekuatan yang diberikan yang sering diwujudkan dalam
kehidupan manusia adalah semacam perjanjian.
Untuk membedakan sifat dari perjanjian kuasa, maka terdapat 4 jenis:17
a. Kuasa umum : mencakup semua kepentingan pemberi kuasa yang dinyatakan
berdasarkan kata-kata yang umum;
b. Kuasa khusus : hanya untuk satu atau lebih kepentingan khusus. Maka apapun yang
akan dilakukan diperintahkan oleh pemberi kuasa;
c. Kuasa Istimewa : menurut Pasal 1796 BW, yakni kekuasaan guna mengalihkan
harta, memikul tanggung jawab, mediasi, atau tindakan lainnya hanya pemiliknya
yang boleh melakukan; dan
d. Kuasa Perantara : umumnya disebut sebagai broker dalam dunia trading. Surat
kuasa mengarahkan penyalur guna melaksanakan tindakan hukum khusus ke pihak
ketiga. Asalkan tidak ada konflik, pihak ketiga terkait langsung dalam ruang
lingkup otorisasi pada prinsipnya.

Pemberian kuasa dalam kontrak untuk penjualan lahan dan gedung termuat pada
bentuk kuasa perantara. Akan tetapi saat praktiknya, penerima wewenang
disalahgunakan. Oleh karena itu, izin harus dibatasi. Dari perspektif perilaku agen,
kualifikasi pemberian kuasa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Wali amanat berperan berlandaskan namanya sendiri. Kondisi ini biasanya
dijalankan oleh komisaris yang mengambil tindakan hukum, seperti yang
dilakukannya sendiri;
b. Wali amanat berperan sebagai insan lain, tindakan itu dikerjakan atas nama insan
lainnya, dan ketika mengerjakannya, surat kuasa mengemukakan jika itu dilakukan
atas nama orang lain.

17
M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata, Jakarta: SInar Grafika, hlm. 46-47
Penyerahan kuasa dibedakan oleh 2 (dua) jenis, yaitu sebagai salah satu syarat
dari PPJB itu sendiri, atau berwujud lampiran surat kuasa yang leluasa dari PPJB. Jika
klausa kekuasaan mutlak digunakan, pemberian kekuasaan harus dicatat pada PPJB
tersebut, bukan terpisah.18 Peristiwa ini guna mencegah penyusupan hukum di dalam
penjualan lahan karena pemanfaatan kekuasaan mutlak. Sebagai contoh, diketahui
bahwa pengacara sebenarnya menjual tanah dengan tidak memindahkan kepemilikan
lahan terhadapnya dan ia hanya berperan menjadi ahli waris. Berikut untuk
menghindari kewajiban membayar PPh dan bea masuk atas hak atas tanah dan
bangunan.
Untuk memberikan hak jual tidak bisa disampaikan dengan bentuk kuasa mutlak.
Oleh karena itu, kekuasaan yang tak ada hubungannya terhadap kerangka kontrak yang
menjadi dasar konsesi, berlaku ketentuan pasal 1813, 1814 dan 1816 BW tentang
berakhirnya kekuasaan. Sehingga hak jual akan berakhir pada saat berikut:19
a. Kematian pemberi hibah;
b. Pencabutan oleh orang yang berwenang; dan
c. Ada kekuatan baru yang mengatur hal yang sama.
Pengesahan surat kuasa untuk dijual oleh notaris sangat penting karena dapat
menjamin keamanan hukum surat tersebut. Notaris menanggung validitas tanda tangan
pemegang hak pada kuasa jual beli setelah membaca dan menjelaskan isinya. Setelah
ditandatangani oleh semua pihak dan notaris, maka tak boleh mengingkari eksistensi
dan isi dokumennya. Pelafalan dokumen yang akan dilegalisir kadang-kadang tidak
dilangsungkan oleh notaris, dikarenakan notaris cuma bertanggung jawab atas keaslian
tanggal dan tanda tangan, serta tidak ikut saat membahas isi akta yang diselenggarakan
kedua belah pihak.

18
Clara Vania & Gunawan Djajaputra, Wawancara Dengan Bapak Sakti Lo, Jakarta, Kantor
Notaris dan PPAT Sakti Lo, 2018
19
Melly, “Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Keabsahan Akta Pengikatan Jual Beli
Dimana Ada Pihak Yang Menggunakan Surat Kuasa Jual Yang Tidak Dilegalisasi”,
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/162535-Id-None.Pdf, diakses tanggal 05 Maret 2021
Kuasa jual yang sah memiliki tanggal yang jelas dan tanda tangan yang jelas. Arti
penting dari kejelasan tanda tangan adalah apabila orang yang menandatangani di detik
itu bukanlah orang lain. Hal tersebut karena notaris yang melegalkan surat itu harus
tahu siapa yang menandatanganinya dengan identitasnya. Memiliki tanggal tertentu
agar tahu jika benar terjadi di saat itu, tidak maju bahkan mundur. Pentingnya
pengesahan dapat ditelusuri lagi ke kekuasaan notaris, yaitu membuat kontrak nyata
untuk kepentingan pihak-pihaknya, dan kontrak nyata memiliki fakta yang ideal di
pengadilan.
Yang berperan serta didalam surat kuasa ialah:20
1. Pemberi kuasa atau lastgever adalah sebuah perjanjian yang memuat pelimpahan
wewenang bagi orang lain demi melakukan suatu hal atas orang yang diberi kuasa;
2. Penerima kuasa adalah yang menerima mandat sebagai perwakilan dari pemberi
kuasa. Jika pemberi mempercayakan pemberi hibah kepada agen atau menangani
kepentingannya dengan dasar fungsi dan kekuasaan yang ditentukan di surat kuasa,
badan hukum itu disebut pemberi atau ahli waris upaya terakhir. 21
Oleh karena itu, penerima kuasa memiliki kekuasaan penuh untuk menggantikan
pemberi kuasa berhadapan dengan pihak ketiga dan bertindak atas pemberi kuasa.
Hak jual merupakan kekuatan khusus untuk mengalihkan objek yang sekadar
mampu ditunaikan oleh pemiliknya. Maka dari itu, hak jual beli memerlukan otorisasi
yang jelas secara tertulis dalam kontrak (Pasal 1796 BW).
Unsur-unsur dari penyerahan kuasa adalah point yang mengatur kegiatan atau
membereskan kepentingan pemberi kuasa. Disini, M. Yahya Harahap mengacu pada
pengertian “menjaga kepentingan pemberi kuasa”, yaitu:22
a. Melakukan tindakan penatausahaan barang milik pemberi kuasa;

20
M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan-Persidangan,
Pembuktian Dan Putusan Hakim, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 1-2
21
Solehuddin, 2011, Hukum Acara Perdata, Malang: Universitas Widyagama, hlm. 36
22
M. Yahya Harahap, 2010, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 7
b. Pengelolaan tersebut mencakup seluruhnya yang berkaitan dengan keperluan
pemberi kuasa akan hartanya; dan
c. Bobot surat kuasa meliputi perilaku atau kinerja pengelolaan kepentingan pemberi
hibah.
Kuasa jual yang sudah terbayar tak akan batal atas alasan-alasan yang ditentukan
di Pasal 1813 BW, yaitu wafatnya pemberi kuasa. Hal ini karena hak untuk menjual
merupakan embel-embel yang melekat pada akad pokok, artinya pemberian klausa
kuasa mutlak merupakan hak yang tidak dapat dipisahkan dari akad pokok dan
karenanya tidak termasuk dalam ruang lingkup larangan dan hal ini tidak dapat dicabut.
Pelaksanaan hak jual adalah demi mengayomi hak pembeli yang sudah melunasi harga
penuh ke penjual atau melaksanakan hak untuk keperluan penerima, dan hak penjual
atas hak jual tidak ada lagi. Dengan hak menjual, pembeli tidak lagi memerlukan
penjual untuk hadir dalam tanda tangan AJB. Konsumen selaku hukum menggantikan
penjual dan jadi wakil pada diri sendiri.
Selain hak untuk memasarkan semata-mata untuk tujuan menjual aset dan tidak
ada hubungannya dengan akad PPJB. Dalam hal jual beli dan belum mengalihkan
nama, hak jual murni dapat dicabut melalui akad pencabutan kuasa. Dan kemampuan
semacam ini secara otomatis dibatalkan ketika pemberi kuasa tiada. Ambil contoh dari
kasus kematian penjual setelah PPJB dan surat kuasa penjualan, pembeli akan tetap
dilindungi undang-undang. Serta kepastian hukum hak atas tanah pada saat PPJB dan
hak jual meskipun AJB belum selesai. Hal ini karena PPJB dan hak jual bersifat
mengikat.
Saat membuat PPJB, kita dapat memberikan perlindungan hukum kepada
pembeli sebagai berikut :
1. Jika penjual meninggal saat PPJB ditandatangani, pembeli tidak memiliki pajak
penjualan. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016
tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau
Bangunan Pasal 1 ayat (3) huruf a. Karena saat Peraturan Pemerintah tersebut
belum berlaku, pada praktiknya saat PPJB dibuat dan kuasa menjual tanpa
membayar pajak penghasilan dahulu, maka apabila penjual meninggal dunia dan
pajak penghasilan tersebut ditanggung oleh pembeli lalu pajak tersebut dibayarkan
saat pembuatan AJB; dan
2. Pemilikan tersebut dapat dibuktikan secara legal oleh PPJB serta kuasa jual yang
dikerjakan dimuka Notaris amat kuat, bahkan jika lahan itu belum dibuat AJBnya.
Ahli waris patut patuh kepada syarat yang terkandung dalam klausul PPJB dan
klasul penjualan. 23
Secara umum PPJB memuat komitmen yang wajib diwujudkan oleh satu pihak
sebelum perjanjian pokok bisa diselesaikan. Ini adalah tujuan akhir dari semua pihak. 24
Sebagai contoh, dalam hal PPJB hak atas tanah, syarat-syarat perjanjian biasanya
mencakup penjual hak atas tanah dan komitmen pembeli untuk mematuhi syarat-syarat
tersebut. Oleh karena itu, perjanjian pokoknya adalah perjanjian jual beli. Sebelum
PPAT dapat menandatangani sebagai janji untuk menyelesaikan sertifikat sesuai
dengan persyaratan pembeli, atau untuk segera membayar sebagai permintaan penjual
sebagai AJB bisa diteken di depan PPAT.
Perilaku notaris yang sebenarnya sebagai pejabat publik merupakan alat bukti
yang paling efektif, paling kuat dan lengkap, serta memegang andil berharga dalam
koneksi hukum di kesibukan bermasyarakat. Ketika jalinan kontrak sosial berkembang,
permintaan akan perilaku nyata akan meningkat. Masyarakat membutuhkan perilaku
nyata, tetapi juga kejelasan, keteraturan disiplin dan perlindungan dalam aktivitas
masyarakat.25

23
Leny Kurniawati. “Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Menjual Sebagai Bentuk
Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Hak Atas Tanah”, Jurnal Hukum Dan Kenotariatan
Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Islam Malang, Vol. 2, No. 1, 2018, hlm.
11
24
Herlien Budiono, 2016, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan Buku
Kesatu, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 270
25
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum Dan
Etika, Yogyakarta: UII Press, hlm. 19
Tentang pendaftaran tanah mengacu pada Pasal 37 (1) Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setelah memenuhi syarat dan hak jual yang
ditetapkan PPJB, AJB harus menindaklanjuti, lalu lekas membukukan perpindahan
nama di kantor pertanahan. Dengan cara ini, hak atas tanah secara sah dialihkan kepada
pembeli. Namun, jika pembeli telah membuat PPJB dan berhak untuk menjualnya
kembali ke pihak lainnya, konsumen akhir mungkin tidak boleh menangani pengalihan
hak atas tanah di Kantor Pertanahan.
Adanya peraturan tersebut, makan Kantor Pertanahan tak memberikan hak untuk
membuat PPJB dan kuasa jual bertingkat. Namun dalam praktiknya, berlimpahan
masyarakat yang telah menggunakan PPJB dan mendagangkan secara bertingkat. Jika
Kantor Pertanahan menentang untuk mendaftarkan transisi hak atas tanah berdasarkan
PPJB dan kuasa jual bertingkat, alhasil pihak pembeli akhir akan dirugikan, karena
konsumen akhir takkan mendapat ketegasan hukum atau perlindungan hak atas tanah.
Untuk itu Kantor Pertanahan memiliki kebijakan yang mengizinkan pendataan
peralihan hak berbasis PPJB dan kuasa jual bertingkat, sepanjang pajak harus dibayar
untuk tiap pengalihan.
Pengaturan hukum pergantian kepemilikan tanah dengan cara menjual belikan
terurai atas prasyarat materiil dan formil. 26 Persyaratan materiil dapat digambarkan
melalui:
a. Pembeli memiliki hak untuk menebus tanah, yang berarti bahwa ia harus
menyanggupi persyaratan untuk memegang hak tanah yang mau dibeli. Untuk
memastikan apakah pembeli memiliki hak bergantung atas hak apa yang merekat
pada lahan, entah itu SHM, HGB, atau Hak Pakai. Meneladan UUPA Pasal 21,
cuma penduduk negara dan organ hukum Indonesia yang boleh memiliki
kepemilikan tanah;

26
Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika,
hlm. 71
b. Pemasar mempunyai hak memasarkan tanah yang berkaitan, serta orang yang
berwenang menjualkan tanah itu ialah pemilik atau penguasa atas tanah yang sah.
Andaikata pemiliknya semata-mata satu orang, maka ia memiliki hak
memasarkan tanah itu. Namun, jika yang memiliki tanah itu adalah orang dua (2)
atau bahkan lebih, maka kedua orang itu atau lebih berhak untuk menjual tanah
itu secara berbarengan. Yang boleh bertindak untuk menjualkan bisa lebih dari
satu orang; dan
c. Tanah tersebut dapat diperjualbelikan tanpa sengketa. Adapun tanah yang bisa
diperdagangkan dijelaskan oleh UUPA sebagai hak milik atas tanah (Pasal 20
UUPA), Tanah HGU (Pasal 28 UUPA), dan tanah Hak Pakai (Pasal 41 UUPA).
Adapun mengenai ketentuan formil mengatur mengenai ketentuan perpindahan
hak milik dengan jual beli secara sah yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sebagian syarat yang bisa diajukan diantaranya
yaitu Pasal 37 ayat (1) mengatur bahwa perbuatan hukum seperti jual beli, tukar
menukar, hibah dan keuntungan perseroan akan dilakukan oleh PPAT yang memiliki
wewenang. Ketetapan hukum yang terjadi, kecuali alih hak dengan cara melelang. Tapi
pada kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh anggota menteri, kepala kantor
pertanahan bisa mencatatkan peralihan hak dengan pemilikan, yang terjadi antara warga
Indonesia dan disahkan dengan suatu kontrak yang bukan dari PPAT, namun
berdasarkan kepala kantor pertanahan merasa cukup guna mendaftarkan peralihan hak
yang berhubungan (pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah). Tuntutan lain yang harus dituruti adalah penutupan kontrak yang
diatur dalam Pasal 37 ayat (1) wajib dibantu oleh parapihak dan dilihat oleh saksi
setidaknya dua orang yang melengkapi prasyarat untuk bersaksi. 27

27
Ibid.
Mengingat tidak ada ketentuan dalam UUPA bahwa pemindahan kuasa milik atas
tanah wajib dilaksanakan di hadapan PPAT, karena Pasal 20 ayat (2) hanya mengatur
bahwa hak milik sanggup dialihkan dan/atau dialihkan untuk pihak lain. 28
Sistem ketatanegaraan Indonesia menyerahkan legalitas kepada majelis hakim
untuk memutuskan perselisihan/sengketa dengan cara mandiri dan tidak campur tangan
kubu lainnya. Hasil prosedur peradilan harus dihormati dan ditegakkan dalam bentuk
ketetapan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Rakyat, termasuk pemerintah,
bertindak sebagai penyelenggara dan menjalankan kekuasaan. Yang wajib
menegakkan dan menghargai putusan tersebut bukan hanya pihak yang bermasalah,
lantaran supremasi kehakiman yang terkandung pada konstitusi bersifat mengikat
seluruh warga negara dan berlaku umum bagi terlahirnya kekuasaan hukum yang
bermuara pada rezim yang berkuasa. Untuk sengketa pertanahan, andaikata vonis
pengadilan tersebut mengantongi kekuatan hukum tetap, selaku negara yang
memelihara kedaulatan hukum, BPN sebagai lembaga yang berwenang
menyelenggarakan fungsi administrasi di bidang bumi harus menghormati dan
mentaati putusan tersebut. Menurut Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan diartikan dalam
Pasal 2 UUPA sebagai hak negara menguasai tanah. 29
Dengan kata lain, dari segi konstitusional, tidak perlu ada keraguan apabila
pejabat BPN yang berwenang mengeksekusi isi ketetapan pengadilan yang sudah
berkekuatan hukum tetap, karena eksekusi putusan pengadilan pendaftaran tanah
yang ada dalam Undang-undang di atas merupakan sah. Hak berlandaskan putusan
pengadilan juga faktor dari fungsi administratif berdasarkan kekuasaan kehakiman
(putusan pengadilan) dan bekerjasama dengannya, sampai-sampai perbuatan itu
dapat diartikan dan melambangkan bentuk pelaksanaan aturan hukum yang dapat

28
Radius Lase. “Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah
Berdasarkan Putusan Pengadilan (Perkara Nomor: 156/Pdt.G/2011/Pn.Bpr)”, Jom Fakultas Hukum,
Vol. II, No. 2, 2015, hlm. 11
29
Danar Fiscusia Kurniaji. “Pendaftaran Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan Pengadilan”,
Fiat Justisia Journal Of Law 1978-5186, Vol. 10, No. 3, 2016, hlm. 437-438
digolongkan sebagai tindakan konstitusional. Demikian juga sebaliknya, jika
penegak hukum (hakim) mengetahui bahwa subjek gugatan telah membuat keputusan
yang final dan mengikat, dan itu adalah hasil dan bukti pendaftaran hak yang
berbentuk tulisan pada dokumen (buku tanah) menurut putusan pengadilan, demi
ketegasan hukum dalam rangka menjaga supremasi hukum, kasus harus tepat sasaran,
sehingga dinyatakan tidak dapat diterima dan ditangguhkan. 30
Pasal 195 ayat (1) RBG dan Pasal 184 HIR mengatur ketentuan yang
memerlukan pertimbangan hukum, yaitu: "Putusan hakim harus secara singkat tetapi
jelas menunjukkan isi permintaan dan tanggapan, serta dasar keputusan dan
keputusan akhir."
Subekti berpendapat bahwa alat bukti yang dinilai oleh hakim didasarkan pada
pertimbangan hukum yang diambil ketika menarik kesimpulan, pengakuan atau
penolakan, diikuti dengan argumen penolakan, itulah masalahnya dalam kasus ini. 31
Jadi, sangat diharapkan kebijakan sektor pertanahan secara bertahap mengambil
langkah-langkah untuk memecahkan masalah sektor pertanahan yang semakin
kompleks. Sangat penting untuk merumuskan peraturan perundang-undangan dan
peraturan teknis yang secara khusus mengatur metode pendaftaran serta mekanisme
hak atas tanah yang diperoleh sesuai dengan putusan pengadilan, untuk memahami
pendapat semua pihak yang berkepentingan dan menindaklanjuti putusan pengadilan
terkait dengan kasus tanah. Sehingga tidak ada keraguan dan perbedaan penjelasan
antara Direktur Kantor Pertanahan dengan Kepala KanWil BPN di Indonesia. Berikut
karena maksud keputusan pengadilan pada sengketa pertanahan sebenarnya ialah untuk
memberikan kesamarataan dan kepastian hukum kepada yang sangat berkualitas.

30
Ibid.
31
Ibid.
5. Kesimpulan
Selama penggunaan surat kuasa tidak untuk pengalihan hak atas tanah, maka
penggunaan surat kuasa yang berkaitan dengan penjualan tanah tidak akan dilarang.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah PPJB atas hak
jual/menjual adalah otentik dan tidak melampaui peraturan perundang-undangan,
sebab tidak merupakan kewenangan yang dihalangi oleh peraturan, tetapi sifat
kemutlakannya harus dihindari. Sebagai akibat hukum dari putusan pengadilan dan
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, keputusan Pengadilan Negeri setempat
yang telah mempunyai kekuatan inkracht tersebut dapat dipergunakan menjadi
landasan perpindahan hak atas tanah, ditulis dalam buku tanah, dan dicabut nama
sertipikatnya berdasarkan nama pembeli yang memegang hak terakhir melalui dalil-
dalil dasar litigasi, mengakui atau tidak menyangkal, kemudian menyangkal dan
menjadi persoalan dalam perkara.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum


Dan Etika, Yogyakarta: UII Press

Budiono, Herlien, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,


Bandung: Citra Aditya Bakti

…………………, 2016, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Di Bidang Kenotariatan


Buku Kesatu, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Harahap , M. Yahya, 2005, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika

………………….., 2005, Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan-


Persidangan, Pembuktian Dan Putusan Hakim, Jakarta: Sinar Grafika

………………….., 2010, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,


Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika

Harsono, Boedi, 1997, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Edisi Revisi, Cetakan Ke-7,
Jakarta: Djambatan

………………., 2008, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: PT. Penerbit Djambatan

Moch. Isnaeni, 2015, Perjanjian Jual Beli, Surabaya: PT. Revka Petra Media

Perangin, Effendi, 1991, Hukum Agraria Di Indonesia: Suatu Telaah Dari Sudut
Pandang Praktisi Hukum, Cetakan Ke-3, Jakarta: Rajawali

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka

R. Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-29, Jakarta: Intermasa

…………., 2014, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-27, Jakarta: Intermasa

…………., 2014, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-11, Bandung: Citra Aditya Bakti

Santoso, Urip, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta : Kencana


Prenadamedia Group
Solehuddin, 2011, Hukum Acara Perdata, Malang: Universitas Widyagama

Sutedi, Adrian, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar
Grafika

Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata / Burgerlijk Wetboek (BW)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria


(UUPA)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas


Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya

Jurnal :
Danar Fiscusia Kurniaji. “Pendaftaran Hak Atas Tanah Berdasarkan Putusan
Pengadilan”, Fiat Justisia Journal Of Law 1978-5186, Vol. 10, No. 3, 2016

Leny Kurniawati. “Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Menjual Sebagai
Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Hak Atas Tanah”, Jurnal Hukum
Dan Kenotariatan Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas
Islam Malang, Vol. 2, No. 1, 2018

Radius Lase. “Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah
Berdasarkan Putusan Pengadilan (Perkara Nomor: 156/Pdt.G/2011/Pn.Bpr)”,
Jom Fakultas Hukum, Vol. II, No. 2, 2015

Internet :
Melly, “Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Keabsahan Akta Pengikatan Jual Beli
Dimana Ada Pihak Yang Menggunakan Surat Kuasa Jual Yang Tidak
Dilegalisasi”, Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/162535-Id-
None.Pdf, diakses tanggal 05 Maret 2021

Irma Devita Purnamasari, “Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Untuk Menjual”,
https://www.Hukumonline.Com/, diakses tanggal 07 Februari 2021
Satrya Adhitama, “Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) versus Akta Jual Beli
(AJB)”, http://satryaadhitama.blogspot.com, diakses 20 April 2021

Lain-Lain :
Clara Vania & Gunawan Djajaputra, Wawancara Dengan Bapak Sakti Lo, Jakarta,
Kantor Notaris Dan Ppat Sakti Lo

Eman, “Asas Pemisahan Horisontal Dalam Hukum Tanah Nasional”, Pidato


Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai