Anda di halaman 1dari 5

1.

Untuk memastikan bahwa peralihan hak atas tanah yang dilakukan melalui jual beli
diperoleh secara aman, menurut Effendi Perangin, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a. Rencana tata guna tanah
Sebelum membeli tanah, meminta keterangan terperinci dari instansi tata kota
setempat tentang rencana penggunaan tanah di lokasi yang diminati.
b. Hak siapa ?
Harus mengetahui tanah yang akan dibeli ialah hak atas tanah untuk mempergunakan
tanah sesuai dengan macam haknya yang diantaranya apakah sebagai tanah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai.
c. Bolehkah anda membeli ?
Tidak semua orang boleh membeli tanah tertentu. Ada larangan-larangan yang harus
diperhatikan. Larangan-larangan itu kalau dilanggar dapat menyebabkan kesulitan
bagi pembeli, antara lain tanah itu tidak dapat dibalik nama atas nama pembeli karena
tidak diperoleh izin jual beli dan yang berwenang atau bahkan hak atas tanah itu
dihapus demi hukum.
d. Selidiki tanda bukti hak
Tanda bukti hak atas tanah yang paling kuat ialah sertifikat. Dalam sertifikat, dapat
dilihat siapa yang berhak atas bidang tanah tertentu yang surat ukur/gambar
situasinya terdapat dalam sertifikat.
e. Bangunan
Kalau ada bangunan di atas tanah yang akan dibeli, harus jelas siapa pemiliknya dan
siapa penghuninya serta bagaimana hubungan hukum pemilik tanah dengan pemilik
bangunan. Mesti jelas pula hubungan hukum antara penghuni bangunan dengan
pemilik bangunan. Alat bukti pemilikan bangunan tidak selalu jelas.
f. Tanah sedang dijaminkan
Dalam akta jual beli, biasanya ada ketentuan bahwa tanah yang dijual bebas
perselisihan dan sitaan serta tidak dijadikan pembayaran utang. Akan tetapi, bukan
berarti apabila suatu tanah dijadikan jaminan suatu utang, tanah itu tidak dapat dijual.
Tanah itu tetap dapat diperjualbelikan. Namun, dalam praktik perjanjian jaminan
(hipotek atau credietverband), terdapat suatu syarat bahwa jual beli harus disetujui
oleh kreditur.
g. Bebas dari perselisihan dan sitaan
Jika sudah tahu terdapat perselisiah atau penyitaan terhadap sebidang tanah yang akan
di beli agar batalkan niat untuk membeli tanah tersebut. PPAT dilarang membuat akta
jual beli kalua tanah yang dijual sedang disita atau terlibat dalam perselisihan (pasal
22 (1) PP Nomor 10/1961)
h. Siapa yang menjual ?
Jual beli benda orang lain dapat batal (Pasal 1471 KUH Perdata), orang tidak boleh
menjual barang milik orang lain. Memastikan yang menjual tanah adalah orang yang
erhak/pemilik tanah itu. Yang berhak/pemilik dapat mewakilkan dirinya dengan
memberikan kuasa kepada orang lain.
i. Akta PPAT
Jual beli tanah harus dilakukan dengan akta pejabat pembuat akta tanah (PPAT)
(Pasal 19 PP Nomor 10/1961). Jika ingin terhindar dari sengketa, harus membeli
tanah dengan akta PPAT. Jangan membeli tanah dengan akta dibawah tangan, apalagi
hanya dengan surat pernyataan atau kuitansi.
j. Balik Nama
Setelah dilakukan pembuatan akta jual beli. Segera mendaftarkan akta tersebut di
kantor pendaftaran tanah sebab kalua ditunda, dapat berakibat fatal.
k. Mohon Hak
Apabila seseorang membeli tanah kaveling yang berstatus tanah negara (yang
menjual hanya memiliki SPPT), perlu segera memohon hak atas tanah.
l. Batalkan jual beli
Jika ada indikasi sengketa dalam proses jual beli tanah, lebih baik untuk dibatalkan
saja proses jual belinya.
m. Roya hipotek
Agar pada saat proses balik nama sebidang tanah supaya dilakukan peroyaan Hipotek.
n. Cabut kuasa
Mintalah kepada kreditur agar membuat surat pencabutan kuasa baik dalam bentuk
akta notaris, surat saja atau pernyataan dibawah tangan.
2. Dokumen
1) Data tanah berikut
a. Asli PBB lima tahun terakhir berikut surat tanda terima setoran (bukti
bayarnya).
b. Asli sertifikat tanah (untuk pengecekan dan balik nama).
c. Asli IMB (apabila ada dan untuk diserahkan kepada pembeli setelah selesai
proses AJB)
d. Bukti pembayaran rekening listrik, telepon, dan air (apabila ada).
e. Jika masih dibebani hak tanggungan (hipotek), harus ada surat roya dari bank
yang bersangkutan.
Contoh : poin a dan b mutlak harus ada, tetapi yang selanjutnya opsional.

2) Data penjual dan pembeli masing-masing dengan kriteria sebagai berikut.


a. Perorangan
i. Fotokopi KTP suami istri
ii. Fotokopi kartu keluarga dan akta nikah.
iii. Fotokopi keterangan WNI atau ganti nama (apabila ada untuk WNI
keturunan)
b. Perusahaan
i. Fotokopi KTP direksi & komisaris yang mewakili.
ii. Fotokopi anggaran dasar lengkap berikut pengesahannya dari menteri
kehakiman dan HAM RI.
iii. Rapat umum pemegang saham PT untuk menjual atau surat pernyataan
sebagian kecil aset.
c. Dalam hal suami/istri atau kedua-duanya yang namanya tercantum dalam
sertifikat sudah meninggal dunia, yang melakukan jual beli tersebut adalah
ahli warisnya. Jadi, data-data yang diperlukan sebagai berikut:
i. Surat keterangan waris
1. Untuk pribumi: surat keterangan waris yang disaksikan dan
dibenarkan oleh lurah yang dikuatkan oleh camat.
2. Untuk WNI keturunan: surat keterangan waris dari notaris.
ii. Fotokopi KTP seluruh ahli waris.
iii. Fotokopi kartu keluarga dan akta nikah.
iv. Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda tangan AJB atau surat
persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di
antara mereka yang dilegalisasi oleh notaris (dalam hal tidak bisa
hadir).
v. Bukti pembayaran BPHTB waris (Pajak Ahli waris), yaitu besarnya
adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan nilai tidak
kena pajaknya. Nilai tidak kena pajaknya tergantung dari lokasi tanah
yang bersangkutan.

Apabila tanah tersebut bukan merupakan hak milik, melainkan hak pakai, hak guna bangunan
maupun hak guna usaha, sebaiknya keputusan dalam jual beli tanah tersebut adalah tidak untuk
membelinya karena hak pakai, hak guna bangunan maupun hak guna usaha terdapat batasan
waktunya, yang apa bila suatu waktu umur haknya hapus untuk memohon/memperpanjang hak
atau mengganti dengan hak yang baru harus memakan tenaga, biaya-biaya dan waktu lagi.

Bila terpaksa harus membeli tanah yang merupakan hak pakai, hak guna bangunan maupun hak
guna usaha perlu mempertimbangkan daya gunanya sampai dengan waktu haknya hapus, harus
memperhatikan jangka waktu berlakunya karena hak guna bangunan yang berasal dari konvensi
hak Barat semuanya telah menjadi hapus pada 24 September 1980 (kecuali di Irian Barat,
hapusnya 24 September 1991) yang berkepentingan atas tanah tersebut harus memohon hak baru
dan selain itu terdapat beberapa ketentuan sesuai peruntukannya yang harus ditaati antara lain:

a. Jika membeli tanah hak guna usaha, seseorang boleh menggunakan tanah itu untuk usaha
pertanian dan peternakan. Berhak untuk mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah itu
sepanjang bangunan itu berkaitan dengan usaha pertanian dan peternakan itu.

b. Jika tanah hak guna bangunan yang di beli, pembeli berwenang menggunakannya untuk
tempat berdiri bangunan (rumah tinggal, pabrik, kantor, gedung, dan lain-lain). Tidak berwenang
menggunakan tanah hak guna bangunan untuk tempat usaha pertanian/peternakan.

c. Hak pakai pada umumnya diberikan untuk keperluan tempat bangunan-bangunan. Akan tetapi,
ada juga hak pakai diberikan untuk keperluan pertanian.
Sumber referensi :

Nandang A. Deliarnoor, ADPU4335 3 SKS/MODUL 1-9 Administrasi Pertanahan, Universitas


terbuka.

Anda mungkin juga menyukai