Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3 HKUM4211/HUKUM AGRARIA

Bagi masyarakat yang awam terhadap hukum, segala permasalahan tentang tanah dan
kepemilikannya terasa rumit. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus sengketa tanah yang semakin
hari semakin banyak. Setiap proses peralihan tanah baik melalui jual-beli, warisan,hibah, tukar
menukar dan lain sebagainya sebenarnya dapat diselesaikan dengan prosedur hukum yang benar.
Hal ini penting untuk menghindari sengketa yang muncul dikemudian hari.
Sebagai contoh dalam kasus hibah berikut ini. Tuan Sadath memiliki sebidang tanah berikut
bangunan toko diatasnya seluas 300 meter persegi, terletak di Jalan Pamulang Barat no 7
Tangerang Selatan. Tanah tersebut sudah bersertifikat hak milik. Dikarenakan sudah terlalu tua
dan tidak bisa lagi mengurusi tokonya. Kemudian Tuan Sadath menjual tanah beserta tokonya
kepada Tuan Hidayat selaku partner bisnisnya.
Pertanyaan :
Dari kasus tersebut, bagaimana prosedur jual beli yang benar agar di kemudian hari tidak timbul
permasalahan?
Jawab :

 APA BILA DI LAKUKAN HIBAH


Menurut pasal Pasal 1666 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hibah adalah suatu
persetujuan dimana si penghibah, pada waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan tidak dapat
ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah.
Unsur-unsur dalam hibah antara lain:
 Perjanjian dalam hibah adalah pemberian dengan cuma-cuma, artinya pemberian itu
harus dengan sukarela tanpa pamrih.
 Hibah tidak dapat ditarik kembali, artinya ketika pemberi hibah ingin menghibahkan
benda yang menjadi hak miliknya, maka harus ada penerimaan secara sukarela dari
penerima hibah. Selain itu, harta hibah ini juga tidak dapat ditarik atau dikembalikan.
Jadi harus ada persetujuan di antara pemberi hibah dan penerima hibah.
 Pemberian hibah harus dilakukan semasa hidup, jadi proses hibah harus terjadi saat
pemilik harta hibah masih hidup.
Dalam proses peralihan atau pemindahan hak atas tanah karena hibah, pihak yang
mengalihkan harus mempunyai hak dan kewenangan untuk memindahkan hak. Di mana
pihak yang menerima hak juga harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah
yang baru. Jadi jika dalam contoh kasus Tuan Muji dan Tuan Bambang memenuhi unsur-
unsur di atas, maka proses hibah atas tanah dan bangunan toko tersebut dapat dilakukan.
Pembuatan Dokumen Akta Hibah
Sebagaimana peralihan hak atas tanah lainnya, proses hibah juga perlu disaksikan,
didampingi, serta dibuat oleh dan di hadapan PPAT. Harus ada akta PPAT di dalam proses
ini, sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Syarat, prosedur, serta penyerahan dokumen yang wajib dilakukan oleh Tuan Sadath dan
Tuan Hidayat dalam pembuat akta hibah di PPAT antara lain:
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya,
di atas materai cukup.
2. Fotokopi identitas pemohon/penerima hak (KTP, KK), serta kuasa apabila
dikuasakan.
3. Sertikat asli dari tanah yang dihibahkan.
4. Akta hibah beserta pengantar dari PPAT.
5. Ijin pemindahan hak, apabila dalam sertikat/keputusannya dicantumkan tanda yang
menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah diperoleh
ijin dari instansi yang berwenang;
6. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas
loket;
7. Penyerahan bukti SSB (BPHTB) danbukti SSP/PPH untuk perolehan tanah lebih dari
Rp 60 juta;
8. Surat Pernyataan Tidak dalam Sengketa;
9. Surat Penguasaan Fisik yang ditandatangani pemberi hibah dan dilegalisasi Notaris.
Jika semua hal di atas sudah terpenuhi, dan masing-masing pihak sudah memastikan
bahwa tanah serta bangunan tidakdalam sengketa, maka akta hibah akan dibuatkan oleh
pihak PPAT, dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
Prosedur Peralihan Hak di Kantor Pertanahan
Setelah hibah resmi dilakukan serta telah ada akta hibah dan PPAT, maka Tuan Hidayat
sebagai penerima hibah harus mengurus proses peralihan tanah di Kantor Pertahanan,
agar status dari tanah hibah tersebut menjadi hak miliknya. Jika semua syarat dan
prosedur di atas telah selesai dilakukan, maka proses hibah dan peralihan tanah
dinyatakan sah secara hukum. Dengan ini, kemungkinan sengketa yang akan terjadi di
kemudian hari dapat diminimalisir.

 APA BILA DI LAKUKAN JUAL BELI


Transaksi jual beli membutuhkan data-data yang akurat selama proses berlangsung.
1. Data Penjual personal data
Adapun, data penjual yang perlu disiapkan, antara lain:
- Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP Suami dan Istri);
- Kartu Keluarga (KK);
- Surat Nikah (jika sudah nikah);
- Asli Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijual meliputi (Sertifikat Hak Milik,
Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik
atas Satuan Rumah Susun). Selain 4 jenis sertifikat tersebut, bukan Akta PPAT
yang digunakan, melainkan Akta Notaris;
- Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir;
- NPWP;
- Fotokopi Surat Keterangan WNI atau ganti nama, bila ada untuk WNI keturunan;
- Surat bukti persetujuan suami istri (bagi yang sudah berkeluarga); - Jika
suami/istri penjual sudah meninggal maka yang harus dibawa adalah akta
kematian;
- Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat Penetapan dan Akta
Pembagian Harta Bersama yang menyatakan tanah/bangunan adalah hak dari
penjual dari pengadilan.
2. Data Pembeli
- Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP suami dan Istri);
- Kartu Keluarga (KK);
- Surat Nikah (jika sudah nikah);
- NPWP.
3. Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT
Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian
sertifikat ke kantor Pertanahan. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh,
sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut: Pajak Penjual (PPh =
NJOP/Harga Jual x 5 % Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/Harga Jual – Nilai Tidak
Kena Pajak} x 5 % NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak, yakni harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Calon
pembeli dapat membuat surat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut maka
tidak lantas menjadi pemegang Hak Atas Tanah yang melebihi ketentuan batas luas
maksimum. PPh maupun BPHTB dapat dibayarkan di Bank atau Kantor Pos. sebelum
PPh dan BPHTB dilunasi maka akta belum dapat dibayarkan. Biasanya untuk
mengurus pembayaran PPh dan BPHTB dibantu oleh PPAT bersangkutan. Anda perlu
mengecek apakah jangka waktu Hak Atas Tanah sudah berakhir atau belum. Sebab
untuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Guna Usaha
(SHGU) ada jangka waktunya. Jangan sampai membeli tanah SHGB atau SHGU
dengan kondisi sudah jatuh tempo. Selanjutnya, Anda perlu mengecek apakah di atas
tanah yang akan dibeli ada Hak yang lebih tinggi. Misalkan, tanah yang akan dibeli
adalah tanah SHGB yang di atasnya ada Hak Pengelolaan (HP). Penjual dan pembeli
harus meminta izin dahulu kepada pemegang hak pengelolaan tersebut. Berikutnya,
apakah rumah yang akan dibeli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan
penghapusan (roya) atau tidak. Apabila pernah, harus diminta surat roya dan surat
lunas dari penjual agar nantinya bisa balik nama.
4. Pembuatan AJB
Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah menikah)
atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis. Adapun, saksi yang perlu
dihadirkan sekurang-kurangnya dua saksi. PPAT akan membacakan dan menjelaskan
isi akta. Apabila pihak penjual dan pembeli menyetujui isinya, akta akan
ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT. Akta dibuat dua lembar asli,
satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lain akan diserahkan ke kantor pertahanan
untuk keperluan balik nama. Salinannya akan diberikan pada pihak penjual dan
pembeli.
5. Proses ke Kantor Pertanahan
Setelah AJB selesai di buat, PPAT menyerahkan berkas AJB ke kantor pertanahan
untuk balik nama. Penyerahan berkas AJB harus dilakukan selambat-lambatnya tujuh
hari kerja sejak ditandatangani.
Adapun berkas-berkas yang diserahkan meliputi:
- Surat permohonan balik nama yang telah ditandatangani pembeli;
- Akta Jual Beli dari PPAT;
- Sertifikat Hak Atas Tanah;
- Fotokopi KTP penjual dan pembeli;
- Bukti lunas pembayaran PPh dan BPHTB
Setelah berkas diserahkan di kantor pertanahan, akan ada tanda bukti penerimaan
yang akan diserahkan kepada pembeli. Nama pemegang hak lama atau penjual akan
dicoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat
yang ditunjuk. Nama pembeli selaku pemegang hak baru atas tanah akan ditulis pada
halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat, dengan pembubuhan
tandatangan kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu empat
belas hari, pembeli berhak mengambil sertifikat yang sudah balik atas nama pembeli
di kantor pertahanan setempat.

Atau prosedur jual beli yang benar agar di kemudian hari tidak timbul permasalahan yakni:
1. Memastikan keaslian tanda bukti hak atas tanah di Kantor Pertanahan tempat lokasi
tanah.
2. Memeriksa secara detail tentang ukuran, batas, bentuk, dan luas tanah yang tercantum
dalam sertifikat sesuai dengan kondisi di lapangan. Karena, menurut Keputusan
Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 Tahun 1995 tentang
Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, diatur bahwa objek pengikatan jual beli harus
diuraikan secara jelas di dalam suatu perjanjian pengikatan jual beli yang terdiri dari
luas bangunan, luas tanah, lokasi tanah, dan harga rumah dan tanah. Maka pastikan
semua komponen ini tidak merugikan kedua pihak.
3. Membuat Akta Jual Beli (AJB) tanah yang dibuat di Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) yang bertugas di wilayah lokasi tanah, jangan menggunakan PPAT di luar
wilayah kewenangan kerjanya.
4. Jika penjual akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau
uang muka berdasarkan kesepakatan dan akan dilunasi dalam jangka waktu tertentu
maka diperlukan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PBJB) di hadapan
Notaris, karena PBJB yang dihadapan notaris merupakan akta otentik yang memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna sesuai dengan Pasal 1870 KUH Perdata.
5. Apabila penjual sudah menikah, maka tanah dan bangunan akan menjadi harta
bersama, sehingga penjualan tanah tersebut harus atas dasar persetujuan suami/istri
dengan penandatanganan surat persetujuan khusus, atau turut menandatangani AJB.
Apabila suami atau istri sudah meninggal, dapat dilakukan dengan melampirkan surat
keterangan kematian dari kantor kelurahan.
6. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh) dan pembeli harus membayar Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut
Pajak Penjual (PPh) = Harga Jual x 2,5 %, Pajak Pembeli (BPHTB) = {Harga Jual –
Nilai Tidak Kena Pajak} x 5%, Pembeli dan Penjual kemudian juga membayar
pembuatan AJB di PPAT yang pada umumnya akan ditanggung bersama atau jika
kedua belah pihak bersepakat ditanggung oleh salah satu pihak yang nilainya maksimal
1% dari harga transaksi tanah.

Anda mungkin juga menyukai