Anda di halaman 1dari 7

Kepemilikan atas tanah di Indonesia biasanya diberikan secara turun-temurun.

Pada
zaman dulu pengaturan atas kepemilikan properti belum terlalu ketat pengaturannya.
Maka itu muncul berbagai surat-surat tanah, salah satunya surat Girik. Kepemilikan
surat girik tersebut dikenal dengan tanah girik. Tanah girik merupakan status tanah
yang konversi haknya belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional. Surat girik
bukanlah sertifikat kepemilikan tanah. Surat girik hanya berfungsi membuktikan si
pemilik memiliki kuasa dan sebagai orang yang membayar pajak atas tanah tersebut.
Berdasarkan Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1960 atau UUPA (Undang Undang Pokok
Agraria), seluruh tanah yang belum memiliki sertifikat (termasuk juga tanah girik/Letter
C) harus didaftarkan konversi haknya ke negara melalui Kantor Pertanahan setempat.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, diatur tentang syarat dan prosedur pendaftaran tanah. Adapun
syarat dan prosedur pengurusan yang Saudara harus lakukan adalah sebagai berikut :
Langkah pertama adalah pengurusan surat di Kantor Kelurahan atau Kantor Desa.
Beberapa surat yang harus Anda urus yaitu: a. Surat Keterangan Tidak Sengketa, surat
ini ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa setempat dan dihadiri oleh saksi-saksi
yang biasanya adalah pejabat RT (Rukan Tetangga) dan RW (Rukan Warga) setempat,
atau pada daerah yang tidak ada RT/RW akan dihadiri oleh tokoh adat setempat. b.
Surat Keterangan Riwayat Tanah, yang menceritakan riwayat penguasaan tanah dari
masa awal hingga saat ini. c. Surat Keterangan Penguasaan Tanak Secara Sporadik
yang berguna untuk memastikan bahwa pemohon menguasai bidang tanah tersebut.
Surat ini dibuat oleh pemohon dan diketahui oleh lurah atau kepala desa. Langkah
kedua adalah pengurusan tanah girik menjadi sertifikat di Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (BPN RI). Tahapannya yaitu: Menyerahkan berkas di loket
pendaftaran Dokumen asli girik atau salinan letter Dokumen asli ketiga surat yang telah
diurus di Kantor Kelurahan Bukti-bukti peralihan (seperti Akta Jual Beli/surat waris) tidak
terputus sampai dengan pemohon sekarang Salinan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan
KK (Kartu Keluarga) Salinan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak
Bumi dan Bangunan) tahun berjalan dengan disertakan bukti pembayaran Surat kuasa
jika memang pengurusan sertifikat tersebut dikuasakan Surat pernyataan sudah
memasang tanda batas Dokumen lainnya sesuai dengan persyaratan Undang-undang
Apabila berkas anda belum lengkap maka petugas akan menginformasikan
kekurangannya agar anda lengkapi. Apabila sudah lengkap, maka anda akan mendapat
tanda terima dokumen. Pengukuran Tanah oleh Petugas Setelah berkas permohonan
lengkap, petugas Pertanahan akan melakukan pengukuran ke lokasi dengan bantuan
pemohon atau kuasanya untuk menunjukkan batas-batas kekuasaan atas tanah
tersebut. Pengukuran ini harus disertai dengan surat tugas pengukuran dari Kepala
Kantor Pertanahan. Penerbitan Surat Ukur Surat ukur berisi hasil pengukuran lokasi
yang telah dicetak dan dipetakan di BPN dan disahkan oleh Kepala Seksi Pengukuran
dan Pemetaan. Penelitian Oleh Petugas Setelah surat pengukuran ditandatangani,
maka dilanjutkan dengan penelitian oleh petugas panitia Ajudikasi yang terdiri dari
petugas BPN, Lurah atau Kepala Desa setempat. Pengumuman Data Yuridis di
Kelurahan dan BPN Data hasil penelitian yang telah dituang dalam suatu Daftar Isian
akan diumumkan di Kelurahan dan BPN selama enam puluh hari. Dalam jangka waktu
tersebut dapat diajukan keberatan terhadap data yang diumumkan. Penerbitan SK Hak
Atas Tanah Selanjutnya akan terbit SK (Surat Keputusan) Kepala Kantor Pertanahan
tentang pemberian hak atas tanah. Pada tahap ini, tanah girik telah berubah menjadi
sertifikat dan akan menjalani proses sertifikasi pada bagian Sub Seksi Pendaftaran Hak
dan Informasi (PHI). Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah (BPHTB) Dasar
pengenaan BPHTB adalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan juga luas tanah.
Pendaftaran SK Hak atas Tanah untuk Diterbitkan SK Hak atas Tanah didaftarkan
dengan pembukuan di Buku Tanah. Kemudian dilanjutkan prosesnya dengan
penerbitan sertifikat pada Subseksi Pendaftaran Hak dan Informasi (PHI). Penerbitan
Sertifikat Sertifikat yang telah ditandatangani dan dinyatakan selesai dapat diambil
melalui loket pengambilan di Kantor Pertanahan. Biasanya proses ini memakan waktu
kurang lebih 6 (enam) bulan jika tidak ada kekurangan syarat. Biaya pengurusan akan
berbeda dan bergantung pada lokasi serta luas tanah. Mengingat pengurusan ini telah
diserahkan kepada Notaris, jelas semua menjadi tanggung jawab pihak Notaris. Pada
dasarnya, karena tanah tersebut telah dilakukan pengukuran oleh petugas dari BPN,
dan itu telah dilakukan pada bulan puasa tahun 2019, seharusnya paling lambat
sertifikat tersebut harus telah selesai sekitar 8 bulan kemudian. Sepanjang, tidak ada
komplain dari pihak lain khususnya terkait dengan batas-batas tanah serta kepemilikan
tanah tersebut. Selanjutnya, karena Saudara telah merasa dikecewakan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh pihak Notaris, pada dasarnya Saudara dapat
melaporkan terkait kinerja Notaris tersebut kepada Majelis Pengawas Notaris setempat.
Karena Saudara bertempat tinggal di Jakarta, maka Saudara dapat mendatangi Majelis
Pengawas Notaris yang berada di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI
Jakarta, yang beralamat di Jalan MT Haryono, Jakarta. Majelis Pengawas Notaris
adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan
pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Saudara dapat menyampaikan keluhan
yang Saudara alami tersebut kepada Majelis Pengawas Notaris. Laporan harus
disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan melampirkan bukti-bukti
pemberian kuasa pengurusan pembuatan SHM atas nama keluarga Saudara dan bukti-
bukti yang dapat dipertanggungjawabkan lainnya. Demikian, yang dapat saya
sampaikan. Semoga bermanfaat. Disclaimer : Jawaban konsultasi hukum semata-mata
hanya sebagai pendapat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak
mengikat sebagaimana putusan pengadilan.
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan Saudara Yunita kepada
Badan Pembinaan Hukum Nasional terkait balik nama tanah warisan. Sebelumnya
dapat kami sampaikan ketentuan dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah berbunyi sebagai berikut : (1) Untuk pendaftaran
peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan
hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak
atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan
kepada Kantor Pertanahan, sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang
yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli
waris. (2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan didaftar, wajib diserahkan juga
dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b. (3) Jika
penerima warisan dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada
orang tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). (4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu
peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat
keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu
jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang
bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti ahli waris dan akta pembagian waris
tersebut. (5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima
warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan
haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris
tersebut. Prosedur balik nama tanah warisan adalah pemindahan status kepemilikan
tanah dari pemegang hak yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Untuk
mengurus balik nama tanah warisan, berikut ini syarat dokumen yang harus disiapkan: -
Surat permohonan - Sertifikat hak atas tanah. - Surat keterangan kematian - Surat
keterangan ahli waris. - Fotokopi e-KTP para ahli waris. - Fotokopi SPPT-PBB tahun
berjalan. - Bukti BPHTB terutang. Setelah semua syarat lengkap, Anda tinggal
mengurus balik nama sertifikat tanah ke Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Selanjutnya, untuk dapat membalik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) ke masing-masing
ahli waris Anda harus melalui prosedur berikut ini: 1. Menyiapkan surat keterangan
kematian dan Surat Tanda Bukti Ahli Waris untuk didaftarkan di kantor pertanahan. 2.
Membayar pajak atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pewarisan
atau BPHTB Waris. 3. Membayar PBB tahun berjalan. Setelah proses membalik nama
sertifikat ke seluruh ahli waris selesai, maka langkah terakhir adalah membuat Akta
Pembagian Harta Bersama (APHB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Demikian penjelasan tentang permasalahan hukum saudara, semoga dapat bermanfaat
dan membantu.
Menjawab permasalahan yang sdr Rohman pertanyakan kami akan mencoba menjelaskan hal
yang berkaitan dengan tanah warisan yang hendak dibuatkan surat atas nama dirinya sendiri
terkait dengan prosedur dan tatacaranya balik nama dari pewaris ke ahli waris, baik kami
jelasakan terlebih dahulu tentang proses untuk mendapat surat keterangan kematian ibunda
dan keterangan waris dimintakan atas nama almarhumah terlebih dahulu ke Desa/Keluaran
bahwa anda sebagai ahli waris dari almarhum ibunda. 1.    Membuat Surat Kematian dan Surat
Keterangan Waris atas nama almarhumah ibunda yang sudah meninggal. Konsepnya, setiap
adanya peristiwa kematian, yang harus dilakukan adalah membuat Surat Kematian dan Surat
Keterangan Waris. Surat itulah yang menjadi rujukan untuk dilakukan balik nama ke ahli waris,
termasuk ke anak-anak yang mengantikan kedudukan mewaris orang tuanya.     2.   Membayar
pajak perolehan hak atas tanah karena pewarisan (BPHTB Waris) dan PBB tahun berjalan.   
Dengan cara mengajukan/mengisi formulir permohonan BPHTB waris/taksiran harga tanah di
Dispenda setempat. Dispenda akan memberikan taksiran harga beserta perhitungan nominal
pajak yang harus dibayarkan. 3.  Membalik nama sertifikat ke seluruh ahli waris.    Dengan cara
membeli map khusus untuk itu, di koperasi kantor BPN, kemudian mengisi formulir
permohonan balik nama sertifikat karena pewarisan yang terdapat di map tersebut, dengan
lampiran: fotokopi surat kematian, fotokopi surat keterangan waris, fotokopi KTP ahli waris,
bukti setor BPHTB, bukti setor PBB tahun terbaru dan membayar PNBP balik nama waris. Proses
ini, biasanya memakan waktu hingga tiga bulan.   Angka 2 dan 3 diatas, maka anda dapat
mengerjakannya sendiri atau meminta bantuan Notaris-PPAT setempat.   Setelah sertifikat
sudah terdaftar atas nama ahli waris dalam hal ini anda, tahapan berikutnya, a. Membayar PPh
atas peralihan nama, dari beberapa ahli waris menjadi ke salah satu ahli waris serta membayar
BPHTB atas bagian perolehannya.   Dengan cara sama dengan nomor 2, di atas. b. Membuat
Akta Pembagian Hak Bersama di PPAT setempat. c. Melaksanakan balik nama ke hanya atas
anda.   ` Sebelum mengurus hal tersebut diatas anda harus membuat surat perjanjian ganti hak
waris tersebut meskipun perjanjian itu sah, namun tidak dapat dijadikan dasar untuk balik
nama sertifikat. Sah, karena telah memenuhi unsur syarat sahnya sebuah perjanjian,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu
sepakat, cakap, hal tertentu dan sebab yang diperbolehkan.   Tidak dapat dijadikan dasar untuk
balik nama, karena tidak sesuai dengan peraturan yang terdapat
dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”),
yaitu harus dengan Akta Pembagian Waris atau Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagaimana disebutkan dalam Pasal
42 ayat (4) PP 24/1997: “Jika penerima warisan lebih dari satu orang, dan waktu peralihan hak
tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa
hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima
warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
itu, dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan, berdasarkan surat tanda bukti
sebagai ahli waris dan akta pembagian ahli waris tersebut.” Demikian jawaban dari kami,
semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai