Dasar Hukum:
Oleh karena itu dalam kasus ini SKAW dapat dibuat dibawah tangan dan dikuatkan oleh
Lurah dan Camat.
Dalam kasus ini, Ahli waris memiliki hak atas waris yang timbul dari hubungan darah
(Pasal 832); mengacu dalam Pasal 830 pewarisan yang hanya terjadi karena kematian
KUHPerdata Buku II BAB 12, Jika seseorang meninggal dunia, maka semua hak dan
kewajibannya akan segera dialihkan kepada ahli warisnya. Prinsip ini terkandung juga dalam
peribahasa Prancis yang berbunyi: le mort saisit le vif yang mati berpegang pada yang hidup.
Oleh karena itu, harta warisan berupa tanah telah disepakati para ahli waris yang sah,
pembagiannya dapat melalui akta dibawah tangan (surat pernyataan) yang dibuat oleh ahli
waris dengan dikuatkan oleh Lurah dan Camat Setempat.
SKAW Pribumi yaitu akta dibawah tangan, perlu disertai akta-akta pendukung lainnya
karena akta tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sempurna apabila tanda tangan
dalam akta itu diakui oleh pihak yang bersangkutan. Konsekuensinya, pihak yang
mengajukan itu mempunyai kewajiban membuktikan kebenaran penandatanganan.(Pasal
1875 BW). SKAW ini sebagai dasar untuk mengajukan kepada Badan Pertanahan Nasional,
peralihan hak atas tanah dan bangunan dari pewaris kepada ahli warisnya.
Selanjutnya, dalam kasus ini Perwalian/Wali (Voogdij), orang tua dapat menjadi Wali
Orang tua (Wali Bapak/Ibu) terhadap Ahli waris yang dibawah umur (Pasal 45-48 UUP)
karena kekuasaan orang tua terhadap anaknya yang berkewajiban memelihara dan mengelola
harta demi kepentingan anaknya. Oleh karena itu, perlu didukung surat pernyataan Wali
Bapak sebagai bukti kebenaran bahwa benar anak dibawah umur tersebut dibawah kekuasaan
orang tua dan melakukan demi kepentingan anaknya (Pasal 48 UUP).
Sedangkan, Argumentum a contrario dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 50 ayat (1)
UUP dan Pasal 330 BW serta dalam doktrin Lawrence Meir Friedman , “mereka yang belum
dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua” maka perwaliannya ditentukan
berdasarkan penetapan perwalian dengan syarat sebagai berikut:
Sementara itu, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebuah
pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, dalam kasus ini maka BPHTB
dikenakan kepada ahli waris sehubung dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan dari
pewaris kepada ahli warisnya sebagaimana ditentukan oleh Pasal 2 UU BPHTB pemindahan
hak karena: a) jual beli; b) tukar-menukar; c) hibah; d) wasiat; e) waris; f) pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum; g) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; h) dst…
(Pasal 85 UU BPHTB). Dengan nilai perolehan pajak adalah nilai pasar (Pasal 87 UU
BPHTB), tetapi jika nilai pasar tidak diketahui maka ditetapkan paling rendah Rp 300.000.000
(tiga ratus juta rupiah). Selain hal tersebut para ahli waris juga membayar BPHTB terutang
dan PBB terutang sebagai bagian dari peralihan waris hak atas tanah sebagai berikut:
a. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar: 50% dari yang
seharusnya terutang;
b. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
c. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak; d.
Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan
adalah NJOP PBB;
e. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :
1) Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang
diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri; dan
2) Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang
diatas.
Contoh ahli waris menerima warisan dari pewaris sebidang tanah seluas
1000m2 dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar
Rp700 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan
sebesar Rp 250 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh ahli waris
tersebut adalah sebesar : 50% x 5% x ( Rp700 juta – Rp60 juta) =
Rp16.000.000,-
1. Ahli waris Tuan Abud berdasarkan Pasal 832 yaitu hubungan darah adalah Bisma
(diwakilkan Justin Biebeh), Condro (diwakilkan Tohir), Erman (diwakilkan Jaider),
Azis, Ani, Budi, Candra, Destya, Derry dan Eko.
2. SKAW dibuat untuk mendapatkan surat peralihan hak atas tanah waris yang kemudian
diajukan kepada BPN, disertai fotocopy/legalisir akta pendukung lainya serta juga
memperlihatkan aslinya kepada pejabat yg berwenang (notaris-ppat) seperti Akta
Kelahiran, Akta Kematian/Surat keterangan meninggal dunia, KK, identitas (KTP),
Akta perkawinan, sertifikat kepemilikan tanah a/n pewaris; Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun berjalan dan bukti
pembayarannya dan pembuatan surat pernyataan perwalian (untuk anak dibawah umur
yang memperoleh waris), surat pernyataan silsilah, dan surat pembagian harta waris.
3. Perwalian dalam kasus ini adalah Wali Orang Tua (Bapak) karena anak tersebut
dibawah kekuasaan Bapak sebagai orang tua yang mengasuh dan
memelihara/menghidupi anaknya dan mengelola harta benda berdasarkan kepentingan
anak maka dapat disertai surat pernyataan perwalian (Wali Bapak) yang dibuat untuk
membuktikan bahwa benar adalah orang tua dari anak yang bersangkutan serta
menyatakan bertindak demi kepentingan anaknya. Surat pernyataan tersebut dibuat
dikuatkan oleh Lurah dan Camat setempat serta fotocopy KK, Akta Kelahiran, dan
Akta Perkawinan/ Buku Nikah, KTP. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya untuk
memperkuat dan/atau mendukung akta dibawah tangan/surat lainnya.
4. Para ahli waris juga membayar BPHTB terutang dan PBB terutang sebagai bagian dari
peralihan waris hak atas tanah