Anda di halaman 1dari 15

ABSTRAK

Konstitusi merupakan hukum tertinggi di suatu negara, dan juga segala ketentuan dan
aturan mengenai ketatanegaraan atau Undang-undang Dasar suatu negara. Konstitusi
berfungsi sebagai pegangan atau pedoman untuk menjalankan tata pemerintahan di
suatu bangsa. Adapun bentuk konstitusi ada yang tertulis dan tidak tertulis. Indonesia
mempunyai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
konstitusi tertulis negara. Materi muatan atau isi konstitusi pada umumnya mengatur
tiga masalah pokok yaitu adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan
warganegaranya, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental, dan adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat
fundamental. Kedudukan dan fungsi konstitusi dalam suatu negara ditentukan oleh
ideologi yang melandasi negara tersebut. Konstitusi Madinah sebagai konstitusi pertama
di dunia meletakkan dasar pengakuan terhadap hak-hak asasi di bidang politik yang
merupakan prinsip utama dalam sistem ketatanegaraan modern. Konstitusi pada
prinsipnya adalah suatu aturan yang mengandung norma-norma pokok, yang yang
berkaitan kehidupan negara. Konstitusi dapat mengalami perubahan sesuai dinamika
kehidupan masyarakat. Perubahan meliputi hal-hal berkaitan dengan aturan tentang
anatomi struktur kekuasaan, pembatasan kekuasaan, jaminan perlindungan hak asasi
manusia, kekuasaan kehakiman, dan pertanggungjawaban kekuasaan kepada rakyat, dan
sebagainya.

1
BAB I

TINJAUAN UMUM TENTANG KONSTITUSI

A. Sejarah Pertumbuhan Konstitusi

Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah disusun melalui dan
oleh hukum, yaitu sejak zaman sejarah Yunani, dimana telah dikenal beberapa
kumpulan hukum (semacam kitab hukum). Pemahaman awal tentang konstusi pada
masa itu hanyalah merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan
semata-mata. Kemudian pada masa Kekaisaran Roma, pengertian constitutionnes
memperoleh tambahan arti sebagai suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang
dibuat oleh para kaisar atau para preator. Konstitusi Roma mempunyai pengaruh cukup
besar sampai abad pertengahan.

Pada zaman abad pertengahan corak konstitusionalismenya bergeser ke arah


feodalisme, yang mengandung suatu pengertian bahwa tanah dikuasai oleh para tuan
tanah. Pada abad VII (zaman klasik) lahirlah piagam/konstitusi Madinah. Piagam
Madinah adalah konstitusi Negara Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik Islam,
tepatnya sekitar tahun 622 M. Di Eropa Kontinental, pihak rajalah yang memperoleh
kemenangan, yaitu ditandai dengan semakin kokohnya absolutism, khususnya di
Prancis, Rusia, Prusia, dan Austria pada abad ke-15. Sedangkan di Inggris, kaum
bangsawanlah yang dapat kemenangan dan sebagai puncak kemenangannya ditandai
dengan pecahnya The Glorius Revolution (1688) dan pada 1776, 12 negara koloni
Inggris mengeluarkan Declarations of Independence serta menetapkan konstitusi-
konstitusinya sebagai dasar negara yang bedaulat. Di Prancis, Rousseau di dalam
bukunya Du Contract Social mengatakan manusia itu lahir bebas dan sederajat dalam
hak-haknya sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak umum (rakyat),
dimana tesis tersebut sangat menjiwai De Declaration des Droit de IHomme et du
Citoyen dan mengilhami pembentukan Konstitusi Prancis (1791) khusunya yang
menyangkut HAM.

Masa Perang Dunia I tahun 1914 telah banyak memberikan dorongan yang
dahsyat bagi konstitusionalisme, yaitu dengan jalan menghancurkan pemerintahan yang

2
tidak liberal dan menciptakan negara-negara baru dengan konstitusi yang berasaskan
demokrasi dan nasionalisme. Upaya itu dikongkritkan dengan didirikannya Liga
Bangsa-Bangsa untuk perdamaian dunia. Tiga tahun kemudian muncul reaksi melawan
konstitusionalisme politik yang ditandai dengan Revolusi Rusia (1917), dan beberapa
reaksi lainnya sampai pada akhirnya meletus Perang Dunia II. Pada Perang Dunia II
diterapkan kembali metode konstitusionalisme terhadap bangunan internasional melalui
Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mencapai perdamaian dunia yang permanen.

B. Pengertian Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti


membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu
negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-undang
Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa Belandanya Gronwet. Di
negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional, dipakai
istilah Constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Dalam bahasa Latin
kata konstitusi merupakan gabungan dari kata cume yang berarti bersama dengan, dan
statuere yang berarti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan.

L.J. Van Apeldoorn membedakan konstitusi (constitution) dengan Undang-


undang dasar (gronwet) dimana menurutnya kalau gronwet adalah bagian tertulis dari
suatu konstitusi sedangkan constitution memuat baik peraturan tertulis maupun yang
tidak tertulis. Sri Soemantri M dalam disertasinya mengartikan konstitusi sama dengan
Undang-undang. K.C Wheare mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem
ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang
membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Sehingga
kesimpulannya pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis, serta
Undang-undang dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan-batasannya
dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut :

1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan


kepada para penguasa

3
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu
sistem politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia

C. Materi Muatan Konstitusi

Menurut Mr. J.G. Steenbeek menjelaskan bahwa pada umumnya suatu konstitusi
berisi tiga hal pokok, yaitu : Pertama yaitu adanya jaminan terhadap HAM dan warga
negaranya; Kedua yaitu ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental; Ketiga yaitu adanya pembagian dan pembatasan tugas
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Dengan demikian apa yang diatur dalam
setiap konstitusi merupakan penjabaran dari ketiga masalah pokok tersebut. Sedangkan
Miriam Budiarjo setiap Undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai
Organisasi Negara, HAM, Prosedur mengubah Undang-undang dasar, dan Adakalanya
memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-undang dasar.

D. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Konstitusi

Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dari zaman ke
zaman. Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan
mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai
benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur
mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam perjuangan kekuasaan melawan gologan
penguasa. Kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang melandasi
negara. Dalam sejarahnya di dunia barat, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan
batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan.
Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,
Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang sehingga dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan
lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme. Konstitusi mempunyai
fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum yang

4
tertinggi (Supremation of Law) yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat tetapi oleh
pemerintah serta penguasa sekalipun.

Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan


tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Loewenstein mengatakan bahwa konstitusi itu
suatu sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Oleh karena itu setiap
konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan yaitu untuk memberikan pembatasan dan
pengawasan terhadap kekuasaan politik, dan untuk membebaskan kekuasaan dari
kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas
kekuasaan mereka.

E. Klasifikasi Konstitusi

K.C. Wheare menjelaskan macam-macam konstitusi yang pada intinya adalah :

1. Konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis (written and no written


constitution)

2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid (flexible and rigid constitution)

3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi (supreme and not
supreme constitution)

4. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal and unitary constitution)

5. Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan


parlementer (presidential executive and parliamentary executive constitution)

BAB II

KONSTITUSI MADINAH DAN KETATANEGARAAN MODERN

5
A. Konstitusi Madinah

Sejarah islam telah mencatat bahwa sejak zaman Rasulullah Muhammad Saw.
telah lahir konstitusi tertulis yang pertama, yang kemudian dikenal dengan Konstitusi
Madinah atau ada juga yang menyebut sebagai Piagam Madinah. Tidak lama sesudah
hijrah ke Madinah, Muhammad Saw. membuat suatu piagam politik untuk mengatur
kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh beberapa macam golongan, agar
terbentuk kesatuan hidup di antara seluruh penghuninya. Kemudian diadakan perjanjian
hidup bersama secara damai di antara berbagai golongan yaitu antara Muhajirin dan
Anshar, dan perjanjian dengan golongan yahudi yang secara formal ditulis dalam suatu
naskah yang disebut Shahifah. Dalam piagam tersebut dirumuskan kebebasan
beragama, hubungan antarkelompok, kewajiban mempertahankan kesatuan hidup, dan
lain-lain.berdasarkan isi Piagam Madinah itulah warga Madinah yang majemuk, secara
politis dibina di bawah pimpinan Muhammad Saw.

B. Materi Muatan Konstitusi Madinah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah Piagam
dari Muhammad, Nabi Saw., di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal) dari
Ouraisy dan Yasrib, dan orang yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan
berjuang bersama mereka.

1. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia yang lain.

2. Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu


membahu membayar diat diantara mereka dan membayar tebusan tawanan
dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

3. Bani Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat


di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan
dengan baik dan adil diantara mukminin.

4. Bani Saidah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar


diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

6
5. Bani al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

6. Bani Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar


diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

7. Bani al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar


diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

8. Bani Amr Ibn Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu


membayar diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar
tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

9. Bani al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar


diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

10. Bani al-Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar


diat di antara mereka (seperti) semula dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan cara yang baik dan adil diantara mukminin.

11. Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat


menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam
pembayaran tebusan atau diat.

12. Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu


mukmin lainnya, tanpa persetujuan daripadanya.

13. Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka
mencari atau menuntut sesuatu secara zhalim, jahat, melakukan permusuhan atau
kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam
menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.

7
14. Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran
(membunuh) orang kafir, tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir
untuk (membunuh) orang beriman.

15. Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan
lain.

16. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan
santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).

17. Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat
perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan
Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan diantara mereka.

18. Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama
lain.

19. Orang-orang mukmin itu membalas pembunuhan mukmin lainnya dalam


peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada
petunjuk yang terbaik dan lurus.

20. Orang musyrik (Yasrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik)
Quraisy, dan tidak boleh campur tangan melawan orang beriman.

21. Barangsiapa membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya,
harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap
orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

22. Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya
kepada Allah dan hari akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat
kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat
tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari
kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.

8
23. Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan)
Allah azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad Saw.

24. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

25. Kaum Yahudi dari Bani Awf adalah suatu umat dengan mukminin. Bagi kaum
yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan
ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dari diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim
dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.

26. Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf.

27. Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf.

28. Kaum Yahudi Bani Saidah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf.

29. Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf

30. Kaum Yahudi Bani alAws diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf.

31. Kaum Yahudi Bani Salabah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani Awf.
Kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan
keluarganya.

32. Suku Jafnah dari Salabah (diperlakukan) sama seperti mereka (Bani Salabah)

33. Bani Syuthaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Bani Awf. Sesungguhnya
kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).

34. Sekutu-sekutu Salabah (diperlakukan) sama seperti (Bani Salabah).

35. Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

36. Tidak seorang pun dibenarkan ke luar (untuk perang), kecuali seizin Muhammad
Saw. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang
lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan
menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat
membenarkan (ketentuan) ini.

37. Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban
biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam mengahadapi
musuh warga piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memnuhi

9
janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat
(kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak-pihak yang teraniaya.

38. Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

39. Sesungguhnya Yasrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

40. Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang
tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

41. Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.

42. Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini,
yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut
(ketentuan) Allah azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad Saw.
Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

43. Sungguh tidak ada jaminan perlindungan bagi Quraisy (Makkah) dan juga bagi
pendukung mereka.

44. Mereka (pendukung piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang


Kota Yasrib.

45. Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan)
memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu
harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib
memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang
yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-
masing sesuai tugasnya.

46. Kaum Yahudi al-Aws, sekutu dan diri mereka memilih hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan
penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu
berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik
isi piagam ini

10
47. Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang
keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang
yang zalim dan khianat, Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan
takwa.

Muhammad Rasulluah Saw.

C. Ketatanegaraan Modern

Ada beberapa ciri khas sistem ketatanegaraan modern dan ciri khas itu
dituangkan dalam suatu konstitusi. Dalam tata hukum suatu negara modern tersimpul
satu bagian yang secara khusus mengatur organisasi kenegaraan, bagian ini disebut
konstitusi. Pada umumnya semua negara modern mempunyai konstitusi atau UUD,
sehingga dapat dikatakan negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

D. Islam dan Ketatanegaraan Modern

Konsepsi islam tentang negara mengandung prinsip-prinsip tentang negara


modern dan unsur-unsur keadilan, persamaan, dan permusyawaratan. Konstitusi
Madinah sebagai konstitusi pertama di dunia, yang di dalamnya terkandung muatan
materi sebagaimana layaknya konstitusi modern, telah mendahului konstitusi lainnya di
dalam meletakkan dasar pengakuan terhadap HAM khususnya hak asasi di bidang
politik yang merupakan prinsip utama dalam sistem ketatanegaraan modern.

BAB III

KONSTITUSI DAN NEGARA

A. Embrio Konstitusi Dalam Negara

Embrio konstitusi sebagai hukum dasar (droit constitutional) dari negara-negara


di belahan dunia ini dapat digali dari dua sudut pandang yaitu Pertama dari sudut

11
bentuk negara, dimana Hawgood dalam bukunya Modern Constitution Since 1787
mengemukakan bahwa sebenarnya ada Sembilan macam bentuk negara yang sekaligus
menunjuk bentuk-bentuk konstitusinya, tetapi kesembilan bentuk negara itu telah
menjadi bangunan-bangunan historis di mana sekarang sudah tidak mempunyai arti lagi.
Maka dari itu hanya diambil tiga bentuk negara yaitu : 1. Spontaneous State (Spontane
Staat), negara yang timbul sebagai akibat revolusi dan Konstitusinya disebut
Revolutionary Constitution; 2. Negotiated State (Parlementaire Staat), negara yang
berdasarkan pada kebenaran relative (relatieve waarheia) dan Konstitusinya disebut
Parlementarian Constitution; 3. Derivative State (Algeide Staat), negara yang
konstitusinya mengambil pengalaman dari negara-negara yang sudah ada (neo-national)
dan Konstitusinya disebut Neo-National Constitution. Sudut pandang Kedua dari sudut
pembentukan (maker) konstitusi dalam suatu negara dimungkinkan ada lima macam
bentuk konstitusi yaitu Konstitusi bisa dibuat oleh raja; Konstitusi dibuat bersama-sama
raja dan rakyat (bentuknya pactum); Konstitusi dibuat oleh rakyat seluruhnya
(bentuknya einigung); Konstitusi yang dibuat oleh badan konstituante; dan Konstitusi
yang dibuat oleh pemerintahan diktator.

B. Nilai Penting Konstitusi dalam Suatu Negara

Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin
terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan
ketatangeraan suatu negara. Konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan
berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide
dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta memberikan arahan kepada
generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang mereka pimpin.

C. Supremasi Konstitusi dalam Negara

Dalam negara modern, penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan


berdasarkan hukum dasar (droit constutionil). Undang-undang dasar atau verfassung,
oleh Carl Schmit dianggap sebagai keputusan politik yang tertinggi. Sehingga konstitusi
mempunyai kedudukan atau derajat supremasi dalam suatu negara. Yang dimaksud
dengan supremasi konstitusi, yaitu dimana konstitusi mempunyai kedudukan tertinggi

12
dalam tertib hukum suatu negara. Supremasi amandemen terhadap Undang-undang
dasar penting artinya dalam hal terjadi keraguan-raguan di dalam penafsiran arti dan
konsekuensi amandemen terhadap satu bagian atau keseluruhan Undang-undang Dasar..

D. Sistem Perubahan Konstitusi

Ada dua sistem perubahan konstitusi di berbagai negara yang sedang


berkembang, yaitu renewel (pembaruan) dianut di negara-negara Eropa Kontinental
dimana apabila suatu konstitusi (UUD) dilakukan perubahan (pembaruan) maka yang
diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan, dan amandement
(perubahan) seperti dianut negara-negara Anglo-Saxon dimana apabila suatu konstitusi
diubah (diamandemen) maka konstitusi yang asli tetap berlaku.

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR DAYA IKAT KONSTITUSI

A. Pendekatan dari Aspek Hukum

Hukum sebagai pengaturan perbuatan-perbuatan manusia oleh kekuasaan


dikatakan sah bukan hanya dalam keputusan (peraturan-peraturan yang dirumuskan)

13
melainkan juga dalan pelaksanaannya sesuai dengan hukum harus sesuai dengan hukum
kodrati. Sehingga hukum harus sesuai dengan ideology bangsa sekaligus sebagai
pengayom rakyat. Menurut K.C. Wheare berangkat dari aliran positivism hukum maka
konstitusi itu mengikat, karena ia ditetapkan oleh badan yang berwenang membentuk
hukum, dan konstitusi itu dibuat untuk dan atas nama rakyat. Wawasan negara
berdasarkan atas hukum (rechstaat), inklusif di dalamnya pemahaman tentang konstitusi
sebagai dokumen formal yang terlembagakan oleh alat-alat negara dan sekaligus
sebagai hukum dasar yang tertinggi. Sehingga konstitusi akan selalu mengikat seluruh
warga negara.

B. Pendekatan dari Aspek Politik

Banyak di antara sarjana ilmu politik mengatakan bahwa hukum adalah produk
politik, artinya setiap produk hukum pasti merupakan kristalisasi dari pemikiran
dan/atau proses politik. Mulyana W. Kusuma menyatakan bahwa hukum sebagai sarana
kekuasaan politik menempati posisi yang lebih dominan dibandingkan fungsi yang lain,
dimana dalam kerangka pelaksanaan kekuasaan tindakan pemerintah dalam suatu
negara perlu dibatasi dengan konstitusi, walaupun dalam praktik kenegaraannya
kadang-kadang hukum sering disimpangi dengan dalih politik. Dengan pendekatan
politis maka hukum adalah produk politik yang telah menjadikan badan konstituante
(lemabag lain yang ditunjuk) sebagai badan perumus dan pembuat konstitusi suatu
negara, kemudian peran itu dilanjutkan oleh lembaga legislative sebagai pembuat
undang-undang. Proses yang dilakukan oleh kedua badan ini merupakan kristalisasi
dan/atau proses politik. Sehingga produk politik yang berupa konstitusi atau segala
macam peraturan perundang-undangan mempunyai daya ikat pemberlakuannya bagi
warga negara.

C. Pendekatan dari Aspek Moral

Moral adalah pengaturan perbuatan manusia sebagai manusia ditinjau dari segi
baik buruknya dipandang dari hubungannya dengan tujuan akhir hidup manusia
berdasarkan hukum kodrati. Esensi tujuan moral yaitu untuk mengatur hidup manusia
sebagai manusia, tanpa pandang bulu,tanpa pandang suku, agama, dan tidak mengenal

14
rasial. Menurut K.C Wheare konstitusi mengklaim diri mempunyai otoritas dengan
dasar moral. William H. Hewet menyatakan bahwa masih ada hukum yang lebih tinggi
di atas konstitusi yaitu moral. Adapun teori moral yang digunakan untuk mendefinisikan
ketaatan terhadap hukum, berlaku pula bagi konstitusi. Jadi secara constitutional
philosophy jika aturan konstitusi bertentangan dengan etika moral, ia dapat disimpangi.
Sebaliknya jika aturan konstitusi itu menopang etika moral, maka konstitusi mempunyai
daya berlakunya di tengah-tengah masyarakat.

15

Anda mungkin juga menyukai