Anda di halaman 1dari 2

KEDUDUKAN TANAH BEKAS HAK MILIK ADAT

Tanah bekas hak milik adat di Indonesia yaitu tanah-tanah yang belum dikonversi
menjadi suatu hak tertentu. Tanah tersebut umumnya dibuktikan dengan Surat Keterangan
Tanah Adat yang dikeluarkan oleh Lurah atau Kepala Desa setempat namun belum di
daftarkan pada Kantor Pertanahan setempat. Salah satu istilah dari tanah bekas hak milik adat
yang dikenal oleh masyarakat yaitu seperti Girik.

Di sisi lain, Girik itu sendiri tidak diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah. Hal
tersebut dapat dilihat pada Penetapan Mahkamah Agung tanggal 10 Februari 1960 Nomor
34/K/SIP/1960 yang menegaskan bahwa Girik tidak diterima sebagai tanda bukti kepemilikan
tanah, namun Girik dapat dijadikan sebagai alat bukti untuk dikonversikan menjadi sertipikat
hak atas tanah. Sehubungan dengan hal tersebut maka sebaiknya Girik dikonversikan menjadi
sertipikat hak atas tanah, sebab sertipikat hak atas tanah merupakan satu-satunya bukti
kepemilikan hak atas tanah yang sah.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 memberikan arahan untuk setiap orang
yang memiliki Girik agar segera dikonversi menjadi sertipikat hak atas tanah dalam jangka
waktu 5 tahun sejak 2 Februari 2021. Jika dalam jangka waktu 5 tahun berakhir Girik tidak
juga dikonversi menjadi sertipikat hak atas tanah maka memberikan konsekuensi hukum
Girik tidak berlaku dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pendaftaran hak atas
tanah, melainkan hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah.
Atas dasar hal tersebut maka perlu diketahui proses konversi Girik menjadi sertipikat hak atas
tanah yaitu sebagai berikut :

1. Megajukan permohonan berkas pengurusan tanah Girik menjadi sertipikat hak milik
ke loket kantor Badan Pertanahan Nasional setempat dengan melengkapi dokumen-
dokumen, berupa :
a) Surat Girik asli atau Salinan letter C
b) Surat keterangan tidak sengketa yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau
Lurah yang disaksikan oleh RT, RW atau Tokoh Adat
c) Surat keterangan riwayat tanah
d) Surat pernyataan penguasaan tanah secara sporadik
e) (jika ada) bukti-bukti peralihan yang tidak terputus
f) Salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon
g) Salinan Kartu Keluarga pemohon
h) Salinan SPPT-PBB tahun berjalan dan bukti pembayarannya
i) Surat Kuasa jika pengurusan dikuasakan kepada pihak lain
j) Surat pernyataan telah memasang tanda batas
k) Dokumen-dokumen lain yang disyaratkan oleh undang-undang
2. Dilakukan pengukuran tanah oleh petugas Badan Pertanahan Nasional berdasarkan
batas yang diajukan pemohon
3. Penerbitan Surat Ukur dan Penelitian
4. Pengumuman data yuridis hak tanah di Kantor Kelurahan/Desa
5. Penerbitan tentang Pemberian Hak atas Tanah
6. Pembayaran Bea Perolehan Ha katas Tanah (BPHTB)
7. Pendaftaran Penerbitan Sertipikat
Setelah semua proses diatas selesai dan sertipikat telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang maka pemohon bisa mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Dengan demikian,
pemilik sertipikat hak milik dapat dengan mudah membuktikan hak atas tanahnya serta
memperoleh jaminan mengenai kepastian hukum dan perlindungan hukumnya oleh
Negara.

Demikian gambaran umum mengenai tanah bekas hak adat atau Girik yang dapat kami
sampaikan, apabila anda memiliki pertanyaan-pertanyaan mengenai pertanahan secara
spesifik dan membutuhkan jasa kami, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui
info@pnpclawyer.com

Anda mungkin juga menyukai