Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendaftaran Tanah di Indonesia

Dalam kepimilikan tanah di Indonesia memerlukan pendaftaran melalui Badan Pertanahan


Nasional agar memiliki bukti yang sah untuk kepemilikan tanah, rumah ataupun bangunan.
Pendaftaran atas suatu tanah ini telah diatur pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah Pasal 1 ayat (1) yang menegaskan bahwa:
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis , dalam bentuk peta dan daftar
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian sertifikat
sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”

Pengertian pendaftaran tanah tersebut ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA yang
meliputi:

1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah


2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pengertian pendaftaran tanah tersebut diatas, meliputi:

1. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
(initial registration)
2. Pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)

Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya adalah kegiatan pendaftaran tanah yang
dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum di daftar, baik menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 yang dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sistematik dan sporadik. Kegiatan ini meliputi:

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik


2. Pengumulan dan pengolahan data yuridis
3. Penerbitan sertifikat
4. Penyajian data fisik dan yuridis
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen

Untuk pendaftaran tanah ini memiliki dasar hukum yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasadr Pokok-Pokok Agraria, yang berbunyi untuk menjamin kepastian
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah disleuruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Sebagai tindak lanjut
dari ketentuan diatas telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Dengan demikian penyelenggaraan atas pendaftaran tanah harus
dilaksanakan menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut.

Rincian tujuan pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah No. 24 tahun 1997 adalah:

1. Pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu
bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar. Pemberian kepastian
hukum ini memudahkan untuk membuktikan sebagai pemegang hak yang bersangkutan,
untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya.
Kepastian hukum tersebut tercantum pada Pasal 19 ayat (1) UUPA, meliputi:
a. Kepastian mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak
b. Kepastian mengenai letak, batas, serta luas bidang tanah
c. Jenis macam hak atas tanah yang menjadi landasan hubungan hukum antara tanah
dengan orang atau badan hukum
2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah
agar mudah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang
terdaftar.
3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan, terselenggaranya pendaftran tanah
secara baik merupakan dasar dari perwujudan tertib administrasi tersebut setiap bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan dan hapusnya.

Sistem pendaftaran tanah Indonesia yang menganut stelsel negatif dengan tendensi positif,
intinya adalah segala apa yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat, berlaku sebagai tanda
bukti hak yang kuat sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar).
Beberapa hal yang merupakan faktor penentu lahirnya kepastian hukum, dapat dikelompokkan
ke dalam landasan Yuridis-Normatif, landasan Sosio Yuridis dan kebijakan pertanahan. Faktor-
faktor tersebut secara formil maupun materiil mempunyai peranan yang sangat menentukan
timbulnya kepastian hukum hak milik atas tanah yang telah memperoleh sertifikat. Hal ini
sesuai dengan asas nemo plus juris yang mendasari system pendaftaran tanah Indonesia yang
menganut stelsel dengan dendensi positif, yaitu Negara tidak menjamin kebenaran data yang
diperoleh dari pemohon hak tanah dari data itu. Kebenaran hukum ditentukan oleh hakim dalam
proses peradilan.1

2.2. Sertifikat Hak Atas Tanah dan Sertifikat Ganda


a. Pengertian Sertifikat

Sertifikat secara definisi menurut kamus besar bahasa Indonesia, memberikan arti yaitu
berupa tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari orang yang berwenang
yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan atau suatu kejadian. 2 Dalam pembahasan hukum
agraria ini, pada Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan PP No.24 tahun 1997 Pasal 32 ayat (1)
tentang Pendaftaran tanah menegaskan bahwa: “Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”

Sertifikat hak atas tanah berguna sebagai alat bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia lah yang
memberikan hak atas tanah. Pengajuan hak atas tanah ini berdasar kepada Pasal 3-13 Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No.2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan
3
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tana dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Sertifikat menjadi

1
Tika Nurjannah, Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah (Studi Kasus Pada Pengadilan Tata
Usaha Negara Makassar). Hlm 134
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Jarinan, diakses dari https://kbbi.web.id/sertifikat pada 8 November 2019
3
Letezia Tobing, S.H.,M.Kn., Tentang Sertfikat Hak Atas Tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan, dikutip dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt518b9e0d8a7a8/tentang-sertifikat-hak-atas-tanah-dan-
sertifikat-hak-tanggungan/ pada 8 November 2019
suatu surat yang menyatakan bukti hak, sebagai alat bukti yang menyatakan tanah ini telah
diadministrasikan oleh negara.

Dalam Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah mengenal beberapa jenis sertifikat, yaitu:

1. Sertifikat hak milik


2. Sertifikat hak guna usaha
3. Sertifikat hak guna bangunan atas tanah negara
4. Sertifikat hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan
5. Sertifikat hak pakai atas tanah negara
6. Sertifikat hak pakai atas tanah hak pengelolaan
7. Sertifikat tanah hak pengelolaan
8. Sertifikat tanah wakaf
9. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
10. Sertifikat hak tanggungan

Adapun hak-hak yang tidak diterbitkan sertifikatnya adalah:

1. Hak guna bangunan atas tanah hak milik


2. Hak pakai atas tanah hak milik
3. Hak sewa untuk bangunan

Menurut Urip Santoso, sertifikat sebagai surat tanda bukti hak akan bersifat mutlak apabila
memenuhi seluruh unsur berikut:

1. Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum
2. Tanah diperoleh dengan itikad baik
3. Tanah dikerjakan secara nyata
4. Dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut tidak ada yang mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat maupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai
penguasaan atau penerbitan sertifikat.4
b. Sertifikat Ganda
4
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cet.2, Jakarta: Kencana, 2010, hlm 45-46.
Adapun yang dimaksud dengan sertifikat ganda, yaitu sebidang tanah mempunyai lebih dari
satu sertifkat, terjadi tumpah tindih seluruhnya atau sebagian. Sertifikat ganda dapat terjadi
apabila ada oknum yang memalsukan salah satu sertifikat kepimilkannya. Adapun faktor lain
yang menyebabkan sebidang tanah memiliki sertifikat ganda yaitu karena sertifikat tersebut tidak
dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi daerah tersebut.

Jika sudah terjadi sertifikat ganda maka diperlukan pembatalan dari salah satu pihak dengan
memeriksa dokumen pendukung. Dapat dilakukan juga melayangkan gugatan kepada pengadilan
untuk pembatalan sertifikat ini. Sertifikat ganda dapat disebabkan oleh beberapa hal, apakah
digandakan oleh pihak luar atau karena sudah terbit diterbitkan lagi. Oknum pejabat kantor
pertanahan pun bisa menjadi penyebab lahirnya sertifikat ganda. Bahkan penerbitan sertifikat
yang baru dilakukan oleh oknum tanpa prosedur hukum. Selain itu, sertifikat ganda bisa juga
disebabkan oleh tidak dilaksanakannya UUPA dan peraturan pelaksanaannya secara konsekuen
dan bertanggung jawab, disamping adanya orang yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Sertifikat ganda pada umumnya terjadi pada tanah yang masih kosong atau belum
dibangun.

Pengoptimalan administrasi pertanahan dan pembuatan peta pendaftran tanah bisa menjadi
solusi sebagai pencegahan terjadinya sertifikat ganda. Dengan adanya peta pendaftaran tanah dan
administrasi pertanahan yang baik, kesalahan penempatan letak dan batas dapat diketahui sedini
mungkin. Terhadap sertifikat yang cacat hukum tersebut harus dilakukan pemblokiran (diberi
catatan pada buku tanah), dihentikan (prosesnya ditahan), dimatikan (nomor haknya dicoret dari
buku tanah), dibatalkan bila kasusnya telah selesai.

Anda mungkin juga menyukai