Anda di halaman 1dari 21

1

A. Judul

Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Yang Beritikad Baik Dalam Kasus Sertifkat
Ganda
B. Latar Belakang Masalah

Tanah adalah sumber bagi kelangsungan hidup manusia, bukan sekedar tempat hidup
saja tapi juga tempat berkembangnya manusia. Keberadaan tanah bagi manusia penting,
oleh sebab itu sering muncul keinginan dari individu-individu untuk menguasai tanah
dengan berbagai cara, sehingga menyebabkan munculnya berbagai masalah pertanahan
yang menimbulkan perselisihan.
Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) memberikan tanggung jawab kepada
pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah sesuai dengan Pasal 19 UUPA bertujuan
untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi : 1
1) Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah
yang disebut pula kepastian subyek hak atas tanah.
2) Kepastian letak, batas-batasnya, panjang dan lebar yang di sebut dengan kepastian
obyek atas tanah.
Ketentuan yang mengatur lebih lanjut tentang perdaftaran tanah tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan
peraturan pangganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah, yang selanjutnya disebut PP 24 Tahun 1997 yang berlaku efektif pada tanggal 8
Oktober 1997. Ketentuan Pelaksana lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
selanjutnya disebut PMNA/KBPN 3/1997. Diadakannya pendaftaran tanah akan
membawa akibat hukum yaitu diberikannya surat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah
oleh pemerintah yang disebut sertipikat.

1
Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya : Arkota, 2003), hlm 78
2

Sertifikat ini merupakan alat bukti yang kuat yang di dalamnya memuat data fisik
dan data yuridis atas tanah, sepanjang data yuridis dan data fisik tersebut sesuai dengan
data yangada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan dan tidak adanya
gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat sebagaimana tertuang dalam Pasal 32
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Penerbitan sertifikat dibutuhkan proses yang melibatkan pihak pemohon, para
pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa serta pihak dari instansi yang terkait untuk
memperoleh informasi dan surat- surat sebagai hak yang berhubungan dengan
permohonan sertifikat tersebut. Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak yang
terkait mempunyai peluang untuk terjadinya pemalsuan, daluwarsa bahkan ada kalanya
tidak benar atau fiktif sehingga timbul sertifikat cacat hukum.
Pada prakteknya sering terjadi adanya sertifikat palsu ataupun sertifikat ganda di
masyarakat, sehingga pemegang hak atas tanah perlu mencari informasi tentang kebenaran
data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan di Kantor Pertanahan setempat. Pada
umumnya masalah baru muncul dan diketahui adanya sertifikat ganda, yaitu untuk
sebidang tanah diterbitkan lebih dari satu sertifikat yang letak tanahnya saling tumpang
tindih, ketika pemegang sertifikat yang bersangkutan akan melakukan perbuatan hukum
terhadap tanah yang bersangkutan. Sertifikat ganda adalah sertifikat-sertifikat yang
menguraikan satu bidang tanah yang sama. Bidang tanah tersebut diuraikan dengan 2 (dua)

sertipikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal semacam ini disebut pula Sertifikat
Tumpang Tindih (Overlapping) baik tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang
tindih sebagian dari tanah tersebut.2 Salah satu contoh kasus sengketa mengenai sertifikat
ganda yang di angkat dihadan108/Pdt.G/2003/PN.Cbn,yang terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Cibinong padatanggal 12 Agustus 2003. Kasus ini bermula dari Suheli
(Penggugat) yang memiliki sebidang tanah sertifikat hak milik Nomor 1024/1991 seluas
± 1855 m2 (seribu delapan ratus lima puluh lima meter persegi) yang terletak di Kelurahan
Cipayung Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, berdasarkan gambar Situasi No :
938/1975 tanggal 1 Juni 1991.

2
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III – Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah
dan Seri Hukum Pertanahan IV – Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2003).
3

Suheli (Penggugat) mendapatkan tanah tersebut berdasarkan Surat Keputusan


Menteri Dalam Negeri Nomor 218/HM/1968 tanggal 12 Februari 1968 yang
sertifikatnya diterbitkan pada tanggal 16 Juli 1991. Pada bulan Juli 2003 tanah milik
Penggugat (Suheli) yang kosong tersebut, ada kegiatan pembangunan jembatan dan
tembok- tembok pembatas yang dikerjakan oleh sekitar 6 sampai 8 orang pekerja
bangunan atas perintah Tergugat I yaitu (Teddy Supriyatna). Teddy Supriyatna
(Tergugat I) menjelaskan bahwa memproleh tanah tersebut dari H.Parman (Tergugat II)
dan Zubaedah (Tergugat III) yang akta jual belinya dibuat dan ditanda tangani pada
tanggal 21 Januari 2002 dan dibuat dihadapan Notaris/PPAT Suzanna Kaonag (Turut
Tergugat).
Kasus tersebut menimbulkan putusan yang berbeda. Putusan Pengadilan Negeri
Cibinong Nomor : 108/Pdt.G/2003/PN.Cbn menyatakan bahwa Penggugat (Suheli)
sebagai pemilik yang sah atas tanah tersebut telah dikuatkan dengan Putusan Pengadilan
Tinggi Bandung Nomor : 288/PDT/2005/PT.BDG dan Putusan Kasasi Mahkamah
Agung Nomor 885 K/PDT/2007,tetapi pada Putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor
: 7 PK/Pdt/2019 Majelis hakim Mahkamah Agung mendapatkan novom atau bukti baru
berupa putusan pidana dan surat keterangan dari Ketua PN Bogor yang menyatakan
bahwa dalam perkara pidana tersebut, S (Tergugat Rekonvensi) terbukti melakukan
tindak pidana penipuan dengan menggunakan SK Menteri Dalam Negeri No.
218/HM/1968 sebagai dasar penerbitan sertifikat tanah No. 1022. Bahwa atas tersebut
TS (Tergugat I) telah berhasil membuktikan bahwa ia adalah pemilik sah atas tanah
sengketa berdasarkan sertifikat No. 1024.
Konteks perlindungan hukum terhadap pemilik tanah yang memiliki sertifikat
ganda bahwa pemilik tanah yang dapat membuktikan kepemilikan yang sah akan
mendapatkan perlindungan hukum yang kuat. Meskipun terdapat sertifikat ganda,
sistem hukum akan mengakui hak legal pemilik tanah tersebut dan melindungi
kepemilikannya. Hal ini didasarkan pada prinsip kepastian hukum dan perlindungan hak
milik yang dijamin oleh undang-undang. Pengadilan dan lembaga hukum akan
mempertimbangkan bukti kepemilikan dan klaim yang diajukan oleh pemilik tanah yang
sah, sehingga memberikan keunggulan dalam penyelesaian sengketa dan menjaga
4

keadilan bagi pemilik tanah yang memiliki hak yang jelas.

Konsep "pemilik yang beritikad baik" mengacu pada seseorang yang


memperoleh kepemilikan tanah dengan itikad yang baik atau tanpa pengetahuan
tentang cacat hukum atau pelanggaran terkait dengan tanah tersebut.Dalam banyak
sistem hukum, prinsip ini memberikan perlindungan kepada pemilik tanah yang sah
dari konsekuensi negatif yang mungkin timbul akibat tindakan atau kesalahan pihak
lain.3 Pada konteks kepemilikan tanah, prinsip ini berarti bahwa jika seseorang
membeli atau memperoleh tanah dengan itikad baik, yaitu mempercayai bahwa
seseorang memiliki hak yang sah atas tanah tersebut dan tidak mengetahui adanya
cacat hukum atau pelanggaran, maka berhak mempertahankan kepemilikan tanah
tersebut. Hal ini berarti bahwa jika ada sengketa hukum atau klaim terhadap tanah
tersebut, pemilik yang beritikad baik biasanya dilindungi dan memiliki keuntungan
hukum untuk mempertahankan kepemilikan tanah tersebut.
Pengetahuan dan keterlibatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat
mempengaruhi kepastian hukum tanah. PPAT memiliki tanggung jawab untuk
memastikan bahwa transaksi kepemilikan tanah dilakukan secara sah dan sesuai
dengan regulasi yang berlaku. PPAT dapat memainkan peran penting dalam proses
pendaftaran tanah, membantu mencegah sertifikat ganda, dan memastikan bahwa
informasi yang tercantum dalam sertifikat mencerminkan data fisik dan yuridis yang
akurat. Selain itu, PPAT diharapkan dapat mengurangi risiko pemalsuan atau cacat
hukum pada sertifikat tanah. Dengan kata lain, kehadiran dan keterlibatan PPAT
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dan kepastian hukum dalam
kepemilikan tanah.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik?
2. Bagaimana peran PPAT dalam mencegah timbulnya sertifikat ganda?
5

3 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, PT Aditya Bakti, 2014, hlm. 15


D. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis konsep perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik.
2. Menganalisis peran PPAT dalam mencegah timbulnya sertifikat ganda.
E. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengetahuan dan
pengembangan kajian ilmu hukum di bidang keperdataan dan kenotariatan
serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian
sejenis.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber
referensi bagi pihak yang berkepentingan seperti pemahaman yang lebih
mendalam tentang fenomena membantu dalam mengidentifikasi penyebab, tren,
dan pola-pola yang mendasari fenomena tersebut serta apat memberikan dasar
untuk merancang intervensi, program, atau kebijakan yang bertujuan untuk
perbaikan masyarakat.
6

F. Alur Pikir Penelitian

IMPLIKASI HUKUM DAN PERLINDUNGAN


HAK PEMILIK TANAH DALAM KASUS
SERTIFIKAT GANDA

Konsep "pemilik yang beritikad baik" PPAT memiliki tanggung jawab untuk
mengacu pada seseorang yang memperoleh memastikan bahwa transaksi kepemilikan
kepemilikan tanah dengan itikad yang baik tanah dilakukan secara sah dan sesuai dengan
atau tanpa pengetahuan tentang cacat hukum regulasi yang berlaku.
atau pelanggaran terkait dengan tanah
tersebut.

Bagaimana kewenangan PPAT


Bagaimana perlindungan hukum terhadap dalam mencegah timbulnya
pembeli yang beritikad baik? sertifikat ganda?

a. Teori itikad baik a. Pejabat Pembuat Akta Tanah


b. Teori Perlindungan Hukum ( PPAT )
c. Teori Jual -beli b. Teori Hak Milik
c. Teori Peran

Tipe Penelitian : Yuridis-Normatif


Metode Pendekatan : Pendekatan Perundang- undangan
Dan Pendekatan Konseptual
Sumber dan Jenis Data : Data Sekunder
Metode Pengumpulan Data : Studi Dokumen
Metode Pengolahan Data : Teks Naratif
Metode Analisis Data : Normatif -Kualitatif
Hasil Penelitian dan Pembahasan
7

H. Kerangka Teori

a. Teori Itikad Baik

Frasa “itikad baik” yang dimaksud dalam doktrin “pembeli beritikad baik harus
dilindungi oleh undang-undang” merupakan asas itikad baik yang memiliki kesamaan
fungsi dalam hukum benda, di mana bezit (kedudukan berkuasa) yang diperoleh
dengan itikad baik harus dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum
terhadap pembeli beritikad baik, dengan demikian, pada dasarnya adalah perlindungan
hukum yang diberikan kepada pembeli, karena dia memperoleh hak kebendaan
dengan didasari itikad baik.
Menurut Pasal 551 KUH Perdata pembeli beritikad baik mendapatkan
perlindungan atas hubungan hukum antara pemegang hak kebendaan dengan
4
bendanya (hak absolut). Artinya, ia tidak mengetahui cacat atau cela dari (proses
perolehan) barang tersebut. Dengan demikian, unsur mengetahui keabsahan hak milik
yang diperolehnya merupakan unsur yang membedakan antara bezit beritikad baik
dengan bezit beritikad buruk. Pada prinsipnya, semua pemegang besit akan dianggap
sebagai pemegang bezit beritikad baik, sampai kemudian dapat dibuktikan sebaliknya
(melalui pengadilan).

b. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari


munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran
hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno
(pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu
bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral
tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral
adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang
diwujudkan melalui hukum dan moral. 5
8

4
KUH Perdata
5
Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2000, hal 53.

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa hukum


bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam
masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan
manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan
manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan
yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan
hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan
masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili
kepentingan masyarakat.6
Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan perlindungan dari kata lindung
yang memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan, dan membentengi.
Sedangkan Perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, asilun, dan
bunker. Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang
berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain
itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang
terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan
Perlidungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana
hukum. Namun dalam hukum Pengertian perlindungan hukum adalah Segala daya
upaya yang di lakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah,
swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan
kesehjahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada sebagaimana di atur dalam
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 7
9

6
Ibid hal 54.
7
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum/.

Pada dasarnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria


maupun wanita. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan pancasila haruslah
memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya karena itu
perlindungan hukum tersebut akan melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi
manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah
negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai
kesejahteraan bersama.
c. Teori Jual- beli
Jual beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke lima tentang jual beli. Dalam
Pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Unsur pokok dalam
perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus
ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu
perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga
dan barang.8
Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458
KUHPerdata adalah jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak,
seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan
harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum
dibayar.9
d. Teori Hak Milik
Menurut Sprankling, pengertian milik disebabkan adanya perbedaan pengertian
milik menurut hukum dan menurut masyarakat pada umumnya. Bagi masyarakat
umum yang dimaksud kepemilikan adalah benda (thing), sedangkan ahli hukum
memandang milik sebagai hak (right). Pada umumnya orang memahami kepemilikan
sebagai benda yang dimiliki oleh orang.10
10

8
Soesilo dan Pramudji, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata BW, (Rhedbook Publisher: 2008), hal. 325-326.
9
Ibid.
10
John G. Sprankling. 1999. Understanding Property Law, Lexis Nexis, San Francisco, hlm. 1.

Philbrick juga menyatakan bahwa bagi masyarakat secara umum mereka


berfikir bahwa milik adalah apa yang dimiliki oleh seseorang atau benda yang dimiliki
seseorang. Ahli hukum pada umumnya juga berbicara demikian, tetapi ketika mereka
berbicara dengan pertanggungjawaban mereka mendefinisikan milik meliputi hak
seseorang atas suatu benda yang berhubungan dengan hukum. 11 Menurut Lachapelle
dan McCool, konsep milik merupakan suatu masalah dan tengah dicarikan solusinya.
Mendefinisikan milik adalah tugas yang sangat menantang. Secara sederhana milik
berarti penguasaan fisik atas suatu objek dengan maksud untuk melarang orang lain
atas objek tersebut. Munzer mengemukakan dua konsepsi tentang milik. Pertama,
milik dipandang sebagai benda (things). Milik meliputi benda-benda nyata atau
terlihat seperti tanah, bangunan, mobil, pabrik-pabrik, dan lainnya serta benda-benda
tidak terlihat seperti hak cipta, paten, dan merek dagang. Konsepsi kedua melihat
milik sebagai hubungan (relations).12
Kepemilikan tanah adalah seperangkat konsep, prinsip, dan hukum yang
mengatur hak-hak, kewajiban, dan hubungan hukum terkait kepemilikan atas tanah.
Teori ini bervariasi di berbagai sistem hukum di seluruh dunia, tetapi beberapa konsep
dasar umum sering muncul:
a. Hak Milik Absolut: Konsep hak milik absolut mengakui pemilik tanah
sebagai pemilik penuh yang memiliki hak untuk menggunakan,
mengalihkan, dan menguasai tanah sesuai kehendaknya. Ini berarti bahwa
pemilik memiliki hak untuk mengambil keuntungan dari tanah,
mengubahnya, atau menjualnya tanpa campur tangan pihak lain.
b. Hak Guna Usaha: Beberapa sistem hukum mungkin mengenal konsep hak guna
usaha atau hak sewa atas tanah. Dalam hal ini, pemilik tanah memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakan atau mengelola tanah untuk jangka waktu
tertentu dengan imbalan pembayaran sewa atau penggunaan tanah tersebut sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
11

11
Ibid
12
ClientEarth. 2013. Ownership and Use Rights of Forest Natural Resources, ClientEarth-Ukaid, November

c. Hak Tanggungan: Hak tanggungan adalah hak kebendaan yang memberikan


jaminan ke atas tanah untuk melindungi kepentingan pihak ketiga, seperti bank
atau lembaga keuangan, dalam hubungan dengan pinjaman atau kewajiban
keuangan lainnya. Jika pemilik tidak memenuhi kewajibannya, pihak yang
memiliki hak tanggungan dapat menjual tanah tersebut untuk melunasi utang.
d. Pemerintah dan Pengaturan: Pemerintah memiliki peran penting dalam teori
kepemilikan tanah. Mereka dapat mengatur penggunaan tanah, mengenakan
pajak properti, dan menetapkan peraturan dan kebijakan terkait kepemilikan
tanah untuk memastikan kepentingan publik, perlindungan lingkungan, dan
distribusi yang adil.13
e. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya di singkat (PPAT), sudah
dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah yang merupakan Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Berdasarkan peraturan tersebut, PPAT merupakan pejabat yang berfungsi membuat
akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru
ataumembebankan hak atas tanah. Dasar hukum mengenai Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pengertian PPAT menurut Pasal 1
ayat (1) menyebutkan bahwa “PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak
Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.”
12

13
A P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 65.
Menurut Boedi Harsono yang dimaksud dengan “pejabat umum” adalah orang
yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan tuugas melayani masyarakat
umum di bidang atau kegiatan tertentu. 14 Kegiatan tertentu yang dimaksud salah
satunya adalah membuat akta otentik. PPAT adalah pejabat yang berwenang membuat
akta daripada perjanjianperjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah,
memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang
dengan hak atas tanah sebagai tanggungan.

f. Teori Peran
Pengertian peran (role) yaitu seperangkat pengharapan yang ditujukan kepada
pemegang jabatan pada posisi tertentu. Teori peranan menyatakan bahwa individu
akan mengalami konflik peran apabila ada dua tekanan atau lebih yang terjadi secara
bersamaan yang ditujukan kepada seseorang, sehingga apabila individu tersebut
mematuhi satu diantaranya akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin mematuhi
yang lainnya.15 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto “Peranan merupakan aspek
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan”. 16

Organisasi sebagai sebuah institusi sosial telah membentuk perspektif terhadap


peran yang diterima oleh seorang individu. Teori peran (role theory) mengungkapkan
bahwa peran adalah salah satu bagian yang dimainkan dalam keseluruhan struktur
kelompok, merupakan perilaku khusus yang dikarakterkan seorang individu pada
konteks sosial tertentu. Teori peran menekankan sifat individual sebagai pelaku sosial
yang mempelajari perilaku sesuai dengan posisi yang ditempatinya di lingkungan
kerja dan masyarakat. Individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat
dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada diri
seseorang.17

15
Febrianty, “Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work-Family Conflict terhadap Komitmen
Organisasional (Studi pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)”, Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS),
13

Vol. 2 No. 3, Politeknik PalComTech (2012): 320.


16
Soerjono Soekanto, Elit Pribumi Bengkulu (Jakarta: Balai Pustaka,1990), 268.
17
Indah Anisykurlillah, Agus Wahyudin dan Kustiani, “Pengaruh Role Stressor terhadap Komitmen Organisasi
dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jawa Tengah”, Jurnal
Dinamika Akuntansi, Vol. 5, No. 2 ISSN 2085-4277, Universitas Negeri Semarang (2013): 110
H. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah


itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu. alur berpikir yang
logisdan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah
selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif tersebut
disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian
yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law
in books) maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui putusan pengadilan
(lawis decided by the judge through the judicial process).18 Analisis hukum yang
tertulis dalam kajian penelitian ini pada dasarnya adalah berupa kajian yuridis yang
mencoba menemukan atau mencari tahu mengenai penyelesaian sengketa tanah
akibat timbulnya sertifikat ganda.
1) Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penlitian ini adalah yuridis-normatif
Penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara hanya meneliti bahan pustaka
atau data sekunder.19
2) Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) metode pendekatan, yaitu sebagai berikut:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) Menurut Peter Mahmud
Marzuki pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan
dengan menelaah sernua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani.20 Penulis menelaah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini, yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Staatsblad 1847 No. 23), Undang Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
14

18
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 23.
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peneltian Hukum Normatif ( Suatu Tinjauan Singkat ), Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 1985, hal. 13.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011 hal. 93.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah,


Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan
Nasional, Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.
b. Pendekatan konseptual menurut Peter Mahmud Marzuki beranjak dan
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu
hukum sehingga penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian
pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevat
dengan isu yang dihadapi.21 Penulis akan menggunakan doktrin-doktrin yang
berkaitan dengan prinsip pembeli yang beritikad baik, tanggung jawab hukum,
hak milik, kedudukan hukum (legal standing) para pihak dalam sengketa
perdata, dan PPAT.
c. Pendekatan Kasus yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara telaah
terhadap kasus -kasus yang bekaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. 22
3) Sumber Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan


sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang
diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan yang diharapkan.
Adapunteknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data
primer dandata sekunder, yang diambil dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan


mengikat secara yuridis seperti:

i. Kitab Undang-undang Hukum Perdata,


15

21
lbid, hal 95.
22
lbid hal 94.

ii. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran


Tanah
iii. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan
Nasional
iv. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas TanahNegara Dan Hak Pengelolaan.
v. Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 108/Pdt.G/2003/PN.Cbn

vi. Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 PK/Pdt/2019.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya


denganbahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil
seminar, hasil kary dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain
yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah akibat timbulnya
sertifikat ganda.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi
tentang Badan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder, misalnya
kamusumum bahasa Indonesia, kamus hukum dan lain sebagainya.
4) Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara yaitu : Studi Dokumen,
yaitu dengan mengkaji dokumen-dokumen terkait topik penelitian. Dokumen
tersebut dapat berupa surat, arsip foto, notulen rapat, jurnal, buku harian, dan
lain-lain.
5) Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian-uraian
yang disusun secara sistematis. Sistematis diartikan sebagai suatu proses yang
dipakai dalam penelitian dengan menggunakan berbagai langkah yang bersifat
16

logis.23

23
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif. (Jakarta: R&D. Alfabeta., 2017).

6) Metode Analisis Data

Penelitian ini dalam menganalisa bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode normatif kualitatif. Analis normatif merupakan analisis
data yang menggunakan bahan – bahan kepustakaan sebagai sumber data
penelitianya,yakni dengan cara merumuskan asas- asas hukum,pengertian,standar-
standar hukum dan kaidah- kaidah hukum.24 Analis kualitatif merupakan analisi data
yang tidak menggunakan angka, melainkan memberikan deskripsi dengan kata- kata
dan karenanya lebih mengutamakan mutu/kualitas dari data dan bukan kuantitas. 24
Metode penafsiran yang digunakan adalah :
1. Interprestasi Gramatikal
Interpretasi gramatikal adalah penafsiran menurur bahasa dan menipakar penafsiran
atau penjelasan undang-undang yang paling sederhana dibandingkas interpretasi
yang lain.
2. Interpretasi Sistematis
Dalam metode interpretasi ini menafsirkan peraturan dengan menghubungkannya
dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atas dengan keseluruhan sistem
hukum. Dengan mana hukum dilihat sebagai suatu kesatuan dan sistem peraturan. 25
17

24
H.Salim HS dan Erlies Septisis Nurhani, Penerapan Tenei Hukum pada Penelitian Tesis dan disertasi, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal 19.
25
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Schagai Pengantar, Liberty, Yogyakata, 2009 hal: 57-58.
18

Daftar Pustaka

Literatur
Ashshofa, Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmosudirjo, Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara,. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ali Achmad Chomzah. 2003 Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III – Penyelesaian Sengketa
Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV – Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah.
Jakarta : Prestasi Pustaka.
Harsono, Boedi. 1997. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.

HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo.


H.Salim HS dan Erlies Septisis Nurhani. 2013.Penerapan Tenei Hukum pada Penelitian Tesis dan
disertasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Jaih Mubarok & Hasanudin. 2017. Fikih Mu’amalah Maliyah. Bandung: Simbosa

Rekatama Media.
Mamudji Sri, Soekanto Soerjono.1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta:
PT. RajaGrafindo.
Marzuki, Peter, Mahmud. 2011. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

Mertokusumo Sudikno. 2009. Penemuan Hukum Schagai Pengantar, Yogyakata: Liberty.


Rony Hanitijo Soemitra. 1998. Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: R&D. Alfabeta.
Sjaifurrachman, Habib Adjie. 2011. Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta.
Bandung: Mandar Maju.
Soerodjo,Irwan.2003.Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia.Surabaya : Arkota.
Sudarsono.Kamus Hukum. 2012 Jakarta: Rineka Cipta.
Santoso Agus M., 2014.Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum.
Jakarta:Ctk. Kedua, Kencana.
19

Jurnal, Webinar dan Karya Ilmiah Lainnya:

Ahmad Tsekhudin dan Umar Ma‘ruf, The Implementation of The Land Right Transfer Registration
According to Letter Citation in Jatinagor Vilages, Suradadi-Tegal, Jurnal Akta: Magister
Kenotariatan UNISSULA Semarang, Vol. 5, September 2018.

Anisykurlillah Indah, Wahyudin Agus dan Kustiani, “Pengaruh Role Stressor terhadap Komitmen
Organisasi dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening pada Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Jawa Tengah”, Jurnal Dinamika Akuntansi, Vol. 5, No. 2 ISSN 2085-4277, Universitas
Negeri Semarang (2013).

ClientEarth. 2013. Ownership and Use Rights of Forest Natural Resources, ClientEarth-Ukaid,
November.

Febrianty, “Pengaruh Role Conflict, Role Ambiguity, dan Work-Family Conflict terhadap Komitmen
Organisasional (Studi pada KAP di Sumatera Bagian Selatan)”, Jurnal Ekonomi dan Informasi
Akuntansi (JENIUS).

Syafrudin, Ateng, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih Dan Bertanggung
Jawab, Jurnal Pro Justisia IV, 2000.

Weir Michael. Concepts of Property, The National Legal Eagle, Volume 7, Issue 1 Autumm, 2001.

Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas TanahNegara Dan Hak
Pengelolaan.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).

Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 108/Pdt.G/2003/PN.Cbn.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 7 PK/Pdt/2019.


20
21

Anda mungkin juga menyukai