(Skripsi)
Oleh
RANGGA GHOFUR RIYADI
NPM. 18211081
Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1
ayat (3) jo. Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tersebut mengamanatkan secara
amat jelas dan tegas bahwa semua orang harus diperlakukan sama di depan
hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Tanah adalah permukaan bumi yang memiliki berbagai jenis hak, salah satunya
dari jenis hak yang ada pada tanah adalah hak milik atas tanah. Hak milik atas
tanah merupakan hak yang diberikan oleh negara agar dapat dimiliki oleh semua
warga negara Indonesia dengan cara melakukan pendaftaran tanah. Tanah terdiri
Sejak zaman dahulu tanah berhubungan erat dengan kelangsungan hidup manusia
setiap hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat dasar. Manusia
hidup serta bertumbuh biak, juga melakukan aktivitasnya di atas tanah, seperti
contoh rumah sebagai tempat berlindung serta berbagai gedung perkantoran,
Selain tanah, bangunan juga merupakan sesuatu yang sangat penting dan berguna
bagi manusia. Bangunan yang berbentuk rumah tinggal memberi manfaat bagi
pemiliknya untuk berlindung dari cuaca panas dan hujan, serta sangat penting
untuk tempat usaha dan aktifitas kerja. Bisa di katakan hampir seluruh aktivitas
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya ber hubungan dengan tanah.1
Pentingnya tanah untuk kehidupan oleh karena itu, manusia selalu berusaha untuk
menguasai tanah. Upaya seperti ini dilakukan seperti mebuka hutan atau
perladangan, membeli dari pemilik tanah yang menjual, pertukaran- menukar, dan
upaya lainnya. Penguasaan tanah telah diupaya seoptimal mungkin untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan hidup masing-masing manusia.2
Terkadang sengketa yang terjadi adalah sertifikat ganda atau tumpang tindih dan
juga sertifikat palsu. Sengketa lain yang sering muncul berkaitan dengan tanah
adalah sistem pencatatan kepemilikan tanah yang kurang cermat sehingga sering
ditemukan kasus tanah dengan pemilik lebih dari satu orang, serta penggunaan
tanah tanpa izin pemilik tanah yang berhak.4
Berdasarkan kasus-kasus dalam pertanahan yang sering kali terjadi tersebut, maka
sangat perlu dilakukannya pendaftaran tanah yang tujuannya untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
tanah. Peraturan pendaftaran tanah di Indonesia berada dalam Pasal 19 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, dan dilaksanakan
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan kemudian diganti
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
yang berlaku efektif sejak Tanggal 8 Oktober 1997. Sistem pendaftaran yang
digunakan yaitu sistem pendaftaran hak, seperti yang digunakan dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
1
Samun Ismaya. 2013. Hukum Administrasi Pertanahan. Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 1.
2
Marihot Pahala Siahaan. 2013. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.1-3.
3
Adrian Sutedi, 2014. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 21-22
4
S. Endang Prasetyawati. 2015. Analisis Penerapan Sanksi Pidana Tentang Kejahatan
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, hlm. 24.
2
18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun
dan Pendaftaran Tanah.5
Dalam beberapa permasalahan, pemegang hak yang memiliki sertifikat milik hak
atas tanah, kapan saja tanpa ada batas jangka waktu tertentu bisa kehilangan
Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.
unsur positif tidak memberikan kepastian hukum kepada orang yang terdaftar
sebagai pemegang hak karena Negara tidak menjamin kebenaran catatan yang
tersedia. Hal inilah yang memicu terjadinya perbuatan penyerobotan tanah oleh
seseorang atau sekelompok orang terhadap tanah milik orang lain sering terjadi di
5
Erlina B. 2010. Gugatan Class Action dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia,
Jurnal Keadilan Progresif, hlm. 58.
6
Erlina B. 2009. Implementasi Penegakan Hukum Lingkungan di Propinsi Lampung,
Jurnal, Pranata Hukum, hlm. 25.
3
milik orang lain secara melawan hukum, melawan hak, atau melanggar peraturan
Karena itu perbuatan tersebut dapat digugat menurut hukum perdata ataupun
dituntut menurut hukum pidana. Dari sudut hukum pidana Pasal 2 Peraturan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya menentukan: dilarang
memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah dapat dipidana
Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau
Kuasanya juga berlaku untuk perbuatan : (1) mengganggu yang berhak atau
kuasanya yang sah di dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah; (2)
untuk melakukan perbuatan yang dimaksud pada huruf a dan b; (3) memberi
bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada Pasal
1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.
Dalam kasus penyerobotan tanah juga bisa terjadi tindak pidana lainnya yang
seperti:
4
a. Penipuan dan penggelapan yang berkaitan dengan proses perolehan dan
pengalihan hak atas tanah dan bangunan dapat dikenakan Pasal 363 dan Pasal
365 KUHP.
b. Memasuki dan menduduki pekarangan, bangunan dan tanah orang lain dapat
c. Perusakan barang, pagar, bedeng, plang, bangunan dll dapat dikenakan Pasal
e. Menempati tanah orang lain tanpa hak dapat dikenakan Pasal 167 dan Pasal
389 KUHP.
Pasal-Pasal hukum pidana mana yang hendak diterapkan oleh penyidik tergantung
pada perbuatan mana yang secara kongkret memenuhi unsur-unsur pasal hukum
Atas perbuatan penguasaan tanah tanpa hak terhadap penerapan Pasal 2 Peraturan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya tersebut terdapat
izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang dan
diancam pula dengan hukuman pidana (Pasal 2 Jo. Pasal 6 ayat (1) huruf (a)).
5
Mengingat akan sifat perbuatannya maka yang dapat dipidana itu tidak saja
Perpu ini, tetapi juga pemakaian yang terjadi (dimulai) sebelumnya dan kini masih
tetap berlangsung.
51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau
Kuasanya. Menteri Agraria dan Penguasa Daerah menurut Pasal 3 dan Pasal 5
Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya dapat
tanah yang dipakai itu. Pemakaian tanah tanpa izin yang berhak tidak
diperbolehkan. Tetapi juga tidak dibenarkan jika yang berhak itu memberikan
tanahnya dalam keadaan terlantar. Bahkan menurut Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal
Agraria hak milik, hak-guna bangunan dan hak guna usaha akan hapus apabila
jika dipandang perlu Menteri Agraria dan Penguasa Daerah dapat memerintahkan
pengadilan. Sudah barang tentu jika memang perlu, selain perintah pengosongan
6
dapat pula dilakukan tuntutan pidana. Dengan demikian maka tindakan-tindakan
untuk mengatasi dan menyelesaikan soal pemakaian tanah-tanah secara tidak sah
itu dapat disesuaikan dengan keadaan tanah dan keperluannya, dengan mengingat
bersangkutan.
perkembangan jaman dimana tanah adalah objek yang sangat vital untuk
undang-undang yang lebih memenuhi asas keadilan untuk semua pihak karena
dikhawatirkan jika untuk perbuatan melawan hukum menguasai tanah tanpa hak
hanya diancam dengan pidana penjara 3 (tiga) bulan saja hal tersebut tidak
menjadikan efek jera bagi pelaku penguasaan tanah tanpa hak. Berdasarkan Pasal
205 ayat (1) KUHAP yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana
ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling
lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
7
M Yahya Harahap. 2014. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kuhap,
Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Rajawali Press.
Jakarta, hlm 42
7
Salah satu contoh kasus tindak pidana pembangunan gedung di atas tanah tanpa
alas hak adalah pada Putusan Nomor: 12/Pid.C/2021/PN Tjk yang menyatakan
Terdakwa Supriyadi alias Ipi bin Ribut telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran memakai tanah tanpa izin dari
pemilik tanah yang berhak yaitu PT. Bumi Persada Langgeng berdasarkan
sertifikat Hak Guna Bangunan No.130/Su.A Kelurahan Sumber Agung atas nama
PT. Bumi Persada Langgeng yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Nasional
Kota Bandar Lampung tanggal 9 April 2010. Hakim menjatuhkan Pidana kepada
Terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda sejumlah Rp.1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar di ganti dengan
pidana kurungan selama 2 (dua) bulan dan Terdakwa dikenakan Pasal 6 ayat (1)
huruf a Perpu 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin
1. Permasalahan Penelitian
a. Apa saja yang menjadi faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana
8
b. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana pada kasus
Tjk.
12/Pid.C/2021/PN Tjk.
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
9
pengetahuan dan dalam bidang hukum pada umumnya dan khususnya
Hukum Pidana.
b. Kegunaan Praktis
D. Kerangka Konsepsional
Kejahatan merupakan masalah sosial yang sering muncul dalam suatu kehidupan
suatu masyarakat, maka kejahatan dianggap sebagai suatu gejala yang normal
yang selanjutnya kejahatan dan masyarakat mempunyai hubungan yang kuat dan
unik artinya dimana ada masyarakat disana ada juga ditemukan kejahatan.
Dimana jika terjadi kejahatan maka akan ada penegakan hukum yang mana
mencakup proses penyelidikan apakah benar kejahatan sudah terjadi, pada
prinsipnya sesuai dengan sifat hukum pidana sebagai hukum publik, tujuan pokok
diadakan hukum pidana ialah melindungi kepentingankepentingan masyarakat
sebagai suatu kolektivitas dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau
bahkan merugikannya baik itu datang dari perseorangan maupun kelompok orang
(suatu organisasi). Berbagai kepentingan bersifat kemasyarakatan tersebut antara
lain ketentraman, ketenangan, dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.8
8
Dirdjosiswoyo. 2014. Heterogenitas Masyarakat Dalam Perkembangan Sosial. Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 170
10
Menurut KUHP, pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap
Suatu Tindak Pidana yang terdapat dalam KUHP menurut P.A.F. Lamintang dan
C. Djisman Samosir pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif
yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yaitu unsur yang
Menurut Leden Marpaung unsur Tindak Pidana yang terdiri dari 2 (dua) unsur
pokok, yakni:
Unsur pokok subjektif:
1) Sengaja (dolus)
2) Kealpaan (culpa)
Unsur pokok objektif:
9
Barda Nawawi Arief. 2012. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya
Bhakti, Bandung, hlm. 152-153.
10
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. 2011. Delik-delik Khusus. Tarsito, Bandung,
hlm.193.
11
Ibid, hlm.193.
11
1) Perbuatan manusia
2) Akibat (result) perbuatan manusia
3) Keadaan-keadaan
4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum12
merupakan satu kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada
12
Leden Marpaung. 2012. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 295.
13
Wirjono Prodjodikoro. 2013. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Refika Aditama,
Jakarta, hlm. 65-72.
12
Hukum Pidana menciptakan tata tertib atau ketertiban melalui pemidanaan dalam
arti konkrit, yakni bilamana setelah suatu Undang-Undang Pidana dibuat dan
diberlakukan ternyata ada orang yang melanggarnya, maka melalui proses
peradilan pidana orang tersebut dijatuhi pidana. Tujuan penjatuhan pidana atau
pemberian pidana itu sendiri bermacam-macam bergantung pada teori-teori yang
dianut di dalam sistem Hukum Pidana di suatu masa. Kendati demikian, tujuan
akhir dari penjatuhan pidana atau pemberian pidana itu tetap di dalam koridor atau
kerangka untuk mewujudkan tujuan Hukum Pidana. Ini berarti bahwa penjatuhan
pidana atau pemberian pidana sebenarnya merupakan sarana untuk mencapai
tujuan Hukum Pidana.14
undangan tindak pidana sering disebut dengan berbagai istilah seperti: perbuatan
pidana, peristiwa pidana dan dalam ilmu pengetahuan hukum sering disebut
dengan "delik". Istilah lain menunjuk kepada pelanggaran pidana, perbuatan yang
14
Nikson Silitonga. 2021. Analisis Yuridis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Pemakaian Bidang Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya di Wilayah Hukum Kepolisian
Daerah Sumatera Utara (Polda-Su), Jurnal Retentum, Volume 2 Nomor 1, Tahun 2021 (Februari),
hlm. 70-78.
15
Ibid, hlm. 108.
13
Undang-Undang Pidana maupun Undang-Undang Administratif yang bersanksi
tindak pidana umum, tindak pidana khusus, dan tindak pidana tertentu.
Masalah kebijakan pidana merupakan salah satu bidang yang seyogyanya menjadi
pusat perhatian kriminologi, karena kriminologi sebagai studi yang bertujuan
mencari dan menentukan faktor-faktor yang membawa timbulnya kejahatan-
kejahatan dan penjahat. Kajian mengenai kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)
yang termasuk salah satu bagian dari Ilmu Hukum Pidana, erat kaitannya dengan
pembahasan Hukum Pidana nasional yang merupakan salah satu masalah besar
yang dihadapi Bangsa Indonesia.17
16
Ibid, hlm. 24-25.
17
Robert L. Weku. 2021. Kajian Terhadap Kasus Penyerobotan Tanah Ditinjau Dari
Aspek Hukum Pidana Dan Hukum Perdata, Lex Privatum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2021, hlm. 17.
18
Mukti Arto. 2016. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hlm.140.
14
terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga nampak adanya hubungan hukum
antara para pihak.19
Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang
hal-hal sebagai berikut:
a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.
b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut
semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/ diadili
secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang
terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/ tidaknya tuntutan tersebut dalam amar
putusan. 20
teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil
penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah
merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur
Pemilikan dan penguasaan tanah atau rumah oleh seseorang atau masyarakat
haruslah didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah satunya
adalah hak atas tanah dan rumah. Sebaiknya jika ada hak seseorang atas tanah
harus di dukung oleh bukti hak, dapat berupa sertifikat, bukti hak tertulis non
Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi
hukum. Maka dapat disimpulkan penguasaan dan pendudukan rumah tanpa dasar
19
Ibid, hlm.141.
20
Ibid, hlm.142.
15
Penyerobotan tanah merupakan salah satu jenis sengketa pertanahan yang hampir
mengambil alih dan menguasai tanah milik orang lain dengan cara melawan
hukum, oleh karena itu perbuatan menguasai tanah secara ilegal dapat
diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 385 dan Peraturan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Pasal 385 Kitab
Pasal 385 KUHP ini merupakan perbuatan penggelapan terhadap benda tidak
Perbuatan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh seseorang dapat dijerat dengan
pasal-pasal yang diatur didalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang
Berhak atau Kuasanya apabila seseorang melakukan tindakan sebagai berikut:
1) Seseorang menjual tanah milik orang lain yang bukan miliknya.
2) Seseorang menyerobot tanah milik orang lain disertai ancaman.
3) Seseorang memalsukan surat-surat tanah.
4) Seseorang melakukan perusakan terhadap tanah milik orang lain yang sah.
5) Seseorang melakukan penipuan terhadap orang lain berkaitan dengan tanah.21
E. Sistematika Penulisan
sebagai berikut:
21
Elza Syarief. 2017. Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus
Pertanahan, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, hlm.100.
16
BAB I Pendahuluan, Bab ini yang di dalamnya membahas tentang latar belakang
BAB II Tinjauan Pustaka, Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang dapat
dijadikan sebagai dasar atau teori dalam menjawab masalah yang terdiri dari
Hakim, dasar hukum tindak pidana pembangunan gedung di atas tanah tanpa alas
hak.
BAB III. Metode Penelitian, Bab ini berisi tentang pendekatan masalah,
sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis
data.
pembangunan gedung di atas tanah tanpa alas hak berdasarkan Putusan Nomor:
kasus pembangunan gedung di atas tanah tanpa alas hak berdasarkan Putusan
17
BAB V Penutup, Bab ini berisikan kesimpulan yang merupakan hasil
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pidana
Setiap manusia adalah makhluk Tuhan yang tak pernah luput dari kesalahan,
kesalahan yang dilakukan dapat berupa perbuatan yang merugikan diri sendiri
maupun orang lain, hal tersebut tak jarang yang mengganggu ketentraman hidup
bermasyarakat. Seseorang yang melakukan kesalahan yang diatur dalam
perundang-undangan hukum pidana dapat diberikan sanksi berupa pidana.
Menurut Andi Hamzah, pidana adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap orang
yang terbukti bersalah melakukan delik berdasarkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap.22
Istilah hukuman yang berasal dari kata “straf” dan istilah dihukum yang berasal
dari perkataan “wordt gestraf” , menurut Mulyatno merupakan istilah-istilah
yang konvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata “straf” dan diancam
dengan pidana untuk menggantikan kata “wordt gestraf”. Jika “straf” diartikan
sebagai hukuman, maka “strafrecht” seharusnya diartikan hukuman-hukuman.
Hukuman adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum yang maknanya lebih
luas daripada pidana, karena mencakup juga keputusan hakim dalam lapangan
Hukum Perdata.24
Pidana adalah makna sempit dari hukuman, yang mana hukuman mencakup
segala sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah dan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat, namun pidana adalah hukuman yang
diberikan pada seseorang yang melakukan tindak pidana sesuai yang diatur dalam
Hukum Pidana.25
22
Andi Hamzah. 2014. Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 114.
23
JCT Simorangkir. et.al. 2013. Kamus Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 114.
24
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2015. Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Cetakan
Ketiga. Alumni, Bandung, hlm 1.
19
Suatu tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
menurut P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir pada umumnya memiliki dua
unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur
Unsur subjektif dari suatu tindak pidana menurut P.A.F Lamintang dkk adalah:
a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan
c. Macam-macam maksud atau oogmerk
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad
e. Perasaan takut atau vress.
Unsur objektif dari suatu tindak pidana menurut P.A.F Lamintang dkk adalah:
a. Sifat melanggar hukum
b. Kualitas dari si pelaku
c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan
suatu kenyataan sebagai akibat.27
suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang
jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata
karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus
2. Jenis-jenis Pidana
25
Tri Andrisman. 2017. Hukum Pidana Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana
Indonesia. Unila, Bandar Lampung, hlm 8
26
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. 2012. Op.Cit, hlm.193.
27
Ibid, hlm.194.
28
Moeljatno. 2013. Asas Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta, hlm, 93.
20
Menurut Leden Marpaung, hukuman pokok telah ditentukan dalam Pasal 10
KUHP yang menyatakan sebagai berikut:
“Pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok:
1) Pidana Mati
2) Pidana penjara
3) Kurungan
4) Denda
b. Pidana Tambahan
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perampasan barang-barang tertentu
3) Pengumuman putusan hakim. 29
21
1) Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama
satu Tahun.
2) Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu Tahun empat
bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan
kejahatan atau pengulangan, atau ketentuan pada Pasal 52 dan 52 a.
d. Denda
Hukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran juga diancamkan
terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternative atau kumulatif.
Jumlah yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum dua
puluh sen, sedang jumlah maksimum, tidak ada ketentuan. Mengenai
hukuman denda diatur dalam Pasal 30 KUHP, yang menyatakan:
1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima sen.
2) Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar maka diganti
dengan hukuman kurungan.
3) Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-
kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.
4) Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwa harga
setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat harga lebih
tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih dari satu hari,
akhirnya sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah juga.
5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapan bulan
dalam hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena ada gabungan
kejahatan, karena mengulangi kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52
dan 52a.
6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.
Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluarga atau
kenalan dapat melunasinya.
1) Pencabutan hak-hak tertentu
Hal ini diatur dalam Pasal 35 KUHP yang menyatakan:
a) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam hal yang
ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang
umum lainnya, adalah:
(1) Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu.
(2) Masuk balai tentara.
(3) Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karena
undang-undang umum.
(4) Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampu atau
pengampu pengawas atas orang lain yang bukan anaknya sendiri.
(5) Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknya sendiri.
(6) Melakukan pekerjaan tertentu.
b) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannya apabila
dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yang semata-
mata berkuasa melakukan pemecatan itu.
22
Karena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang
dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang
dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang
ditentukan oleh hakim dalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa terdapat dua jenis
pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat
jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.
bertentangan dengan hukum, dan merugikan masyarakat, untuk itulah maka maka
23
para penegak hukum berupaya untuk menanggulanginya. Untuk menaggulangi
sebab timbulnya kejahatan dapat dijumpai dalam berbagai faktor, dimana suatu
Secara garis besar faktor-faktor penyebab kejahatan dapat dibagi dalam dua
bagian, yang pertama faktor yang bersumber dari dalam diri individu (intern) yang
mana dibagi lagi menjadi faktor intern yang bersifat umum dan faktor intern yang
bersifat khusus.Sedangkan faktor yang kedua yaitu faktor yang bersumber dari
luar individu (ekstern). Faktor intern yang bersifat khusus berkaitan dengan
keadaan psikologis (masalah kepribadian sering menimbulkan perilaku
menyimpang). Sifat khusus yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan adalah
mental dan daya inlegensi yang rendah, faktor intern yang bersifat umum meliputi
pendidikan sedangkan faktor yang bersumber dari luar luar diri individu adalah
faktor lingkungan. 30
Orang yang memiliki mental rendah apabila terus mengalami tekanan dari luar
mental berhubungan erat dengan daya intelegensi, intelegensi yang tajam dapat
akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat, sehingga orang itu akan
merasa semakin jauh dari kehidupan masyarakat, dan tidak sanggup melakukan
sesuatu, sehingga orang tersebut akan merasa tertekan dan mencari jalan sendiri
Faktor intern sebab timbulnya kejahatan yang bersifat umum adalah rendahnya
30
Soedarto. 2009. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung, hlm. 56,
24
norma dan aturan membuat orang tersebut tidak dapat membedakan mana yang
benar dan mana yang salah dari persepektif norma yang ada di masyarakat.
bisa didapat melalui interaksi dengan masyarakat disekitarnya atau melalui sarana
belajar yang lain. Dengan menguasai kemampuan khusus, maka individu akan
Individu yang memiliki keahlian dalam hal ini menggunakan keahliannya untuk
pencaharian dengan cara menyimpang dari aturan yang ada, misalnya pencurian
dengan kekerasan atau biasa disebut dengan begal, individu tersebut memiliki
Hal ini sesuai dengan pendapat Soejono yang merumuskan tindak pidana sebagai
perbuatan yang sangat merugikan masyarakat dilakukan oleh anggota masyarakat
itu juga, maka masyarakat juga dibebankan kewajiban demi keselamatan dan
ketertibannya, masyarakat secara keseluruhan ikut bersama-sama badan yang
berwenang menanggulangi tindak pidana. 31
31
Soedjono D. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Grafindo Persada. Jakarta, hlm. 26.
25
Berdasarkan uraian di atas maka usaha-usaha untuk menanggulangi dan mencegah
terjadinya tindak pidana, maka kepada masyarakat juga di bebankan untuk turut
semaksimal mungkin.
teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil
32
Mukti Arto. 2016. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hlm.140.
33
Ibid, hlm.142.
26
penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah
merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur
Kebebasan hakim perlu pula dipaparkan posisi hakim yang tidak memihak
(impartial jugde) Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Istilah
tidak memihak di sini haruslah tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan
putusannya hakim harus memihak yang benar. Dalam hal ini tidak diartikan tidak
berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Lebih tapatnya perumusan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. 36
Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak
memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah terlebih dahulu
34
Ibid, hlm.142.
35
Andi Hamzah. 2015. KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta. Jakarta, hlm.94.
36
Ibid, hlm.95.
27
penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum
yang berlaku. Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap
peristiwa tersebut. Seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya sehingga tidak
kepadanya. Hal ini diatur dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yaitu: pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Hakim
dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan
putusan harus berdasar penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan
yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat juga faktor lain yang
Putusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya menemukan hukum, yaitu
28
yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum. Pengertian lain
mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat
Dalam menjatuhkan hukuman, hakim terikat oleh aturan hukum yang dijadikan
hukum berkisar antara straf minimal dan straf maksimal. Kekuatan hukum ini
tidak memiliki dasar hukum artinya putusan tersebut tidak sesuai dengan aturan
hukum, dan bila ada kejanggalan dalam putusan yang dijatuhkan hakim
putusan bila ada kekeliruan baik dari hakim maupun dari terdakwa, serta
untuk mengulang agar dicapai yang namanya kebenaran substansi, dengan begitu
putusan dapat batal demi hukum bila terdakwa mengajukan upaya hukum ke
29
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
dilakukan oleh Negara terhadap individu.38
Pemilikan dan penguasaan tanah atau rumah oleh seseorang atau masyarakat
haruslah didasarkan pada bukti kepemilikan yang sah dan kuat, salah satunya
adalah hak atas tanah dan rumah. Sebaiknya jika ada hak seseorang atas tanah
harus didukung oleh bukti hak, dapat berupa sertifikat, bukti hak tertulis non
Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi
hukum. Maka dapat disimpulkan penguasaan dan pendudukan rumah tanpa dasar
Penyerobotan tanah merupakan salah satu jenis sengketa pertanahan yang hampir
mengambil alih dan menguasai tanah milik orang lain dengan cara melawan
38
Riduan Syahrani. 2016. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung,
hlm.23.
39
Achmad Ali. 2015. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis).
Gunung Agung. Jakarta, hlm.82-83.
30
hukum, oleh karena itu perbuatan menguasai tanah secara ilegal dapat
diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 385 dan Peraturan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Pasal 385 Kitab
Pasal 385 KUHP ini merupakan perbuatan penggelapan terhadap benda tidak
Perbuatan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh seseorang dapat dijerat dengan
Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang
40
Elza Syarief. 2017. Op. Cit, hlm.100.
41
Urip Santoso. 2015. Hukum Agrari Kajian Komprehensif, Prenadamedia Group, Jakarta,
hlm.7.
31
Tindak pidana penyerobotan tanah dapat dilakukan baik secara individu maupun
berkelompok terhadap tanah milik orang lain dengan tujuan untuk dikuasai,
hukum yang berlaku, oleh karena itu, perbuatan tersebut dapat digugat menurut
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana penyerobotan tanah
kelompok untuk menguasai hak akan tanah dengan tidak mengindahkan peraturan
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
kaidah hukum, asas-asas tindak pidana pembangunan gedung di atas tanah tanpa
peradilan pidana.
2. Pendekatan Empiris
1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penulisan kepustakaan
2. Jenis Data
42
Achmad Yulianto dan Mukti Fajar. 2015. Dualisme Penelitian hukum Normatif Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 7.
33
a. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan
Amandemen.
Republik Indonesia.
Indonesia.
Republik Indonesia.
1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau
Kuasanya.
34
Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan
Pendaftaran Tanah.
2) Bahan Hukum Sekunder yaitu terdiri dari karya ilmiah, makalah dan
yaitu tindak pidana pembangunan gedung di atas tanah tanpa alas hak.
informasi dari media masa, kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum
b. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung terhadap objek
penelitian yaitu tindak pidana pembangunan gedung di atas tanah tanpa alas
peraturan hukum dan bahan hukum lain yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
35
b. Studi Lapangan (Field Research)
Jumlah : 3 orang
Setelah data diperoleh baik data primer maupun data sekunder, kemudian data
D. Analisis Data
secara kualitatif yaitu setelah data didapat diuraikan secara sistematis dan
36
BAB IV
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM PADA KASUS PEMBANGUNAN
GEDUNG DI ATAS TANAH TANPA ALAS HAK
(Studi Putusan Nomor: 12/Pid.C/2021/PN Tjk)
12/Pid.C/2021/PN Tjk
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
Hasil wawancara penulis dengan Dennis Arya Putra selaku Kasatreskrim Polresta
permanen/gubuk diatas tanah milik Saksi Mintardi Halim alias Aming adalah
dilakukan tanpa seijin dan sepengetahuan dari Saksi Mintardi Halim alias Aming.
hukum serta kesulitan dalam hal ekonomi yang membuat terdakwa tidak mampu
Hasil wawancara penulis dengan Muhammad Budi Arifin selaku Kepala Seksi
Tindak Pidana Umum bahwa pembangunan gedung atau bangunan tanpa alas hak
ialah suatu tindak pidana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
diketahui tindak pidana pembangunan diatas tanah tanpa alas hak merupakan
perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah
37
Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian
Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya bahwa barang siapa memakai
tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanyya yang sah, dengan ketentuan, bahwa
tanah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak
Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Tapi
disisi lain meurut penulis Pemerintah harus bertanggung jawab atas reforma
agraria guna memberikan hak yang sama atas tanah terhadap masyarakat karena
hal tersebut telah diatur dalam konstitusi Negara yaitu Pasal 33 Ayat 3 Undang-
Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasi oleh Negara dan
suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri
Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh
bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
38
183 KUHAP). Alat bukti yang sah dimaksud adalah: keterangan saksi; keterangan
ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa atau hal yang secara umum sudah
diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP). Pasal 14 Ayat (1)
tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak
memihak. Istilah tidak memihak ini diartikan tidak harfiah, tidak memihak dalam
pengertian tersebut artinya hakim tidak dibenarkan untuk memilih (clien) yang
kebenaran. Tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan
orang”.
keterangan Terdakwa sendiri bahwa pada sekitar tahun 2019 Terdakwa telah
mendirikan bangunan semi permanen diatas tanah yang terletak di Jl. Raya
Lampung, dimana bangunan semi permanen yang didirikan Terdakwa diatas tanah
39
tersebut merupakan bagian dari luas tanah seluas 87.005 m2 (delapan puluh tujuh
ribu lima) meter persegi sesuai dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan
yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kota Bandar Lampung tanggal
9 April 2010 dan asal usul dasar penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan
No.130 / Su. A, kel. Sumber Agung atas nama PT. BUMI PERSADA
LANGGENG, yakni:
1. Surat pernyataan melepaskan hak keperdataan atas tanah negara dari sdr
SAFEI SANI TJAKRA selaku Ketua Yayasan Bhakti IMI Lampung kepada
sdr MINTARDI HALIM selaku Direktur utama PT. Bumi Persada Langgeng
bangunan atas nama PT. BUMI PERSADA LANGGENG atas tanah di kota
pernah dialihkan atau dipindah tangankan dengan cara apapun juga, dan Terdakwa
dalam mendirikan bangunan semi permanen diatas tanah milik Saksi Mintardi
Halim alias Aming adalah dilakukan tanpa seijin dan sepengetahuan dari Saksi
Mintardi Halim alias Aming selaku pemiliknya, sehingga dengan demikian maka
unsur memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah telah
keterangan saksi-saksi dan Terdakwa maka seluruh unsur-unsur dari Pasal 6 ayat
40
(1) huruf a Perpu No.51/PRP/1960 sesuai catatan Penyidik telah terpenuhi secara
hakim terhadap pelaku tindak pidana pada kasus pembangunan gedung di atas
tanah tanpa alas hak berdasarkan Putusan Nomor: 12/Pid.C/2021/PN Tjk tidak
tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh penuntut
hakim.
BAB V
PENUTUP
41
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
Tjk adalah kurangnya kesadarn hukum terdakwa SA, lahan yang dibangun
bukan milik SA, serta adanya faktor ekonomi yang membuat SA terpaksa
hal ini terdakwa telak membangun gubuk diatas laha yang bukan milik SA.
B. Saran
reforma agraria yang telah dijamin oleh konstitusi Negara yaitu Pasal 33 Ayat
3 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat
42
2. Disarankan kepada setiap hakim untuk tidak hanya mempertimbangkan faktor
DAFTAR PUSTAKA
43
A. Buku-Buku
Adrian Sutedi, 2014. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Sinar
Grafika, Jakarta.
Barda Nawawi Arief. 2012. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bhakti, Bandung.
Marihot Pahala Siahaan. 2013. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undang
44
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
C. Sumber Lainnya
45