Bagi Anda yang baru pertama kali ingin membeli tanah/bangunan, simak artikel ini
karena tim Rumah.com akan mengupas lebih dalam mengenai akta jual beli
tanah dengan penjabaran sebagai berikut:
AJB tanah jadi bukti sah terjadinya transaksi jual beli lahan.(Foto: Pexels – Fauxels)
Akta jual beli tanah adalah akta otentik yang dibuat oleh notaris atau Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dokumen akta jual beli tanah biasanya akan berisi
detail aktivitas jual beli properti yang meliputi nama penjual, pembeli, tanggal waktu
penyerahan, poin kesepakatan, serta keterangan lahan/bangunan yang menjadi
objek transaksi.
Sementara itu, ada pula PPJB atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Secara fungsi,
PPJB merupakan dokumen yang menyatakan proses peralihan hak atas tanah atau
rumah melalui proses jual beli.
Namun dibandingkan dengan AJB tanah, PPJB bersifat non-otentik dan dibuat oleh
pihak penjual atau pembeli tanpa melibatkan notaris dan PPAT. Jadi bisa
disimpulkan PPJB bersifat tidak wajib namun bisa dibuat sebagai pengikat calon
penjual agar menjual lahan miliknya pada calon pembeli sesuai dengan kesepakatan
yang telah ditulis.
Tips Rumah.com
Dalam mengurus AJB, pilih Notaris/PPAT yang memiliki kredibilitas tinggi dan dokumentasikan
proses penandatanganan dokumen.
1. AJB tanah menjadi bukti sah atas transaksi jual beli tanah atau bangunan
yang disepakati dengan harga tertentu dan ketentuan yang tertera di
dalamnya telah disetujui pihak penjual serta pembeli.
2. Bukti perkara apabila salah satu pihak dalam jual beli tidak mampu memenuhi
kewajibannya
3. Bukti sah bagi penjual dan pembeli yang menyatakan kedua belah pihak telah
memenuhi hak serta kewajiban masing-masing.
Disebutkan pada Pasal 37 dimana peralihan hak atas tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui proses jual beli hanya dapat dibuktikan melalui akta
yang dibuat oleh PPAT dengan ketentuan yang berlaku.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi penjual dan pembeli dalam membuat akta jual
beli tanah adalah:
1. Data Lahan
Sertifikat tanah asli
Bukti pembayaran PBB 5 tahun terakhir beserta STTS (Surat Tanda Terima
Setoran)
Bukti pemeriksaan keaslian sertifikat tanah ke BPN (poin ini dapat diurus
sendiri atau dengan bantuan Notaris/PPAT)
2. Persyaratan Penjual
Fotokopi KTP
Fotokopi KK
3. Persyaratan Pembeli
Fotokopi KTP suami dan istri (Jika sudah berkeluarga)
Fotokopi KK
Fotokopi NPWP
Salinan keterangan WNI atau ganti nama (jika ada, untuk WNI keturunan)
Selain syarat-syarat di atas, jika lahan merupakan hasil warisan, maka perlu
dilampirkan surat yang menyatakan persetujuan jual yang telah ditandatangani dari
ahli waris lain. Penting juga bagi penjual untuk menyatakan jika tanah atau
bangunan tidak dalam sengketa sehingga pembeli tidak kesulitan di kemudian hari.
3. Pemeriksaan surat persetujuan penjualan dari suami dan istri (jika penjual
telah menikah). Jika tanah adalah waris, ahli waris harus menunjukkan surat
keterangan kematian. Sementara apabila suami atau istri telah meninggal
dunia maka anak dari penjual wajib hadir dan memberikan persetujuan;
Proses pembuatan AJB jika tidak ada masalah atau sengketa dapat memakan waktu
kurang lebih 1 bulan tergantung banyaknya permohonan yang masuk di kantor
PPAT. Setelah itu, tanah atau bangunan dapat berlanjut ke proses balik nama yang
memakan waktu 1 sampai 3 bulan. Ketika proses tanda tangan AJB, pihak penjual
atau pembeli bisa membawa keluarga sebagai saksi. Bila proses jual beli melalui
KPR, saksi dari pihak bank juga akan mendampingi Anda ketika tanda tangan
dokumen.
Dijelaskan dalam pasal 1, uang jasa PPAT terkait pembuatan AJB tidak boleh lebih
dari satu persen harga transaksi. Biaya tersebut sudah harus mencakup honor saksi
dalam pembuatan akta.
Jika dilandaskan pada nilai ekonomis dari harga transaksi, maka detail persenan
biaya pembuatan AJB harus mengikuti ketentuan berikut:
Nilai transaksi kurang dari sampai dengan Rp500 juta, biaya pembuatan akta
paling banyak 1 persen
Nilai transaksi > Rp500 juta sampai Rp1 miliar, biaya pembuatan akta paling
banyak 0,75 persen
Nilai transaksi > Rp1 miliar sampai dengan Rp2,5 miliar, biaya pembuatan
akta paling banyak 0,5 persen
Nilai transaksi >Rp2,5 miliar, biaya pembuatan akta paling banyak 0,25
persen