Anda di halaman 1dari 14

PENGADILAN NEGERI

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Teknik Beracara”

Dosen Pengampu:

Sigit Iksan Wibowo, S.H.I., M.H.

Disusun Oleh:

1. Izzatul Musyahadah (102190086)


2. Muhammad Wahyu Ananda Saudy (102190144)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 48 Tahun 009 di antarannya menyebtkan bahwa


kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, baik yang
menyangkut perkara perdata maupun pidana, sedangkan peradilan khusus
mengadili perkara atau golongan rakyat tertentu, yang terdiri dari lingkungan
peradilan agama, militer, serta tata usaha negara.

Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum


dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan berpuncak pada
Mahkamah Agung.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pengadilan Negeri?
2. Apa Saja Wewenang Dari Pengadilan Negeri?
3. Bagaimana Prosedur Berperkara Di Pengadilan Negeri?
4. Bagaimana Proses Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Negeri?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pengadilan Negeri.
2. Untuk Mengetahui Wewenang Pengadilan Negeri.
3. Untuk Mengetahui Prosedur Berperkara Di Pangadilan Negeri
5. Untuk Proses Penyelesaian Perkara Di Pengadilan Negeri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di


kota madya atau ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota
madya atau kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden.1

Sementara itu, pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa,


memutus, dan menyelesaikan perkara pidanan dan perkara perdata di tingkat
pertama.2

B. Kewenangan Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri berwenang dan bertugas memeriksa, memutus, dan


menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Ketentuan ini
belum memberikan gambaran yang jelas mengenai kekuasaan Pengadilan Negeri
dalam perkara perdata. Menurut Staatsblad 1847 Nomor 23, yang dimaksud dengan
perkara perdata merangkum semua peselisihan tentang hak milik atau hak-hak yang
timbul karenanya, utang piutang atau hak-hak perdata yang lain, kecuali sekiranya
undang-undang memberikan kewenangan pengadilan lain untuk memeriksa dan
memutusnya. Pengadilan ini dikenali juga sebagai pengadilan tingkat pertama
(original Jurisdiction).3

Menurut Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor 08-AT.01.10 Tahun


1994, disebutkan bahwa pengadilan negeri terletak di setiap kabupaten atau kota dan
kewenangannya meliputi wilayah kabupaten atau kota. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman tersebut, di Indonesia terdapat 259 pengadilan negeri. Meskipn
demikian, dengan pembentukan beberapa provinsi baru di Indonesia, seperti provinsi
Maluku Utara, Papua Barat dan Papua Tengah, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo,
Kepulauan Riau tentu saja telah menambah jumlah pengadilan negeri dan pengadilan

1
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta: Grasindo, 2007) hlm 208.
2
Ibid.
3
Tata wijayanta dan Hery Firmansyah, Perbedaan Pendapat dalam Putusan Pengadilan, (Yogyakarta:
Medpres Digital, 2002). Hlm 6-7
tinggi di Indonesia. Dari tahun 1994 hingga Oktober 2005, telah terjadi penambahan
delapan provinsi dan sampai saat ini terdapat sjumlah 33 provinsi di Indonesia.4

C. Prosedur Berperkara di Pengadilan Negeri

Di dalam kehidupan bermasyarakat bilamana ada seseorang atau subyek


hukum melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum perdata yang ada,
maka seseorang atau subyek hukum yang merasa dirugikan oleh pihak lain
tersebut maka oleh Hukum Acara Perdata diberi hak untuk mengajukan gugatan
ke pengadilan. Dasar seseorang atau subyek hukum mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri pada dasarnya dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu:

1. Oleh karena adanya orang atau subyek hukum tidak melaksanakan


kewajibannya sebagaimana telah diperjanjikan, yang dalam hal ini dikatakan
telah terjadi wanpresentasi terhadap perjanjian yang ada.
2. Oleh karena adanya orang atau subyek hukum yang melanggar hak orang lain
atau ada orang atau subyek hukum yang memperkosa kepentingan orang lain,
yang dalam hal ini dikatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum.
Dengan adanya salah satu macam alasan sebagaimana disebutkan di atas
maka seseorang atau subyek hukum diberi hak untuk mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri. Alasan seseorang atau subyek hukum diberi hak untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yaitu agar hak atau kepentingannya
tersebut dapat terlindungi. Tujuan seseorang atau subyek hukum menggugat ke
pengadilan negeri adalah agar supaya pengadilan negeri tersebut menyelesaikan
sengketa yang diajukan kepadanya dengan seadil-adilnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Atas gugatan yang diajukan ke pengadilan negeri tersebut kemudian akan


diproses sebagaimana yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdata. Secara
keseluruhan proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan negeri dapat
dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu : tahap pendahuluan, tahap penentuan dan

4
Ibid.
tahap pelaksanaan. Ketiga tahap di atas merupakan satu kesatuan proses dimana
5
tahap satu dan tahap yang lainnya saling berkaitan.

Tahap yang pertama-tama adalah tahap pendahuluan yaitu tahap yang


mendahului sebelum dilakukan pemeriksaan perkara. Tahap pendahuluan ini
diawali dari masuknya gugatan ke pengadilan negeri sampai dengan proses akan
disidangkannya sengketa oleh pengadilan untuk pertama kali.

Selanjutnya adalah tahap penentuan, yaitu tahap dilakukanya pemeriksaan


perkara oleh pengadilan negeri. Dalam tahap penentuan ini kegiatannya dimulai
dari disidangkannya perkara perdata untuk pertama kali, dilanjutkan dengan
pembacaan gugatan, jawab menjawab diantara para pihak yang berperkara,
pembuktian diantara para pihak, diajukannya kesimpulan akhir dari
masingmasing pihak yang berperkara, dilakukannya raadkamer sampai dengan
dijatuhkannya putusan oleh hakim. 6

Tahap yang terakhir dalam penyelesaian perkara perdata di pengadilan


negeri adalah tahap pelaksanaan atau dikenal dengan tahap eksekusi. Tahap
pelaksanaan atau tahap eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan hakim yang
telah dijatuhkan oleh pengadilan. Tahap pelaksanaan atau tahap eksekusi ini
dilakukan yaitu setelah putusan hakim pengadilan tersebut in kracht van gewijsde
atau mempunyai kekuatan hukum yang tetap/pasti.

Dalam tahap penentuan atau pemeriksaan perkara perdata di pengadilan


negeri, salah satu kegiatan yang dilakukannya adalah dilaksanakannya upaya
perdamaian dengan cara mediasi. Upaya perdamaian dengan mediasi ini dilakukan
setelah para pihak yang berperkara sama-sama hadir dalam persidangan. Kegiatan
upaya perdamaian dengan mediasi ini dilakukan pertamatama sebelum
dilakukannya pembacaan gugatan di pengadilan. Upaya perdamaian ini dilakukan
dengan mendasarkan pada pada ketentuan Pasal 130 HIR dan Peraturan

5
Harahap. M Yahya. Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
Dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika. 2004

6
Ibid.
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur
Mediasi Di Pengadilan.

Ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR menentukan bahwa: “jika pada hari
yang dih pihak datang, maka ketua pengadilan negeri akan mencoba mendamaikan
mereka”. Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksudkan pada ketentuan
pasal di atas adalah ketua majelis hakim yang memeriksa perkara perdata di
pengadilan negeri.

Dengan demikian bahwa usaha perdamaian sebagaimana yang diatur


dalam ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR di atas adalah sifatnya wajib, sehingga
hakim majelis pengadilan yang memeriksa perkara tersebut haruslah melakukan
upaya perdamaian diantara para pihak yang berperkara. Bilamana dalam
pemeriksaan perkara perdata di pengadilan negeri ternyata hakim tidak
mengupayakan perdamaian, maka akan berakibat hukum bahwa pemeriksaan
berikutnya yang dilakukan oleh hakim di pengadilan menjadi batal demi hukum,
sehingga harus di ulang. Usaha perdamaian sebagaimana yang diatur dalam
ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR di atas adalah mutlak harus dilakukan oleh
hakim yang memeriksa perkara dan usaha perdamaian ini harus dicantumkan
dalam berita acara (Procesverbaal).

Dengan demikian upaya Mediasi disini tidak lagi sekedar formalitas


belaka, namun merupakan suatu ketentuan yang harus dilakukan. Dalam hal ini
bilaman suatu pemeriksaan perkara tidak didahului dengan usaha perdamaian
dengan melalui mediasi terlebih dahulu maka akibat hukum yang timbul adalah
bahwa sidang-sidang pemeriksaan perkara berikutnya menjadi batal demi
hokum.7

D. Proses penyelesaian Perkara di Pengadilan Negeri


1. GUGATAN

Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat
atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

7
Ibid.
Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor
dan didaftarkan da lam buku Register setelah penggugat membayar panjar biaya
perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR).

Bagi Penggugat yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal
mana harus di buktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang
bersangkutan, dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.

Penggugat yang tidak bisa menulis dapat me ngajukan gugatannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat gugatan
tersebut (pasal 120 HIR).

2. KOMPETENSI RELATIF (pasal 118 (1) HIR)

Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya,


meliputi:

a. Dimana tergugat bertempat tinggal.


b. Dimana tergugat sebenarnya berdiam (jikalau tergugat tidak diketahui tempat
tinggalnya).
c. Salah satu tergugat bertempat tinggal, jika ada banyak tergugat yang tempat
tinggalnya tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Negeri.
d. Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara tergugat-tergugat
adalah sebagai yang berhutang dan penjaminnya.
e. Penggugat atau salah satu dari penggugat ber tempat tinggal dalam hal:
f. tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak diketahui dimana ia berada.
g. tergugat tidak dikenal.
h. Dalam hal tersebut diatas dan yang menjadi objek gugatan adalah benda tidak
bergerak (tanah), maka ditempat benda yang tidak bergerak terletak.
i. (Ketentuan HIR dalam hat ini berbeda dengan Rbg. Menurut pasal 142 RBg,
apabila objek gugatan adalah tanah, maka gugatan selalu dapat diajukan
kepada Pengadilan Negeri dimana tanah itu terletak).
j. Dalam hal ada pilihan domisili secara teI1!llis dalam akta, jika penggugat
menghendaki, di tempat domisili yang dipilih itu.
k. Apabila tergugat pada hari sidang pertama tidak mengajukan tangkisan
(eksepsi) tentang wewe nang mengadili secara relatif ini, Pengadilan Negeri
tidak boleh menyatakan dirinya tidak berwenang.
l. (Hal ini adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 133 HIR, yang menyatakan,
bahwa eksepsi mengenai kewenangan relatip harus di ajukan pada permulaan
sidang, apabila diajukan terlambat, Hakim dilarang untuk memperhatikan
eksepsi tersebut)
3. KUASA/WAKIL
a. Untuk bertindak sebagai Kuasa/Wakil dari penggugat/tergugat ataupun
pemohon, seseorang harus memenuhi syarat- syarat:
b. Mempunyai surat kuasa khusus yang harus diserahkan dipersidangan. atau
pemberian kuasa disebutkan dalam surat gugatan/permohonan, atau
kuasa/wakil ditunjuk oleh pihak yang ber perkara/pemohon didalam
persidangan secara lisan.
c. Memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Menkeh No. 1/1985 jo
Keputusan Menkeh tanggal 7 Oktober 1965 No. J.P.14-2-11.
d. Telah terdaftar sebagai Advokat/Pengacara praktek di kantor Pengadilan
Tinggi/Pengadilan Negeri setempat atau secara khusus telah di izinkan untuk
bersidang mewakili penggugat/ tergugat dalam perkara tertentu.
e. Permohonan banding atau kasasi yang diaju kan oleh Kuasa/Wakil dari pihak
yang bersang kutan barus dilampiri dengan surat kuasa khusus untuk
mengajukan permohonan tersebut atau surat kuasa yang dipergunakan di
Pengadilan Negeri telah menyebutkan pemberian kuasa pula untuk mengajukan
permohonan banding atau kasasi.
f. Untuk menjadi kuasa dari pihak tergugat juga berlaku hal-hal tersebut diatas.
g. Kuasa/Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl.
1922 No. 522 dan pasal 123 ayat 2 HIR, adalah:
h. Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah.
i. Jaksa.
j. Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang diangkat/ditunjuk oleh Instansi-
instansi yang bersangkutan.
k. Jaksa tidak perlu menyerahkan Surat Kuasa khusus. Pejabat atau orang yang
diangkat/ditun juk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan
Salinan Surat pengangkatan/penunjukan, yang tidak bermaterai.
4. PERKARA GUGUR

Apabila pada hari sidang pertama penggugat atau semua penggugat tidak datang,
meskipun telah dipanggil dengan patut dan juga tidak mengirim kuasanya yang
sah, sedangkan tergugat atau ku asanya yang sah datang, maka gugatan digugur
kan dan penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara. Penggugat dapat
mengajukan gu gatan tersebut sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara
lagi. Apabila telab dilakukan sita jaminan, sita tersebut ikut gugur.

Dalam hal-hal yang tertentu, misalnya apabila penggugat tempat tinggalnya jauh
atau ia benar mengirim kuasanya, namun surat kuasanya tidak memenuhi syarat,
Hakim boleh mengundurkan dan menyuruh memanggil penggugat sekali lagi.
Kepada pihak yang datang diberitahukan agar ia menghadap lagi tanpa panggilan.

Jika penggugat pada hari sidang pertama tidak datang, meskipun ia telah dipanggil
dengan patut, tetapi pada hari kedua ia datang dan pada hari ketiga penggugat
tidak hadir lagi, perkara nya tidak bisa digugurkan (pasal 124 HIR).

5. PUTUSAN VERSTEK

Apabila pada hari sidang pertama dan pada hari sidang kedua tergugat atau semua
tergugat tidak datang padahal telah dipanggil dengan patut dan juga tidak
mengirim kuasanya yang sah, sedangkan penggugat/para penggugat selalu datang,
maka perkara akan diputus verstek.

Meskipun tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama atau tidak mengirim
kuasanya yang sah, tetapi'jlka ia mengajukan jawaban tertulis beru pa tangkisan
tentang tidak berwenang mengadili, maka perkara tidak diputus dengan verstek.
6. TANGKISAN/EKSEPSI

Tangkisan atau eksepsi yang diajukan oleh tergugat, diperiksa dan diputus
bersama-sama dengan pokok perkaranya, kecuali jika eksepsi itu mengenai tidak
berwenangnya Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara tersebut.

Apabila diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, dalam pertimbangan


hukum dan dalam diktum putusan, tetap disebutkan:

a. Dalam eksepsi:.............. (pertimbangan lengkap).


b. Dalam pokok perkara..... (pertimbangan lengkap).
7. PENCABUTAN SURAT GUGATAN

Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Tetapi jika
perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberi jawabannya, maka pen
cabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 271, 272 RV).

8. PERUBAHAN/PENAMBAHAN GUGATAN

Pembahan dan/atau penambahan gugatan diper kenankan, asal diajukan pada hari
sidang perta ma dimana para pihak hadir, tetapi hat tersebut harus ditanyakan pada
pihak lawannya guna pembelaan kepentingannya.

Penambahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa,


sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain dari materi yang menjadi sebab
perkara antara kedua belah pihak terse but. Dalam hal demikian, maka surat gugat
harus dicabut.

9. PERDAMAIAN

Jika kedua beIah pihak hadir dipersidangan, Hakim harus berusaha mendamaikan
mereka. Usaha tersebut tidak terbatas pada hari sidang pertama saja, melainkan
dapat dilakukan mes kipun taraf pemeriksaan telah lanjut (pasal 130 HIR).

Jika usaha perdamaian berhasil, maka dibuatlah akta perdamaian, yang harus
dibacakan terlebih dahulu oleh Hakim dihadapan para pihak, sebe lum Hakim
menjatuhkan putusan yang meng hukum kedua belah pihak untuk mentaati isi
perdamaian tersebut.

Akta perdamaian mempunyai kekuatan yang sa ma dengan putusan Hakim yang


berkuatan hu kum tetap dan apabila tidak dilaksanakan, ekse kusi dapat
dimintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Terhadap putusan perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum banding.

Jika usaha perdamaian tidak berhasil, hal mana harus dicatat dalam berita acara
persidangan, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat
gugatan dalam bahasa yang dimengerti oleh para pihak, jika perlu dengan
menggunakan penerjemah (pasal 131 HIR).

Khusus untuk gugat cerai:

a. Apabila dalam perkawinan tersebut ada anak, agar berusaha untuk


mendamaikan kedua belah pihak dan sedapat mungkin suami-isteri harus
datang sendiri.
b. Apabila usaha perdamaian berhasil, gugat an harus dicabut. Sehubungan
dengan per damaian ini tidak bisa dibuat akta perdamaian.
c. Apabila usaha perdamaian gagal, gugat cerai diperiksa dengan sidang tertutup.
10. PENGGUGAT/TERGUGAT MENINGGAL DUNIA

Jika Penggugat atau tergugat setelah mengajukan gugatan meninggal dunia,


maka ahliwarisnya dapat melanjutkan perkara.

11. BIAYA YANG DAPAT TIMBUL DALAM PERSIDANGAN

Jika selama pemeriksaan perkara atas permohonan salah satu pihak ada hal-
hal/perbuatan yang barus dilakukan, maka biaya dibeban kan kepada pemohon
dan dianggap sebagai per sekot biaya perkara, yang dikemudian hari akan
diperhitungkan dengan biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang
dengan putusan Hakim dihukum untuk membayar biaya perkara, biasa nya pihak
yang dikalahkan.
Pihak lawan, apabila ia mau, dapat membayarnya Jika kedua belah pihak tidak
mau membayar biaya tersebut, maka hal/perbuatan yang barus dilakukan itu
tidak jadi dilakukan, ke cuali jika hal/perbuatan itu menurut Hakim me mang
sangat diperlukan. Dalam hal itu, biaya tersebut sementara akan diambil dari
uang panjar biaya perkara yang telah dibayar oleh Penggugat (pasal 160 HIR).

12. PENGGABUNGAN PERKARA

Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu, apabila antara gugatan-


gugatan yang diga bungkan itu, terdapat hubungan erat atau ada koneksitas.
Hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan faktanya.

Penggabungan gugatan diperkenankan apabila menguntungkan proses, yaitu


apabila antara gugatan yang gabungkan itu ada koneksitas dan penggabungan
akan memudahkan pemeriksaan, serta akan dapat mencegah kemungkinan ada
nya putusan-putusan yang saling bertentangan.8

8
Ibid.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertama yang


berkedudukan di kota madya atau ibu kota kabupaten dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kota madya atau kabupaten, yang dibentuk
dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri berwenang dan bertugas
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara
perdata di tingkat pertama. Ketentuan ini belum memberikan gambaran
yang jelas mengenai kekuasaan Pengadilan Negeri dalam perkara perdata.

Secara keseluruhan proses penyelesaian perkara perdata di pengadilan


negeri dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu : tahap pendahuluan,
tahap penentuan dan tahap pelaksanaan. Ketiga tahap di atas merupakan
satu kesatuan proses dimana tahap satu dan tahap yang lainnya saling
berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA

Kartika. Elsi Sari., Advendi Simanunsong. 2007. Hukum dalam Ekonomi.


Jakarta: Grasindo

Harahap. M Yahya. 2004. Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan,


Persidangan, Penyitaan, Pembuktian Dan Putusan Pengadilan, Jakarta:
Sinar Grafika.

Mertokusumo. Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:


Liberty.

Prodjodikoro. Wirjono. 1984. Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Bandung:


Sumur.

Soekanto. Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas


Indonesia (UI Press). .

Wijayanta. Tata., Hery Firmansyah. 2002. Perbedaan Pendapat dalam Putusan


Pengadilan. Yogyakarta: Medpres Digital.

Anda mungkin juga menyukai