Anda di halaman 1dari 26

PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT GUGATAN SEDERHANA

EXECUTIVE SUMMARY

Gugatan Sederhana (small claim court) merupakan terobosan pemerintah dalam


menyelesaikan sengketa keperdataan menggunakan sistem pembuktian yang lebih
sederhana daripada Gugatan (biasa) namun tetap menerapkan asas peradilan cepat,
sederhana, dan biaya ringan.1

Perbedaan utama antara penyelesaian sengketa keperdataan melalui Gugatan Sederhana


dan Gugatan (biasa) adalah PERMA 4/2019 membatasi nilai gugatan materiil atas perkara
Gugatan Sederhana paling banyak adalah sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah),
sedangkan selebihnya dapat diselesaikan melalui Gugatan (biasa).2

PERMA 4/2019 membatasi ada 2 (dua) jenis perkara yang tidak termasuk dalam Gugatan
Sederhana, yaitu: (a) perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan
khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau (b) sengketa
hak atas tanah.3

Syarat Para Pihak Dalam Gugatan Sederhana

(1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-
masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

(2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan
sederhana.

(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum
Pengadilan yang sama.

(3A) Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili
tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau

1 Pemerintah mewujudkan Gugatan Sederhana melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 Tentang

Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (“PERMA 2/2105”) sebagaimana telah direvisi 1x (satu kali) melalui Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 (“PERMA 4/2019”).

2Lihat Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015
Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, Perma No. 4 Tahun 2019, Ps. 3 Ayat (1).

3 Indonesia, PERMA 4/2019, Ps. 3 Ayat (2).


1
wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari
institusi penggugat.

(4) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan
atau tanpa didampingi oleh kuasa, kuasa insidentil atau wakil dengan surat tugas dari
institusi penggugat.4

Beberapa Karakteristik dan Kelebihan Gugatan Sederhana

1. Nilai Gugatan (Maksimal)


Paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).5

2. Lama Berperkara
Paling lama 25 hari sejak sidang hari pertama.6
Perkara Gugatan Sederhana jauh lebih cepat karena tidak ada tuntutan provisi, eksepsi,
rekonvensi, intervensi, replik, duplik, maupun kesimpulan.7

3. Upaya Hukum Keberatan


Tidak tersedia upaya hukum Banding, Kasasi, maupun Peninjauan Kembali.8
Terhadap Putusan Gugatan Sederhana hanya dapat diajukan upaya hukum Keberatan, yang
dapat diajukan paling lambat 7 hari sejak putusan diucapkan atau pemberitahuan putusan.9

4. Permohonan & Peletakan Sita Jaminan


Dalam proses pemeriksaan, melalui Permohonan Sita Jaminan, Hakim dapat
memerintahkan Peletakan Sita Jaminan atas benda milik tergugat dan/atau milik
penggugat yang ada dalam penguasaan tergugat.10

4 Ibid., PERMA 4/2019, Ps. 4 Ayat (1), (2), (3), (3a), (4).

5 Ibid., PERMA 4/2019, Ps. 3 Ayat (1) Jo. Ps. 1 Angka 1.

6 Lihat Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, Perma No. 2 Tahun

2015, Ps. 5 Ayat (3).

7 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 17.

8 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 30.

9 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 21 Ayat (1) & Ps. 22 Ayat (1).

10 Indonesia, PERMA 4/2019, Ps. 17A.


2
5. Penetapan & Pelaksanaan Aanmaning
Ketua Pengadilan mengeluarkan Penetapan Aanmaning paling lambat 7 hari sejak
menerima Surat Permohonan Eksekusi.11 Ketua Pengadilan menetapkan tanggal
Pelaksanaan Aanmaning paling lambat 7 hari sejak Penetapan Aanmaning.12

6. Pembuktian Dilakukan Secara Sederhana


Hakim menilai sederhana atau tidaknya Pembuktian.13

7. Pengakuan Dalil Tidak Perlu Pembuktian


Dalil gugatan yang diakui secara bulat oleh pihak tergugat, tidak perlu pembuktian
tambahan. 14

Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana

Pemeriksaan Gugatan Sederhana dilakukan oleh Hakim Tunggal, yang penyelesaiannya


paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama, dengan tahapan sebagai berikut: 15

a. Pendaftaran;
b. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
c. Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
d. Pemeriksaan pendahuluan;
e. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
f. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
g. Pembuktian; dan
h. Putusan (diucapkan atau diberitahukan jika ada pihak tidak hadir).
(Tambahan)
i. Upaya Hukum Keberatan (diajukan paling lambat 7 hari sejak putusan);
j. Pelaksanaan Putusan secara sukarela;
k. Surat Permohonan Eksekusi;
l. Penetapan Aanmaning;
m. Pelaksanaan Aanmaning.

11 Ibid., PERMA 4/2019, Ps. 31 Ayat (2a).

12 Ibid., PERMA 4/2019, Ps. 31 Ayat (2b).

13 Indonesia, PERMA 2/2015, Ps. 11 Ayat (2).

14 Indonesia, PERMA 4/2019, Ps. 18 Ayat (1).

15 Indonesia, PERMA 2/2015, Ps. 5 Ayat (2) Perma 2/2015.


3
Adapun beberapa tahapan dalam pemeriksaan Gugatan (biasa) yang TIDAK ADA dalam
Gugatan Sederhana, yaitu: tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik,
maupun kesimpulan. 16

Upaya Hukum

Dalam hal ada pihak yang keberatan terhadap Putusan, maka tersedia upaya hukum
mengajukan Keberatan, dengan menandatangani Akta Pernyataan Keberatan dihadapan
Panitera (disertai dengan alasan-alasannya). 17

Permohonan Keberatan ini diajukan paling lambat 7 hari sejak putusan diucapkan atau
pemberitahuan putusan, dengan mengisi blanko Permohonan Keberatan yang disediakan
di kepaniteraan (Permohonan Keberatan yang diajukan melampaui batas waktu dimaksud,
dinyatakan TIDAK DAPAT DITERIMA dengan Penetapan Ketua Pengadilan berdasarkan Surat
Keterangan Panitera).18

Putusan Keberatan menjadi putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum banding,
kasasi, maupun peninjauan kembali.19

16 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 17.

17 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 21 Ayat (1) & (2).

18 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 22 Ayat (1), (2), & (3).

19 Ibid., PERMA 2/2015, Ps. 30.


4
PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT GUGATAN DI PENGADILAN NEGERI

EXECUTIVE SUMMARY

Perbedaan Gugatan & Permohonan

Hukum Acara Perdata di Indonesia mengenal ada 2 jenis Gugatan yaitu Gugatan
Contentiosa (atau disebut Gugatan biasa) dan Gugatan Voluntair (atau disebut Permohonan).

Gugatan (Gugatan Contentiosa) Permohonan (Gugatan Voluntair)


Permasalahan Perdata yang mengandung
Permasalahan Perdata yang di dalamnya
adanya suatu sengketa atau konflik di
tidak ada sengketa, yang diajukan dalam
antara dua pihak/lebih yang harus bentuk permohonan ditandatangani
diselesaikan dan diputus oleh pengadilan
pemohon/kuasanya yang ditujukan kepada
Pengadilan Negeri
1. Yang mengajukan adalah Penggugat 1. Yang mengajukan adalah Pemohon
atau Kuasa Hukumnya; atau Kuasa Hukumnya (umumnya hanya
1 pihak);

2. Masalah yang diajukan berupa sengketa 2. Masalah yang diajukan bersifat


keperdataan (Perbuatan Melawan Hukum kepentingan sepihak saja;
atau Wanprestasi);

3. Ada pihak yang digugat (Tergugat); 3. Tidak ada pihak Tergugat (tidak ada
sengketa dengan pihak lain);

4. Dimungkinkan masuknya pihak ketiga 4. Tidak ada pihak ketiga yang ditarik
yang berkepentingan (Intervensi); sebagai lawan;

5. Produk akhirnya adalah Putusan 5. Produk akhirnya adalah Penetapan


Hakim; Hakim, yang disebut sebagai putusan
declaratoir yaitu putusan yang bersifat
menetapkan atau hanya menerangkan;

6. Contoh Gugatan, antara lain: gugatan 6. Contoh Permohonan, antara lain:


atas sengketa jual beli, sengketa sewa permohonan ganti nama, permohonan
menyewa, sengketa pelaksanaan menjadi wali seorang anak, dan
kontrak/perjanjian (umumnya berupa
sebagainya.
Gugatan Wanprestasi);

5
Kompetensi Absolut & Relatif

Pertanyaannya:
Pengadilan mana yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara Gugatan?

Kompetensi Absolut berbicara mengenai Badan Peradilan mana yang berwenang untuk
menyelesaikan sengketa tagihan? Jawabannya adalah Badan Peradilan Umum melalui
Pengadilan Negeri, jadi bukan Peradilan Agama, bukan Peradilan Militer, bukan Peradilan Tata
Usaha Negara.

Kompetensi Relatif berbicara mengenai Pengadilan Negeri mana yang berwenang untuk
memeriksa dan memutus sengketa tagihan? Jawabannya adalah Pengadilan Negeri
sebagaimana disepakati oleh para pihak dalam perjanjian/kontrak.

Bagaimana jika para pihak tidak mengaturnya? Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg mengatur
setidaknya ada 7 patokan untuk menentukan pengadilan negeri yang berwenang, yaitu:

1. Actor Sequitur Forum Rei


Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal tergugat;

2. Actor Sequitur Forum Rei dengan Hak Opsi


(jika ada beberapa orang tergugat, gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada tempat tinggal
salah satu tergugat atas pilihan penggugat);

3. Actor Sequitur Forum Rei tanpa Hak Opsi


(jika para tergugat salah satunya merupakan debitur pokok/debitur principal, sedangkan yang
selebihnya berkedudukan sebagai penjamin, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri pada
tempat tinggal debitur pokok/principal);

4. Pengadilan Negeri di Daerah Hukum Tempat Tinggal Penggugat


(jika tempat tinggal atau kediaman tergugat tidak diketahui);

5. Forum Rei Sitae


(Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan patokan tempat terletak benda tidak
bergerak yang menjadi objek sengketa);

6
6. Kompetensi Relatif Berdasarkan Pemilihan Domisili
(para pihak dalam perjanjian dapat menyepakati domisili pilihan yakni menyepakati untuk
memilih Pengadilan Negeri tertentu yang akan berwenang menyelesaikan sengketa yang
timbul dari perjanjian);

7. Negara atau Instansi Pemerintah dapat Digugat pada Setiap Pengadilan Negeri
(dalam hal Pemerintah Indonesia bertindak sebagai penggugat atau tergugat mewakili negara,
gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri di mana departemen yang bersangkutan berada).

Prosedur Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri

Setelah memilih Pengadilan Negeri mana yang berwenang untuk memeriksa dan memutus
sengketa tagihan, maka prosedur untuk mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri adalah
sebagai berikut:

1. Daftar Gugatan (awal)


Penggugat ataupun melalui kuasa hukumnya mendaftarkan Gugatan di Pengadilan
Negeri setempat (catatan: siapkan minimal 5 rangkap dan jika tergugat lebih dari 1 maka
tambah lagi sejumlah tambahan tergugat).

2. SKUM & Bayar Panjar Biaya Perkara

Setelah mendaftarkan Gugatan, petugas akan menghitung dan memperkirakan


berapa uang panjar untuk biaya perkara dan kemudian menerbitkan Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM), yang berisikan rincian uang panjar biaya perkara yang
harus dibayarkan (ditalangi) lebih dahulu oleh Penggugat.

Penggugat wajib membayar panjar biaya perkara ke loket layanan bank, yang
merupakan perhitungan sementara atas biaya perkara, yang perhitungan finalnya
akan disampaikan dalam putusan pengadilan (umumnya pihak yang kalah yang
diputuskan untuk menanggung biaya perkara).

Biaya perkara mencakup biaya-biaya dalam proses pemeriksaan perkara, antara lain,
biaya kepaniteraan, meterai, relaas panggilan para pihak, panggilan saksi,
pemeriksaan setempat, pemberitahuan, eksekusi, dan biaya lainnya yang diperlukan
selama proses pemeriksaan dan persidangan.

7
3. Registrasi Perkara

Bukti SKUM dan bukti bayar panjar biaya perkara disampaikan kembali ke loket
pendaftaran untuk menerima bukti lunas beserta Gugatan yang sudah dicap stempel
sebagai bukti formal Gugatan sudah didaftarkan.

Registrasi Perkara adalah pencatatan Gugatan ke dalam Buku Register Perkara agar
Gugatan resmi terdaftar dan mendapatkan nomor perkara untuk dapat diproses lebih
lanjut. Pelimpahan Berkas Perkara kepada Ketua Pengadilan Negeri dilakukan
secepat mungkin dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal Registrasi Perkara agar
memenuhi prinsip-prinsip penyelesaian perkara secara cepat, sederhana, dan biaya
ringan.

4. Ketua Pengadilan Negeri Menunjuk Majelis Hakim


(Panitera/Sekretaris Menunjuk Panitera Pengganti & Juru Sita)

Ketua Pengadilan menentukan dan menetapkan Majelis Hakim yang akan


memeriksa dan memutus perkara, selambat-lambatnya 7 hari setelah berkas diterima
(Majelis Hakim terdiri atas sekurang-kurangnya 1 Hakim Ketua dan 2 Hakim Anggota).

5. Penetapan Hari Sidang

Majelis Hakim terpilih kemudian menetapkan kapan hari sidang pertama, yang
dituangkan dalam surat penetapan selambat-lambatnya 7 hari sejak Majelis Hakim
menerima berkas perkara. Majelis Hakim akan memanggil secara resmi tersurat
kepada Penggugat dan Tergugat untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan
(Selanjutnya persidangan akan dilakukan sesuai Hukum Acara Perdata yang berlaku).

6. Legal Standing & Mediasi

Pada sidang pertama, Majelis Hakim akan memeriksa Legal Standing dan kemudian
wajib mengusahakan upaya perdamaian para pihak lewat proses mediasi 30 hari.

Para pihak dengan atau tanpa kuasa hukumnya wajib menghadiri proses mediasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi Di Pengadilan.

8
Jika mediasi berhasil, maka kesepakatan para pihak akan dituangkan dalam akta
perdamaian dan dibacakan di persidangan. Namun jika mediasi tidak berhasil
mencapai kesepakatan damai, maka pemeriksaan akan dilanjutkan dengan
pembacaan Gugatan.

7. Pembacaan Gugatan & Jawaban

Pada tahap ini, Penggugat diberi kesempatan untuk membacakan Gugatan di


persidangan. Sebelum sidang pembacaan Gugatan, Penggugat dapat memperbaiki
Gugatan sepanjang tidak mengubah pokok Gugatan maupun mencabut Gugatan.

Setelah pembacaan Gugatan, maka secara berimbang Majelis Hakim memberikan


kesempatan kepada Tergugat untuk menyampaikan dan membacakan Jawaban atas
Gugatan.

Jawaban dapat berisi Eksepsi (keberatan) atas formalitas/prosedur Hukum Acara,


dan dapat berisi bantahan atas Pokok Perkara dalam Gugatan. Juga Tergugat dapat
menggugat balik Penggugat dengan mengajukan Gugatan Rekonpensi bersamaan
dengan penyerahan Jawaban.

8. Replik & Duplik

Setelah Jawaban, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk


menyampaikan tanggapan atas Jawaban atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Replik, dan selanjutnya Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Tergugat
untuk menyampaikan tanggapan atas Replik atau disebut Duplik.

Pada dasarnya, Replik adalah penegasan dari dalil-dalil Penggugat dalam Gugatan
setelah adanya Jawaban dari Tergugat, sedangkan Duplik adalah penegasan dari
dalil-dalil bantahan Tergugat dalam Jawaban setelah adanya Replik dari Penggugat.

9. Putusan Sela

Apabila dalam Tergugat mengajukan Eksepsi Kompetensi Absolut (atau menguji


kewenangan absolut badan peradilan umum), maka Majelis Hakim akan memberikan
Putusan Sela untuk menentukan apakah mengabulkan Eksepsi Kompetensi Absolut,
jika iya maka pemeriksaan perkara akan dihentikan, atau bisa juga menolak Eksepsi
Tergugat sehingga pemeriksaan perkara akan tetap berlanjut ke tahap Pembuktian.

9
10. Pembuktian

Tahap Pembuktian adalah tahap yang paling krusial, sebab para pihak perlu
membuktikan kebenaran yang didukung oleh bukti-bukti dokumen yang solid.
Adapun Hukum Acara Perdata sudah menentukan ada 5 (lima) alat-alat bukti yang
dapat diajukan di persidangan, yaitu: a. Surat; b. Saksi; c. Persangkaan; d. Pengakuan;
dan d. Sumpah.

11. Kesimpulan oleh Para Pihak

Meskipun tidak wajib, namun para pihak masing-masing dapat menyampaikan


kesimpulan yang telah disusun sedemikian rupa untuk memudahkan Majelis Hakim
dalam memahami perkara.

Kesimpulan adalah tahapan yang penting, karena para pihak maupun kuasa hukum akan
menganalisa kembali dalil-dalil pokok perkara melalui pembuktian yang disediakan. Selain itu,
kesimpulan oleh para pihak juga akan menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi Majelis Hakim
dalam menjatuhkan putusan.

12. Putusan

Setelah melalui proses persidangan, Majelis Hakim berwenang untuk menjatuhkan


putusan atas perkara para pihak yaitu: a. mengabulkan Gugatan; b. mengabulkan
sebagian Gugatan; c. menolak Gugatan; atau d. Gugatan tidak dapat diterima (karena
tidak memenuhi formalitas suatu Gugatan).

Putusan ini wajib diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan haruslah sama
dengan yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang merupakan akta otentik.

Upaya Hukum

Bagi pihak yang merasa tidak puas dengan Putusan Majelis Hakim ditingkat pertama,
dapat mengajukan upaya hukum Banding.

1. Banding

Pihak yang merasa tidak puas dengan Putusan Majelis Hakim ditingkat pertama
dapat mengajukan Banding dalam waktu paling lama 14 hari sejak putusan dibacakan
10
dihadapan para pihak atau diberitahukan secara resmi kepada pihak yang tidak hadir
saat pembacaan putusan.

Pihak yang mengajukan Banding (disebut Pemohon Banding) dapat (namun tidak
wajib) mengajukan Memori Banding, sedangkan pihak Terbanding akan diberi
kesempatan untuk mengajukan Kontra Memori Banding untuk menanggapi Memori
Banding.

2. Kasasi

Bagi pihak yang menolak putusan Banding yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim di
Pengadilan Tinggi masih ada upaya hukum Kasasi, yaitu diberikan kesempatan
dalam 14 hari untuk mengajukan upaya hukum Kasasi kepada Mahkamah Agung
sejak pemberitahuan putusan.

Adapun pemeriksaan Kasasi di Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa pokok


perkara dan fakta-fakta persidangan (atau disebut judex factie), namun memeriksa
apakah hakim-hakim terdahulu sudah tepat dalam menerapkan hukum (atau disebut
judex juris), dan Kasasi hanya dapat diajukan dengan alasan:

a. Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; atau


b. Adanya kesalahan dalam menerapkan hukum yang berlaku; atau
c. Adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.

Setelah Mahkamah Agung menjatuhkan putusan Kasasi, maka putusan Kasasi


tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), karenanya isi
putusan Kasasi dapat segera dijalankan.

3. Peninjauan Kembali (PK)

Terhadap putusan yang telah inkracht van gewijsde (baik berupa putusan Kasasi, ataupun
putusan tingkat Pertama maupun tingkat Banding yang telah lewat waktu untuk mengajukan
upaya hukum), masih ada upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK),
meskipun pengajuan PK tidak serta merta menunda pelaksanaan putusan inkracht van
gewijsde dimaksud.

11
Upaya hukum PK dapat diajukan kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu
paling lama 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap (atau sejak diketahuinya
salah satu bukti dibawah ini). Adapun alasan-alasan untuk mengajukan PK, yaitu:

a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;

b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat


menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;

c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut;

d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa


dipertimbangkan sebab-sebabnya;

e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; atau

f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.

12
PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT ARBITRASE

EXECUTIVE SUMMARY

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian


Sengketa (“UU 30/1999”) mengatur mengenai Arbitrase dan beberapa Alternatif
Penyelesaian Sengketa di Indonesia. Pasal 1 Angka 1 UU 30/1999, menjelaskan “Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”

Ruang lingkup Arbitrase adalah sengketa keperdataan terbatas hanya (a) sengketa di
bidang perdagangan; dan (b) sengketa mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa (Sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan dianggap tidak dapat diadakan perdamaian tidak dapat
diselesaikan melalui arbitrase).

Untuk dapat menyelesaikan perkara lewat Arbitrase, maka para pihak wajib sepakat untuk
(a) memuat klausul Arbitrase sebagai pilihan penyelesaian sengketa dalam
kontrak/perjanjian; ataupun (b) menandatangani Perjanjian Arbitrase secara terpisah.

Jika dalam kontrak/perjanjian memuat klausul Arbitrase, ataupun ada Perjanjian


Arbitrase yang dibuat secara terpisah antara para pihak, maka secara otomatis Pengadilan
Negeri menjadi tidak berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang timbul terkait
kontrak/perjanjian diantara para pihak.

Apa kelebihan penyelesaian sengketa lewat Arbitrase dibandingkan dengan Pengadilan?


Kelebihan dan Karakteristik Arbitrase, yaitu:

1. Arbiter Profesional dan Berpengalaman di Bidangnya

Arbiter sebagai Hakim pemutus di Arbitrase adalah profesional yang ahli dan
pengalaman di bidangnya, serta harus memiliki pengalaman dan menguasai secara
aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun, sehingga Arbiter memiliki kompetensi dan
memahami bidang usaha yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa. [Pasal
12 Ayat (1) huruf e UU 30/1999]

13
2. Batas Waktu 180 Hari

Pemeriksaan sengketa melalui Arbitrase sangat terukur karena dibatasi waktunya


paling lama 180 hari sejak Majelis Arbiter terbentuk, sehingga relatif lebih cepat
dibandingkan dengan Pengadilan Negeri. [Pasal 48 Ayat (1) UU 30/1999]

Para pihak dapat mengusulkan dan menyetujui untuk memperpanjang jangka waktu.
[Pasal 48 Ayat (2) UU 30/1999]

3. Putusan Arbitrase Final dan Mengikat

Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat,
serta para pihak diminta untuk melaksanakan Putusan Arbitrase secara sukarela.
[Pasal 60 UU 30/1999]

Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan
dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah
satu pihak yang bersengketa. [Pasal 61 UU 30/1999]

4. Persidangan Tertutup

Pemeriksaan sengketa Arbitrase dilakukan secara tertutup, sehingga umumnya jauh


dari pemberitaan serta lebih terjaga kerahasiaan sengketa. [Pasal 27 UU 30/1999]

Di Indonesia ada berbagai macam Lembaga Arbitrase untuk menyelesaikan dispute sesuai
kekhususan sengketanya, antara lain:

1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)


Lembaga Arbitrase yang paling umum dikenal untuk menyelesaikan sengketa
komersial seperti sengketa perdagangan, industri, dan keuangan (sebagai referensi lihat
https://www.baniarbitration.org/).

2. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)


Lembaga Arbitrase khusus untuk menyelesaikan sengketa di bidang pasar modal,
yang didirikan oleh Bapepam-LK dan beberapa perusahaan serta Asosiasi Pasar
Modal Indonesia (lihat http://www.bapmi.org/).

14
3. Badan Mediasi Dan Arbitrase Asuransi (BMAI)
Lembaga Arbitrase khusus untuk menyelesaikan sengketa asuransi antara pemegang
polis dan perusahaan asuransi (lihat http://www.bmai.or.id/).

4. Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI)


Lembaga Arbitrase khusus untuk menyelesaikan sengketa di bidang Perdagangan
Komoditi Berjangka yang difasilitasi juga oleh BAPPEBTI (lihat http://www.bakti-
arb.org/).

5. Badan-Badan Arbitrase lainnya, seperti:


a. Badan Arbitrase Syariah Nasional Indonesia (BASYARNAS);
b. Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI);
c. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI)
khusus untuk penjaminan;
d. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI); dan
e. Masih banyak lembaga-lembaga Arbitrase dan juga lembaga-lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa lainnya.
f. untuk menyelesaikan dispute sesuai kekhususan sengketanya.

Prosedur Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase di BANI

UU 30/1999 mengatur mengenai prosedur pendaftaran dan permohonan Arbitrase BANI,


sebagai berikut:

1. Notice of Arbitration

Pihak yang akan mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui Arbitrase,


wajib terlebih dahulu menyampaikan Pemberitahuan Arbitrase atau dikenal dengan
Notice of Arbitration kepada termohon.

2. Pendaftaran dan Permohonan

Pemohon atau melalui kuasa hukumnya melakukan mendaftarkan dan


menyampaikan permohonan Arbitrase kepada sekretariat BANI. Penyerahan
permohonan ini juga disertai dengan pembayaran biaya pendaftaran dan administrasi
yang meliputi biaya administrasi sekretariat, pemeriksaan perkara, arbiter, dan
Sekretaris Majelis.

15
Setelah itu, permohonan akan didaftarkan ke dalam register BANI dan diperiksa
untuk ditentukan apakah BANI berwenang untuk melakukan pemeriksaan sengketa
tersebut.

3. Penunjukan Arbiter

Pada prinsipnya, para pihak dapat menyepakati untuk memilih Arbiter Tunggal
ataupun Majelis Arbiter ataupun menyerahkan keputusannya kepada BANI. Jika para
pihak sepakat memilih Majelis Arbiter maka para pihak menunjuk masing-masing 1
Arbiter dan ke-2 Arbiter yang ditunjuk akan menunjuk Arbiter ke-3.

4. Jawaban Termohon dan Tuntutan Balik

Sekretaris Arbiter menyampaikan salinan permohonan dan meminta Termohon untuk


menjawab dalam jangka waktu 30 hari. Di samping itu, Termohon juga berhak
melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus tersebut. Jika ternyata
Termohon bermaksud untuk mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi), maka
tuntutan tersebut dapat pula disertakan bersamaan dengan pengajuan Surat Jawaban.

5. Sidang Pemeriksaan

Selama 180 hari sejak ditetapkannya Arbiter, proses pemeriksaan dilaksanakan secara
tertutup dan tertulis menggunakan bahasa Indonesia untuk mendengar keterangan
dari para pihak yang bersengketa.

Putusan akhir ditetapkan paling lama 30 hari setelah ditutupnya persidangan dimana
terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, kecuali jika ada
dugaan pemalsuan, dokumen yang disembunyikan, dan tipu muslihat sehingga salah
satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan ke Pengadilan Negeri.

16
PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT KEPAILITAN

EXECUTIVE SUMMARY

Kepailitan merupakan proses penyelesaian sengketa bisnis melalui pengadilan niaga


sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”).

Pasal 1 Angka 1 UU 37/2004 menjelaskan definisi dari Kepailitan, yaitu:


“Kepailitan adalah Sita Umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.”

Sita Umum meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat Putusan Pernyataan Pailit
diucapkan dan segala sesuatu yang diperoleh selama Kepailitan, dengan pengecualian:

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat
tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan
makanan untuk 30 hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh
yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
3. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang.

Adapun syarat dalam mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit, yaitu:

1. Pasal 2 Ayat (1) UU 37/2004


“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya”

2. Pasal 8 Ayat (4) UU 37/2004


“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

17
Atau dapat disederhanakan, syarat mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit, yaitu:
1. Adanya utang yang telah jatuh waktu (jatuh tempo) dan dapat ditagih;
2. Utang dimaksud dapat dibuktikan secara sederhana;
3. Permohonan diajukan terhadap Debitor yang mempunyai 2 (dua) atau lebih Kreditor;

Serta ada ketentuan tambahan dalam ketentuan Pasal 2 Ayat (3) s/d (5), yaitu:
1. Dalam hal Debitor adalah Bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan
oleh Bank Indonesia.
2. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak berlakunya UU 21/2011.
3. Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan ole Menteri Keuangan.

Adapun beberapa keistimewaan Kepailitan dibandingkan menyelesaikan perkara tagihan


lewat Pengadilan dan Arbitrase, yaitu:

1. Jangka waktu pemeriksaan s/d Putusan Pernyataan Pailit diucapkan dibatasi selesai
dalam waktu 60 hari sejak permohonan pailit didaftarkan, lebih singkat
dibandingkan dengan Pengadilan secara normatif 5 bulan dan maupun Arbitrase 180
hari.

2. Ancaman yang sangat serius bagi Debitor jika gagal bayar dalam jangka waktu yang
ditentukan diatas, yaitu:
a. Seluruh utang Debitor diluar yang ditagihkan sejak putusan pernyataan pailit
seketika menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih (due & payable).
b. Bagi Debitor yang kena pailit maka secara otomatis kepercayaan stakeholder
menjadi menurun termasuk customer, distributor, supplier, agen, dan rekanan.
Salah satu dampaknya, operation cost menjadi lebih mahal karena stakeholder
cenderung tidak mau lagi dibayar pakai cicilan/termin namun maunya dibayar
lunas di awal atau cash & carry.
c. Seseorang, yang dalam 5 tahun terakhir pernah dinyatakan pailit/bersalah atas
kepailitan suatu perusahaan, tidak dapat menjadi Direktur dan Komisaris
perusahaan lain. [Pasal 93 Ayat (1) dan Pasal 110 Ayat (1) UU 40/2007]

Secara strategic kedudukan (ranking) Kreditor akan menjadi pertimbangan dalam


menentukan perlu tidaknya menagih secara Kepailitan, karena pada akhirnya hasil

18
penjualan harta pailit akan dibagikan berdasarkan urutan prioritas kedudukan Kreditor,
yaitu: (umumnya)

1. Upah pokok pekerja/buruh yang belum dibayarkan (Kreditor Preferen);

Struktur hierarki sebagaimana disebutkan di atas kembali mengalami perubahan sejak


dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 (“Putusan
MK 67/2013”). Putusan tersebut mengubah ketentuan dalam Pasal 95 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”),
yang berbunyi: Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan
peraturan perundangundangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Dalam amar putusannya, Putusan MK 67/2013 menyatakan bahwa:


Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai: “pembayaran upah pekerja/buruh yang
terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis,
tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan
pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan
hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari
kreditur separatis”;

2. Pajak negara (Kreditor Preferen);

Pasal 21 ayat (1) UU 28/2007


Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung
Pajak.

Pasal 21 ayat (3) UU 28/2007


Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu
barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

19
3. Kreditor Separatis, yaitu Kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan.
[Pasal 1134 Ayat (2) KUHPerdata]

4. Hak-hak pekerja/buruh yang lainnya seperti pemberian uang pesangon, uang


penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima
sebagaimana tercantum dalam Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
(Kreditor Preferen)

5. Kreditor Preferen (lainnya), yaitu Kreditor yang kedudukan piutangnya dianggap


memiliki hak istimewa karenanya diprioritas bahkan lebih dari Kreditor Separatis,
misalnya:

Pasal 1139 KUHPerdata


(i) Biaya Perkara; (ii) Uang Sewa; (iii) Pembelian Benda Bergerak yang berlum dibayar;
(iv) Biaya menyelamatkan barang; (v) Biaya yang masih harus dibayar kepada tukang
untuk melakukan pekerjaan (karena Hak Retain); (vi) upah-upah pengangkutan; dst.

Pasal 1149 KUHPerdata


(i) Biaya Perkara & Lelang; (ii) Biaya Penguburan; (iii) Biaya Pengobatan; (iv) Buruh
(Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013);

6. Kreditor Konkuren, yaitu Kreditor yang kedudukan terendah (tidak didahulukan),


dan dibagi-bagi menurut keseimbangan diantara para Kreditor Konkuren.
[Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata]

Kesimpulan
Pentingnya Kreditor sebelum mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit perlu untuk
melihat kedudukan Kreditor apakah Kreditor Separatis (apakah ada jaminan kebendaan),
Kreditor Preferen (apakah termasuk didahulukan pembayaran tagihannya), ataukah
Kreditor Konkuren.

20
PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT PKPU

EXECUTIVE SUMMARY

Selain Kepailitan, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”), memberikan opsi untuk
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang lebih
dikenal dengan istilah PKPU.

PKPU pada prinsipnya memberikan kesempatan kepada Debitor untuk menawarkan suatu
proposal perdamaian (rencana perdamaian) untuk membayar sebagian ataupun seluruh
utangnya (restrukturisasi) kepada para Kreditor.

Ketentuan pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit berlaku mutatis mutandis terhadap


pengajuan Permohonan PKPU, prosedurnya juga tidak jauh berbeda. Namun dalam PKPU
ada 3 (tiga) jangka waktu yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengadilan memeriksa dan memutus Permohonan PKPU yang diajukan oleh Kreditor
dalam jangka waktu paling lambat 20 hari. [Pasal 225 Ayat (3) UU 37/2004]

2. PKPU Sementara, yaitu paling lama 45 hari sejak tanggal permohonan PKPU
dikabulkan atau Putusan PKPU Sementara diucapkan. [Pasal 225 Ayat (4) UU 37/2004]

3. PKPU Tetap (termasuk perpanjangannya), yaitu paling lama 270 hari sejak tanggal
permohonan PKPU dikabulkan atau Putusan PKPU Sementara diucapkan. [Pasal 228
Ayat (6) UU 37/2004]

Jika dalam 270 hari tidak tercapai sepakat perdamaian, maka pihak Debitor akan
secara otomatis dinyatakan pailit oleh pengadilan. [Pasal 285 Ayat (3) UU 37/2004]

Fokus Utama Kepailitan adalah melikuidasi aset-aset Debitor untuk “membayar utang-
utangnya” kepada Kreditor sesuai Daftar Pembagian yang dibuat berdasarkan hasil
pencocokan piutang; sedangkan, Fokus Utama PKPU adalah merestruktur utang-utang
Debitor dengan menawarkan Proposal Rencana Perdamaian yang mencakup tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada para Kreditor.

Adapun isi proposal perdamaian, umumnya berisi nilai utang dan cara bayar (dengan cara
mencicil) yang ditawarkan kepada para Kreditor, yang terdiri dari:

21
a. Keadaan bisnis/usaha Debitor dan prospek kedepannya;
b. Neraca keuangan dan aset-aset Debitor (asset disclosure); dan
c. Tawaran cara bayar dari Debitor, berikut penjelasannya sehingga harapannya
Kreditor teryakinkan dan menyetujui proposal perdamaian dimaksud.

Debitor perlu membuat Proposal Perdamaian yang semenarik mungkin, namun tetap dapat
dilaksanakan dengan baik oleh Debitor, supaya semakin besar harapan untuk proposal
dimaksud dapat diterima oleh para Kreditor (misal kapan dan berapa cicilan atas tagihan
akan dibayarkan; dan apakah make sense proposal dimaksud.

Lalu bagaimana cara untuk men-secure Voting Proposal Perdamaian?


Pasal 281 Ayat (1) UU 37/2004

a. Persetujuan lebih dari ½ jumlah Kreditor Konkuren (yang haknya diakui) yang
hadir pada rapat Kreditor, yang mewakili paling sedikit ⅔ bagian dari seluruh
tagihan yang diakui; dan

b. Persetujuan lebih dari ½ jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan


gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya, yang hadir dan mewakili paling sedikit ⅔ bagian dari
seluruh tagihan dari Kreditor tersebut.

Meskipun demikian, Pengadilan berhak menolak untuk mengesahkan Proposal


Perdamaian dan mengesampingkan persetujuan dari Kreditor apabila:

a. Harta Debitur > jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam Proposal
Perdamaian;
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;
c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau
lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa
menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal
ini; dan/atau
d. Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar
atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.

22
Apabila Pengadilan menolak mengesahkan Rencana Perdamaian, maka Pengadilan wajib
menyatakan Debitor Pailit dalam putusan yang sama dan harus diumumkan dalam
sedikitnya 2 (dua) surat kabar harian.

23
PENYELESAIAN TAGIHAN LEWAT LAPORAN POLISI

Laporan Polisi adalah pemberitahuan yang disampaikan seseorang kepada instansi


Kepolisian tentang adanya dugaan telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa
pidana, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 24 UU 8/1981 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana. Suatu kejadian bisa berupa peristiwa pidana namun bisa
juga berupa peristiwa biasa, sehingga polisi perlu menyelidiki lebih lanjut.

Pada prinsipnya, sengketa keperdataan harus diselesaikan secara keperdataan, baik lewat
Gugatan ataupun Arbitrase, dan tidak bisa dilaporkan secara pidana ke Kepolisian. Akan
tetapi, jika kuasa hukum Kreditor dapat menemukan adanya unsur pidana (yang biasanya
terdapat pada tahap pra-transaksi dan tahap pelaksanaan transaksi itu sendiri), maka Kreditor
dapat melaporkan kepolisian setempat. Dalam hal ini, perlu kejelian seorang Lawyer untuk
bisa menemukan adanya unsur pidana dalam suatu kejadian yang adalah tagihan nyangkut
dengan pengalaman yang cukup.

Apa bedanya antara wanprestasi dengan tindak pidana (misal penipuan)?


Tagihan nyangkut adalah hasil dari tindakan wanprestasi dalam suatu transaksi [Pasal 1243
KUHPerdata]; wanprestasi adalah tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian/kontrak,
sedangkan tindak pidana penipuan sebagaimana Pasal 378 KUHP kata kuncinya adalah
“menggerakkan” atau “tergerak” karena:

a. Nama palsu atau martabat palsu; atau


b. Tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan
c. Untuk kemudian:
d. Menyerahkan barang;
e. Memberi utang;
f. menghapuskan piutang.

Perbedaannya adalah jika TELAH diperjanjikan sebelumnya dan wanprestasinya adalah


terkait hak dan kewajiban dalam perjanjian, maka termasuk dalam hubungan keperdataan.
Sedangkan jika TIDAK diperjanjikan sebelumnya dan memenuhi unsur-unsur tindak
pidana penipuan diatas, maka termasuk dalam tindak pidana. Nah jika TELAH
diperjanjikan sebelumnya, maka perlu kejelian seorang Lawyer untuk mencari ada
tidaknya tindak pidana penipuan ataupun tindak pidana terkait ekonomi didalamnya.

Tindak pidana ekonomi pada prinsipnya adalah suatu kejahatan yang dilakukan karena
atau terkait motif ekonomi, seperti misalnya kejahatan money laundering, atau kejahatan

24
menggunakan perangkat komputer/internet (computer crimes). Namun KUHP dalam Buku
Kedua tentang Kejahatan juga mengatur tentang tindak pidana terkait ekonomi, antara lain:

1. Pencurian (Pasal 362-367 KUHP)


Pencurian pada dasarnya adalah tindakan mengambil barang kepunyaan orang lain
dengan maksud untuk memilikinya (barang berpindah) secara melawan hukum.

2. Penggelapan (Pasal 372-377 KUHP)


Berbeda dengan Pencurian, pada Penggelapan, barang sudah ada dalam penguasaan
si pelaku dan pelaku secara melawan hukum mengakui barang orang lain sebagai
miliknya sendiri.

3. Penipuan (Pasal 378-395 KUHP)


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kata kunci Penipuan yaitu
“menggerakkan” atau “tergerak”.

4. Pemerasan dan Pengancaman (Pasal 368-371 KUHP)


Pemerasan dan Pengancaman kata kuncinya adalah adanya “ancaman” nyata yang
bertujuan untuk memaksa seseorang untuk:
a. Memberikan barang;
b. Memberikan utang;
c. Menghapuskan piutang.

Dalam Pemerasan, ancamannya berupa “kekerasan” dan merupakan delik biasa yang
tidak perlu persetujuan korban untuk memproses, sedangkan dalam Pengancaman,
ancamannya berupa “pencemaran nama baik” atau “ancaman akan membuka
rahasia” yang merupakan delik aduan yang artinya polisi hanya bisa memproses jika
korban yang mengadu atau melaporkan ke kepolisian.

5. Pemalsuan Surat (Pasal 263-276 KUHP)


Dari namanya sudah sangat jelas tindak pidana ini adalah tindakan membuat surat
palsu atau memalsukan surat yang bertujuan untuk:

a. Menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang; atau


b. Diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal;

25
yang seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Dalam hal ini, diperlukan adanya
unsur “pemakaian surat palsu tersebut telah menimbulkan kerugian” untuk bisa
melaporkan tindak pidana pemalsuan surat ke kepolisian.

Pada akhirnya, penyelesaian tagihan nyangkut bertujuan untuk INGIN DIBAYAR, dimana
sebelum terlaksananya pembayaran dimaksud akan ada negosiasi (perlawanan) secara alot,
karenanya kreditur perlu positioning alias punya “kartu truf” dalam negosiasi.

Dalam menagih melalui laporan polisi, maka kartu trufnya adalah pada saat berhasil naik
status penyidikan, penetapan tersangka, tangkap 1x24jam, dan tahan 20 hari, saat itulah
(berdasarkan pengalaman) Kreditur cenderung akan lebih proaktif untuk menyelesaikan
dengan cara segera membayar penuh dan melunasi tagihan dimaksud.

26

Anda mungkin juga menyukai