Sita/Beslag adalah :
Tindakan menempatkan harta kekayaan secara memaksa berada kedalam
penjagaan (to take into custody the property of a defendent).
Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)
berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa barang yang
disengketakan atau barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayran atas
pelunasan utang debitur/tergugat, dengan jalan menjual lelang barang yang
akan disita tersebut.
Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses
pemeriksaan sampai pada putusan pengadilan.
Tujuan Sita Menurut Yahya Harahap
Pada pokoknya sita jaminan bertujuan agar barang itu tidak digelapkan atau diasingkan
selama proses persidangan berlangsung, sehingga nantinya putusan dapat dilaksanakan.
Objek yang dapat dimohonkan sita jaminan :
1) Perkara utang piutang yang tidak dijamin dengan agunan tertentu. Sita jaminan dapat
diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat meliputi barang bergerak maupun tidak
bergerak;
2) Objek sita jaminan dalam perkara ganti rugi dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan
tergugat. Tuntutan ganti rugi ini timbul dari wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1243 – Pasal 1247 KUH Perdata atau perbuatan melawan hukum dalam bentuk ganti rugi
materiil dan imateriil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
3) Sengketa hak milik atas benda tidak bergerak yang hanya terbatas atas objek yang
diperkarakan/disengketakan;
4) Dapat diletakkan pada barang yang telah diagunkan sebelumnya.
TUJUAN PENYITAAN
Menurur Pasal 226 dan pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 1975,
pengabulan atas perintah pelaksaan sita, bertitik tolak dari permintaan atau permohonan penggugat.
Perintah penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim.
Bertitik tolak dari prinsip pemeriksaan persidangan yang dianut HIR-RBG adalah proses beracara
secara lisan, dihubungkan dengan ketentuan pasal 226 dan Pasal 227 HIR, bentuk peemohonan sita
dapat berbentuk lisan atau tertulis.
Pasal 227 ayat (1) HIR menghendaki agar sita diajukan dalam bentuk tertulis berupa surat permintaan:
a) Permintaan disatukan dengan surat gugatan
b) Diajukan dalam surat tersendiri
PRINSIP-PRINSIP POKOK SITA
Menurut pasal 227 HIR maupun pasal 720 Rv, alasan pokok permintaan sita:
1. Ada kekhawatiran atau prasangka tergugat:
Mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, dan
hal itu akan dilakukannya selama proses pemeriksaan perkara berlangsung;
2. kekhawatiran atau prasangka itu harus nyata dan beralasan secara objektif;
Penggugat harus dapat menunjukkan fakta ttg adanya langkah tergugat
menggelapkan objek sengketa selama pemeriksaan berlangsung;
Sekurang-kurangnya penggugat dapat menunjukkan indikasi objektif ttg adanya daya
upaya tergugat untuk menghilangkan/mengasingkan barangnya guna menghindari
gugatan.
3. Ada hubungan erat isi gugatan dengan penyitaan, yg apabila tidak dilakukan penyitaan
dan tergugat menggelapkan harta kekayaan, mengakibatkan kerugian pada pihak
penggugat
Penggugat wajib Menunjukkan Barang Objek Sita
Tidak dibenarkan menyebut secara umum. Permintaan sita yang diajukan secara umum
terhadap semua atau sebagian harta kekayaan tergugat, dianggap tidak memenuhi syarat.
Menyebut rinci identitas yang melekat pada barang
Penyebutan identitas barang secara lengkap meliputi:
a) jenis atau bentuk barang;
b) letak dan batas-batasnya serta ukurannya dengan ketentuan, jika tanah yang bersetifikat,
cukup menyebut nomor sertifikat hak yang tercantum di dalamnya;
c) Nama pemilik;
d) Taksiran harga;
e) Jika mengenai rekening, disebut nomor rekeningnya, pemiliknya, dan bank tempat
rekening berada maupun jumlahnya;
f) Jika saham, disebut nama pemegangnya, jumlahnya, dan tempat terdaftar.
Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
1. Dapat diterapkan atas tuntutan ganti rugi, Berdasarkan pasal 227 ayat (1) HIR,
sita jaminan hanya dapat diterapkan dalam perkara hutang-piutang.
Akan tetapi dalam praktiknya, penerapannya diperluas meliputi sengketa
tuntutan ganti rugi baik yang timbul dari:
Wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1247 KUH Perdata dalam
bentuk penggantian biaya, bunga dan keuntungan yang akan diperoleh, atau
Perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, dalam
bentuk genti rugi materil dan imateriil.
2. Dapat diterapkan dalam sengketa milik.
Sita jaminan ternyata telah diperluas juga meliputi sengketa hak milik atas benda
tidak bergerak.
Objek Sita Jaminan
Pembekuan harta bersama dibawah penyitaan berfungsi untuk mengamankan atau melindungi
keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak bertanggung jawab dari
tergugat.
Tentang sejauh mana tindakan pengamanan yang diamanatkan sita harta bersama, dapat
berpedoman kepada ketentuan pasal 823 Rv berdasarkan atas kepentingan beracara. Menurut
pasal ini, tindakan pengamanan meliputi:
Penyegelan
Pencatatan
Penilaian harta bersama
Penyitaan harta bersama
Menurut M. Yahya Harahap, sita marital bertujuan utama untuk membekukan harta
bersama suami istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga
selama proses perkara atau pembagian harta bersama berlangsung.
Pasal 95 ayat (1) KHI memungkinkan untuk dilakukan sita marital oleh seorang
suami/istri dalam suatu perkawinan tanpa melakukan gugatan perceraian apabila
salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama
seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya.
Pasal 136 ayat (2) KHI menyatakan bahwa pelaksanaan sita marital hanya dapat
dilakukan oleh seorang suami/istri yang masih terikat dalam ikatan perkawinan
dengan cara mengajukan permohonan sita marital kepada Pengadilan Agama.
SITA EKSEKUSI
Sita eksekusi bermakna sebagai pengganti dan jaminan jumlah uang yang diperoleh
setelah barang yang disita dijual lelang. Sehingga dapat dipahami bahwa sita
eksekusi dilakukan pada tahap proses (hal. 68 – 69): Perkara yang bersangkutan
telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap; dan Penyitaan dilakukan
pada tahap proses eksekusi.
Sita eksekusi tidak diperlukan lagi jika dalam perkara tersebut sebelumnya telah
dilakukan sita jaminan. Karena secara otomatis objek yang di sita jaminan akan
dilakukan eksekusi pada saat perkara telah diputus oleh pengadilan dan telah
berkekuatan hukum tetap (inkrakh)
Pengaturannya ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti berikut:
Pasal 190 KUH Perdata yang berbunyi: Sementara perkara berjalan, dengan izin hakim, istri
boleh mengadakan tindakan-tindakan untuk menjaga agar harta kekayaan persatuan tidak
habis atau diboroskan.
Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No 9 Tahun 1975; Menurut pasal ini, selama berlansungnya
gugatann perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan
pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan dapat mengizinkan dan menentukan
hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama
suami-istri.
Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989; Bunyi pasal ini persis sama dengan pasal 24 ayat (2)
huruf c PP No 9 Tahun 1975. Berdasarkan pasal 78 huruf c, lingkungan peradilan agama
pun telah memiliki aturan hukum positif tentang lembaga sita harta bersama (sita marital).
Pasal 823 Rv yang berbunyi: Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan sehubungan dengan pasal
190 KUH perdata adalah penyegelan, pencatatan harta kekayaan dan penilain bararng-barang,
penyitaan jaminan atas barang-barang bergerak bersama atau barang-barang yang tetap
bersama...
Sita Revindicatoir
Sita revindikasi merupakan upaya pemilik barang yang sah untuk menuntut
kembali barang miliknya dari pemegang yang menguasai barang itu tanpa
hak.
Revindicatoir beslag atau sita revindikasitermasuk kelompok sita tetapi
mempunyai kekhususan tersendiri. Kekhususan itu, terutama terletak pada
objek barang sitaan dan kedudukan penggugat atas barang itu:
a. Hanya terbatas barang bergerak yang ada di tangan orang lain (tergugat),
b. Barang itu, berada di tangan orang lain tanpa hak, dan
c. Permintaan sita diajukan oleh pemilik barang itu sendiri agar dikembalikan
kepadanya.
Dalam Pasal 226 ayat 1 HIR dan Pasal 260 ayat 1 R.Bg dinyatakan bahwa apabila
seseorang memiliki barang bergerak dan barang tersebut berada di tangan orang lain,
maka orang tersebut dapat meminta dengan surat atau secara lisan kepada Ketua
Pengadilan Negeri di lingkungan Peradilan Negeri dalam daerah hukum si pemegang
barang;
Permintaan untuk mengajukan permohonan sita revindikasi dapat diajukan secara lisan
maupun tertulis kepada ketua Pengadilan Negeri, dimana tempat orang yang
memegang barang tersebut tinggal agar penyitaan atas barang sitaan jauh lebih
mudah.
Menurut Pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata dan Pasal 1751 KUHPerdata disebutkan bahwa
hanyalah pemilik benda yang bergerak yang barangnya dikuasai orang lain yang dapat
mengajukan sita revindikasi.
Hal ini juga berlaku kepada hak reklame, yaitu hak daripada penjual barang bergerak
untuk meminta kembali barangnya apabila harga barang tidak dibayar. Pemilik barang
tersebut juga dapat mengajukan sita revindikasi Pasal 1145 KUHPerdata dan Pasal 232
KUH Dagang.
Syarat atau Alasan Pokok Sita Revindikasi
Syarat pokok atau alasan utama yang harus dinilai pengadilan atas permintaan sita revindikasi,
merujuk kepada ketentuan Pasal 226 ayat (1) HIR, Pasal 714 Rv:
a. Objek sengketa adalah barang bergerak
Pasal 226 ayat (1) HIR mengatakan, objek sita revindikasi adalah barang bergerak. Dengan demikian,
objeknya barang bergerak yang berada di tangan tergugat.
b. Pemohon adalah pemilik barang
Syarat atau alasan yang dibenarkan untuk meminta sita revindikasi, yaitu pemohon adalah pemilik
barang. Sita ini tidak dapat diajukan penyewa atau peminjam atau atas dasar wanprestasi untuk
membayar ganti rugi, tetapi harus pemilik barang. Hal ini sesuai dengan pengertian maupun tujuan
sita revindikasi, yaitu menuntut kembali barang milik penggugat yang berada di tangan dan
penguasaan tergugat.
c. Barang berada di bawah penguasaan tergugat tanpa hak berdasar jual-beli maupun pinjam;
d) Menyebut dengan saksama barang yang hendak disita
Barang yang hendak disita, harus dinyatakan dengan seksama dalam surat permintaan. Menyebut
dengan jelas jenis, jumlah, merek atau identitas maupun sifat yang melekat pada barang. Apabila
penggugat tidak mampu menjelaskannya dalam surat permintaan, maka dapat dijadikan alasan oleh
pengadilan untuk menolak permintaan.