Anda di halaman 1dari 35

KONSEP DASAR HUKUM

ACARA PERDATA DI
INDONESIA

OLEH :
NURNAZLI, SH, S.AG, MH

UIN RADEN INTAN LAMPUNG


2019
SUB POKOK BAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara Perdata


B. Tujuan dan Sifat Hukum Acara Perdata
C. Sumber Hukum Acara Perdata di Indonesia
D. Asas-Asas dalam Hukum Acara Perdata
E. Perbedaan Hukum Acara Perdata dengan Hukum Acara
Pidana
F. Pengertian Perkara Perdata, Gugatan dan Permohonan
(Baca : Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia,
hlm. 1 -36)
UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
A. Pengertian hukum
acara perdata

 Prof. Wirjono Projodikoro :


Hukum Acara Perdata adalah Peraturan-peraturan yang memuat cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan atau dimuka pengadilan dan
cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
 Prof. Abdulkadir Muhammad
Hukum acara perdata adalah : peraturan hukum yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan (hakim), sejak diajukan
gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.
Prof Dr Sudikno Mertokusumo,
Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana cara ditaatinya hukum
perdata materiil dengan perantaraan hakim. Atau,
Peraturan hukum yang menentukan bagaimana
caranya menjamin pelaksanaan hukum materiil.
Lebih konkrit lagi: hukum Acara Perdata mengatur
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak,
memeriksa serta memutuskannya dan pelaksanaan
dari putusan.
Ruang Lingkup Kajian HAP adalah :

1. Bagaimana caranya subjek hukum mengajukan


perkara ke pengadilan;
2. Bagaimana caranya pihak yang dirugikan
kepentingannya untuk mempertahankan diri;
3. Bagaimana hakim bertindak terhadap para
pihak yang berperkara sekaligus memeriksa
perkara yang diadili.
4. Bagaiman cara melaksanakan putusan hakim.
5. Bagaimana cara melakukan perlawanan dalam
perkara perdata di pengadilan.
B.TUJUAN h.a.p

Merealisasikan pelaksanaan hukum perdata


materiil;
 Menghindari tindakan main hakim sendiri
(Eigenrichting).
Memberikan kepastian hukum.
Menjamin keadilan bagi pihak-pihak yang
bersengketa perdata.
C. Sifat h.a.p

 Mengatur :
Peraturan dalam HAP memberikan tuntunan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Mulai dari
pengajuan perkara hingga pelaksanaan putusaan
hakim.
 Memaksa :
Yakni mengikat para pihak yang berperkara, dan
ketentuan-ketentuan atau peraturan hukum acara
perdata harus dipenuhi.
D. FUNGSI h.a.p

Mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata


materiil, artinya hukum perdata materiil itu dipertahankan
dengan menggunakan hukum acara perdata (Hukum
perdata formil) oleh alat-alat penegak hukum manakala
terjadi pelanggaran dan sengketa perdata.
C. SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

 Sampai Saat ini, Hukum Acara Perdata


belum memiliki Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Perdata yang bersifat
nasional. Sumber-sumber hukum acara
perdata yang tersebar di berbagai
peraturan perundang-undangan.
Sumber Hukum Acara Perdata Indonesia :

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), yang diperbarui dengan Staatsblad


1848 N0 16 Jo Stb Nomor 1941 No. 44.
RBg (Reglement op de Buitengewesten) Stb 1927/No 227. Reglement tentang
hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura
BRv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering), Stb tahun 1847 No 52 Jo
Stb 1849
UU Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan Jawa dan Madura;
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP Nomor 9 Tahun 1975,
dan PP Nomor 45 Tahun 1990
UU No. 48 Tahun 2009 Jo UU No 4 Th 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU No.5/2004 Jo UU No. 3/2009 Tentang Mahkamah Agung.
UU N. 8/2004 Jo UU No. 49/2009 Tentang Peradilan Umum.
UU No. 50/ 2009 Jo UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama.
UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat
KUH Perdata Buku ke IV tentang Pembuktian
dan daluarsa
Yurisprudensi
Peraturan Mahkamah Agung
Hukum Adat
Doktrin.
D. AZAS-AZAS H.A.P

1. Hakim Bersifat Menunggu


2. Hakim bersifat pasif
3. Sidang Terbuka untuk umum
4. Mendengar kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai dengan alasan-alasan
(motievering Plicht)
6. Berperkara dikenai biaya
7. Tidak ada keharusan untuk mewakilkan
8. Peradilan dilakukan “demi keadilan berdasarkan ke
Tuhan-an yang Maha Esa”
1. Hakim Hanya bersifat menunggu

Inisiatif berperkara di pengadilan datang dari pihak


yang bersengketa, jadi hakim tidak mencari perkara.
Nemo yudex sine actor (tidak ada tuntutan hak, maka
tidak ada hakim).
Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan,
dengan alasan karena tidak ada peraturan hukumnya,
hakim harus memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10
(1) UU Nomor 48/2009).
Ius curia novit (Hakim dianggap tahu semua aturan
hukum)
 Hakim Bersifat Pasif

 Maksudnya hakim tidak menentukan ruang lingkup dan luas


pokok sengketa yg diajukan kepadanya, tetapi ditentukan
sendiri oleh para pihak.
 Hakim tidak boleh mengurangi atau menambah tuntutan para
pihak;
 Hakim wajib memeriksa dan mengadili seluruh bagian
gugatan, tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan atas
perkara yg tidak di tuntut/mengabulkan lebih dari apa yang
dituntut (ultra petitum). Lihat Pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR/ 189
ayat 2 dan 3 RBg.
 Dalam memimpin sidang hakim harus aktif. Misalnya :
- Menemukan hukum (Psl. 5 (1) UU No. 48/2009);
- Mendamaikan para pihak (Psl. 10 (2) UU No. 48/2009).
Hakim 1. Metode
Jika terdapat melakukan Interpretasi
kekosongan penemuan
hukum/huku hukum 2. Konstruksi
(Rechtsvinding Hukum
m tidak jelas )
Sidang Terbuka Untuk Umum

 Diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. “Semua


sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum,
kecuali undang-undang menentukan lain”.
 Tujuannya adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yg
adil, tidak memihak dan objektif dan melidungi HAM.
 Sidang pengadilan dapat dihadiri, didengar dan dilihat oleh
siapapun kecuali oleh orang- orang yg memang dilarang undang-
undang,
 Apabila asas ini tidak dipenuhi maka putusan hakim menjadi
batal demi hukum.
 Persidangan dapat dilakukan secra tertutup dalam kasus seperti,
perceraian, perzinaan, dan pemeriksaan anak di bawah umum.
 Mendengar Kedua Belah Pihak

Diatur dalam : Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009;


Hakim tidak boleh memihak (impartial)
Para pihak yg berperkara harus diperlakukan sama, adil
dan tidak memihak untuk membela dan melindungi
kepentingan yg bersangkutan;
Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu
pihak sbg sesuatu yg benar, tanpa mendengar atau
memberi kesempatan pihak lain untuk menyampaikan
pendapatnya.
Pasal 4 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman :
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang. Pasal 4 ayat (2)
Pengadilan membantu pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala hambatan dan
rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Putusan harus disertai dengan
alasan-alasan (motievering Plicht)

Diatur dalam : Pasal 14 (2) UU No. 48 Tahun 2009, Pasal


184 ayat (1) HIR, dan Rbg: Psl. 195 dan Psl. 618.
 Tujuan adalah :
a) Untuk mempertanggung jawabkan putusan hakim tsb kepada
masyarakat;
b) Untukmemberi bobot ilmiah dan obyektif dalam putusan
yang bersangkutan.
c) Agar putusan hakim tsb mempunyai wibawa.
d) Menjaga agar tidak terjadi perbuatan sewenang-wenang dari
hakim.
PASAL 14 UU NOMOR 48 TAHUN 2009

 (1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim


yang bersifat rahasia.
 (2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan.
 (3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat
bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung.
 Berperkara dikenai biaya

Biaya ini mencakup biaya dalam hal :


a) Kepaniteraan
b) Pemanggilan, khususnya untuk
pemanggilan para pihak yang sedang
berperkara di pengadilan.
c) Pemberitahuan para pihak. khususnya
untuk pemberitahuan para pihak.
d) Meterai, menurut UU meterai
e) Pengacara, jika perlu
f) Ahli bahasa, jika perlu.
 Tidak ada keharusan untuk mewakilkan

 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak untuk mendapat


bantuan hukum (Pasal 68 B (1) UU No. 49/2009)
(1) “Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh
bantuan hukum. (2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari
keadilan yang tidak mampu.
 Tidak ada keharusan kepada para pihak untuk mewakilkan
pengurusan perkaranya kepada kuasa yang ahli hukum.
 Pemeriksaan di persidangan dilakukan secara langsung terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan.
 Jika para pihak menghendaki dapat mewakilkan kepada kuasaanya.
 Tanpa surat kuasa khusus misalnya dalam Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok (Peraturan MA No. 2 Tahun 2002)
 Peradilan dilakukan “demi keadilan
berdasarkan ke Tuhan-an yang Maha Esa”

 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009


tentang Kekuasaan Kehakiman, “Peradilan dilakukan Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kalimat
tersebut adalah roh atau turunan Pasal 29 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
 Makna filosofisnya adalah bahwa perilaku hakim dalam
mengadili suatu perkara harus berpedoman dan
berdasarkan pada hukum, baik hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis.
 Putusan hakim tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada
pimpinan atau atasan saja, namun harus mampu
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat umum, agama,
dan tentu saja kepada Tuhan Yang Maha Esa.
E. Perbedaan H. Acara Perdata dengan H. Acara Pidana

Perkara Perdata : Perkara Pidana :


 Dasar Timbulnya perkara:  Dasar Timbulnya perkara:
Timbul karena wanprestasi atau perbuatan Timbul karena adanya kejahatan atau
melawan hukum. pelanggaran hukum pidana
 Inisiatif Berperkara:  Inisiatif Berperkara:
Pihak yang berinisiatif untuk berperkara Datang dari Penegak hukum sebagai
adalah pihak yang haknya dirugikan. perpanjangan tangan negara.
 Tugas dan Fungsi Pengadilan;  Tugas dan Fungsi Pengadilan;
Mencari kebenaran formil sesuai dengan Mencari kebenaran materil sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh para. rumusan peraturan Per-UU-an yang dilanggar.
 Masalah Perdamaian:  Masalah Perdamaian:
Perdamaian dapat dilakukan kapan saja Tidak ada perdamaian dalam Sistem Peradilan
selagi belum dibacakan putusan hakim. Pidanan.
 Sumpah; dikenal sumpah decissoire  Sumpah; tidak dikenal sumpah decissoire
 Sanksi/Hukuman :  Sanksi/Hukuman :
Pihak yang kalah wajib memenuhi Sanksi berupa hukuman fisik, berupa
prestasi, bukan berupa hukuman fisik. hukuman penjara, hukuman denda, hukum
mati, dsb.
F. Kewenangan Mengadili (Kompetensi)
Absolut dan Relatif

Kompetensi Absolut :

Kewenangan badan peradilan yang telah ditentukan


oleh Peraturan Perundang-Undangan, bersifat bulat
dan melekat dari suatu jenis pengadilan, yang
mempunyai kedudukan sederajat/setingkat.
Contoh; Pengadilan Negeri dengan Pengadilan
Agama. Pengadilan Administrasi terhadap
Pengadilan Negeri (Umum), atau Pengadilan Agama
dengan Pengadilan Militer.
KOMPETENSI RELATIF :

Kewenangan mengadili perkara dari suatu


pengadilan berdasarkan pada daerah hukum.
Daerah hukum pengadilan negeri meliputi
kabupaten/kota.
Contohnya : Pengadilan Negeri Tanjung karang
berwenang mengadili perkara perdata yang
berada di wilayah kota Bandar Lampung, dan
tidak berwenang mengadili perkara yang masuk
wilayah kekuasaan Pengadilan negeri Metro
 Kompetensi Relatif diatur dalam Pasal 118 Het Herziene
Indonesisch Reglement (HIR).
 Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan bahwa "Tuntutan
(gugatan) perdata yang pada tingkat pertama termasuk
lingkup wewenang pengadilan negeri, harus diajukan
dengan surat permintaan (surat gugatan) yang
ditandatangan oleh penggugat, atau oleh wakilnya
menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di
tempat diam si tergugat, atau jika tempat diamnya tidak
diketahui, kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggalnya yang sebenarnya".
Susunan Pengadilan Negeri Terdiri dari :

Ketua Pengadilan Negeri;


Hakim
Panitera
Sekretaris
Juru Sita
Susunan Hakim Yg Menyelesaikan Perkara
Perdata Terdiri dari :

Hakim Ketua ;
Hakim Anggota
Panitera/Panitera Pengganti
Juru Sita/Juru Sita Pengganti
A. PENGERTIAN PERKARA,
GUGATAN DAN PERMOHONAN

PERKARA PERDATA GUGATAN/YURISDIKSI CONTENTIOSA PERMOHONAN/YURISDIKSI VOLUNTER

 Merupakan setiap perkara yang  gugatan mengandung sengketa;  Permohonan tidak mengandung
diselesaikan melalui pengadilan,  Terdiri dari dua pihak yang sengketa, karena hanya minta
yang termasuk ruang lingkup bersengketa, yang disebut dengan ditetapkan secara hukum ;
bidang-bidang perdata, baik Penggugat dan Tergugat;  Hanya terdiri dari satu pihak yang
karena adanya sengketa maupun  Dalam memeriksa perkara hakim berinisiatif, yang disebut Pemohon.
tidak ada sengketa antara subjek terbatas pada apa yang dikemukakan  Dalam memeriksa perkara hakim
hukum. dan diminta oleh pihak-pihak dapat melebihi apa yang dimohonkan
 Perkara perdata dapat berbentuk  Hakim mengeluarkan putusan yang karena tugas hakim bercorak
gugatan ataupun permohonan. bersifat menghukum atau administratif.
 Penyelesaiannya menggunakan membatalkan atau memberikan sanksi  Hakim mengeluarkan suatu penetapan
Hukum Acara Perdata Indonesia. material untuk dijatuhkan kepada sesuai dengan hal yang dimohonkan
pihak yang berperkara; untuk ditetapkan;
 Contoh : Gugatan wanprestasi dalam  Contoh: Permohonan pengangkatan
utang piutang, jual beli, perceraian, anak, permohonan isbat nikah,
sengketa waris, dll permohonan penetapan sebagai ahli
waris, penetapan isbat wakaf, dll
ASSALAMUALAIKUM
WARAHMATULLAHI
PENGERTIAN GUGATAN :
WABARAKATUH
 Menurut RUU Hukum Acara Perdata Psl 1 angka 2,
gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa
dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan
“putusan”.
 Menurut Sudikno Mertokusumo, adalah tindakan yang
bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah main hakim
sendiri(eigenrichting).
ASSALAMUALAIKUM
WARAHMATULLAHI
GUGATAN DALAM PERKARA PERDATA:
WABARAKATUH
 Gugatan dalam Perkara Perdata terbagi dua yaitu :
1) Gugatan Wanprestasi, yaitu gugatan yang diajukan oleh
pihak yang berkepentingan dikarenakan adanya
pelanggaran kontrak (wanprestasi)
2) Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (On Recht
Matigedaad), yaitu gugatan ganti rugi karena adanya
suatu perbuatan Melawan Hukum yang mengakibatkan
kerugian pada orang lain. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
ASSALAMUALAIKUM
WARAHMATULLAHI
WABARAKATUH
Perbuatan Melawan Hukum harus memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya kesalahan;
2. Adanya Kerugian;
3. Adanya hubungan sebab akibat (kausalitas)
antara PMH dengan kerugian;
PERMOHONAN/
GUGATAN VOLUNTER
Ciri-Ciri Permohonan :
Pengertian Permohonan : 1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan
sepihak, tidak bersentuhan dengan hak dan
Perkara perdata yang diajukan ke kepentingan orang lain.
Pengadilan tetapi tidak mengandung 2. Permasalahan yang dimohonkan tanpa
sengketa, dan tidak ada pihak-pihak sengketa dengan pihak lain,artinya bahwa
yang bersengketa, hakim hanya akan tidak dibenarkan untuk mengajukan
memberi suatu “Penetapan” permohonan tentang penyelesaian sengketa
hak atau pemilikan.
3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang
ditarik sebagai lawan.

Anda mungkin juga menyukai