Nim : 22061070
Prodi : Pendidikan Teknik Bangunan
Tugas agama pertemuan ke 6
Allah ta‟ala telah menjaga Al-Qur‟an yang agung ini dari upaya perubahan,
penambahan, pengurangan atau pun 26 menggantikannya. Dia ta‟ala telah menjamin
akan menjaganya sebagaimana dalam firman-
Nya,
Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda,
perbuatan dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum
Islam yang kedua sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang
memerintahkan untuk mentaati RasulullahSAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali
Imran ayat 32:
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah
bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."
Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai
pemberi keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang
ketentuannya tidak ada di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh
Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan
adakalanya berasal dari ijtihad.
3. Ijma
Ijma‟ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid (yang berijtihad) dari kaum
muslimin pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW atas sesuatu hukum
syara dalam satu kasus” . Sedangkan Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber
hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref atau portal akademik
Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai Sumber
Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam
Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam
menetapkan hukum atas segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-
Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat berbagai masalah yang timbul di
era globalisasi dan teknologi modern.
Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf,
merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat
Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu
hukum syara' mengenai suatu kasus atauperistiwa.
Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijmasukuti.
1) Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui
pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma
sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkanjangankan yang dilakukan
dalam suatu majelis, pertemuan tidakdalam forum pun sulit dilakukan.
2) Ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau
lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukumsatu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak.
Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti
pendapat itu.
3) Ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau
lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukumsatu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak.
Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti
pendapat itu.
4) Ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau
lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukumsatu masalah dalam masa
tertentu kemudian pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak.
Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain yang menggungkapkan
perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti
pendapat itu.
4. Al-Qiyas
Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah
mempersamkan suatu hukum dalam suatu kasus yang tidak terdapat nash dengan
suatu kasus hukum yang lain yang dinashkan, karena persamaan ilat hukum. Dalam
hal ini Djazuli juga mengutip pendapat ulama Indonesia Hasby Ash Shiddieqy yang
mengatakan bahwa : Pada masa shabat, qiyas diartikan dengan mengembalikan
ssuatu dengan maksud Syara kepada kaidah-kaidah yang umum , dan kepada ilat-ilat
yang lekas difahami yang tidak berselisih lagi. Atau dengan kata lain . Qiyas adalah
bentuk sistematis dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang
amat penting
Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki
tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma. Karena
persamaan ilat hukum. Imam Syafii mengatakan
“Setiap kejadian /peristiwayang terjadi pda seorang muslim, pasti ada hukumnya, dan
dia wajib mengikuti nash ( dalil al-Qur‟an dan alHadis), apabila ada nashnya.
Apabila tidak ada nashnya maka dicari dari permasalahannya (dalalah-nya) di atas
jalan yang benar degan ijtihad danijtihad itu adalah qiyas”
1. Wajib
Saya yakin, banyak yang menyadari betul kata wajib satu ini. Dikatakan wajib apabila
mengerjakan perbuatan akan mendapatkan pahala. Apabila meninggalkan kewajiban, akan
mendapatkan siksa atau dosa. Kecuali bagi orang yang tidak mengetahui ilmu/aturan.
2.Sunnah
Dikatakan sunnah apabila seseorang yang mengerjakan perintah akan mendapatkan pahala.
Jika tidak mengerjakannya pun tidak dosa atau tidak disiksa. Hanya saja, banyak orang yang
menyarankan untuk mengerjakan sunnah, karena sayang jika ada kesempatan mengumpulkan
amal, tidak dimanfaatkan.
3.Haram
Dalam kehidupan sehari-hari, umat muslim memiliki banyak aturan yang menyangkut
tentang ke-halal-lan dan mana yang haram. Dikatakan haram apabila hal-hal yang dilarang tetap
dilanggar, akan dicatat sebagai dosa. Jika meninggalkan hal-hal yang haram, maka akan dicatat
mendapatkan pahala.
4.Makruh
Dikatakan makruh apabila aturan yang dimakruhkan di tinggalkan, maka jauh lebih baik.
sedangkan jika yang dimakruhkan tetap dilakukan, maka kurang elok atau kurang baik. Baik
itu kurang baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Misalnya, merokok, bagi diri sendiri tidak baik untuk kesehatan. Bagi orang pun juga kurang
baik.
5.Mubah
Dikatakan mubah hal-hal yang dibolehkan dalam agama dibolehkan di kerjakan atau yang
seharusnya di tinggalkan tidak di kerjan Dikatakan sunnah apabila seseorang yang mengerjakan
perintah akan mendapatkan pahala. Jika tidak mengerjakannya pun tidak dosa atau tidak
disiksa. Hanya saja, banyak orang yang menyarankan untuk mengerjakan sunnah, karena sayang
jika ada kesempatan mengumpulkan amal, tidak dimanfaatkan.