Anda di halaman 1dari 4

TUGAS 7

RESUME PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Nama :Taufik Ramadhan

Nim :22337081

RESUME

SYARI’AH ISLAMIYAH

A. Pengertian Syariah Islam

Syariat secara bahasa, berarti : ‘jalan yang lurus’ atau ‘sumber mata air’. Jadi orang yang
menjalankan Syariat berarti berjalan di atas jalan yang benar (lurus). Dan orang yang tak menjalankan
Syariat berarti berjalan melalui jalan yang salah alias salah jalan. Demikian juga dengan pengertian
‘mata air’. Orang yang memegang Syariat berarti ada di sekitar sumber mata air. Ia tidak akan
kehausan sedangkan kebutuhan pada air adalah kebutuhan mutlak dalam hidup. Sementara orang yang
tidak memegang Syariat berarti jauh dan mata air. Ia akan terancam kehausan dan kekeringan. Secara
terminologi, artinya: “Semua yang ditetapkan Allah atas hambaNya berupa agama (dien) dari
berbagai aturan”. Juga bisa didefinisikan: “Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah l. untuk hamba-
Nya, baik melalui Al-Qur’an ataupun dengan Sunnah Nabi n. berupa perkataan, perbuatan dan
pengakuan.” Maksudnya Syariat islam mencakup semua aturan yang ada dalam Islam, termasuk
Aqidah, Hukum, dan Akhlak. Jadi Syariat ialah Islam itu sendiri. Namun belakangan kata Syariat
diartikan para Ahli sebagai Sistem Hukum dalam Islam.

B. Sumber Syariah Islam

Sumber-sumber ajaran Islam, berkaitan pula dengan sumber-sumber hukum Islam. Yang
dimaksud sumber hukum adalah dasar-dasar pijakan dalam pengambilan keputusan hukum. Para
ulama sepkat bahwa sumber hukum dalam Islam adalah sebagai berikut :

1. Al-Qur‟an

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya
berbahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.

Al-Qur‟an adalah kalam Allah ta‟ala yang diturunkan kepada Rasul dan Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu „alaihi wasallam, diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
An-Naas. Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib
dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan
ketidaksanggupan atau kelemahan yang dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan,
walaupun manusia itu adalah orang pintar.

Allah ta‟ala berfirman:

‫تَ ْن ِزي ً ا‬
‫ْل ْالق ْر ٰانَ َعلَي َْك ن ََّز ْلنَا نَحْ ن اِنَّا‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur‟an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-
angsur.” (Al-Insaan: 23)

Dan firman-Nya,

‫تَ ْع ِقل ْونَ لَّ َعلَّك ْم َع َر ِبيًّا ق ْر ٰانًا اَ ْنزَ ْل ٰنه اِنَّا‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur‟an dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.” (Yusuf: 2)

Allah ta‟ala telah menjaga Al-Qur‟an yang agung ini dari upaya perubahan, penambahan,
pengurangan atau pun 26 menggantikannya. Dia ta‟ala telah menjamin akan menjaganya
sebagaimana dalam firmanNya:

‫الذ ْك َر ن ََّز ْلنَا ن َْحن اِنَّا‬


ِ ‫لَحٰ ِفظ ْونَ لَه َواِنَّا‬
“Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Oleh karena itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh
Allah yang berhasil untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah
SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka tipu dayanya.

2. Hadits

Al-Hadis adalah adalah suatu perkataan atau berita . Hadis Rasul adalah suatu perkataan,
berita, informasi yang berasal dari Rasulullah SAW. Sedangkan Al-Sunnah adalah jalan hidup yang
dilalui, atau yang di jalani atau sesuatu yang telah dibiasakan. Sunnah Rasul adalah apa yang biasa di
jalankan dalam kebiasaan hidup Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan maupun
persetujuan Rasul.

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan
dan persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua
sesudah Al Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati
Rasulullah SAW seperti firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

‫ّللا اَ ِطيْعوا ق ْل‬ َّ ‫ّللا فَا َِّن تَ َولَّ ْوا فَا ِْن ا َو‬
َ ٰ ‫الرس ْو َل‬ َ ٰ ‫ْال ٰك ِف ِريْنَ ي ِحب َل‬
ِِKatakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah
bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi
keterangan, sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada
di dalam Al Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya
atas petunjuk (ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

3. Ijma

Ijma‟ adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid (yang berijtihad) dari kaum muslimin pada
suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW atas sesuatu hukum syara dalam satu kasus” .
Sedangkan Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul.
Dalam moraref atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang
Ijma sebagai Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam
Dewasa Ini karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas
segala permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini
melihat berbagai masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.

Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma
dengan kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah
wafatnya Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti.

1) Ijma sharih atau lafzhi adalah kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat
maupun perbuatan terhadap hukum masalah tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka
terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu majelis, pertemuan tidak dalam forum
pun sulit dilakukan.

2) Ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau lebih
mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian
pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara
mujtahid lain yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu
setelah meneliti pendapat itu.

4. Al-Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah mempersamkan suatu
hukum dalam suatu kasus yang tidak terdapat nash dengan suatu kasus hukum yang lain yang
dinashkan, karena persamaan ilat hukum. Dalam hal ini Djazuli juga mengutip pendapat ulama
Indonesia Hasby Ash Shiddieqy yang mengatakan bahwa : Pada masa shabat, qiyas diartikan dengan
mengembalikan ssuatu dengan maksud Syara kepada kaidah-kaidah yang umum , dan kepada ilat-ilat
yang lekas difahami yang tidak berselisih lagi. Atau dengan kata lain . Qiyas adalah bentuk sistematis
dan yang telah berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting

Sebelumnya dalam kerangka teori hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir
karena ia memandang qiyas lebih lemah dari pada ijma. Karena persamaan ilat hukum. Imam Syafii
mengatakan “Setiap kejadian /peristiwayang terjadi pda seorang muslim, pasti ada hukumnya, dan dia
wajib mengikuti nash ( dalil al-Qur‟an dan alHadis), apabila ada nashnya. Apabila tidak ada nashnya
maka dicari dari permasalahannya (dalalah-nya) di atas jalan yang benar degan ijtihad dan ijtihad itu
adalah qiyas”

C.Pembagian Syariat Islam Jika dilihat dari pembagian hukum islam,

memiliki beberapa bagian. Ada yang hukumnya wajib, ada yang hukumnya sunnah, haram,
makruh dan mubah.:

1. Wajib

Saya yakin, banyak yang menyadari betul kata wajib satu ini. Dikatakan wajib apabila
mengerjakan perbuatan akan mendapatkan pahala. Apabila meninggalkan kewajiban, akan
mendapatkan siksa atau dosa. Kecuali bagi orang yang tidak mengetahui ilmu/aturan.
2. Sunnah Dikatakan sunnah apabila seseorang yang mengerjakan perintah akan mendapatkan
pahala. Jika tidak mengerjakannya pun tidak dosa atau tidak disiksa. Hanya saja, banyak orang yang
menyarankan untuk mengerjakan sunnah, karena sayang jika ada kesempatan mengumpulkan amal,
tidak dimanfaatkan.

3. Haram Dalam kehidupan sehari-hari, umat muslim memiliki banyak aturan yang
menyangkut tentang ke-halal-lan dan mana yang haram. Dikatakan haram apabila hal-hal yang
dilarang tetap dilanggar, akan dicatat sebagai dosa. Jika meninggalkan hal-hal yang haram, maka akan
dicatat mendapatkan pahala.

4. Makruh Dikatakan makruh apabila aturan yang dimakruhkan di tinggalkan, maka jauh
lebih baik. sedangkan jika yang dimakruhkan tetap dilakukan, maka kurang elok atau kurang baik.
Baik itu kurang baik untuk diri sendiri atau orang lain. Misalnya, merokok, bagi diri sendiri tidak baik
untuk kesehatan. Bagi orang pun juga kurang baik.

5. Mubah Dikatakan mubah hal-hal yang dibolehkan dalam agama dibolehkan di kerjakan
atau yang seharusnya di tinggalkan tidak di kerjakan.

DAFTAR PUSTAKA

Kitab aqoid gontor

Anda mungkin juga menyukai