Anda di halaman 1dari 21

IJTIHAD, ITTIBA’ & Muhammad Saifullah

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

TAQLID Islam
UIN Walisongo Semarang
POKOK BAHASAN
A. Ijtihad
B. Ittiba’
C. Taqlid
(Syarat dan Macamnya)
IJTIHAD
Pengertian :
 Masdar dari fiil madhi yaitu “ijtihada”. Penambahan hamzah dan
ta’ pada kata “jahada” menjadi “ijtihada” pada wazan ifta’ala,
berarti usaha untuk lebih sungguh-sungguh.
 Kata ijtihad berasal dari kata “al-jahd” atau “al-juhd” yang
berarti “al-masyoqot” (kesulitan atau kesusahan) dan “athoqot”
(kesanggupan dan kemampuan). - QS. Yunus: 9: Artinya: ….”dan
(mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk
disedekahkan) selain kesanggupan.
 Ibrahim Husein mengidentifikasikan makna ijtihad dengan istinbath.
“Istinbath” barasal dari kata “nabath” (air yang mula-mula
memancar dari sumber yang digali).
 Menurut bahasa arti “istinbath” sebagai muradif dari ijtihad, yaitu
“mengeluarkan sesuatu dari persembunyian”.
 Mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pencurahan segenap
kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih untuk
mendapatkan pengertian tingkat dhanni terhadap hukum syariat.
DASAR-DASAR IJTIHAD
 “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena
(membela) orang-orang yang khianat”. (QS. al-Nisa’:105)
 “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tandatanda bagi kaum yang berpikir” (QS. al-Rum: 21)
FUNGSI IJTIHAD
1. Al-ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran Islam
kepada al-Qur’an dan sunnah dari segala interpretasi yang
kurang relevan.
2. Al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian
dari nilai dan Islam semangat agar mampu menjawab
tantangan zaman
3. Al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam
yang telah di-ijtihadi oleh ulama terdahulu dan
dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman
dan kondisi yang dihadapi
== “Jika kamu mempersengketakan sesuatu maka
kembalikanlah sesuatu tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya”
(QS. An-Nisa’: 59)
RUKUN IJTIHAD
1. al-Waqi’ yaitu adanya kasus yang terjadi atau
diduga akan terjadi tidak diterangkan oleh
nash
2. mujtahid ialah orang yang melakukan ijtihad
dan mempunyai kemampuan untuk ber-ijtihad
dengan syarat-syarat tertentu
3. Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang
bersifat amali (taklifi)
4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi
mujtahid fill
SYARAT MUJTAHID
 Adanya ikhtilaf tentang syarat mujtahid (Abu Hamid Muhammad Bin
Muhammad al-Ghazali.
 Al Ghozali : syarat-syarat bagi seorang mujtahid harus mempunyai kriteria:
(1) mengetahui syariat serta hal-hal yang berkaitan dengannya. (2)
bersikap adil dan tidak melakukan maksiat yang dapat merusak
keadilannya.
 Fakhr al-Din Muhammad bin Umar bin al-Husain al-Rozi : syarat-syaratnya
sebagai berikut: (1) mukallaf, (2) mengetahui makna-makna lafaz dan
rahasia, (3) mengetahui keadaan mukhattab yang merupakan sebab
pertama terjadinya perintah atau larangan, (4) mengetahui keadaan lafaz,
apakah memiliki qarinah atau tidak.
 Abu Ishak Bin Musa al-Syatibi : syarat mujtahid : (1) memahami tujuan-
tujuan syara, yaitu hifd aldin (dloruriyat), hifd al-nafs, hifd al-`aql, hifd al-
nasl, hifd al-mal hajiayt, dan tahsiniyat; (2) mampu melakukan penetapan
hukum; (3) memahami bahasa Arab dan ilmu-ilmu yang berhubungan
dengannya. (Tahu al qur’an, asbabun nuzul, Nasih mansuh, Sunnah, asbabul
wurud, Bahasa Arab, dll)
MACAM IJTIHAD
 Ad-Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian (spt Asy-Syatibi
dalam kitab AlMuwafaqat) : (1) ijithad al-bayani yaitu ijtihad untuk
menjelaskan hukum-hukum syara dari nash, (2) ijtihad al-qiyasi,
yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah dengan menggunakan metode qiyas, (3)
ijtihad al-istishlah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah dengan mengunaka ra’yu
berdasar kaidah istishlah.
 Muhammad Taqlyu Al-Hakim : (1) ijtihad al-aqll, yaitu ijtihad yang
hujjahnya didasarkan pada akal dan tidak menggunakan dalil
syara’, (2) ijtihad syari’,yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara.
LAPANGAN IJTIHAD (MAJALUL IJTIHAD)
 Majalul ijtihad adalah masalah-masalah yang diperbolehkan
penetapan hukumnya dengan cara ijtihad.
 Wahbah Azzuhaili, yang menjadi lapangan ijtihad ada dua: (1)
sesuatu yang tidak dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi
Muhammad Saw dalam al-Qur’an dan Sunnah. (2) sesuatu yang
ditetapkan berdasarkan dalil dhonniyut stubut wal `adalah atau
salah satunya (dhonniyut stubut atau dhonny al- `adalah)
 Ittifaq’ ulama bahwa ijtihad telah dibenarkan, termasuk adanya
perbedaan yang dapat dipahami. Majalul ijtihad : (1) masalah-
masalah baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-
Qur’an dan sunnah, (2) masalah-masalah baru yang hukmnya
belum di-jama’i oleh ulama atau immatul mujtahid, (3) nash-
nashdhany dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan, dan (4)
hukum Islam yang ma’qulu ‘Ima’na/ta’aqquly (kausalitas hukumnya
dapat diketahui mujtahid).
ITTIBA’
 Kamus AlMunawwir, ittiba’ ‛ berasal dari kata ٔ ‫ تبع‬yang artinya :
Diikuti - tergantung pada - dan mengikuti . kata ittaba’a ( ( ‫اتبع‬
yang berarti “mengikuti”.
 Menurut istilah ittiba’ adalah mengikuti pendapat seseorang baik
itu ulama atau yang lainnya dengan didasari pengetahuan dalil
yang dipakai oleh ulama tersebut. Ibnu khuwaizi Mandad
mengatakan : “setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan
dalil padanya, maka engkau adalah muttabi’ (orang yang
mengikuti).
DASAR :
 Perintah umat Islam untuk ittiba’ kepada Nabi
didasarkan dari Quran dan hadis.
‫سو َل ۖ فَإِن تَ َولﱠ ْو ۟ا فَإِ ﱠن ٱ ﱠ َ َﻻ يُ ِح ﱡ‬
 َ‫ب ْٱل َك ٰـ ِف ِرين‬ ُ ‫ٱلر‬ ۟ ُ‫قُ ْل أَ ِطيع‬
‫وا ٱ ﱠ َ َو ﱠ‬
 Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul.
Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang kafir.” QS. Ali lmran/3 : 32
 َ ‫وا ٱ ﱠ َ ۚ ِإ ﱠن ٱ ﱠ‬۟ ُ‫سو ِل ِهۦ ۖ َوٱتﱠق‬
ُ ‫ى ٱ ﱠ ِ َو َر‬ ۟ ‫وا َﻻ تُقَ ِ ّد ُم‬
ِ ‫وا بَيْنَ َي َد‬ ۟ ُ‫يَ ٰـٓأَيﱡ َها ٱلﱠذِينَ َءا َمن‬
“ ‫ع ِلي ۭ ٌم‬
َ ‫س ِمي ٌع‬
َ
 Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah
kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.” QS. Al-Hujurat/49 : 1
HUKUM ITTIBA’
Hukum ittiba’ adalah wajib, kalau sekitarnya kita tidak dapat
berjihad sendiri. Dan inilah tujuan kita sebagai orang-orang muslim
agar kita dapat memahami secara baik agama kita dan semua
peraturan-peraturan yang ada di dalamnya. Kita di wajibkan
bertanya apabila kita tidak mengerti dan mengetahui dalilnya
merupakan faktor yang sangat penting dalam kesempurnaan amal
kita.
MACAM ITTIBA’ :
1. ittiba’ kepada Allah dan kepada Rasul-Nya,
2. ittiba’ kepada selain Allah dan Rasul-Nya.

Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya


Ulama’ sepakat bahwa seluruh kaum muslimin
wajib mengikuti segala perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-Nya.
 Ulama berbeda pendapat tentang ittiba’ kepada ulama atau para
mujtahid.
 Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba’ itu hanya
dibolehkan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan para sahabatnya saja.
Tidak boleh kepada yang lain. Hal ini dapat di ketahui melalui
perkataan beliau kepada Abu Dawud, yaitu : “berkata Daud, aku
mendengar Ahmad berkata, Ittiba’ itu adalah seorang yang mengikuti
apa yang berasal dari Nabi SAW. Dan para sahabatnya”.
 Ittibak diperintahkan karena tidak semua masalah ada dalam al Qur’an.
Ulama adalah pewaris Nabi, sehingga ikut ula’ juga diperintahkan oleh
Allah denganmengetahui bagaimana ulam tersebut berijtihad.
TAQLID
 Taqlid berasal dari kata qalada, yuqolidu, taqlidan, yang memiliki arti
mengikuti. Para ahli usul fiqih mengartikan taqlid yaitu “penerimaan
perkataan seseorang sedang engkau tidak mengetahui dari mana asal
perkataan itu.
 Taqlid adalah menerima perkataan (pendapat) seorang mujtahid tanpa
mengetahui dalil dan metode yang digunakan dalam mengambil hukum
dari seorang mujtahid. Dengan kata lain, Taqlid mengikuti perkataan
(pendapat) seorang mujtahid tanpa tahu dari mana pendapat itu
diambil.
 Ulama berbeda pendapat tentang hukum taklid. Ada yang tidak
memperbolehkan taklid sama sekali, ada juga yang membagi dua: ada
yang dilarang dan ada yang diperbolehkan. Ulama yang berpendapat
bahwa Taqlid dilarang secara mutlak diantaranya adalah Imam al-
Syaukani. Menurut Imam al-Syaukani, bertaklid kepada seseorang yang
tidak disertai dalil, menjadikan orang mujtahid yang diikuti itu seperti
Nabi atau pembuat syariat. Dan hal ini seperti membuat agama baru
yang tidak disyariatkan oleh Allah.
 Menurut Imam al-Syaukani, seorang mujtahid yang berpendapat tidak dengan
dalil, tetap boleh baginya untuk mengamalkan pendapatnya itu, misalnya dalam
kasus ketika tidak ada dalil. Hal ini termasuk keringanan (rukhsah). Tetapi bagi
orang lain, tidak diperbolehkan untuk mengamalkan ijtihad tersebut dalam
kondisi apapun. Karena bertalkid kepada mujtahid yang berpendapat tidak
dengan dalil, berarti mengambil pendapat manusia, bukan mengambil riwayat,
yang berarti berpegang semata-mata pada ijtihad tanpa dasar argumentasi
dari Nash Quran dan Sunah.
 Ibn Hazm dalam al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Menurut Ibn Hazm, bertaklid
kepada seseorang yang tidak disertai dalil berarti telah melakukan masksiat
kepada Allah. Karena berpegang dengan pendapat seseorang yang bukan
Nabi berarti mengikuti orang tersebut, orang yang tidak diperintahkan oleh
Allah untuk diikuti.
 َ‫وح ٓى ِإلَ ْي ِه ْم ۚ فَ ْسـلُ ٓو ۟ا أَ ْه َل ٱل ِذّ ْك ِر ِإن ُكنت ُ ْم َﻻ تَ ْعلَ ُمون‬ ً ۭ ‫س ْلنَا ِمن قَ ْب ِل َك ِإ ﱠﻻ ِر َج‬
ِ ‫اﻻ نﱡ‬ َ ‫َو َما ٓ أ َ ْر‬

Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-
laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang
yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” QS al-Nahl/16: 43
HUKUM TAQLID
Hukum taqlid, hukum taqlid dua bagi menjadi tiga hukum, yaitu
taqlid yang di haramkan, taqlid yang di bolehkan, dan taqlid yang di
wajibkan.

1. Taqlid yang di haramkan

Taqlid yang semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat


nenek moyang atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan
dengan Al-quran dan hadis.

Taqlid kepada perkataan atau pendapat seorang, sedangkan yang


bertaqlid mengetahui perkataan atau pendapat itu salah.

Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak di ketahui kemampuan


dan keahliannya, seperti menyembah berhala, tetapi tidak mengetahui
kemampuan, kekuasaan atau keahlian berhala tersebut.
Taqlid yang di perbolehkan
2. Taqlid yang diperbolehkan
Adalah ber-taqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang
mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum yang berhubungan
dengan persoalan atau suatu peristiwa dengan syarat bahwa yang
bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah
yang di ikuti itu.

3. Taqlid yang di wajibkan


Wajib ber-taqlid kepada orang yang perkataannya di jadikan sebagai
dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW.

Anda mungkin juga menyukai