Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
dari ayat tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa umat Islam dalam
menjalankan hukum agamanya harus berdasarkan urutan:
Selalu mentaati Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku
dalam alquran.
Mentaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya.
Mentaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat Islam).
Mengembalikan kepada alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam
menetapkan hukum,
Secara lebih teknis umat Islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib
hukum :
1. Al-Quran
2. Sunah atau hadist Rasul
3. Ijtihad
Artinya Al-Qur’an adalah kitab yang berisikan petujuk Allah SWT untuk
menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan hambanya,
membedakan antara haq dan bathil , serta menjadi peringatan, obat dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman Sebagaimana yang telah diwahyukan oleh Allah
Swt dalam QS.Al-Isra’ 82:
آن َما هُ َو ِشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ لِ ْل ُمْؤ ِمنِينَ ۙ َواَل يَ ِزي ُد الظَّالِ ِمينَ ِإاَّل خَ َسارًا
ِ َْونُنَ ِّز ُل ِمنَ ْالقُر
“ Dan kami turunkan dari Al-quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al-quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian”.
Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dan pertama dalam islam. Karena setiap
muslim wajib berpegang teguh kepada isi kandungan Al-Qur’an dan menempatka
Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama dalam menetapkan suatu hukum
Allah SWT berfirman yang artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS.
al-Maidah: 44).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Artinya: Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, Akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan
Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat,
sesat yang nyata. (al- Ahjab: 36).
Kedua ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang teguh pada al-
qur’an dan hadis sebagai dasar dan sumber hukum-hukum islam dan melarang kita
untuk menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan hadis serta
dilarang untuk mendurhakai allah dan rasul-Nya.
c. Hadis Taqririyah
Seluruh hadis yang berbentuk ketetapan atau persetujuan Nabi Muhammad SAW
terhadap suatu perkara yang dilakuakn sahabat atau umatnya. Dalam hal ini, Nabi
Muhammad SAW memberikan persetujuan atau ketetapan terhadap hal-hal positif
yang dilakukan sahabatnya. Sebagai contoh, nabi Muhammad SAW menyetujui
kalimat-kalimat azan yang dikumandangkan oleh sahabat yang bernama Bilal Nin
rabbah.
d. Hadis Hamiyah
Hadis nabi Muhammad SAW yang masih berbentuk harapan. Menurut ahli hadis,
bentuk hadis seperti ini sangat sedikit, bahkan ada yang mengatakan tidak ada,. Hal
ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW adalah sosok teladan yang tidak pernah
meminta umatnya melakukan sesuatu sebelum ia sendiri melakukannya. Begitupun,
ada yang berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berniat untuk berpuasa
pada Muharram, tetapi sebelum ia menunaikannya, beliau telah dipanggil Allah
SWT inilah salah satunya sumber informasi tentang hadis hammiyah.
Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang wajib kita taati. Allah SAW
telah mewajibkan agar kita mentaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW tersebut.
Hadits terdiri dari :
Matan, yaitu isi atau kandungan dari suatu hadis yang memuat berbagai
pengertian.
Sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kepada matan hadis,yaitu nama-
nama para perawinya yang berurutan menjadi sandaran dalam periwayatan
hadis menjadi perantara Nabi Muhammad SAW sampai kepada perawi atau
orang yang meriwayatkan suatu hadis
Rawi yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadist
Klasifikasi Hadits
Hadis Shahih
Yaitu hadits yang dapat dipakai sebagai landasan hukum. Hadits
yang sahih para perawinya bersambung sampai kepada Nabi saw, perawinya
orang yang taat beragama, kuat hafalannya dan isinya tidak bertentangan
dengan Al-Qur‟an.
Hadits Hasan (baik)
Yaitu hadits yang memenuhi persyaratan seperti perawinya
semuanya bersambungan, perawinya taat beragama, agak kuat hafalannya,
tidak bertentangan dengan Al-Quran dan tidak cacat di dalamnya.
Hadits Daif (lemah)
Jaminan pertama hak-hak pribadi dalam sejarah umat manusia adalah dijelaskan Al-
Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya...
dst." (QS. 24: 27-28)
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Hanbal dalam Syarah Tsulatsiyah Musnad Imam
Ahmad menjelaskan bahwa orang yang melihat melalui celah-celah ointu atau
melalui lubang tembok atau sejenisnya selain membuka pintu, lalu tuan rumah
melempar atau memukul hingga mencederai matanya, maka tidak ada hukuman
apapun baginya, walaupun ia mampu membayar denda.
Jika mencari aib orang dilarang kepada individu, maka itu dilarang pula
kepada negara. Penguasa tidak dibenarkan mencari-cari kesalahan rakyat atau
individu masyarakat. Rasulullah saw bersabda: "Apabila pemimpin mencari
keraguan di tengah manusia, maka ia telah merusak mereka." Imam Nawawi dalam
Riyadus-Shalihin menceritakan ucapan Umar: "Orang-orang dihukumi dengan
wahyu pada masa rasulullah saw. Akan tetapi wahyu telah terhenti. Oleh karenanya
kami hanya menghukumi apa yang kami lihat secara lahiriah dari amal perbuatan
kalian."
Muhammad Ad-Daghmi dalam At-Tajassus wa Ahkamuhu fi Syari’ah
Islamiyah mengungkapkan bahwa para ulama berpendapat bahwa tindakan
penguasa mencari-cari kesalahan untuk mengungkap kasus kejahatan dan
kemunkaran, menggugurkan upayanya dalam mengungkap kemunkaran itu. Para
ulama menetapkan bahwa pengungkapan kemunkaran bukan hasil dari upaya
mencari-cari kesalahan yang dilarang agama.
Perbuatan mencari-cari kesalahan sudah dilakukan manakala muhtasib telah
berupaya menyelidiki gejala-gejala kemunkaran pada diri seseorang, atau dia telah
berupaya mencari-cari bukti yang mengarah kepada adanya perbuatan kemunkaran.
Para ulama menyatakan bahwa setiap kemunkaran yang berlum tampak bukti-
buktinya secara nyata, maka kemunkaran itu dianggap kemunkaran tertutup yang
tidak dibenarkan bagi pihak lain untuk mengungkapkannya. Jika tidak, maka upaya
pengungkapan ini termasuk tajassus yang dilarang agama.
Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai
paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk
menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya:
"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir." (QS. 18:
29)
Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-
orang yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan
memerintahkan berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan
kata-kata: ‘adl, qisth dan qishas.
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup,
pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah
membunuh manusia seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan
dalam sekitar dua puluh ayat.
Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "... Orang
yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara kamu." (QS.
49: 13)
Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi
manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan
wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai dasar
keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama, walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan
atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa
juga memiliki persamaan dalam Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum
dicapai oleh sistem demokrasi modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah
manusia biasa, berlaku terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah
memerintahkan beliau untuk menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah
manusia biasa, hanya saja aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang
Esa." (QS. 18: 110).
2. Hak Hidup
Islam melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang
disyari’atkan oleh Allah. Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
b. Hak Berkeluarga
c. Hak Keamanan
d. Hak Keadilan
e. Hak Saling Membela dan Mendukung
f. Hak Keadilan dan Persamaan