Anda di halaman 1dari 40

Oleh :

Kelompok 8
PENGERTIAN SUMBER DAN DALIL HUKUM
 Dalam bahasa arab kata sumber adalah pemahaman dari
kata mashdar, jamaknya mashadir artinya asal dari segala
sesuatu atau tempat merujuk segala sesuatu. Jadi kalau
dikatakan mashdar al-hukmy, atau mashdar al-hakam
artinya asal atau rujukan hukum.
 Sedangkan dalil dari bahasa arab ad-dalil, jamaknya al-
adilah. Secara etimologi berarti petunjuk kepada sesuatu
yang baik yang bersifat material ataupun non material
(maknawi).
 Secara termonologi dalil mengandung pengertian suatu
petunjuk yang dijadikan landasan berfikir yang benar
dalam memperoleh hukum syara yang bertsifat praktis,
baik statusnya qoth’i (pasti) maupun zanni (relatif )
Sumber dan Dalil Hukum Islam yang Disepakati
Dalil hukum yang disepakati oleh jumhur ulama adalah
1. Al-Quran
2. As-sunnah
3. Ijma
4. Qiyas
1. Al-Qur’an
Definisi
 Al-Qur’an menurut etimologis adalah bacaan, kalamullah,
kata al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti
membaca dan bentuk masdarnya adalah qur’an yang
berarti bacaan. Al-Qur’an dengan makna bacaan
dinyatakan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat, antara
lain dalam surat al-Qiyamah, al-Baqarah dan lain
sebagainya.
 Sedangkan Al-Qur’an menurut terminologis adalah wahyu
Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulallah
Muhammad SAW, pedoman hidup bagi setiap muslim dan
sebagai kolektor serta penyempurnaan terhadap kitab-
kitab Allah sebelunnya yang bernilai abadi dan bernilai
ibadah bagi yang membaca, menghapal dan
mengamalkannya.
Dari segi kandungan isi mu’zijat al-Qur’an dapat
dilihat dari 3 aspek:
1. Merupakan isyarat ilmiah;
2. Merupakan sumber hukum;
3. Menerangkan suatu ‘ibrah (teladan) dan kabar
ghaib, baik yang terjadi pada masa lalu, sekarang
maupun yang akan datang.
Al-Qur’an tidak kehilangan bahasa aslinya yaitu
bahasa arab dan tetap terjaga dalam bahasa aslinya sampai
sekarang. Allah mengutus seorang Rasul tentulah diutus
dengan menggunakan bahasa kaumnya untuk
mempermudah berkomunikasi dengan kaumnya itu.
Al-Quran akan tetap otentik sepanjang masa, bahkan
Allah sendiri berjanji untuk menjaga atau memeliharanya,
sebagai firman-Nya :

(QS15. Al Hijr ayat 9)

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan


sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
 (QS41. Fushshilat ayat 41-42)

Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al


Quran ketika Al Quran itu datang kepada mereka,
(mereka itu pasti akan celaka), dan Sesungguhnya Al
Quran itu adalah kitab yang mulia.yang tidak datang
kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan
maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb
yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Isi Dan Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri dari 114 surat dan 6.666 ayat
91 surat yang turun di Mekkah dan 23 surat lainnya
turun di Madinah. Adapula yang berpendapat, 86
surat turun di Makkah dan 28 surat turun di Madinah.
Menurut perhitungan ulama Kuffah, seperti
Abdurrahman as-Salmi, al-Qur’an terdiri dari 6.236.
Menurut as-Suyuti, terdiri dari 6.000 lebih. Sedangkan
menurut al-Alusi, menyebutkan bahwa jumlah ayat al-
Qur’an sekitar 6.616 ayat
Pembagian Surat

Surat yang turun di Mekkah dinamakan surat


Makkiyah, masa turunnya selama 12 tahun, 5 bulan, 13
hari yang dimulai pada tanggal 17 Ramadhan pada saat
usia Nabi 40 tahun. Surat Makkiyah umumnya
pendek-pendek, menyangkut prinsif kepada manusia
Surat yang turunnya di Madinah dinamakan surat
Madaniyah, yang pada umumnya suratnya panjang-
panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau
seseorang dengan yang lainnya.
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1. Hukum-hukum I’tiqabadiyah (hukum mengenai
prinsif-prinsif akidah/keimanan)
2. Hukum khuluqiyah (hukum yang berkenaan dengan
akhlak)
3. Hukum-hukum amaliah (berkenaan dengan
pelaksanaan syariah dalam pengertian khusus)
a. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
khaliknya, dikenall dengan istilah “ibadah”,
b. Hukum yang mengatur hubungan antar sesama
manusia yang dikenal dengan istilah
“muaamalah”.
Prinsip-prinsip Penetapan Hukum dalam Al-Quran
Al-Quran dalam menetapkan hukum tertentu sejalan
dengan kecenderungan dan kebutuhan manusia. Ada tiga
prinsip yang menjadi pedoman dalam menetapkan hukum yang
terdapat dalam Al-Quran, yaitu sebagai berikut :
a. Tidak memberatkan/menyusahkan, sebaliknya sesuai dengan
kemampuan. Hikmah dari kandungan hokum tersebut selalu
Nampak bermanfat bagi manusia, baik langsung maupun tidak
langsung. Hal ini berdasarkan firman Allah yakni

(QS2. Al Baqarah ayat 286)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya / kemampuannya.
b.Berdasarkan kepentingan kehidupan baik yang bersifat jasmani
maupun rohani. Hal ini berdasarkan firman Allah antara lain
(QS28. Al Qashash ayat 77)

dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
2. As-Sunnah
(Al-Hadits)
As-Sunnah (Al-Hadits)
Secara etimologis hadits dapat diartikan: baru, tidak lama,
ucapan, pembicaraan, cerita. Menurut ahli hadits: segala
ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. atau
segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW.
berupa ucapan, perbuatan, takrir, maupun deskripsi sifat-sifat
Nabi SAW. Menurut ahli usul fiqh: segala perkataan, perbuatan,
dan takrir Nabi SAW yang bersangkut-paut dengan hukum.
Istilah lain untuk sebutan hadits ialah sunah, kabar dan
asar. Menurut sebagian ulama, cakupan sunah lebih luas karena
ia diberi pengertian segala yang dilakukan oleh Nabi SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, takrir, maupun pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup dan baik itu terjadi sebelum masa
kerasulan ataupun sesudahnya.
Dilihat dari segi sumbernya, hadits dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Hadits Qudsi
2. Hadits Nabawi
c. Macam-macam Sunah (hadits)
Ditinjau dari segi bentuknya
1. Fi’li yaitu perbuatan Nabi
2. Qauli yaitu perkataan Nabi
3. Taqriri yaitu perbuatan sahabat Nabi yang disaksikan oleh Nabi, tetapi
Nabi tidak menegurnya.

Ditinjau dari segi orang yang menyampaikannya


1. Hadits Mutawatir;
2. Hadits Mansyur;
3. Hadits Ahad.
Ditinjau dari segi kualitasnya
1. Hadits Shahih
diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya)
2. Hadits Hasan
sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada
yang disangka dusta dan tidak syadz
3. Hadits Dlo’if
hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh
orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat
4. Hadits Maudlu
Hadits yang matannya dinisbahkan pada selain Allah, Nabi
Muhammad, sahabat dan tabiin. Ini bisa disebut fatwa.
Ditinjau dari segi orang yang berperannya :
1. Hadits Marfu (disanadarkan kepada Nabi Muhammad
SAW);
2. Hadits mauquf (disandarkan kepada sahabat Nabi);
3. Hadits Maqtu (disandarkan kepada Tabi’in*).

Ditinjau dari segi jenis, sifat, redaksi dan lainnya :


1. Hadits Mu’an’an;
2. Hadits Mu’anna;
3. Hadits Awamir;
4. Hadits Nawahi;
5. Hadits Munqathi.
Kehujjahan As-Sunnah
 Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam, selain
didasarkan pada keterangan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits, juga
didasarkan kepada kesepakatan para sahabat.
 Para sahabat telah bersepakat menetapkan kewajiban mengikuti
sunnah Rasulullah Saw.
 Para ulama telah sepakat bahwa As-Sunnah dapat dijadikan
hujjah (alasan) dalam menentukan hukum.
 Namun demikian, ada yang sifatnya mutaba’ah (diikuti) yaitu
tha’ah dan qurbah (dalam taat dan taqarrub kepada Allah)
misalnya dalam urusan aqidah dan ibadah, tetapi ada juga yang
ghair mutaba’ah (tidak diikuti) yaitu jibiliyyah (budaya) dan
khushushiyyah (yang dikhususkan bagi Nabi). Contoh jibiliyyah
seperti mode pakaian, cara berjalan, makanan yang disukai.
Adapun contoh khushushiyyah adalah beristri lebih dari empat,
shaum wishal sampai 2 hari dan shalat 2 rakaat ba’da Ashar.
Hukum-hukum yang dipetik dari As-Sunnah wajib
ditaati sebagaimana hukum-hukum yang
diistinbathkan dari al-Qur’an sebagaimana
diungkapkan dalam
(Ali- Imran: 32)

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu


berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir".
 (An Nisa: 80)

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu,


Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara
bagi mereka
 (Al Ahzab 36)

dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan


tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat,
sesat yang nyata.
As-Sunnah, dalam tinjauan hukum dan
penafsiran, dapat dilihat dari dua aspek, yakni
hubungannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
bersifat mandiri. Dari aspek hubungannya dengan al-
Quran, As-Sunnah adalah sumber hukum yang kedua
setelah Al-Qur’an. Hubungan ini disebut hubungan
struktural.
Sementara dari aspek lain, As-Sunnah sebagai
penjelas bagi Al-Qur’an disebut hubungan fungsional.
Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Qur’an
1. As-Sunnah berfungsi sebagai ta’kid (penguat) hukum-
hukum yang telah ada dalam Al-Qur’an. Hukum tersebut
mempunyai 2 dasar hukum, yaitu Al-Qur’an sebagai
penetap hukum dan As-Sunnah sebagai penguat dan
pendukungnya. Misalnya, perintah mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, larangan syirik, riba dan sebagainya.
2. As-Sunnah sebagai bayan (penjelas); takhshish
(pengkhusus) dan taqyid (pengikat) terhadap ayat-ayat
yang masih mujmal (global), ‘am (umum) atau muthlaq
(tidak terbatasi), yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang belum
jelas petunjuk pelaksanaannya, kapan dan bagaimana,
dijelaskan dan dijabarkan dalam As-Sunnah. Misalnya,
perintah shalat yang bersifat mujmal dijabarkan dengan
As-Sunnah. Nabi Saw bersabda: “Shalatlah kalian seperti
kalian melihat (mendapatkan) aku shalat.” (HR. Bukhari)
Ulama-ulama yang menempatkan kedudukan
hadits pada tingkat kedua setelah al-Qur’an
mendasarkan pendiriannya atas dalil-dalil al-Qur’an
yakni dalam
(QS3. Ali 'Imran ayat 132)

dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi


rahmat.
3. Ijma’
Ijma’
a. Definisi
Menurut ulama Ushul Fiqh, ijma adalah
kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam
pada suatu masa setelah Rasulullah saw wafat,
terhadap hukum syara tentang suatu masalah. Karena
itu, jika terdapat suatu kejadian yang dihadapkan
kepada seluruh mujtahid di kalangan umat Islam pada
suatu waktu, mereka kemudian bersepakat terhadap
suatu hukum mengenai kejadian tersebut.
Kesepakatan mereka itulah yang disebut ijma.
b. Kehujjahan Ijma’
Apabila keempat rukun ijma’ terpenuhi :
1. Adanya sejumlah mujtahid saat terjadinya peristiwa\
2. Adanya kesepakatan mujtahid tentang peristiwa tanpa memandang
latar belakang
3. Adanya pendapat dari masing-masing mujtahid
4. Realisasi dari kesepakatan mujtahid
dengan diadakan perhitungan pada suatu masa diantara masa-
masa sesudah Rasulullah SAW wafat terhadap semua mujtahid Umat
Islam menurut perbedaan latar belakang para mujtahid, kemudian
mereka dihadapkan kepada suatu kejadian untuk diketahui hukum
syara’nya dan masing-masing mujtahid mengemukakan pendapat ,
baik secara kolektif ataupun secara individual, kemudian mereka
sepakat atas suatu hukum mengenai suatu peristiwa maka hukum
yang disepakati ini adalah suatu undang-undang syar’I yang wajib
diikuti dan tidak boleh ditentang.
Kehujjahan ijma’ sebagaimana dalam Qur’an
Surat An-Nisa ayat 59,

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Sedangkan dilihat dari segi qath’i dan zhanni dalalah
hukumnya, ijma ini terbagi menjadi dua bagian juga yaitu
sebagai berikut.
1. Ijma Qoth’i. Dalalah hukumnya ijma sharih, hukumnya
telah dipastikan dan tidak ada jalan lain untuk
mengeluarkan hukum yang bertentangan serta tidak boleh
mengadakan ijtihad hukum syara mengenai suatu kejadian
setelah adanya ijma sharih.
2. Ijma Zhanni. Dalalah hukumnya ijma syukuty, hukumnya
diduga berdasarkan dugaan kuat mengenai suatu kejadian.
Oleh sebab itu masih memungkinkan adanya ijtihad lain,
sebab hasil ijtihad bukan merupakan pendapat seluruh
mujtahid.[7
c. Macam-Macam Ijma’
Dilihat dari segi melakukan ijtihadnya, ijma itu ada
dua bagian yaitu :
1. Ijma Sharih;
2. Ijma Syukuty.
d. Ijma’ sebagai dasar hukum
Ijma’ yang terjadi dengan dipenuhi empat rukun
tersebut menjadi dasat hukum syara’ dan menempati
uruitan ke tiga setelaj Al qur’an dan Al Hadits.
Adapun dalil yang mereka kemukakan adalah
sebagai berikut:
Allah SWT, dalam Al-Quran memerintahkan kepada
kaum muslim agar menaati Allah, rasulnya, dan ulil
amri diantara mereka :
(QS4. An Nisaa' ayat 59)
4. Qiyas
Qiyas
a. Pengertian
Al-Qiyas menurut bahasa adalah mengukur sesuatu
dengan sesuatu yang lain yang bisa menyamainya.
Contohnya, mengukur pakaian dengan meteran.
Sedangkan menurut ulama Ushul Fiqh, Qiyas adalah
menyamakan satu kejadian yang tidak ada nashnya
kepada kejadian lain yang ada nashnya pada hukum
yang telah menetapkan lantaran adanya kesamaan di
antara dua kejadian itu dalam illat hukumnya.
b. Rukun-Rukun Al-Qiyas

Setiap Qiyas terdiri dari empat rukun sebagai berikut :


1. Al-Ashl;
2. Al-Far’u;
3. Hukmul Ashl
4. Al-Illat
c. Macam-macam Qiyas

1. Qiyas musawi;
2. Qiyas aula;
3. Qiyas adalalah;
4. Qiyas syibih;
5. Qiyas adwan.
. Qiyas Sebagai Dasar Hukum
Kedudukan qiyas sebagai salah satu sumber hukum yang ke empat setelah Al-
quran, hadits, dan ijma’ telah disepakati oleh jumhur ulama. Adapun dalil-dalil
yang menjadi dasar kehujjahannya adalah sebagai berikut:
Dalil naqli :
Firman Allah SWT :
(QS4. An Nisaa' ayat 59)

kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka


kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)

(QS4. An Nisaa' ayat 83)

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara
1. Al-Qur’an
Kesimpulan
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulallah
Muhammad SAW, pedoman hidup bagi setiap muslim dan sebagai kolektor
serta penyempurnaan terhadap kitab-kitab Allah sebelunnya yang bernilai
abadi dan bernilai ibadah bagi yang membaca, menghapal dan
mengamalkannya.
2. Hadits
Hadits adalah segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW.
atau segala berita yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. berupa ucapan,
perbuatan, takrir, maupun deskripsi sifat-sifat Nabi SAW.
3. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para imam mujtahid di antara umat Islam pada suatu
masa setelah Rasulullah saw wafat, terhadap hukum syara tentang suatu
masalah.
4. Qiyas
Qiyas adalah menyamakan satu kejadian yang tidak ada nashnya kepada
kejadian lain yang ada nashnya pada hukum yang telah menetapkan lantaran
adanya kesamaan di antara dua kejadian itu dalam illat hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai