Anda di halaman 1dari 13

Syariat Islam dan Hukum Islam

Ditulis pada 5 March 2011 A. Pengertian Syariat Islam Syariat Islam merupakan aturan hukum yang ditetapkan Allah untuk kemaslahatan ummat manusia. Hukum atau peraturan dalam menjalankan dan mengamalkan agama Allah termasuk syariat Islam. peraturan yang telah ditetapkan Allah kepada manusia, baik hubungannya terhadap Allah, maupun hubungan terhadap sesama manusia, alam dan kehidupan . Hukum secara umum belum mutlak dinamakan Syariat Islam dalam era modern. Sebab hukum yang bersumber dari Allah (seperti Syariat Islam) dinamakan hukum samawi, sedangkan hukum yang dibuat oleh manusia disebut hukum wadhi. Syariat Islam sebagai hukum samawi berlaku mutlak sedangkan hukum wadhi sifatnya berlaku relatif hanya berdasarkan kepada kepentingan dan kebutuhan manusia dalam masa-masa tertentu . Menurut etimologi , Syariat berarti al-thariqah al-sunnah; atau jalan dan juga dapat diartikan sumber mata air yang hening bening . Sedangkan pengertian/tarif menurut terminologi/istilah yang umumnya dipakai oleh para ulama salaf, dalam memberikan batas pengertian syariat Islam sebagai suatu pedoman hidup dan ketetapan hukum yang digariskan oleh Allah SWT . Secara lengkap batasan tersebut adalah: Hukum yang disyariatkan Allah untuk hamba-hamba-Nya yang telah didatangkan para Nabinabi baik berhubungan dengan cara menyebutkannya, yang dinamai fariyah amaliyah, yang untuknyalah didewakan ilmu fiqhi maupun yang berhubungan dengan itiqad yang dinamai ashliyah itiqadiyah yang untuknyalah didewakan ilmu kalam dan syara itu dinamai pula Addin dan Millah .[1] Syariah dinamakan Ad-Din memiliki pengertian bahwa ketetapan peraturan Allah yang wajib ditaati. Ummat harus tunduk melaksanakan ad-Din (syariat) sebagai wujud ketaatan kepada hukum Allah. Ad-Din dalam bahasa Arab berarti hukum.. Syariah dinamakan Al Millah mempunyai makna bahwa agama bertujuan untuk mempersatukan para pemeluknya dalam suatu perikatan yang teguh . dapat pula bermakna pembukuan atau kesatuan hukum-hukum agama . Syariah sering juga disebut syara, yaitu aturan yang dijalani manusia, atau suatu aturan agama yang wajib dijalani oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun kelak di akhirat . Menurut kamus bahasa Indonesia pengertian syariah adalah :

Hukum agama yang diamalkan menjadi peraturan-peraturan upacara yang bertalian dengan agama Islam, palu memalu, hakekat balas membalas perbuatan baik (jahat) dibalas dengan baik (jahat) . [2] Istilah teknis dalam bahasa Inggris : Canon law of Islam; yaitu keseluruhan dari perintah-perintah Tuhan. tiap-tiap perintah Tuhan dinamakan hukum, jamanya ahkaam. Oleh karena itu, syariat tidak dapat disamakan dengan hukum dalam dunia modern ini. [3] Syariat secara umum adalah segala aturan hukum yang diwahyukan kepada para nabi berupa kitab suci seperti : Taurat, Zabur, injil dan Al-Quran, maupun berupa syariat yang disampaikan kepada para nabi yang tidak berupa kitab/tidak dibukukan sebagai kitab yang mempunyai nama, misalnya syariat Nabi Adam, syariat Nabi Ibrahim maupun nabi-nabi yang lainnya yang diwahyukan kepada mereka untuk membentengi ummat dimana mereka diutus. Syariat Islam adalah peraturan/ hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada nabi besar Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Quran, sunnah/hadist nabi yang diperbuat atau disabdakan dan yang ditakrirkan oleh nabi termasuk juga bagian dari syariat Islam . Syariat meliputi di dalamnya semua tingkah laku manusia , yang disandarkan pada wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya. Dalam perkembangan hukum Islam dikenal ijtihad hal disandarkan kepada Fiqhi yang di dalamnya termuat hukum hasil kecerdasan mengistimbatkan satu nilai hukum. Di dalam fiqh didapati suatu tindakan sah atau tidak sah, boleh atau tidak, sedangkan di dalam syariat didapati tindakan hukum boleh dan terlarang, harus diakui bahwa syariat dan fiqh mempunyai perbedaan, tetapi dalam perkembangannya para ulama tidak terlalu prinsipil membedakannya. B. Sumber Dan Dasar Syariat Secara garis besar sumber dan dasar syariat Islam adalah Al-Quran dan sunnah Rasul. Dari kedua sumber tersebut dijadikan dasar oleh para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, ulama dan para fuqaha untuk mengambil keputusan hukum. Dalam perkembangan hukum/ilmu fiqh untuk mengambil satu keputusan yang tidak didapati di dalam sumber (Al-Quran dan sunnah) maka diperkenankan berijtihad. Menurut penyelidikan para ahli fuqaha dalil-dalil syariat secara global .berpangkal kepada empat pokok yaitu: Al-Quran, Al-sunnah, Al-ijma dan Al-qiyas oleh jumhur ulama disepakati sebagai dalil hukum amaliyah. Selain dalil tersebut masih dikenal dalil lainnya yang senantiasa dipergunakan oleh para ulama dalam mengambil keputusan yaitu: istihsan, maslahat mursalah, saddus zariah, istishab dan Al-Urf. Semua dalil-dalil tersebut dijadikan sebagai sumber fiqh Islam. Al-Quran merupakan kitabullah yang diwahyukan kepada baginda Nabi besar Muhammad saw dalam bentuk lafadz dan maknanya. Al-Quran adalah sumber syariat Islam yang tidak perlu

diragukan keberadaannya. Di dalam Al-Quran banyak di temui firman Allah yang menjelaskan keberadaan Al-Quran seperti: Terjemahnya: Kitab Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Q. S. AlBaqarah: 2).[4] Terjemahnya: Katakanlah ruhul kudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah). (Q.S. An-Nahal : 102).[5] Terjemahnya: Dan kami turunkan (Al-Quran ) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. (Q.S. Al-Israa : 105).[6] Al-Quran tidak akan diragukan akan keberadaannya sepanjang masa oleh karena ada jaminan Allah swt : Terjemahnya: Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (Q.S. Al-Hijir : 9).[7] Sumber kedua yang dijadikan syariat Islam adalah sunnah Rasulullah. Dalam kalangan ulama membedakan dalam pengertian sunnah dan hadist, batasan keduanya dapat di lihat dari pendapat Prof. Dr. TM. Hasbih Ash-Shiddieqy: Hadist ialah : segala peristiwa yang disandarkan kepada nabi, walau hanya sekali saja terjadinya dalam sepanjang hidup Nabi dan walaupun hanya diriwayatkan seorang saja. Sunnah ialah : Nama bagi amaliyah yang mutawattir, yakni cara rasul melaksanakan sesuatu ibadat yang dinukilkan kepada kita dengan amaliah yang mutawattir pula.[8] Menurut ulama hadist, tidak membedakan pengertian sunnah dan hadist. Sunnah dan hadist adalah merupakan wujud dari kepribadian rasulullah dalam memberikan teladan kepada umatnya. Keberadaan hadist sebagai sumber syariat Islam sudah sangat jelas kedudukannya seperti yang di ungkapkan oleh pakar hadist. Hadist sebagai pernyataan, pengamalan, taqrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw, merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Quran.[9]

Pada zaman Nabi (w. 632M ), umat Islam sepakat bahwa sunnah merupakan sumber ajaran Islam di samping Al-Quran.[10] Di dalam Al-Quran dipertegas oleh Allah swt bagaimana kedudukan Rasulullah (sunnah) yang patut diikuti: Terjemahnya: .Apa yang di berikan Rosul kepadamu, maka hendaklah kamu menerimanya ; dan apa yang di larang bagimu, maka hendaklah kamu meninggalkanya.(Q.S. Al-Hasyr : 7).[11] Terjemahnya : Barang siapa mentaati Rosul itu sesungguhnya ia telah mentaati Allah. (Q.S. An-Nisaa; 80).[12] Terjemahnya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan ( kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. (Q. S. Al- Ahzab : 21 ).[13] Kedudukan sunnah Rasulullah saw. telah dipertegas oleh Rasulullah dalam salah satu sabdanya: Artinya : Barang siapa yang tidak suka akan sunnahku maka ia bukan dari golonganku. ( H. R. muttafaqAlaih).[14] Al-Quran dan sunnah Rosul merupakan syariat terlengkap yang menjadi syariat ummat Islam. Al-Quran telah dijamin oleh Allah swt kesempurnaannya dan sunnah telah dipertegas oleh Rasulullah keberadaannya. Penegasan Allah swt tantang kesempurnaan syariat Islam (agama Islam) telah difirmankan dalam Al-Quran : Terjemahnya: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan aku telah mencukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam jadi agamamu. (QS. Al-Maidah: 3)[15] Sabda Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya untuk senantiasa berpegang teguh pada syariat Islam (Al-Quran dan al-Sunnah) Artinya: Kutinggalkan kepadamu (umat Islam) dua pusaka abadi apabila kamu berpegang kepadanya, niscaya tidaklah kamu tersesat, yaitu : Al-Quran dan teladanku.[16]

Di samping Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama syariat Islam, masih diperkenankan berijtihad untuk mengambil keputusan hukum apabila tidak didapatkan dalam Al-Quran dan Sunnah, seperti riwayat Muaadz tatkala diutus oleh Rasulullah untuk menjadi Qadhi di Yaman: Artinya: Barangsiapa engkau memberikan keputusan hukum, ketika dihadapkan kepadamu suatu kejadian?, Muadz menjawab: saya akan memberikan keputusan dengan hukum Allah swt. (Kitabullah). Nabi bertanya: Jika kamu tidak dapati dalam Sunnah Rasul-Nya?, Muadz menjawab : aku akan berijtihad dengan pendapatku. Maka Rasulullah menepuk dada Muadz seraya bersabda: segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah terhadap sesuatu yang Rasulullah merasa puas itu.[17] Dalil-dalil hukum lainnya yang diperpegangi oleh ulama Ushul secara singkat terturaikan sebagai berikut: Ijma menurut istilah ulama Ushul kesepakatan semua ijtahidin atas sesuatu hukum pada suatu masa sesudah Rasulullah. Firman Allah swt, yang erat hubungannya untuk menaati pimpinan (perkara yang diputuskan Ulil Amri). Terjemahnya: Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya, dan Ulil Amri diantara kamu. (QS. AnNisa: 59)[18] Tidaklah mungkin para ulama berkumpul untuk melakukan sesuatu kebohongan (dusta). Rasul bersabda: Artinya : Tidaklah Allah menghimpun ummatku untuk melakukan kesesatan. (H.R. Ibnu Majah) [19] Qiyas menurut ulama ushul menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya dengan kejadian lain yang sudah diatur oleh nash, karena adanya persamaan antara keduanya yang disebut Illat hukumnya. Istihsan adalah merupakan kebalikan dari Qiyas, karena istihsan memindahkan hukum suatu peristiwa dengan hukum peristiwa lainnya yang sejenis dan memberikan hukum lain karena ada alasan kuat bagi pengecualian tersebut. Muslahat Mursalah, terdiri dari dua rangkaian kata yaitu: Mursalah ialah pembinaan (penetapan) hukum berdasarkan mushalat (kebaikan, kepentingan) yang tidak diatur oleh ketentuan syara yang menggunakan pertimbangan kebaikan akan sesuatu keputusan di ambil dengan melihat kemaslahatan yang akan timbul. Sadduz zariah menutup segala jalan yang akan menuju pada perbuatan yang merusak/mungkar.

Istihsan yaitu: melanjutkan/menggunakan sesuatu kaidah hukum yang ada sampai dalil/kaidah hukum lain menggantikannya. Al-Urf adalah sesuatu apa yang biasa dijalankan orang, merupakan kebiasaan baik dalam katakata maupun perbuatan keseharian. Urf ialah suatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah menjadi tradisinya. Baik berupa perbuatan maupun adat kebiasaan yang baik dalam masyarakat. Qaidah-qaidah hukum di luar dari Al-Quran dan Sunnah dijadikan dasar bagi para fuqaha/ulama dalam mengambil keputusan untuk menetapkan suatu hukum. Kalau Al-Quran dan Sunnah merupakan sumber utama Syariat Islam maka qaidah-qaidah hukum/ fiqhi seperti diuraikan di atas merupakan sumber/dalil hukum yang dapat dipengaruhi untuk mengambil keputusan bilamana keputusan yang dimaksud tidak didapati pada Al-Quran maupun dalam Sunnah Rasulullah. Syariat Islam mempunyai peranan dan fungsi untuk mengatur dan menata kehidupan manusia, mengarahkan kepada jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah swt. tujuan Syariat Islam adalah mengatur dan menata kehidupan untuk kebahagian dan kemaslahatan manusia baik sewaktu hidup di atas dunia fana ini, maupun kelak di negeri akhirat harus dijalankan Syariat Islam sebagai suatu pedoman hidup yang hakiki dan sebagai aturan perundang-undangan yang maha lengkap, mengantar manusia ke pintu kebajikan dan menutup pintu kesesatan. C. Perbedaan Antara Syariat dan HUKUM ISLAM 1. 1. 1. Pengertian Dalam mempelajari hukum Islam, orang tidak boleh melepaskan diri dari mempelajari sepintas lalu agama Islam, karena hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits Rasulullah saw. merupakan bagian dari agama Islam. Berhubung karena norma-norma hukum Islam dan agama Islam serta nash-nash dalam AlQuran itu bersifat umum (generale). Sebaliknya, kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa atau tingkah laku manusia bersifat khusus, walaupun bermacam-macam ragamnya dengan tidak ada batasnya selama dunia ini berkembang. Hal itu pada tiap-tiap masa tidaklah sunyi dari berbagai peristiwa yang belum pernah diketahui hukumnya oleh manusia pada masa sebelumnya, sedangkan pada tiap-tiap peristiwa itu perlu diberikan ketetapan hukum, seperti halal, makruh, Sunnah, wajib, dan haram. Oleh karena itu, disadari oleh Rasulullah saw, bagaimana mengatasi masalah tersebut untuk generasi selanjutnya maka Rasulullah saw, mengajarkan kepada para sahabatnya bagaimana caranya mengeluarkan hukum dari nash-nash atau dalil-dalil yang bersifat general.[20] Demikian pula terdapat kata hukum Allah dalam (QS. Al-Mumtahanah (60) : 10 yang berbunyi: Terjemahnya:

Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Mumtahanah: 10).[21] Kata hukum Allah berarti hukum syara. Tetapi tidak satupun kata hukum Islam dalam AlQuran, atau dalam literatur hukum dalam isalm tidak ditemukan lafadz hukum Islam. yang bisa digunakan adalah Syariat Islam, hukum syara, fiqhi dan Syariat atau syara. Dalam literatur Barat terdapat term Islamic law yang secara harfiah dapat disebut hukum Islam. dalam penjelasan terhadap kata Islamic law sering ditemukan definisi; keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya dari definisi ini terlihat bahwa hukum Islam itu mendekati kepada arti Syariat Islam.[22] Oleh karena itu, dalam Islam sering dijumpai istilah fiqhi, syariah, dan hukum Islam.[23] istilah-istilah itu sering dikacaukan pemakaiannya, sebagai suatu hal yang berbeda, dan kadang-kadang bersinonim. Terlebih bagi jika yang dipakai terjemahan hukum Islam yaitu pengertian Syariat dan fiqhi sering menimbulkan konflik-konflik hukum dalam masyarakat.[24] Fiqhi berarti paham (faham/understanding), atau sering diartikan sebagai pengetahuan (knowledge), atau diartikan sebagai suatu disiplin ilmu dari pengetahuan Islam atau ilmu-ilmu keislaman.[25] Syariaah sering digunakan sebagai sinonim dengan kata din dan millah yang berakna segala peraturan yang berasal dari Allah swt yang terdapat dalam Al-Quran dan al-Hadits yang bersifat qathi atau jelas nashnya.[26] Hukum Islam, sering di identikkan dengan fiqhi atau paham karena keduanya adalah hasil ijtihad ulama, baik ulama tradisional (pesantren) maupun modern, sebagai contoh adalah ungkapan Dr. Muhammad Muslihuddin sebagai berikut: Islamic law is divinely ordained system, the will of god to be established on earth. It is called syariah or the (right) path. Al-Quran and the Sunnah (tradition of the prophet) are is two primaryand original sources. (Hukum Islam adalah sistem hukum produk Tuhan, kehendak Allah yang ditegakkan di atas bumi. Hukum Islam itu disebut Syariat atau jalan yang benar. Al-Quran dan sunnahnabi merupakan dua sumber utama dan asli bagi hukum Islam tersebut).[27] Dalam uraian tentang perkembangan dan pelaksanaan hukum Islam yang melibatkan pengaruh luar dan dalam terlihat bahwa yang mereka maksud dengan Islamic law disini tentunya bukan Syariat tetapi fiqhi yang telah dikembangkan oleh fuqaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Terlihat kekaburan arti dari Islamic law antara syariah dan fiqh. Kata hukum Islam dalam istilah bahasa Indonesia agaknya diterjemahkan dari bahasa Barat. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapatlah kita mengambil sebuah kesimpulan bahwa Hukum Islam berarti : seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.[28]

Kata seperangkat peraturan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang dirumuskan secara terperinci yang mempunyai kekuatan mengikat. Kata berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul menjelaskanbahwa seperangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan Sunnah rasul, atau yang populer dengan sebutan syariah. Kata-kata tentang tingkah laku mukallaf berarti bahwa hukum Islam mengatur tindakan lahir dari manusia yang telah dikenai hukum : peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan Sunnah nabi tersebut; yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam. Oleh karena itu, hukum Islam sebagai suatu istilah, sangat terkait dengan dan tak dapat dipisahkan istilah syariah. Karena syariah adalah hukum-hukum Allah yang telah jelas nashnya atau qathi, sedangkan fiqhi adalah hukum yang dzanni yang dapat dimasuki pemikiran manusia (ijtihad).[29] 2. Pandangan ulama dan ahli hukum Menurut Prof. Hasbi, memberi definisi hukum Islam dengan: Koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan Syariat atas kebutuhan masyarakat. Tarif ini lebih dekat kepada fiqh, bukan kepada Syariat, walaupun penulis menggunakan kata yang berarti menyamakan Syariat dengan fiqh. Untuk lebih mendekatkan arti kepada hukum Islam, perlu diketahui dulu kata hukum dalam bahasa Indonesia, kemudian hukum ini disandarkan terhadap kata Islam. Hukum Islam berarti: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Kata seperangkat peraturan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam itu adalah peraturan yang dirumuskan secara terperinci yang mempunyai kekuatan mengikat. Kata berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah rasul menjelaskan bahwa seperangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah dan Sunnah rasul, atau yang populer dengan sebutan Syariat. Kata-kata tentang tingkah laku mukallaf berarti bahwa hukum Islam mengatur tindakan lahir dari manusia yang telah dikenai hukum: peraturan tersebut berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang-orang yang meyakini kebenaran wahyu dan Sunnah nabi tersebut; yang dimaksud dalam hal ini adalah umat Islam.[30] Menurut Dr. A. Qadri Azizy, M.A. : bahwa berbicara tentang hukum Islam pada periode awal (masa nabi), memang harus diakui tidak ada pemisahan antara hukum Islam di satu sisi hukum dalam masyarakat (hukum umum) di sisi lain. Hal ini berarti bahwa ketika nabi menebut dan mempraktekkan hukum, maka itu adalah hukum Islam. diyakini pula oleh umat Islam, bahwa praktek Khulafa rasyidun (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) juga demikian, mereka mempraktekkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari urusan privat maupun urusan publik selalu mengacu pada hukum Islam.[31]

Mengenai wujud hukum Islam, ada semacam kesepakatan bahwa pada masa nabi, hukum Islam belum tersistematiskan. Demikian juga pada masa sahabat nabi, bahkan ada yang berpendapat bahwa mulai pada masa tabiin itulah hukum Islam baru tersistematisir.[32] Menurut Dr. Muhammad Muslihuddin pengertian hukum Islam adalah : Islamic law is divinely ordained system, the will of god to be estabilished on earth. It is called Shariah or the (right) path. Al-Quran and the Sunnah (tradition of the prophet) are is two primary and original sources. (Hukum Islam adalah sistem hukum produk Tuhan, kehendak Allah yang ditegakkan di atas bumi. Hukum Islam itu disebut Syariat atau jalan yang benar. Al-Quran dan sunnah nabi merupakan dua sumber utama dan asli bagi hukum Islam tersebut).[33] Menurut Joseph Schacht, yang membuat tesis antara hukum Islam yang dikembangkan oleh fuqaha yang bersifat swasta dan suka rela, di satu pihak dan praktek pemerintahan beserta lembaga peradilannya yang didominasi oleh kepentingan politik, dipihak lain. Joseph Schacht, menulis sebagai berikut : Islamic law represents an extreme case of a jurists law: it was created and developed by specialists; legal science and not the state plays the part of a legistor, and scholarly hand books have the force of law. This became possible Islamic law successfully claimed to be based on devine authority, and because Islamic legal science guaranteed its own stability and continuity. (hukum Islam mewakili sebuah kasus yang ekstrim mengenai jurists law (hukum Islam yang merupakan produk ahli hukum secara perorangan). Hukum Islam diciptakan dan dikembangkan oleh ahlinya secara swasta (mandiri), ilmu hukum dan bukan negara yang memainkan peran legislator, dan buku-buku baku yang ditulis secara ilmiah mempunyai kekuatan hukum, hal ini menjadi mungkin, sebab hukum Islam telah mengklaim dengan sukses sebagai (hukum) yang berdasarkan pada otoritas Tuhan, dan sebab ilmu hukum Islam telah memberi jaminan akan kestabilan dan keberlanjutan hukum Islam itu sendiri.[34] Menurut Prof. Dr. Suparman Usman, berpendapat bahwa untuk memahami hukum Islam kita harus: 1. Mempelajari kerangka dasar ajaran Islam, yang menempatkan hukum Islam sebagai salah satu bagian dari agama Islam. 2. Menghubungkannya dengan Iman (aqidah) dan kesusilaan (akhlak, etika, atau moral), karena dalam sistem hukum Islam, iman, hukum dan kesusilaan itu tidak dapat diceraiberaikan. 3. Mengkaitkannya dengan beberapa istilah kunci, diantaranya adalah syariah dan fiqhi yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat diceraiberaikan. 4. Mengatur seluruh tata hubungan kehidupan manusia, baik dengan Tuhan, manusia yang lain, diri sendiri, serta alam semesta.[35] Menurut Prof. Dr. H. Muhammad Daud Ali, SH : Hukum Islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran (hukum) Barat (Eropa, terutama Amerika) akan terlihat perbedaan, contoh dalam masalah hak asasi manusia. Karena pemikiran (hukum) Barat memandang hak asasi manusia semata-semata antroposentris. Artinya berpusat pada manusia, dengan demikian manusia sangat dipentingkan, sedangkan hukum Islam memandang hak asasi manusia bersifat teosentris, artinya berpusat pada Tuhan, dengan demikian manusia penting tetapi yang lebih penting adalah Tuhan (Allah pusat segala sesuatu).[36]

Berdasarkan pendapat ulama dan ahli hukum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa : hukum Islam merupakan salah satu dari sumber ajaran Islam yang harus diyakini dan dilaksanakan sesuai dengan keyakinan umat Islam, hal ini disebabkan karena hukum Islam mengatur kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak. 3. Ruang lingkup dan ciri-ciri hukum Islam. a) Ruang lingkup hukum Islam Jika pada hukum Barat ruang lingkup hukum dibedakan secara tajam antara hukum privat (Perdata) dan hukum publik (pidana), maka adalah hukum Islam tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum publik terdapat segi-segi perdatanya. Jika ruang lingkup hukum Islam disusun berdasarkan sistematika hukum Barat, yang membedakan antara hukum perdata (privat) dan hukum umum (publik), maka sistematika hukum Islam adalah sebagai berikut 1) Hukum perdata Islam meliputi : Hukum Munakahat yaitu : hukum yang mengatur sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya. Hukum Wirasah, yaitu: hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta warisan, dan pembagiannya (yang disebut juga dengan istilah hukum Faraid). Hukum muamalah, yaitu : hukum yang mengatur masalah kebendaan, hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan lain-lain sebagainya. 2) Hukum publik Islam meliputi: hukum jinayat, yaitu: hukum atau aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum jarimah hudud maupun jarimah tazir. Jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang bentuk dan batas hukumannya telah ditentukan dalam Al-Quran dan Sunnah nabi Muhammad saw, (hudud jamak dari hadd ; batas). Sedangkan jarimah tazir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancamannya ditentukan oleh petugas sebagai pelajaran bagi pelakunya (tazir : ajaran atau pengajaran), hukum al-ahkam as-sulthaniyah, yaitu hukum yang membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat, tentara, pijak, dan sebagainya. Hukum siyar, yaitu hukum yang mengatur urusan perang, damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain. Hukum mukhasamat, yaitu hukum yang mengatur tentang peradilan kehakiman, dan hukum acara.[37] b) Ciri-ciri hukum Islam Ciri-ciri (kekhususan) hukum Islam yang membedakannya dengan hukum yang lainnya, adalah : 1) Hukum Islam berdasarkan atas wahyu Allah swt, yang terdapat dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Sunnah rasul-Nya. 2) Hukum Islam dibangun berdasarkan prinsip aqidah (iman, dan tauhid) dan akhlak (moral)

3) Hukum Islam bersifat universal (alami), dan diciptakan untuk kepentingan seluruh umat manusia (rahmatan lil alamin) 4) Hukum Islam memberikan sanksi di dunia dan sanksi di akhirat (kelak) 5) Hukum Islam mengarah kepada jamiyah (kebersamaan) yang seimbang antar kepentingan individu dan masyarakat. 6) Hukum Islam dinamis dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan zaman (sesuai dengan tuntutan waktu dan tempat). 7) Hukum Islam bertujuan menciptakan kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akhirat.[38]

[1]Minhajuddin, Pengantar Ilmu Fiqh-Ushul Fiqh (Ujung Pandang: Fakultas Syariah IAIN Alauddin, 1983), h. 3.

[2]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h. 986. [3]Minhajuddin, op.cit., h. 3. [4]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 2000), h. 8. [5]Ibid., h. 417. [6]Ibid., h. 440. [7]Ibid., h. 391. [8]MT. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1954), h. 39-40. [9]M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 3. [10]M. Syuhudi Ismail, Sunnah Menurut Para Pengingkarnya dan Upaya Melestarikan Sunnah oleh Para Pembelanya (Ujung Pandang: Berkah, 1991), h. 1. [11]Departemen Agama RI, op.cit., h. 916. [12]Ibid., h. 132.

[13] Ibid., h. 670. [14] Muh. Syarif Sukandy, Tarjamah Bulughul Maram (Bandung: Al-Maarif, 1978), h. 356. [15]Departemen Agama RI, op.cit., h. 157. [16]H.A. Razak dan H. Rais Lathief, Tarjamahan Hadis Shahih Muslim, Jilid I (Jakarta: Pustaka Al-Husnah, 1984) h. XXVI. [17]Abd. Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh) (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 20. [18] Departemen Agama RI, op.cit., h. 128. [19] Abd. Wahab Khallaf, op.cit., h. 69. [20]Mohd. Idris Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam (Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia, Edisi Revisi (Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 2-3. [21] Departemen Agama RI, op.cit., h. 925. [22]Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam dalam Ismail Muhammad Syah, dkk. Filsafat Hukum Islam (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 17-18. [23] Suhaja S, Praja, Hukum Islam di Indonesia Perkembangan dan Prakteknya (Cet. II; Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), h. 5. [24]Bandingkan dengan A. Qadry Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional (Kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum) (Cet. I; Yogyakarta: Gema Media, 2002), h. 1-14. [25]Ibid., h. 51-57. [26]Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Pres, 1996), h. 41. [27]Muhammad Muslihuddin, Phylosopy of Islam Law and Orientalis: A Comparative Study of Islamic Legal System (Lahore: Islamic Publication Ltd. tt), h. xxi. [28]A. Qadry Azizy, op.cit., h. 1-14. [29]Bustanul Arifin, loc.cit. [30]Amir Syarifuddin, loc.cit. [31]A. Qadry Azizy, op.cit., h. 18-19.

[32]Ahmad Hasan, The Early Development of Islamic Jurisprudence (Islamabad: Islamic Research Institute, 1993), h. 5. [33]Muhammad Muslihuddin, op.cit., h. xii. [34]Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Clarendon Press, 1984), h. 5. [35]Suparman Usman, op,cit.,h. 28-29. [36]Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (Cet. VIII; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 53. [37]Ibid., h. 50-51. [38]Ibid. Saya, Abied, dari sebuah tempat paling indah di dunia. Salam

Anda mungkin juga menyukai