A. Islam
Sebelum kita berbicara tentang hukum Islam yang menjadi pusat perhatian kajian ini,
kita harus memahami terlebih dahulu makna Islam (sebagai agama) yang menjadi induk atau
sumber hukum Islam itu sendiri. Sebabnya adalah karena berbeda dengan hukum Eropa yang
memisahkan iman atau agama dari hukum, hukum dari kesusilaan, dalam sistem hukum
Islam pemisahan yang demikian tidak mungkin dilakukan karena selain hukum Islam itu
bersumber dari agama Islam, juga dalam sistem ajaran Islam, hukum adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari iman atau agama dalam arti sempit seperti dipahami dalam sistem
hukum Eropa. Dalam sistem hukum Islam, selain dengan agama atau iman, hukum juga tidak
boleh dicerai pisahkan dari kesusilaan atau akhlak. Sebabnya adalah karena ketiga komponen
inti ajaran Islam itu, yakni iman atau agama dalam arti sempit, hukum dan akhlak atau
kesusilaan merupakan satu rangkaian kesatuan yang membentuk agama Islam. Agama Islam
tanpa hukum dan kesusilaan, bukanlah agama Islam. Sementara itu perkataan Islam yang ada
di belakang kata agama itu perlu dijelaskan lebih dahulu.
Kata Islam terdapat dalam alquran, kata benda yang berasal dari kata kerja salima.
Akarnya sin lam mim. Dari akar kata ini terbentuk kata-kata salm, silm, dan sebagainya. Arti
yang dikandung perkataan Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan
(diri) dan kepatuhan. Dari kata salm tersebut, timbul ungkapan assalamu’alaikum yang telah
membudaya dalam masyarakat Indonesia. Artinya semoga Anda selamat, damai, sejahtera.
Orang yang secara bebas telah memilih untuk patuh dalam makna menyesuaikan
kehendaknya dengan kehendak Allah disebut Muslim. Seorang Muslim adalah orang yang
menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya
seorang muslim adalah orang yang melalui penggunaan ‘akal dan kebebasannya’, menerima
dan mematuhi kehendak atau petunjuk Tuhan (S.H Nasr, 1981:11). Pengertian ini berlaku
juga untuk semua manusia yang menerima dan patuh pada ketentuan Tuhan yang
disampaikan kepada umat manusia melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Dalam makna yang
lebih luas, penamaan Muslim dapat pula diberikan kepada semua makhluk yang menerima
adanya ketentuan atau hukum Tuhan dan tunduk kepada hukum-hukum Tuhan yang tidak
terbantah itu. Hukum-hukum Tuhan disebut di dunia barat dengan istilah natural law atau
hukum alam (S.H. Nasr, 1981:12). Didalam ajaran Islam, apa yang disebut dengan natural
law di dunia barat itu dinamakan sunnatullah. Sunnatullah adalah ketentuan atau hukum-
hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta. Sunnatullah yang mengatur alam semesta itu
yang menyebabkan ketertiban hubungan antara benda-benda yang ada di alam raya ini.
Didalam alquran banyak ayat yang menunjukkan ada dan berlakunya sunnatullah atas alam
semesta, termasuk manusia di dalamnya.
Istilah sekular yang meliputi inti kata sekularisme dan sekularisasi itu berasal dari
bahasa latin saeculum yang mempunyai dua pengertian, yakni pengertian waktu dan
pengertian lokasi. Pengertian waktu menunjuk kepada sekarang atau kini, pengertian lokasi
menunjuk pada duniawi. Di antara kedua pengertian itu, tekanan makna sekular diletakkan
pada waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah.
Dalam buku ini akan dikaitkan peran Islam dalam aspek ekonomi yaitu pencatatan atau
akuntansi. Islam merupakan agama besar yang mengatur kehidupan manusia secara
komprehensif. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini terikat pada aturan-aturan yang
telah Allah jelaskan dalam alquran. Dalam konteks kehidupan, sejatinya manusia tidak dapat
hidup sendiri, ia membutuhkan manusia lain sebagai pelengkap kehidupannya. Antara
manusia yang satu dengan yang lain saling berinteraksi. Proses interaksi inilah yang dikenal
dalam Islam sebagai “Muamalah”. Konteks muamalah yang lebih khusus dalam hal ini
disebut “ekonomi”. Dalam kegiatan ekonomi akan melahirkan transaksi-transaksi keuangan,
oleh karena itu dibutuhkan sebuah pencatatan yang dikenal dengan istilah “Akuntansi”.
B. Syariat
Yang dimaksud dengan syariat atau ditulis juga syariah, secara harfiah adalah jalan ke
sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap Muslim. Syariat merupakan
jalan hidup Muslim. Syariat memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya,
baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi aspek hidup dan kehidupan manusia.
Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan
Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak,
baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam
masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syariat terdapat di dalam alquran dan di dalam
kitab-kitab Hadis. Menurut sunnah (al-qauliyah atau perkataan) nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini
selama mereka berpegang teguh atau berpedoman kepada alquran dan sunnah Rasulullah.
Dengan perkataan lain, umat Islam tidak pernah akan sesat dalam perjalanan hidupnya di
dunia ini selama ia mempergunakan pola hidup, pedoman hidup, tolak ukur hidup dan
kehidupan yang terdapat dalam alquran dan kitab-kitab hadis yang sahih (sahih = otentik,
benar).
Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam alquran itu masih bersifat
umum, demikian juga hal-hal dengan aturan yang ditentukan oleh Nabi Muhammad terutama
mengenai masalah, maka setelah Nabi Muhammad wafat, norma-norma hukum dasar yang
bersifat umum itu ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkret agar dapat dilaksanakan dalam
praktik, memerlukan disiplin ilmu dan cara-cara tertentu. Muncullah ilmu pengetahuan baru
yang khusus menguraikan syariat dimaksud. Dalam kepustakaan, seperti telah disebut juga di
muka, ilmu tersebut dinamakan ‘ilmu fikih’ yang ke dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan ilmu hukum (fikih) Islam. ‘Ilmu fikih’ adalah ilmu yang mempelajari atau
memahami syariat dengan memusatkan perhatiannya pada perbuatan (hukum) manusia
mukalaf, yaitu manusia yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam karena telah dewasa
dan berakal sehat. Orang yang paham tentang ilmu fikih dan disebut fakih atau fukaha
(jamaknya). Artinya ahli atau para ahli hukum (fikih) Islam.
SUMBER HUKUM ISLAM
Sumber hukum Islam merupakan dasar atau referensi untuk menilai apakah peerbuatan
manusia sesuai dengan syariah (ketentuan yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu
wata’ala) atau tidak. Sumber hukum Islam yang telah disepakati jumhur (kebanyakan) ulama
ada 4 , yaitu alquran, as-sunah, ijmak dan qiyas.
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan
kepada para pemimpin di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan RasulNya, jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama
dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa[4]: 59)
Ayat ini ditunjukkan kepada orang yang beriman untuk menaati Allah Subhanahu
Wata’ala, Rasul, dan pemimpin (Ulil amri) taat kepada Allah dilakukan dengan cara
mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah Subhanahu Wata’ala sebagaimana
disebutkan dalam alquran. Taat kepada Rasul dilakukan dengan cara mengikuti apa yang telah
dicontohkan oleh Rasul sesuai sunah .
Dari orang-orang Himsh murid, dari Mu’adz bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengutusnya ke Yaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya, “Bagaimana caramu memberi keputusan, ketika ada permasalahan
hukum?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasar kitabullah.”
Rasulullah bertanya, “Jika engkau tak menemukan dasar dalam kitabullah?”
Mu’adz berkata, “Aku akan menghukumi berdasarkan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam” Rasul berkata, “Jika kau tidak menemukan dalam
sunnah Rasul?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasarkan
pendapatku” Rasulullah saw. menepuk-nepuk dada Mu’adz sambil berkata,
“Segala puji bagi Allah yang menuntun utusan Rasulullah kepada apa yang diridai
Rasulullah” (HR. Al-Baihaqi No. 3250)
A. Alquran
Alquran ialah kalam Allah (QS. 53: 4) dalam bahasa Arab sebagai sebuah mukjizat
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam melalui utusan Allah
malaikat Jibril untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam menggapai
kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat.
Kalam adalah daran (wasilah) untuk menerangkan sesuatu berupa ilmu pengetahuan
nasihat atau berbagai kehendak, lalu memberitahukan perkara itu kepada orang lain. Allah
Subhanahu Wata’ala menurunkan Alquran langsung kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam melalui utusan malaikat Jibril secara berangsur-angsur selama 23 tahun, ayat
yang diturunkan pertama kali adalah QS 96:1-5 sedangkan ayat yang terakhir adalah QS 5:3.
“.. Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah aku
cukupkan nikmatku bagimu dan telah aku ridai Islam sebagai agamamu…”
Maka kita ketahui bahwa alquran tidak secara sekaligus melainkan secara berangsur-
angsur. Ada dua alasan mengapa alquran diturunkan secara berangsur-angsur
1. Untuk menguatkan hati, berupa kesenangan rohani (spiritual) agar nabi selalu tetap
merasa senang dapat berkomunikasi dengan Allah dan menghujamkan alquran serta
hukum-hukumnya di dalam jiwa nabi dan jiwa manusia umumnya.
2. Untuk menartilkan (membaca dengan benar dan pelan) alquran, kondisi umat saat
alquran diturunkan adalah ummiy, yaitu tidak dapat membaca dan menulis.
B. Mukjizat Alquran
Alquran mukjizat yang hebat, tetap dan kebal sepanjang masa telah diakui oleh para
cendikiawan pada masa lalu, dan lalu yang akan datang.
C. Fungsi Alquran
Alquran adalah sebagai pedoman hidup. Bukti nyata bahwa kita telah menjadikan
alquran sebagai pedoman hidup telah dicontohkan oleh Rasulullah dan sahabat, yaitu dengan
membaca dan menghafalnya dan memahami serta merealisasikan nilai-nilainnya dalam amal
nyata.
Alquran sebagai cahaya petunjuk, Allah Subhanahu wata’ala telah menjadikan alquran
sebagai cahaya (nur), dan dengan nur itu, Allah Subhanahu wata’ala memberikan petunjuk
(huda) kepada siapa-siapa yang dikehendakinya.
Alquran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena alquran berasal dari Allah
Subhanahu Wata’ala yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata
kehidupannya sehingga selama di dunia dan akhirat. Alquran memuat aspek hukum terkait
dengan akidah, syariah (baik mahdah maupun muamalah), alquran juga mengatur mengenai
hukum keluarga antara lain berupa penjelasan tentang pernikahan, mahram, perceraian (talak),
macam-macam idah dan tempatnya, pembagian harta waris (faraid). Pengaturan mengenai
hukum pidana juga diatur dalam alquran. Hukum pidana atas kejahatan yang menimpa
seseorang adalah dalam bentuk kisas yang didasarkan atas persamaan antara badan dan kisas
dari luka.
E. As-Sunah
Salah satu contoh ucapan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dijadikan
sumber hukum Islam adalah sabda beliau yang memerintahkan untuk mulai puasa Ramadhan
ketika masuk tanggal satu Ramadhan san berhenti puasa (berbuka/lebaran) karena melihat
tanggal 1 Syawal.
F. Fungsi As-Sunah
2. Membatasi Kemutlakannya
Ketika Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk mewasiatkan dua pertiga hartanya beliau berkata, “Tidak boleh”, Lalu Sa’ad
berkata, “Setengahnya”. Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Tidak
boleh”, Lalu Sa’ad berkata lagi, “Kalau begitu sepertiganya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sepertiga. Sepertiganya itu cukup banyak. Sesungguhnya jika engkau
meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) itu lebih baik daripada
engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga meminta-minta kepada
orang lain”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari, kitab Al-Janaiz no. 1295, dan Muslim, kitab Al-
Washiyyah no. 1628]
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari no. 595)
G. Ijmak
Ijmak adalah kesepakatan para mujtahid dalam suatu masalah setelah wafatnya
Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, terhadap hukum syarak yang bersifat praktis, dan
merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah alquran dan as-sunah, dalil yang menjadi
dasar ijmak adalah:
Dalil alquran,
H. Tingkatan Ijmak
1. Ijmak sharih ialah jika engkau atau salah seorang ulama mengatakan “hukum ini telah
disepakati” maka niscaya setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan seperti apa
yang telah engkau katakan.
2. Ijmak sukuti ialah suatu pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid, kemudian
pendapat tersebut telah diketahui oleh para mujtahid yang hidup semasa dengan mujtahid
diatas, akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
3. Ijmak pada permasalahan pokok, jika para ahli fikih (fukaha) yang hidup dalam satu masa
(generasi) berbeda dalam berbagai pendapat, akan tetapi bersepakat dalam hukum yang
pokok, maka seseorang tidak perlu memperdebatkan pendapat-pendapat yang berbeda
tersebut.
I. Terjadinya Ijmak
Para ahli fikih tidak sepakat tentang terjadinya ijmak kecuali ijmak para sahabat,
sehingga ada sebagian ahli fikih yang menganggap bahwa ijmak yang dapat dijadikan sebagai
sumber hukum hanya ijmak yang berasal dari sahabat karena ijmak ini bersandarkan hukum-
hukum syarak yang telah ditetapkan secara mutawatir sehingga tidak ada penolaknya.
Implikasi dari kesepakatan ini, maka ijmak yang didasarkan atas hadis yang
diriwayatkan secara perserorangan (ahad) tidak dapat dijadikan hujjah, dengan alasan bahwa
ijmak yang dapat dijadikan hujjah adalah yang bersifat tegas dan jelas, jika tidak tegas dan
jelas maka ijmak tersebut telah kehilangan fungsinya.
Faktor-faktor yang harus dipenuhi sehingga ijmak dapat dijadikan sebagai dasar hukum
adalah:
1. Pada masa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid.
2. Kesepakatan itu haruslah kesepakatan bulat.
3. Seluruh mujtahid menyetujui hukum syarak yang telah mereka putuskan itu dengan
tidak memandang negara, kebangsaan dan golongan mereka.
4. Kesepakatan itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat
perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan untuk menjadi mujtahid, harus memahami syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menguasai ilmu bahasa Arab dengan segala cabangnya.
2. Mengetahui ayat-ayat alquran perihal hukum-hukum syariat yang dikandungnya, ayat-
ayat hukum, cara mengambil hukum dari alquran, selain itu juga harus mengetahui
antara lain asbabun nuzul (sebab turunnya suatu ayat). Tafsir dari ayat yang hendak
ditetapkan hukumnya.
3. Mengetahui maqashidus syariah (tujuan syariah), tingkah laku dan adat kebiasaan
manusia yang mengandung kebaikan dan keburukan.
Ijmak sebagai salah satu sumber hukum dalam Islam setelah alquran dan as-sunah, cara
penetapan hukumnya bukanlah hal yang mudah karena ada kriteria yang harus dipenuhi agar
hasil dari ijmak dapat dijadikan sebagai pedoman.
J. Qiyas
Qiyas adalah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan
sejenisnya, definisi qiyas secara umum adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum
suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu dalil baik dalam alquran dan as-sunah.
“ Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”
‘pelajaran’ adalah qiyaslah keadaanmu dengan apa yang telah terjadi
Proses qiyas untuk suatu kasus yang akan dicari hukumnya adalah dengan mencari dalil
hukum yang jelas untuk kasus tertentu, akan tetapi jika tidak ada ketentuan hukumnya yang
pasti, maka harus dicari pendekatan yang sah, yaitu dengan ijtihad, melalui qiyas.
“Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab pernah berkata kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam; “Hai Rasullullah, aku melakukan sesuatu
perbuatan yang besar, mencium (istri) dan saya dalam keadaan berpuasa”
Lantas Rasullullah berkata kepadanya “berikanlah jawaban kepadaku,
bagaimana seandainya kamu berkumur air, sedang kamu dalam keadaan
berpuasa,?” Umar menjawab: “tidak mengapa!” kemudian Rasullullah
bersabda: “lanjutkan puasamu”
Qiyas dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sepanjang mengacu dan tidak bertentangan dengan alquran dan as-sunah, qiyas diperlukan
karena dalil-dalil dalam alquran dan as-sunah itu universal dan global. Sedangkan
kejadian-kejadian pada manusia itu berkembang terus. Oleh karena itu, tidak mungkin ayat
alquran yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya sumber hukum terhadap
kejadian-kejadian yang berkembang mengikuti zaman.
2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang sehat. Misalnya, orang Islam meminum minuman
yang memabukan. Sangatlah masuk akal, bila setiap minuman atau makanan memabukan
yang diqiyaskan dengan meminum tersebut menjadi haram hukumnya. Maka sangat masuk
akal kalau setiap transaksi kebendaan yang mengandung unsur penghianatan diqiyaskan
kepadanya, sehingga hukumanya adalah haram.
PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH DAN PERKEMBANGANNYA
Pada saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan barang dagangan
oleh para pedagang sejak mulai berdagang sampai pulang kembali (Adnan dan Labatjo,
2006). Perhitungan dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan dan untung atau
rugi. Selain itu, menurut Syahatah (2001), orang-orang Yahudi, yang saat itu banyak
melakukan perdagangan, menetap dan juga telah memakai akuntansi untuk transaksi utang
piutang mereka.
Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada perintah
Allah melalui alquran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai (alquran 2:282)
dan untuk membayar zakat (alquran 2:110,177; 9:18,71; 22:78; 58:13). Perintah Allah
untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai telah mendorong setiap individu untuk
senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti transaksi. Adapun perintah Allah untuk
membayar zakat telah mendorong umat Islam saat itu untuk mencatat dan menilai aset
yang dimilikinya. Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset merupakan
konsekuensi logis dari ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung berdasarkan
persentase tertentu dari aset yang dimiliki seseorang yang telah memenuhi kriteria nisab
dan haul.
Kondisi ini menjelang abad ke-20 dipandang kurang tepat bagi para pakar akuntansi
yang mengkaji akuntansi dalam perspektif Islam. Hal ini terkait dengan prinsip “kafah”
dalam ajaran Islam yang mewajibkan penganutnya untuk menerapkan prinsip dan ajaran
Islam dalam seluruh sendi kehidupannya, termasuk dalam aktivitas bisnis maupun profesi
yang dijalani. Secara umum dalam ajaran Islam, setiap orang boleh melakukan apa pun
kecuali yang dinyatakan dilarang. Akan tetapi, banyak diantara larangan tersebut
merupakan sesuatu yang bisa dipraktikan dalam bisnis konvensional. Selain itu Islam
memiliki beberapa transaksi maupun kejadian ekonomi unik yang tidak bisa diterapkan
dalam bisnis konversional, antara lain transaksi pembayaran zakat, transaksi usaha yang
menggunakan skema bagi hasil, skema sewa, dan lain sebagainya.
Atas dasar itu, muncullah kajian dan pemikiran untuk mengembangkan akuntansi
dalam perspektif Islam atau biasa disebut dengan Islamic Accounting dalam bahasa inggris
dan Akuntansi Syariah dalam bahasa Indonesia. Hammed (2000) menyatakan bahwa ada
tiga pendekatan yang berkembang di kalangan pakar akuntansi dalam perspektif Islam
dalam merumuskan bentuk akuntansi syariah yaitu pendekatan induktif berbasis akuntansi
kontemporer, pendekatan deduktif dari sumber ajaran Islam, dan pendekatan hibrid.
Hal ini sama juga dinyatakan oleh IAI dalam KDPP-LKS (Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah) tahun 2007 paragraf 30:
“... menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.”
Ada pun tujuan stewardship yang dinyatakan oleh AAOIFI dan SFA nomor 1
paragraf 33-34
Salah satu implikasi penggunaan zakat sebagai tujuan adalah akuntansi syariah
harus menerapkan current cost. Akan tetapi pendekatan deduktif sejauh ini masih pada
tahap kajian dan teraplikasikan pada perusahaan.
c. Pendekatan Hibrid
Pendekatan ini didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam
dan persoalan masyarakat yang akuntansi syariah mungkin dapat bantu
menyelesaikannya (Hameed,2000). Argumen yang mendukung pendekatan ini
menyatakan bahwa suatu metodologi Islam harus memperhatikan relavasinya dengan
masalah masyarakat yang telah diidentifikasikan dan dianalisis dari sudut pandang
Islam (Faruqi,1982).
Di Eropa saat ini sudah terdapat lembaga yang peduli dalam mengembangkan isu
lingkungan dan sosial seperti Global Reporting Initiative (GRI) DAN ACCA. GRI
bergerak dalam mengkaji dalam membuat standar pelaporan perusahaan dengan triple
bottom line (ekonomi, sosial dan lingkungan).
PENDAPAT TENTANG EKSTENSI AKUNTANSI SYARIAH
Beberapa pendapat ahli akuntansi Internasional tentang keberadaan akuntansi Islam
diantaranya sebagai berikut :
Robert Arnold Russel (1986) mengemukakan bahwa sebelum dikenal double entry oleh
Pacioli dasar kemajuan bisnis di Eropa pada abad pertengahan. T.E Gambling dan R.A.A
Karim (1986), menurut teori Colonial model jika ada masyarakat Islam, maka otomatis
ekonominya Islam dan juga akuntansinya mesti Islam, dalam Islam dikenal zakat sebagai upaya
menyelesaikan masalah sosial. Akuntansi Islam sangat menekankan pada aspek sosial bukan
hanya kepentingan investor atau pemilik modal saja.
Muhammad Akram Khan (1992), tujuan akuntansi Islam itu adalah menghitung laba rugi
yang tepat, mendorong dan mengikuti syariat Islam, menilai efisiensi manajemen, melaporkan
yang baik, keterikatan pada keadilan dan kebenaran. D.R. Scott (1975), sebenarnya tidak secara
eksplisit mengemukakan akuntansi Islam tetapi ia merupakan pelopor perumusan akuntansi
berdasarkan aspek keadilan, kebenaran, etika. Karenanya sejalan dengan konsep akuntansi
Islam.
Toshikabu Hayashi (1995), membahas akuntansi kapitalis, konsep akuntansi Islam,
perhitungan zakat, dan studi kasus Feisal Islamic Bank Kairo dan praktik bisnis di Arab Saudi.
Dalam membandingkan akuntansi Islam dan akuntansi kapitalis, Hayashi mengemukakan
perbedaan mendasar antara keduanya. Akuntansi Islam memiliki memiliki “mete rule” yaitu
hukum syariah yang digambarkan oleh alquran dan hadis, sedangkan akuntansi kapitalis tidak
memiliki itu. Dan hanya bergantung pada keinginan user sehingga bersifat lokal dan
situasional.
Muhammad Khir (1992), akuntansi Islam sesuai dan fully applicable karena akuntansi
Islam dalam masyarakat yang sedang berubah saat ini memiliki peran yang sangat penting yaitu
pada aspek kebenaran dan keadilan. Kedua aspek ini merupakan fungsi pertanggungjawaban
kepada Allah, maka secara pertanggungjawaban ini dibingkai dengan nilai syariah.
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH
A. Perkembangan Awal Akuntansi
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat
memiliki kebenaran absolut. Sebagai bagian dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat
akumulatif. Penemuan metode baru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuain
dengan kondisi tersempat.
Pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakan seorang ahli matematika
seperti Luca Pacioli dan Musa Al-Khawarizmy. Perubahan ilmu akuntansi dari bagian ilmu
pasti menjadi ilmu sosial lebih disebabkan oleh faktor-faktor perubahan dalam masyarakat
yang semula dianggap sebagai konstan, misalnya transaksi usaha yang akan dipengaruhi oleh
budaya dan tradisi serta kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat.
Akuntansi dalam Islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah
Subhanahu wata’ala dalam (QS 2:282) untuk melakukan pencatatan dalam melakukan
transaksi usaha. Implikasi lebih jauh adalah keperluan terhadap suatu sistem pencatatan
tentang hak dan kewajiban, pelaporan yang terpadu dan komperhensif.
Perkembangan akuntansi dengan domain “arithmetic quality”nya yang sangat
menopang oleh ilmu lain khususnya arithmetic, algebra, mathematics, alghorithm pada abad
ke-9M. Islam yang terkenal yaitu Abu Yusuf Ya’kub Bin Ishaq Al Kindhi yang lahir tahun
801 M, juga Al-Karki (1020) dan Al-Khawarizmy yang merupakan asal dari kata dari
algorithm, algebra juga berasal dari kata arab yaitu “al-jabr”. Karena aljabar ditemukan
pertama-tama oleh ilmuwan muslim di zaman keemasan islam, maka sangat logis jika ilmu
akuntansi juga telah berkembang pesat di zaman itu, paling tidak menjadi dasar
perkembangannya.
B. Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Sejak dari zaman pra sejarah,
keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus
mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin, ketika masyarakat mulai
mengenal adanya “perdagangan” maka pada saat yang sama mereka telah mengenal konsep
nilai (value) dan mulai mengenal dari moneter (monetary system).
Walaupun akuntansi telah dimulai dari zaman pra sejarah, saat ini kita hanya mengenal
Luca Pacioli sebagai bapak akuntansi modern. Pacioli seorang ilmuwan dan pengajar di
beberapa universitas yang lahir di Tuscany-Italy pada tahun 1445, merupakan orang yang
dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk pertama kali pada tahun 1292 dengan
bukunya; Summa De Arithmatica Geometria Et Propotionalita (A Review Of
Arithmetic,Geometry And Proportions).
Majunya peradaban sosial budaya masyarakat Arab waktu itu tidak hanya pada aspek
ekonomi atau perdagangan saja, tetapi juga pada proses transformasi ilmu pengetahuan yang
berjalan dengan baik.
Fungsi akuntansi telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam Islam seperti; al-mil,
mubashor, al-katib, namun paling terkenal adalah al-katib yang menunjukan orang yang
bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan maupun non
keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama muhasabah/muhtashib
yang menunjukan orang yang bertanggung jawab melakukan perhitungan.
Muhtasib adalah orang yang bertanggung jawab atas lembaga al-hisbah yang tidak
bertanggung jawab kepada eksekutif, muhtasib bisa juga menyangkut pengawasan pasar yang
bertanggung jawab. Muhtasib memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawas harta,
kepentingan sosial pelakasanaan ibadah pribadi, dan pemeriksaan transaksi bisnis.
Akram Khan memberikan 3 (tiga) kewajiban muhtasib yaitu ;
1. Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah: semua jenis salat, pemiliharaan
masjid.
2. Pelakasanaan hak-hak masyarakat: perilaku di pasar, kebenaran timbangan, kejujuran
bisnis.
3. Pelaksanaan berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan, lampu jalan,
bangunan yang mengganggu masyarakat dan sebagainya.
Pada zaman kekhalifahan sudah dikenal keuangan negara, kedaulatan Islam telah
memiliki departemen-departemen atau disebut dengan diwan, pengembangan lebih
komprehensif mengenai baitul mal dilanjutkan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, pada
masa pemerintahan beliau, sistem administrasi baitul mal di tingkat pusat, lokal telah berjalan
dengan baik serta telah terjadi surplus pada baitul mal dan dibagikan secara proporsional
sesuai tuntunan Rasullullah. Adanya surplus ini menunjukkan bahwa proses pencatatan dan
pelaporan telah berlangsung dengan baik.
Sedangkan orang yang memperkenalkan istilah daftar kepada tentara adalah Abu
Muslim yang pada akhirnya menjadi pedoman di masa dinasti, pembagian akuntansi untuk
kantor militer membagi menjadi:
1. Al-Djarida Al-Sawda, merupakan daftar nama prajurit, silsilah, asal suku dan deskripsi
fisik yang selalu disiapkan setiap tahun.
2. Radja, merupakan permintaan yang dikeluarkan oleh mufti (pimpinan) untuk tentara
tertentu di daerah terpencil.
3. Al-Radja Al-Djami’a, merupakan permintaan umum yang dikeluarkan oleh mufti untuk
akun umum (tama’).
4. Al-Sakk,permintaan persediaan untuk akun umum yang menunjukkan pembayaran dengan
nomor dan jumlah serta tanda dari pihak yang memiliki otoritas.
5. Al-Mud’mara, merupakan permintaan persediaan yang dikeluarkan selama periode akun
umum.
6. Al-Istikrar, merupakan persediaan setelah dilakukan pembayaran.
7. Al-Muwasafa adalah daftar yang menunjukkan lingkungan dan penyebab terjadinya
perubahan pada lingkungan.
8. Al-Djarida Al-Musadjadjala adalah register yang tersegel.
9. Al-Fihrist adalah daftar persediaan yang terdapat pada diwan .
10. Al-Dastur copy umum atas beberapa draf.
Al-Khitmah Al-Jameeah
Sumber dana
ditambah
Pengunaan dana
Luca Pacioli adalah seorang ilmuwan sekaligus juga seorang pengajar di beberapa
universitas Italia seperti Venice, Milan, Florence, dan Roma. Untuk itu beliau telah membaca
banyak buku termasuk buku yang telah diterjemahkan.
Penelitian tentang sejarah dan perkembangan akuntansi memang perlu dikaji lebih
dalam lagi mengingat masih dipertanyakan bukti-bukti auntentik/langsung tentang hal
tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Napier, hal tersebut tentu harus tetap dilakukan oleh
para ilmuwan muslim saat ini, pembuktian tersebut akan menempuh jalan masih panjang
mengingat bukti-bukti autentik dari zaman dinasti Abbasiyah (dengan pusat pemerintahan di
Kuffah, Irak) saat ini sudah banyak yang hilang karena perang.