Anda di halaman 1dari 12

SUMBER HUKUM

ISLAM YANG DI
SEPAKATI
PRISTA AULIA RAHMADHANI
XII IPA 1
1. AL – QUR’AN
1. Pengertian Al-Qur’an
      Menurut bahasa (etimologi) kata Al-Qur’an berasal dari kata “qara-yaqrau-qur
anan”artinya bacaan atau yang dibaca.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) Al-Qur’an adalah Kalmullah sebagai mu’jizat
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, dengan bahasa
Arab, ditulis dimushhaf, disampaikan secara mutawatir, dibaca bernilai
ibadah. Diawali dengan surat Al-Fatihan dan diakhiri dengan surat An-Nas.
2.   Pokok-pokok isi Al-Qur’an
      Pokok-pokok isi Al-Qur’an ada lima yaitu :
      a. Tauhid
      b. Ibadah
      c. Janji dan ancaman
      d. Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
      e. Riwayat dan ceritera ( qishah umat terdahulu). ( A.Hanafie : 1981, hal 103 )
3.   Dasar Kehujjahan Al-Qur’an dan Kedudukannya sebagai Sumber Hukum
Sebagimana kita ketahui Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan
kepada umat manusia adalah untuk wajib diamalkan semua perintah-Nya dan wajib ditinggalkan
segala larangan-Nya. Firman) Allah SWT :
Artinya :     "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu denganmembawa kebenaran,
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantan karena membela orang-orang yang khianat". (An-Nisa :105).

ya :     "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara merekamenurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (Al-Maidah: 49).

Al-Qur'an merupakan number hukum utama dalam islam dan menempati kedudukan pertama dari


sumber- sumber hukum islam yang lain, ia merupakan aturan dasar yang paling tinggi. Semua
sumber hukum danketentuan norma yang ada tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur'an.
4.     Pedoman AI-Qur'an dalam Menetapkan Hukum.
Pedoman Al-Qur'an dalam menetapkan hukum sesuai dengan perkembangan dan kemampuan manusia, baik secara
fisik maupun rohani. manusia selalu berawal dari kelemahan dan ketidak mampuan. Untuk itu Al­Qur'an
berpedoman kepada tiga hal, yaitu

   a.    Tidak memberatkan ( ) Firman Allah SWT


Artinya :  "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Bagarah : 286).
Artinya :     "...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu". (Al-
Bagarah : 185)
Contoh :Azimah (ketentuan-ketentuan umum Allah) misal sholat wajib dll

      b.   Meminimalisir beban 
Dasar ini merupakan konsekwensi logis dari dasar yang pertama. Dengan dasar ini kita
dapati rukhshah (keringanan) dalam beberapa jenis ibadah, sepertiMenjama’ dan mengqashar sholat apabila dalam
perjalanan dengan syaratyang telah ditentukan.

   c.    Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum


          Al-Qur'an dalam menetapkan hukum adalah secara bertahap, hal ini bisa kitatelusuri dalam hukum haramnya
meminum-minuman keras, berjudi serta perbuatan-perbuatan yang mengandung judi ditetapkan dalam Al­
Qur'an (QS. Al-Baqarah: 219, QS. An-Nisa’ : 43 dan QS. Al-Maidah : 90). ( HM. Suparta : 2006, hal 59-61
2. HADIST
1. Pengertian Al-Hadits
     Menurut bahasa (etimologi) Al-Hadits berarti ”yang baru”, ”yang dekat”,
atau”warta” yaitu sesuatu yang dibicarakan. Sedangkan menurut istilah (terminologi)
Al-Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan maupun taqrir (persetujuan) beliau. (MS. Wwawan : 2008, hal
27).

2.  Bentuk-bentuk Al-Hadits
    Berdasarkan definisi istilah diatas, maka bentuk hadits dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu :
     a. Qauliyah ( ucapan )
     b. Fi’liyah ( perbuatan )
     c. Taqririyah ( keputusan/ketetapan )
3.   Dasar Kehujjahan Al-Hadits dan Kedudukannya sebagai Sumber Hukum
Banyak kita jumpai ayat - ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits yang memberikan pengertian bahwa
hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur'an yang wajib diikuti, dan diamalkan baik
dalam bentuk perintah maupun larangannya. Uraian di bawah ini merupakan penjelasan secara
rinci tentang dasar kehujjahan hadits sebagai sumber hukum Islam dengan mengambil beberapa
dalil, baik naqli maupun aqli.

a.   DaliI Al-Qur'an
Banyak kita jumpai ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang kewajiban mempercayai dan
menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup
sehari-hari . Di antara ayat-ayat dimaksud adalah:
      Firman Allah SWT :
Artinya:   Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-
orang yang berimandalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk
(munafiq) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada
kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara Rasul-
rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya; dan jika kamu beriman
dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. (QS. Ali lmran (3): 179).
b.   Dalil Al-Hadits
Mari kita pahami Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaandengan kewajiban
menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, disamping Al-Qur'an sebagai pedoman utamanya,
beliau bersabda:
Artinya: "Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi
kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya". (HR.
Malik).
Saat Rasulullah ingin mengutus Mu'adz bin Jabal untuk menjadipenguasa di Negeri Yaman,
terlebih dahulu dia diajak dialog oleh RasulullahSAW.
                       
Artinya:   "(Rasul bertanya), bagaimana kamu akan menetapkan hukum bila dihadapkan padamu
sesuatu yang memerlukan penetapan hukum? Mu'az menjawab: saya akan menetapkannya
dengan kitab Allah. Lalu Rasul bertanya; seandainya kamu tidak mendapatkannya dalam kitab
Allah, Mu'az menjawab: dengan Sunnah Rasulullah. Rasul bertanya lagi, seandainya kamu
tidak mendapatkannya dalam kitab Allah dan juga tidak dalam Sunnah Rasul, Mu'az menjawab:
saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri. Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakangan
Mu'az seraya mengatakan "segala puji bagi Allah yangtelah menyelaraskan utusan seorang Rasul
dengan sesuatu yang Rasul kehendaki". (HR. Abu Daud dan Al-Tirmidzi).
c.    Kesepakatan Ulama (Ijma')
Seluruh Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum Syari'at
Islam yang wajib diikuti dan diamalkan; karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
Penerimaan mereka terhadap hadits sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur'an,
karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber hukum Syariat Islam.
kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan semua ketentuan yang
terkandung di dalam hadits ternyata sejak Rasulullah masih hidup hingga sekarang tidak ada yang
mengingkarinya. Banyakdiantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan
isikandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, danmenyebarluaskan
kepada generasi-generasi selanjutnya.
3. IJMA’
1.   Pengertian Ijma'
Ditinjau dari segi bahasa (etimologi), kata Ijma' merupakan masdar (kata benda verbal) dari kata yang artinya
memutuskan dan menyepakati sesuatu. Ia juga bisa berarti kesepakatan bulat (konsensus). Menurut Abdul Wahhab
Khalaf, secara istilah Ijma' adalah :
                   Artinya : "Ijma' adalah kesepakatan (konsensus) seluruh mujtahid padasuatu masa tertentu sesudah
wafatnya Rasul atas hukum syara' untuk satu peristiwa (kejadian) ".
Dari rumusan di atas dapat diambil beberapa penjelasan sebagai berikut :­

1.   Kesepakatan adalah kesamaan pendapat baik disampaikan secara tegas melalui lisan maupun tulisan atau
dengan beramal sesuai dengan hukum yang disepakati itu. Kesepakatan seperti itu disebut Ijma' yang sebenarnya
atau ijma' bayani atau disebut juga Ijma' Qauli. Jika kesepakatan itu ditunjukkan dengan diam yaitu tidak
memberikan tanggapan maka dinamakan ijma' sukuti, karena diam itu tidak memberikan tanggapan dipandang
sebagai telah menyetujui terhadap hukum yang sudah sampai kepadanya.

2.   Seluruh mujtahid berarti masing-masing mujtahid menyatakan kesepakatannya.Jika seorang


saja tidak menyetujuinya maka tidak terjadi ijma'. Demikian pula jika pada suatu masa hanya ada pada seorang
mujtahid saja, maka tidak ada ijma' sebab tidak terjadi kesepakatan.
2.  Dasar Kehujjahan Ijma’ dan Kedudukannya sebagai sumber hukum
Ijma' sebagai dasar hukum walaupun terjadi perbedaan, namun mayoritas ulama' telah sepakat
sebagai sumber hukum Islam yang ke tiga setelah Al-Qur'an dan AI-Hadits. Apabila sudah terjadi
ijma' maka hukum tersebut menjadi dasar beramal yang tidak boleh diingkari.
Artinya :            "Apa-apa yang menurut pendapat kaum muslimin baik, maka baik (pula) di sisi
Allah (HR. Ahmad di dalam Kitab Sunnah-nya)".

3. Macam dan Tingkatan Ijma’   


    a.   Ijma' Sharih, (Sharih dari segi bahasa artinya jelas) yaitu Ijma' yangmemaparkan pendapat
banyak Ulama' secara jelas dan terbuka, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

      b. ljma' sukuti, (Sukuti dari segi bahasa artinya diam) yaitu sebagian mujtahid memaparkan
pendapat-pendapatnya secara terang dan jelas mengenai suatu hukum suatu peristiwa melalui
perkataan atau perbuatan, sedangkan mujtahid yang lain tidak memberikan komentar apakah ia
menerima atau menolak.
4. QIYAS
 1.   Pengertian Qiyas                  
      Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukurkan sesuatu dengan yang lain. Para ahli Ushul Fiqih merumuskan
qiyas dengan:
Artinya : "Menyamakan atau mengukur satu kejadian yang tidak ada nash tentang hukumnya dengan kejadian yang ada nash
tentang hukumnya di dalam hukum yang disebutkan di dalam nash karena ada kesamaan antara dua kejadian itu di
dalam ilat hukum tersebut".
2. Rukun Qiyas
Dari rumusan diatas dapat dijelaskan beberapa rukun qiyas sebagai berikut :
a.  Kejadian adalah peristiwa, perbuatan, tindakan yang tidak ada hukumnya atau belum jelas hukumnya baik di dalam Al-Qur'an
maupun As-Sunnah. Dalam ilmu Ushul Fiqih hal ini disebut "Far'un"
Suatu peristiwa dapat disebut far'un apabila : adanya kemudian, ada kesamaan illat dengan peristiwa yang akan disamainya.
b.    Kejadian yang telah ada ketentuan hukumnya baik di dalam Al-Qur'an maupun sunnah disebut ashal a
atau disebut juga "maqiis'alaih"
yaitu sesuatu yang akan diqiyaskan kepadanya, atau "musyabbah bih" yaitu sesuatu yang akan diserupakan dengannya.
Suatu kejadian dapat disebut ashl apabila :
1)        Hukumnya adalah hukum syari'ah amali dan berdasar nash.
2)        illat hukumnya dapat Diketahui secara aqli
3)         Hukumnya bukan merupakan cabang (far'un) dari ashal mansukh
4)        Nash hukum ashal tidak meliputi hukum far'un.
5)        Hukum ashal adalah hukum yang disepakati dan tidak mansukh
6)        Hukum pada ashal tidak mempunyai qiyas rangkap.
c.  Illat yaitu suatu sifat yang menjadi dasar hukum pada ashal.
d. Hukum ashal yaitu hukum suatu kejadian yang sudah disebutkan dan akan ditetapkan bagi far'un karena sama sifatnya (illatnya).
3. Macam-macam Qiyas.

a. Qiyas aula, yaitu qiyas yang apabila 'illahnya mewajibkan adanya hukum.


b.   Qiyas musawi, yaitu qiyas yang apabila 'illahnya mewajibkan adanya hukum.
c.   Qiyas adna yaitu qiyas yang apabila 'illahnya mewajibkan adanya hukum.Hukum cabang
nilainya lebih lemah dari pada hukum ashal.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai