Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rizko Pambudi

Kelas : 1C
NIM : 11220850000150

Jelaskan sumber-sumber hukum bisnis syariah

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum bagi umat Islam dalam menetapkan permasalahan dalam
berbagai bidang kehidupan. Maka, apabila terjadi perbedaan pendapat maka harus
dikembalikan kepada Al-Qur’an, sebagaimana firmanNya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar- benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. QS. An-Nisaa: 59.

Merujuk pada ayat-ayat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah pokok dari
segala sumber hukum dalam menetapkan dan memutuskan suatu permasalahan yang dihadapi
oleh manusia, termasuk menjadi sumber hukum utama dalam penetapan hukum bisnis Islam.
Semua aturan bisnis dalam Islam haruslah didasarkan kepada Al-Qur’an, semua yang telah
diharamkan oleh Al-Qur’an maka keharamannya adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat.
Demikian pula sesuatu yang diboleh dalam Al-Qur’an maka boleh untuk melaksanakannya
selama tidak ada dalil lain yang memalingkan hukumnya.

2. Al-Hadist
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah Shalallau Alaihi Wassalam, baik
berupa perkataan, perbuatan, sifat dan taqrir.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dua sumber hukum Islam yang paling utama, keduanya tidak
bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sesuatu yang diharamkan di dalam
keduanya memiliki kedudukan yang sama, sehingga jika As- Sunnah mengharamkan sesuatu
maka sejatinya itu adalah ketetapan dari Allah Ta’ala. Tentu saja dengan catatan bahwa as-
sunnah tersebut memiliki derajat yang shahih.
Metode Ijtihad

Ijtihad adalah kesungguhan seorang mujtahid (ahli hukum Islam) untuk menghasilkan dan
menetapkan suatu hukum dalam Islam, tata cara yang digunakan oleh mujtahid dalam
menetapkan tersebut disebut dengan ijtihad yaitu proses menghasilkan suatu kesimpulan
hukum dalam Islam.
Beberapa metode ijtihad:

1. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah
ْ ‫ العزم‬yang
wafatnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Secara bahasa ijma’ bermakna ‫والتفاق‬
berarti niat, maksud dan keinginan yang kuat serta bersepakat.
Sedangkan menurut istilah Ijma adalah Kesepakatan para ulama pada suatu masa atas
permasalahan-permasalahan yang baru".
Terdapat perbedaan mengenai ijma’ dari para ulama, tetapi yang paling kuat adalah bahwa ijma’
berlaku hingga akhir zaman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ijma' adalah kesepakatan para
ulama mujtahidin setelah wafatnya Nabi sampai akhir zaman atas suatu masalah-masalah baru
yang tidak ditemukan dalilnya secara sharih.
Ijma’ dalam era kontemporer bermakna sama, yaitu kesepakatan dari para ulama tentang suatu
masalah fiqh yang tidak ada dasar hukumnya dari Al-Qur’an maupun As- Sunnah. Misalnya
dalam masalah bunga bank, maka ulama bersepakat (ijma’) mengenai keharamannya. Ijma’
menjadi dalil hukum dalam penetapan hukum bisnis Islam khususnya pada permasalahan baru
yang belum ditemukan sumber hukumnya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah secara pasti.

2. Qiyas
Qiyas secara bahasa berarti mengukur dan menyamakan antara dua hal, baik yang konkret,
seperti benda-benda yang dapat dipegang, diukur dan sebagainya, maupun benda yang abstrak
seperti kebahagiaan, kepribadian dan sebagainya.

3. Istihsan
yaitu kata ‫استحسانا‬-‫يستحسن‬-‫( استحسن‬ihtasana-yastahsinu-istihsaanan) yang bermakna menganggap
sesuatu yang baik atau mengikuti sesuatu yang baik. Wahbah Al-Zuhaily ‫عد الشء واعتقاده حسنا‬
berpendapat bahwa kata istihsan menurut bahasa Arab bermakna (memilih suatu masalah yang
dianggap lebih baik dari yang lainnya). Abdul Wahab Khalaf mengatakan bahwa istihsan secara
bahasa adalah “Memperkirakan sesuatu hukum yang dianggap terbaik”.
Sedangkan menurut istilah istihsan adalah “Tindakan mujtahid dalam menghadapi suatu
masalah yang lebih mengutamakan dalil qiyas yang jaly daripada qiyas khafy, atau dari hukum
yang bersifat kully (menyeluruh) kepada hukum yang bersifat pengecualian pada dalil yang
diambil dalam pemikirannya yang lebih rajih dalam hal keadilan”.

4. Maslahah Mursalah/Istishlah
Secara etimologi ) ‫مصلحة‬maslahah) memiliki makna yang dekat dengan manfaat walaupun
sejatinya keduanya berbeda, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat
atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Apabila dikatakan bahwa perdagangan itu
suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut berarti
bahwa perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab diperolehnya manfaat lahir dan batin
5. ‘Urf
Istilah urf ‫( العرف‬Al-'Urf ) secara bahasa adalah mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu
yang diketahui, dikenal, dianggap baik dan diterima oleh pikiran sehat, sebagaimana firmanNya :

Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” QS Al-A'raf ayat 199.
'Urf biasa diterjemahkan dengan adat atau kebiasaan sebuah masyarakat, Ahmad Fahmi Abu
Sunnah mengatakan dalam Al-'Urf wa Al-'Adah fi Ra'yi Al-Fuqaha bahwa adat adalah “Sesuatu
yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional”.
Abdul Wahab Khalaf mengatakan bahwa 'urf adalah setiap sesuatu yang menjadi adat kebiasaan
manusia dalam bertindak sesuai dengannya seperti segi perkataan, perbuatan dan cara-cara
lainnya yang disebut juga adat. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara 'urf dan al-'adah. 'Urf
atau adat terbagi menjadi dua yaitu : 'urf 'amaly misalnya jual belinya manusia tanpa
menggunakan lafadz yang jelas, dan 'urf qauly misalnya memutlakkan kata walad dengan anak
laki-laki.

6. Ishtihab
Secara etimologi ‫( إصتصحاب‬Istishab) berarti “Minta bersahabat” atau “Membandingkan sesuatu
dan mendekatkannya”, sedangkan secara terminologi yaitu hukum pada sesuatu dengan
keadaan yang telah terjadi sebelumnya, sampai adanya dalil pada perubahan keadaan tersebut,
atau menjadikan sebuah hukum yang tetap pada waktu yang lampau pada sebuah keadaan
hingga adanya dalil yang merubahnya.
Maksud dari istishab adalah bahwa hukum-hukum yang sudah ada pada masa lalu tetap berlaku
sekarang dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu.

7. Syar'u man Qablana


Syekh Dr. Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan Syar’u Man Qablana dengan arti hukum-hukum
Allah yang disyariatkan kepada umat terdahulu melalui nabi-nabi mereka, seperti Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Dawud dan Nabi Isa ‘alaihimussalam. Secara istilah Syar’u Man
Qablana merupakan ketentuan hukum Allah swt yang dibawa oleh para nabi mereka dan
disyariatkan kepada umatnya. Para ulama berbeda pendapat, apakah Syar’u Man Qablana
menjadi syariat bagi umat Nabi Muhammad atau tidak.

Para ahli tafsir menyatakan bahwa shaum atau puasa adalah sebuah ibadah yang telah
diwajibkan sebelum Islam datang, hanya saja tata caranya yang sedikit berbeda.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa Syar'u man Qablana itu diakui ketika ada nash
yang menguatkannya dan tidak ada ayat yang menghapuskannya.

8. Manhaj Shahabat
Pendapat bahwa manhaj shahabat dapat dijadikan dalil hukum, karena ketika seorang shahabat
Nabi berkata atau beramal, tentu ia mendengarnya langsung dari Nabi. Yang berarti, perkataan
atau perbuatan dari Nabi yang diriwayatkan oleh para sahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai