Disusun Oleh:
RAHMAD HIDAYAT ( )
Dosen Pengampu:
PASCASARJANA
1
UNIVERSITAS ISLAM MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
TAHUN 2023/2024
2
KATA PENGANTAR
Penulis
A. PENDAHULUAN
Dari uraian tersebut di atas dapat kita munculkan rumusan masalah sebagi berikut:
1. Pengertan Ijma’
Artinya : “Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut
pandangan Allah juga baik”.
اال فمن سره بحجة الجنة فليلزم الجماعة فإن الشيطان مع الفذ وهو من االثنين ابعد
ومن يشاقف الرسول من بعد ما تبين الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وسأت
) 115: مصيرا ( النساء
3. Syarat-syarat Ijma’
4. Tingkatan Ijma’
a. Ijma’ sharih
Dimana setiap mujtahid menyatakan bahwa mereka menerima pendapat
yang disepakati tersebut.
b. Ijma’ Sukuti
1) Tidak memasukkan ijma’ sukuti ini dalam kategori ijma’ (oleh imam
Syafi’i)
2) Memasukan ijma’ sukuti dalam kategori ijma’, hanyasaja tingkat
kekuatanya di bawah ijma’ sharih. (oleh fuqoha selain Syafi’i dan Hanafi)
3) Ijma’ sukuti dapat dijadikan argumentasi (hujjah) tapi bukan termasuk
kategori ijma’. (Madzhab Hanafi)
6. Pengertian Qiyas
Qiyas juga bisa berarti menyamakan sesuatu yang tidak ada nash
hukumnya dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat
hukum. Karena dengan qiyas ini berarti para mujtahid telah mengembalikan
ketentuan hukum kepada sumbernya al-quran dan hadits. Sebab dalam hukum
Islam kadang tersurat jelas dalam al-quran dan hadits, tapi kadang juga
bersifat implicit-analogik (tersirat) yang terkandung dalam nash. Beliau Imam
Syafi’i mengatakan “Setiap peristiwa pasti ada kepastian hukum dan umat Islam
wajib melaksanakannya”. Namun jika tidak ada ketentuan hukum yang pasti,
maka haruslah dicari dengan cara ijtihad. Dan ijtihad itu adalah qiyas.
افلم يسيروا فى االرض فينظروا ليف كان عاقبة الذين من قبلهم دمر هللا عليهم وللكافرين امثالهم
Artinya : Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi ini
sehingga mereka dapat melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum
mereka. Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir
akan menerima akibat-akibat seperti itu.
ام حسب الذين احترجوا السيأت ان تجعلهم كا الذين أمنوا وعملوا الصالحات سواء محياهم ومماتهم سأ ما
)21 : يحكمون (الجاثية
Artinya : Apakah orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa
kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal sholeh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka?
Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.
)28 : ام نجعل الذين امنوا وعملوا الصالحات كا المفسدين فى االرض ام نجعل المتقين كا الفجار (الصاد
Karena qiyas merupakan aktivitas akal, maka ada ulama yang berbeda
pendapat dengan jumhur ulamatentang tentang digunakannya/tidak digunakannya
qiyas. Dalam hal ini terdapat tiga kelompok besar yaitu :
Tidak diragukan lagi bahwa aliran jumhur adalah aliran yang tepat dan paling
kuat. Mengapa? Dikarenakan argumentasinya berdasarkan atas prinsip berpikir
logis disamping tetap berpegang pada Al-Aqur’an dan petunjuk Rasulullah. Dalil
Al-qur’annya adalah sebagai berikut:
ياايها الذين امنوا اطيعوا هللا واطيعوا الرسول واول االمر منكم فإن تنازعتم فى سيء فردواه الى هللا
والرسول ان كنتم تؤمنون باهلل واليوم االخر.
(59 : )النساء
Analoginya adalah seperti ini: Apabila seorang pegawai dijatuhi hukuman karena
menerima suap, lalu sang kepala berkata kepada teman-teman sekantor
“Sesungguhnya ini adalah suatu pelajaran bagi kamu, maka ambilah sebagai
pelajaran”. Maka dapat dipahami dari kata-kata Sang Kepala tersebut kamu akan
sepertinya, jika kamu melakukan hal yang sama, kamu akan dihukum
sebagaimana hukuman yang menimpanya, dan juga sebuah hadist Rasulullah
SAW:
اقضى بكتاب: قال, قال له ليف تقضى اذا عرض له قضاء.م لما اراد ان يبعثه الى اليمن.ان رسول هللا ص
الحمد هلل الذى وفق رسول هللا لما يرضى رسول هللا: م على صدره قال.هللا فإن لم أجد فبسنة رسول هللا ص
م.ص
Dari hadist di atas Rasulullah Saw mengakui Muadz untuk berijtihad, bila
dia tidak menemukan nash yang dia gunakan untuk memberi putusan baik Al-
Qur’an ataupun As-Sunnah. Sedang ijtihad adalah mencurahkan segala
kemampuan untuk sampai kepada hukum. Dan Ijtihad juga meliputi qiyas.
Dan uraian makalah di atas kita dapat mengetahui bahwasannya ijma’ yang
disepkati/disetujui oleh ulama adalah hanya ijma’nya shahabat. Dan pada masa
sekarang ini ijma’ sudah tidak terjadi, tetapi ijma’ berlaku sebagai dalil syara’ satu
tingkat di bawah As-sunnah.
Kalau untuk qiyas, untuk saat sekarang ini masih terjadi dan berlaku sebagai
metode ijtihad ulama dalam pengambilan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir dan Totok Jumantoro. 2009. Kamus Ilmu Ushul Fikih.
Jakarta: Amzah.
Asnawi. 2011. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah.
Dahlan, Abd. Rahman. 2014. Ushul Fikih. Jakarta: Amzah.
Djalil, A. Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih (Satu dan Dua). Jakarta: Kencana.
Effendi, Satria. 2013. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Firdaus. 2017. Ushul Fiqh. Depok: Rajawali Pers.
Ramayulis. 1989. Sejarah dan Pengantar Ushul Fiqh. Jakarta: Kalam Mulia.
Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.
Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 2011. Ushul Fiqh 2. Jakarta: Kencana.