Pendahuluan
Pada saat ini banyak slogan dan propaganda yang disampaikan oleh orang-orang yang
menganggap bahwa pemikiran dan pendapatnya itu yang paling benar. Permasalah perbedaan
pendapat harus menjadi perhatian kita semua, mengingat dalam praktik ibadah maupun hukum
seringkali terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama.
Demikian juga sekarang ini sering kita jumpai silang pendapat dikalangan masyarakat.
Perbedaan tersebut baik berkaitan dengan masalah agama, politik, dan sebagainya. Jangankan
sesuatu yang datang dari manusia, yang datang dari Allah dan rasul-Nya pun tidak luput menjadi
bahan perdebatan. Sehingga dengan demikian perbedaan pendapat merupakan sesuatu yang alami
atau sunnatullah. Dalam al-Quran ditegaskan yang artinya: “....Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kamu semuanya
kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan” (QS. 5: 48)
Dari ayat tersebut kita mestinya bisa menerima sebuah perbedaan pendapat. Bahkan dalam
dalam bidang keilmuan perbedaan ulama itu merupakan rahmat bagi kita. Hal ini telah dibuktikan
oleh ulama-ulama mazhab terdahulu, misalnya Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam
Hambali. Pada masa sekarang ini kita menyayangkan adanya perbedaaan atau perdebatan itu justru
meninggalkan ajaran Islam yang lain, yaitu kasih sayang dan adil. Hal ini dapat kita lihat betapa
banyak orang yang berdebat tidak sega-segan mengeluarkan kata-kata yang kotor, cacian dan
makian. Bahkan tidak jarang karena adanya perbedaan atau khilafiyah mengkafirkan sesama muslim.
Kalau dicermati, mereka yang meninggalkan etika berdebat, atau berdebat dengan menghalalkan
segala cara dan meninggalkan ahlaq al-karimah adalah dari kalangan yang dipertanyakan atau tidak
jelas kapasitas keilmuannya, walaupun ada juga orang berilmu namun melakukan hal tersebut.
Al-Quran dan Hadis adalah pegangan hidup bagi seorang muslim, kita semua. Dimana isinya
berlaku untuk semua tempat dan zaman sampai ahir masa. Namun kalau kita lihat, faktor paling
banyak yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah penafsiran terhadap al-Quran. Disinilah
antara lain pentingnya mengkaji al-Quran dan Hadis dengan baik, yaitu dengan mempelajari segala
ragam keilmuan yang mengitarinya. Misalnya, ulum al-Quran, ulum al-Hadis, kaidah penafsiran,
asbab al-nuzul, asbab al-wurud, dan lain sebagainya.
Dari paparan di atas, perlu untuk dibahas lebih lanjut tentang masalah-masalah yang
berkaitan dengan khilafiyah.
Pembahasan
1. Pengertian Khilafiyah
Secara etimologi, kata khilafiyah atau ikhtilaf berasal dari bahasa Arab, yaitu
khalafa-yakhlifu-khilafan yang artinya perbedaan paham atau pendapat. Sedangkan
secara terminologis adalah berlainan pendapat antara dua orang atau beberapa orang
terhadap suatu objek (masalah) tertentu, baik berlainan itu dalam bentuk tidak sama
ataupun bertentangan secaca diametral.
Jadi yang dimaksud ikhtilaf adalah tidak samanya atau bertentangannya penilaian
(ketentuan) hukum terhadap suatu objek hukum.
Sedangkan yang dimaksud ikhtilaf dalam pembahasan ini adalah perbedaan
pendapat diantara ahli hukum Islam (fuqaha’) dalam menetapkan hukum Islam yang
bersifat furu’iyyah atau cabang, bukan pada masalah hukum Islam yang bersifat
ushuliyyah (pokok), disebabkan perbedaan pemahaman atau perbedaan metode dalam
menetapkan hukum suatu masalah. Misalnya, perbedaan pendapat fuqaha’ tentang
hukum wudhu seorang laki-laki yang menyentuh perempuan. Ada yang mengatakan
wudhunya batal dan ada yang mengatakan tidak batal.