Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KHILAFIYAH DALAM ISLAM

Dosen Pengampu:
Suparno S.Ag., M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 10
Athaya Malika Rahman (15000122130119)
Ilham Chairul Fikri (15000122120035)
Kayla Anak Habib (15000122120064)
Raisa Karimah Nur Shabrina (15000122120052)
Rashaun Farrel Achmadi (15000122130109)

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunia dan nikmat kepada kami semua sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah dengan
judul “Khilafiyah dalam Islam” untuk melengkapi tugas kelompok di mata kuliah Pendidikan
Agama Islam.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusanan makalah ini, baik dalam pengiriman doa yang tulus, saran,
dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran, masukan, dan kritik yang dapat membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Semarang, 12 September 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………... 1


1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 1
1.3. Tujuan ………………………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………… 2


2.1. Pengertian Khilafiyah ………………………………………………………… 2
2.2. Sebab Terjadinya Khilafiyah …………………………………………………. 2
2.3. Contoh-contoh Khilafiyah ……………………………………………………. 4
2.4. Sikap Umat Islam Dalam Menghadapi Khilafiyah …………………………… 7
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………… 8
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………… 8
3.2. Saran …………………………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah khilafiyah adalah masalah yang kerap terjadi pada realitas kehidupan umat
manusia khususnya umat muslim. Di antara masalah khilafiyah ini, ada yang dapat diselesaikan
dengan mudah dengan adanya sikap toleransi dan akal sehat di antara umat. Namun, terkadang
masalah khilafiyah ini menjadi sebuah permasalahan serta ganjalan terhadap keharmonisan
umat Islam. Hal ini karena adanya sifat fanatik yang berlebihan yang tidak didasarkan pada
akal sehat. Padahal, Rasulullah bersabda di sebuah hadis, "perbedaan pendapat (dikalangan)
umatku adalah Rahmat". Dari hadis ini kita dapat menyimpulan bahwa setiap orang itu boleh
mengambil pendapat dari mana saja, dan tidak terpaku pada satu pendapat agar kita dapat
memperkaya khazanah ilmu kita dengan lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan khilafiyah?


2. Mengapa khilafiyah bisa terjadi?
3. Apa contoh-contoh dari khilafiyah?
4. Bagaimana sikap umat muslim dalam menghadapi khilafiyah?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Menjelaskan tentang pengertian khilafiyah.


2. Menjelaskan contoh-contoh khilafiyah.
3. Menjelaskan penyebab terjadinya khilafiyah.
4. Menjelaskan mengenai sikap umat islam dalam menghadapi khilafiyah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Khilafiyah

Secara bahasa, khilafiyah berasal dari kata khalafa-yakhlifu-khilafan yang artinya


perbedaan paham. Sedangkan secara istilah, khilafiyah adalah perbedaan pendapat antara dua
orang atau lebih terhadap suatu objek atau masalah dalam urusan agama.

Khilafiyah sering juga disebut ikhtilaf. Istilah ini merupakan lawan kata dari ittifaq
yang berarti kesepakatan. Saat terjadi khilafiyah, terdapat perbedaan pandangan di antara ahli
hukum Islam (fuqaha) dalam menetapkan perkara yang bersifat furu'iyyah, bukan ushuliyah.

Khilafiyah dalam urusan agama biasa terjadi di kalangan empat imam madzhab. Ini
karena mereka memiliki pandangan dan metode yang berbeda dalam menyikapi suatu perkara
hukum Islam.

Di Indonesia, mayoritas umat Islamnya menganut madzhab syafi’i. Meski begitu,


penetapan hukumnya tetap diserahkan kepada masing-masing penganut. Mereka
diperbolehkan menjalani ketentuan ibadah sesuai dengan apa yang diyakininya.

Sebab, persoalan khilafiyah ini sebenarnya bukanlah masalah yang besar. Perbedaan
pendapat tersebut adalah hal wajar. Islam memerintahkan umatnya untuk tidak
memperdebatkan hukum yang telah ditetapkan para fuqaha.

2.2. Sebab Terjadinya Khilafiyah

a. Pertentangan akan keshahih-an hadist Nabi Muhammad SAW


 Menurut Kitab Bidayatul Mujtahid, khilafiyah terjadi karena adanya pertentangan
atau pun perbedaan pendapat antar sumber hukum dari Nabi. Yaitu:
1. Pertentangan antara perkataan (al-lafadz) dan tindakan (al-fi'il)
2. Pertentangan antara perkataan (al-lafadz) dan persetujuan nabi (al-iqrar)
3. pertentangan antara tindakan (al-fi'il) dan persetujuan nabi (al-iqrar)

b. Pertentangan hukum yang tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW


 Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ada kasus hukum yang tidak diatur di dalam
al-Qur’an dan hadist, hal-hal semacam ini lah yang ditetapkan dengan metode


ijtihad. Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada
zaman Rasulullah Saw. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh
para sahabat, tabi'in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Dan pada
perkembangannya terjadi pertentangan terhadap hukum yg ditetapkan ini sehingga
terjadinya khilafiyah.
 Jumhur, merupakan suatu pendapat atau hukum islam yang disetujui dan disepakati
oleh sejumlah besar ulama. Misalnya, terdapat dua pendapat berbeda pada lingkaran
empat mazhab. Pendapat pertama dipegang oleh jumhur dan pendapat kedua
merupakan pendapat Syafi`i, maka hal ini menunjukkan bahwa pendapat pertama
merupakan pendapat yang dipegang dalam tiga mazhab selain mazhab Syafi`I, yaitu
Hanafi, Maliki dan Hanbali.
 Qiyas, merupakan solusi yang ditawarkan jika terdapat kasus hukum yang tidak
diatur dalam al-Qur`an atau hadist. Contohnya, menentukan haram atau halalnya
narkotika karena narkotika tidak disebutkan dalam al-Qur`an dan belum ada pada
zaman nabi.

c. Perkembangan Zaman
 Khilafiyah terjadi karena saat nabi Muhammad saw wafat, kejadian-kejadian
hukum dalam kehidupan masih tetap berlangsung, sedangkan Nabi sebagai suri
tauladan umat islam telah wafat, sehinnga tidak ada yang bisa memverifikasi hukum
tersebut.

d. Sebab Ilmiah
 Thabi'atul-Lughah yang berarti karakter bahasa, yaitu terdapat kata yang memiliki
lebih dari satu makna atau yang disebut dengan musytarok yang menyebabkan
perbedaan pandangan terhadap suatu hukum.
 Suatu riwayat hadits yang dipelajari ulama memiliki kesimpulan yang berbeda
dikarenakan ada ulama yang sudah lebih dahulu mendapatkan hadits tersebut,
sedangkan ulama yang lain belum mendapatkannya sehingga terdapat perbedaan-
perbedaan dalam kesimpulannya. Ada pula yang tidak yakin dengan keabsahan
riwayat hadits tersebut, atau terdapat perbedaan penilaian dan pendapat terhadap
hadits tersebut, sehingga yang beranggapan bahwa hadits tersebut shahih akan
menjadikannya sebagai dalil dan begitu pula sebaliknya.


 Fahmun-Nash, merupakan cara untuk memahami suatu teks (nash) yang bersumber
dari al-Qur'an ataupun hadits.

2.3. Contoh-contoh Khilafiyah

Ada banyak sekali masalah khilafiyah di dalam islam.  Masalah ikhtilaf ini sudah ada
sejak zaman Rasulullah karena setiap orang itu mempunyai pemikiran yang berbeda-beda serta
pemahaman masing-masing terhadap suatu masalah. Ikhtilaf pun terjadi di kalangan nabi dan
malaikat. Sebuah contoh adalah ketika nabi Musa AS yang berikhtilaf dengan nabi Harun AS
karena mendapatkan Bani Israil menyembah anak lembu buatan samiry. Hingga nabi Musa as.
menarik jenggot nabi Harus As. Pernyataan ini dikutip dari perkataan syekh Yusuf Al
Qardhawi. Dalam pembahasan kali ini saya akan memberikan contoh masalah ikhtilaf pada
zaman Rasulullah dan ikhtilaf yang sering terjadi di Indonesia.

a. Ikhtilaf pada zaman Rasulullah

1. Ikhtilaf juga terjadi di kalangan sahabat pada masa Rasulullah seperti halnya perbedaan
pada saat Rasulullah memerintahkan sahabat pergi ke Bani Quraidhah. Rasulullah
mengatakan yang artinya “Janganlah sekali-sekali salah seorang diantara kamu salat
ashar kecuali di Bani quraihoh”. Para sahabat masih dalam perjalanan sedangkan sudah
tiba waktu salat. Sebagian para sahabat berpendapat bahwa tidak akan salat sampai di
tempat tujuan, namun sebagian lagi berpendapat bahwa maksud Rasulullah tidak
bermaksud demikian kemudian melaksanakan salat. Maka kejadian tersebut terdengar oleh
Rasulullah dan beliau tidak mencela salah satu pun dari kalangan sahabat. Kisah ini
tercantum dalam kitab hadis Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Imam Nasa’i bahkan
mengumpulkan riwayat lebih banyak lagi. Maka berdasarkan kisah atau riwayat hadis
ini, ikhtilaf atau perbedaan pendapat adalah hal yang ‘masyru’ (sesuai dengan syariat) sejak
zaman Nabi saw
2. Ikhtilaf di zaman Nabi SAW tapi muncul di era sahabat, maksudnya sumber khilafiyahnya
berasal dari Nabi SAW tetapi terjadinya ikhtilaf terjadi setelah Nabi SAW wafat. Nabi
Muhammad Saw tidak minum kecuali duduk. Tapi suatu ketika sayyidina Ali terlihat
sedang meminum air zam-zam sambil berdiri. Kemudian sayyidina Ali berkata bahwa
beliau pernah melihat nabi Saw minum air zam-zam sambil berdiri. Oleh karena itu,


menurut orang Madinah minum dengan berdiri diperbolehkan. Namun dimakruhkan untuk
makan berjalan.
3. Dalam hadis riwayat Abu Daud, sahabat Rasulullah Abdullah bin Umar pernah mengintip
Rasulullah SAW dari atap, dan menyaksikan nabi SAW buang air kecil sambil berdiri.
Padahal dalam hadis lain, Sayidah Aisyah mengatakan bahwa orang yang mengatakan nabi
buang air kecil sambil berdiri maka ia dusta. Lalu apakah kedua kesaksian tersebut
bertentangan? Tidak, karena hal ini Aisyah tidak pernah melihat nabi Saw buang air kecil
sambil berdiri. Namun perlu diketahui, bahwa Nabi Muhammad Saw adalah orang Arab
pertama yang membuat toilet di dalam kamar. Oleh karena itu harus dipahami bahwa
perilaku nabi saat di dalam rumah yang mana hanya istri-istri nabi yang mengetahui hal itu
bisa jadi berbeda dengan perilaku di luar rumah. Ketika berada di dalam rumah nabi selalu
buang air kecil dengan jongkok. Sementara ketika di luar rumah, nabi lebih fleksibel.
Dengan demikian toilet berdiri seperti di toilet umum diperbolehkan meski hal ini bukan
pembenaran.

b. Ikhtilaf yang umum terjadi di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sering
kita lihat terdapat perbedaan pendapat di antara umat Islam yang ada di Indonesia. Beberapa
istilah yang umum dibahas di Indonesia adalah masalah pelaksanaan salat tarawih serta doa
qunut pada shalat subuh.
1. Tarawih

Istilah yang sering terjadi umat muslim Indonesia pada salat tarawih mengenai jumlah
rakaat dan teknis pelaksanaan rakaat tersebut. Jumlah rakaat yang dilaksanakan adalah 8
atau 20 rakaat. Masing-masing memiliki dalil yang kuat, pada yang berpendapat 8 rakaat
dalilnya adalah : “Lalu aku berdiri di samping Rasulullah kemudian ia meletakkan tangan
kanannya pada kepala saya dan dipegangnya telinga kanan saya dan ditelitinya lalu ia
salat dua rakaat kemudian 2 rakaat lagi lalu dua rakaat lagi kemudian 2 rakaat lalu
shalat witir kemudian ia tidur dan menyamping sehingga datang bilal menyerukan azan”.
(HR. MUSLIM).

Hadis ini merupakan dasar dari pelaksanaan salat tarawih dengan salam di setiap 2
rakaatnya. Namun ada pula hadis yang menerangkan bahwa Rasul melakukan salat
tarawih dengan salam setiap 4 rakaat dengan dalil,


Diriwayatkan dari Abu Salamah ibn Abdurrahman, bahwa ia bertanya kepada Aisyah
bagaimana Rasulullah salat di bulan Ramadan. Aisyah menjawab “Baik di bulan
Ramadan atau pun bukan Rasulullah selalu melakukan salat lail tidak lebih dari 11
rakaat, beliau salat 4 rakaat dan jangan ditanyakan tentang baik dan panjangnya salat
yang beliau lakukan, kemudian salat lagi empat rakaat, dan yang ditanyakan tentang baik
dan panjangnya surat yang beliau lakukan lalu beliau salat tiga rakaat”. (HR. AL
BUKHARI)

Adapun yang melakukan salat tarawih sebanyak 20 rakaat berlandaskan kepada bahwa
kaum muslimin bersama Umar bin Khattab melaksanakan salat tarawih sebanyak 20
rakaat ditambah 3 witir. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Muwattha Juz 1
yang artinya:

“Dari Yazid bin hudzaifah orang-orang (kaum muslimin) pada masa Umar melakukan
tarawih di bulan Ramadan 23 rakaat”.

2. Qunut
Perkara qunut dalam shalat subuh merupakan hal yang sangat sering diperselisihkan oleh
para ulama, khususnya di Indonesia. Sebagian ulama tidak menerima dalil tentang qunut
pada salat subuh, tapi sebagian yang lain tetap memandang bahwa hadis tentang qunut
pada salat subuh itu kuat adapun dalil hadis yang diperselisihkan adalah:
Dari Anas bin Malik r.a berkata “Bahwa Nabi saw melakukan kunut selama sebulan untuk
mendoakan kebinasaan Arab, kemudian beliau meninggalkannya”. (HR Mutaffaq Alaih).
Dari Anas r.a berkata “bahwa nabi Saw berkunut kecuali mendoakan kebaikan suatu
kaum atau mendoakan keburukan”. (HR. Ibnu Khuzaemah)
Menurut pendapat dari 4 mazhab:
1) Imam Hanafi berpendapat bahwa qunut pada salat subuh itu tidak disyariatkan,
menurut mereka Rasulullah memang pernah melakukannya namun setelah itu
dihapuskan hukumnya.
i. Imam Malik berpendapat bahwa qunut pada salat subuh hukumnya
adalah mustahab (disukai) dan Fadilah karena Rasulullah dulu
melakukannya.
2) Imam Syafi'i berpendapat bahwa qunut pada salat subuh adalah sunnah.


3) Imam Hambali berpendapat bahwa qunut pada salat subuh hukumnya tidak
disunahkan namun hanya disunahkan pada salat witir saja.

2.4. Sikap Umat Islam Dalam Menghadapi Khilafiyah

Sudah banyak kegagalan yag terjadi dalam mensiasati khilafayah secara baik dan bijak,
seharusnya dalam menghadapi perbedaan tidak perlu sampai menimbulkan konflik bahkan
praktik kekerasan semua bentuk kemajemukan dapat diatasi dengan pendekatan multikultural,
karena dalam praktiknya menekankan nilai kesederajatan dan toleransi. Berikut adalah sikap-
sikap yang bisa bisa dilakukan umat islam dalam mengahadapi khilafiyah:

1. Prinsip untuk tidak memberatkan diri dalam permasalahan agama, seperti yang ada di
Al-Quran (Al-Baqarah: 189) bahwa Allah menghendaki kelonggaran bukan
kesempitan, yang dimaksud konsep kelonggaran dan kemudahan adalah jangan terlalu
dikembalikan pada kepentingan yang bersifat subjektif tetapi harus kembali pada
prinsip kelonggaran dan kemudahan yang diatur oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
2. Saling menghargai, di masa terdahulu khilafiyah sering terjadi bahkan diantara para
ulama, bahkan ulama empat mazhab (Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi'i,
dan Imam Ahmad) pun sering dihadapkan dengan perbedaan pendapat dalam
menentukan sesuatu. Walaupun begitu, mereka tetap sepakat untuk saling menghargai,
merasa bukan dirinya yang paling benar, tidak merendahkan pihak yang tidak
sependapat, dan masih banyak lagi. Intinya tetap memperlihatkan akhlakul karimah.

3. Tetap memahami dan mendalami prinsip dasar dalam fiqih dan ushul fiqih. Ketika
dihadapi masalah yang sesat atau menyimpang. Hal ini tidak bisa ditolerir apabila
perbedaan yang ada sudah masuk ke tahap yang menyimpang seperti menghalalkan
perzinaan, membenci sahabat nabi, dan sebagainya.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Khilafiyah atau yang disebut perbedaan paham akan selalu terjadi selama manusia
hidup dan kita berkemungkinan besar menjumpai orang-orang yang memiliki perbedaan
paham dengan kita, namun kita harus tetap menghargai dan bersikap toleran, selama perbedaan
paham tersebut tidak menyimpang dari prinsip dasar fiqih dan ushul fiqih. Hal ini kita lakukan
sebagai umat Islam agar kita dapat menciptakan suasana yang damai antara umat Islam.

3.2. Saran

Saran yang dapat kita berikan mengenai khilafiyah adalah untuk mengembangkan sikap
toleransi terhadap khilafiyah yang mungkin kita jumpai selama hidup, jangan terlalu banyak
berpikir mengenai perbedaan paham sehingga pikiran kita terbebani dan yang terpenting adalah
jalani saja apa yang telah kita pelajari. Jika kita bisa bertoleransi terhadap agama lain dengan
perbedaan paham yang jauh berbeda dengan kita, seharusnya kita dapat bertoleransi terhadap
orang-orang yang memiliki perbedaan paham yang tidak signifikan dan tetap mengikuti prinsip
dasar dari fiqih dan ushul fiqih.


DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2021, Oktober 12). Pengertian Khilafiyah dan Contoh Perkaranya dalam Islam.
Retrieved from kumparan.com: https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-
khilafiyah-dan-contoh-perkaranya-dalam-islam-1whqzSw8E6W/full

Azhari, F. (2014). Qiyas Sebuah Metode Penggalian Hukum Islam. Syariah: Jurnal Hukum
Dan Pemikiran 13 (1). Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antarsari.

Darda, A. (2016). Peran Pendidikan Islam dalam Mensiasati Khilafiyah. At-Ta`dib, 11 (1).
University of Darussalam Gontor.

Darda, A. (2016). Peran Pendidikan Islam Dalam Mensiasati Khilafiyah. At-Ta’dib. 12-15

Has, A. W. (2013). Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam. IAIN Tulungagung
Research Collection 8 (1). Sekolah Tinggi Keislaman Al-Hidayah (STIKA) Arjasa

Husna, F. Z. (2014, Agustus 20). Makalah KHILAFIYAH. Retrieved from scribd.com:


https://www.scribd.com/document/408395112/Makalah-KHILAFIYAH
LAMPIRAN PENGECEKAN PLAGIARISME

Pengecekan plagiarisme dibawah ini akan dibagi menjadi beberapa bagian dikarenakan batas
maksimal jumlah kata pada aplikasi pengecekan plagiarisme versi gratis.

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN  
1.1.Latar Belakang  
1.2.Rumusan Masalah  
1.3.Tujuan 

BAB II PEMBAHASAN  

2.1. Pengertian Khilafiyah  


2.2. Sebab Terjadinya Khilafiyah  
2.3. Contoh-contoh Khilafiyah  
2.4. Sikap Umat Islam Dalam Menghadapi Khilafiyah  
BAB III PENUTUP  
3.1. Kesimpulan  
3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai