Anda di halaman 1dari 62

PERTEMUAN KE -III

Sejarah Pembentukan dan


perkembangan
&
Ushul fiqih dan kaedah
fikih
Fase Pertumbuhan (610-632M)

Dimulai sejak masa nabi yang terbagi


dalam dua periode, yaitu periode Mekkah
dan periode Madinah.
Pada periode Mekkah belum nampak
embrio usul fiqh, karena ayat-ayat yang
turun berkisar masalah akidah, baru pada
periode Madinah sudah mulai nampak,
karena ayat yang turun mengatur tentang
hukum dan pranata sosial.
Ciri yang nampak adalah: Rasul memberi
peluang sahabat untuk berijtihad ketika
menghadapi masalah, mengajarkan
prinsip musyawarah (ijmak), muncul
pengunaan rayu.
Sumber hukum pada masa ini hanya
wahyu, Rasul juga melakukan ijtihad
ketika muncul persoalan dan wahyu
belum turun.

Ilmu Ushul fiqih tumbuh dan


berkembang dengan tetap berpijak
pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih
tidak timbul dengan sendirinya, tetapi
benih-benih ushul fiqh ada sejak :
Zaman Rosulullah SAW
Sahabat.
1. Ushul Fiqih Pada Zaman Rasulullah

1. Misalinya ijtihad yang dilakukan oleh


sahabat adalah ketika dua orang
sahabat berpergian, kemudian tibalah
waktu shalat.
Sayangnya mereka tidak punya air untuk
wudlu. Keduanya lalu bertayammum
dengan debu yang suci dan melaksanakan
shalat. Kemudian mereka menemukan
air pada waktu shalat belum habis.
Salah satu mengulang shalat sedangkan
yang lain tidak.
lanjutan

Keduanya lalu mendatangi Rasulullah


dan menceritakan kejadian tersebut.
Kepada yang tidak mengulang
Rasulullah bersabda: Engkau telah
memenuhi sunnah dan shalatmu
mencukupi. Kepada orang yang
berwudlu dan mengulang shalatnya,
Rasulullah menyatakan: Bagimu dua
pahala
Contoh lain
Sahabat melakukan ijtihad dalam
memecahkan persoalan ketika
menemukan air setelah shalat selesai
dikerjakan dengan tayammum.
Mereka berbeda dalam menyikapi
persoalan demikian, ada yang
mengulang shalat dengan wudlu dan
ada yang tidak. Akhirnya, Rasulullah
membenarkan dua macam hasil ijtihad
dua sahabat tersebut..
Misalnya : Pelaksanaan Haji bagi
orang tua yang sakit (Metode qiyas)
Seorang wanita namanya Khusaimah
datang dan bertanya, ya Rasulullah ayah
saya seharusnnya telah menunaikan haji,
dia tidak kuat duduk dalam kendaraan
karena sakit, apakah saya harus melakukan
haji untuknya, jawab rasulullah dengan
bertanya bagaimana pendapatmu bila
ayahmu mempunyai hutang? Apakah
engkau harus membayar? Perempuan itu
menjawab: ya, Nabi berkata utang kepada
Allah lebih utama untuk dibayar
Misalnya : Pertanyaan Umar Bin
Khatab Batal atau tidaknya puasa
orang yang mencium istrinya

Apabila kamu berkumur-kumur


dalam keadaan puasa. Apakah
puasamu batal? Umar menjawb :
Tidak apa-apa ( tidak batal)
Rasulullah kemusian bersabda
maka teruskan puasamu ( HR
Bukhari, muslim dan Abu daud)
Lanjutan
: - : -
: . : . :
.. : : - .-
: . :
.
2. Ushul Fikih Masa Sahabat

Ketika Rasulullah masih hidup sahabat


menggunakan tiga sumber penting
dalam pemecahan hukum, yaitu
Alquran, sunnah, dan rayu (nalar).
Petunjuk paling jelas terhadap tiga
sumber tersebut tampak dalam riwayat
berikut:
Artinya :
Dari Muadz: Bahwasanya Rasulullah SAW ketika
mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda:
Bagaimana kau memutuskan juga dihadapkan perkara
kepadamu Muadz menjawab: Saya putuskan dengan
kitab Allah. Rasulullah bertanya kembali: Jika tidak kau
temukan dalam kitab Allah. Muadz menjawab: Saya
putuskan dengan sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah
bertanya: Jika tidak kau temukan dalam sunnah
Rasulullah Muadz menjawab: Saya berijtihad dengan
rayu saya dan tidak melampaui batas. Muadz lalu
berkata: Rasulullah memukulkan tangannya ke dada
saya dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan petunjuk utusan Rasulullah terhadap apa
yang diridloi Rasulullah.
Contoh perbedaan pendapat tersebut antara lain dalam
kasus pemahaman ayat iddah dalam surat al-Baqarah
228..









Perempuan-perempuan yang ditalak hendaknya
menunggu selama tiga quru

Kata quru dalam ayat di atas memiliki pengertian


ganda (polisemi) yaitu :
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ali, Usman, dan
Abu Musa al-Asyari mengartikan quru dalam
ayat di atas dengan pengertian haidh,
Aisyah, Zaid bin Tsabit, dan Ibnu Umar
mengartikannya dengan suci. Itu berarti ada
perbedaan mengenai persoalan lafal musytarak
Misalnya : Ijtihad dilakukan oleh para
sahabat yaitu Umar bin Khatab
Tidak menjatuhkan hukuman potong
tangan kepada seorang yang mencuri
karena kelaparan (darurat/ terpaksa)
Misalnya Ali Bin Abi Thalib
berpendapat Wanita yang suaminya
meninggal dunia dan belum
dicampuri serta belum ditentukan
maharnya hanya berhak
mendapatkan mutah ( Pemberian)
( Baqoroh 236)
Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf Para Sahabat

Adanya perbedaan memahami


nash
Adanya perbedaan
pengetahuan yang mereka
miliki
Adanya perbedaan dalam
periwayatan hadits dari Nabi
Muhammad SAW
3. Ushul Fikih pada Masa Thabiin

Dalam khazanah fiqh ahl al-Sunnah para


khalifah sedikit sekali memberi fatwa atau
meriwayatkan al-hadits. Abu bakar
meriwayatkan hanya 142 hadits, Umar 537
hadits, Utsman 146 hadits, Ali 586 hadits.
Jika semua hadits mereka disatukan hanya
berjumlah 1411 hadits, kurang dari 27%
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah (Abu
Huraiah meriwayatkan 5374 hadits). Karena
itu, para tabi'in, yakni mereka yang berguru
pada sahabat, umumnya bukanlah murid al-
Khulafa al-Rasyidin
Mulai dari masa ini
perkembangan fiqh sangat luar
biasa dari pemahamannya yang
dipakai untuk segala urusan
agama mulai mengarah kepada
satu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Adapun faktor-faktor
berkembangnya fiqh pada
masa ini adalah:
Pada masa Bani Umayah kekuasaan
politik sangatlah berpengaruh besar
dalam perkembangan fiqh, terutama
banyak sekali didapati manipulasi
hadits yang menguntungkan pihak
penguasa. Perlu kita garis bawahi,
bahwa pada masa inilah munculnya
berbagai aliran-aliran yang
merupakan akibat dari
ketidakpuasan terhadap penguasa.
Sehingga keadaan fiqh pun ikut
terpengaruh oleh suasana yang ada.
Mulai dari masa ini perkembangan fiqh sangat luar
biasa dari pemahamannya yang dipakai untuk
segala urusan agama mulai mengarah kepada satu
disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Adapun faktor-
faktor berkembangnya fiqh pada masa ini
adalah:
Umat Islam mulai tahun jama'ah ini terpecah
menjadi tiga partai besar: Khawarij, Syi'ah, Ahlu
As-Sunnah wal Jama'ah
Meluasnya daerah kekuasaan Islam dan
bercampurnya berbagai kebudayaan sehingga
terjadinya interaksi baru, mulai adanya perjanjian-
perjanjian dan hubungan dengan daerah
kekuasaan lainnya, terbukanya wacana baru serta
permasalahan-permasalahan baru yang
membutuhkan ketetapan hukum.
Tersebarnya para fuqaha ke berbagai daerah
kekuasaan islam.
Munculnya perdebatan-perdebatan antara
para fuqaha.
Adanya pengaruh politik penguasa dalam fiqh.
Banyaknya Mawali (non Arab) yang
mempelajari Islam dan terjadinya
percampuran dengan penduduk asli sehingga
masuklah unsur-unsur Parsi dan Romawi, dan
Mawali juga sangat pandai dalam
menggunakan akal dan falsafah.
Perbedaan penggunaan Ra'yu, sehingga
muncullah dua madrasah besar yaitu:
madrasatul hadits dan madrasatul ra'yi. Dan
inilah sebenarnya awal pembentukan mazhab.
Pada masa tabi'in terdapat tiga
pembagian geografis yang besar dalam
dunia Islam yaitu:
Iraq sendiri memiliki dua mazhab
Bashrah dan Kufah.
Hijaz juga memiliki dua pusat
kegiatan hukum yaitu Mekkah dan
Madinah. Mazhab Syiria kurang
tercatat dalam buku-buku teks awal,
meskipun demikian hukum dari
mazhab ini dapat kita ketahui melalui
tulisan Abu Yusuf
Syiria.
Berikut ini nama-nama yang tercatat dari
para ahli hukum di berbagai tempat:

Mekkah: 'Atha bin Abi Rabah (w. 114


H ), 'Amr bin Dinar ( w. 126 H )
Madinah: Sa'id bin al-Musayyib ( w. 94
H ), 'Urwah bin al-Zubayr, Abu Bakar
bin 'Abdul Rahman, 'Ubaydillah bin
'Abdullah, Kharijah bin Zayd, Sulayman
bin Yasar, Al-Qasim bin Muhammad.
Mereka ini umumnya dikenal sebagai
tujuh ahli hukum dari Madinah.
Lanjutan
Bashrah: Muslim bin Yasar, Al-Hasan
bin Yasar, Muhammad bin Sirin.
Kufah: 'Alqamah bin Qays, Masruq
bin al-Ajda, Al-Aswad bin Yazid,
Syurayh bin al-Harits. Mereka ini
adalah para sahabat yang terkenal
dari 'Abdullah bin Mas'ud.
Syiria: Qabisah bin Dzuwayb, 'Umar
bin 'Abdul 'Aziz, Makhul, Al-Awza'i
Sebab-sebab Taklid dan
Jumudnya Para Ulama.
Adanya pemaksaan penggunaan aliran atau mazhab
tertentu oleh penguasa, seperti Khalifah al-Makmum, al-
Mutashim, dan al-Watsiq mamaksakan Mutazilah kepada
para ulama
Timbulnya pendapat para ulama yang memandang bahwa
pendapat para imam mazhab sepadan dengan nash Al-
Quran dan Sunnah yang tidak dapat diubah, digugat, atu
diganti. Umpamanya, Ubaid Al-lah al-Kharkhi, salah
seorang ulama mazhab Hanafi pernah berkata:Setiap ayat
Al-Quran dan hadits yang bertentangan dengan mazhab
hanafi dapat ditakwilkan atau di nasakh kan. Imam Iyadh
juga pernah berkata:Bagi yang taklid, kedudukan pendapat
imam mazhabnya dinilai sejajar dengan Al-Quran dan
Sunnah
Lanjutan
Adanya penghargaan yang berlebihan terhadap
guru, hal ini tercermin dalam anggapan bahwa,
pertama, setiap orang dewasa diwajibkan
bermazhab dan diharamkan keluar dari mazhab
yang dianutnya. Kedua, mengambil pendapat
selain pendapat imam yang dianutnya adalah
haram. Dan ketiga, guru yang terdahulu lebih
mengetahui makna nash daripada kita
Berkembangnya sikap berlebihan dalam
memperlakukan kitab-kitab fiqh serta
banyaknya kitab-kitab fiqh, dan tidak adanya
kesesuaian antara perkembangan akal dan
perkembangan pemahaman (fiqh
Adapun diantara tertutupnya
pintu ijtihad adalah:
Munculnya hubud dunya
dikalangan para ulama.
Adanya perpecahan politik.
Adanya perpecahan aliran
fiqh.
Periode Membangun Kembali Fiqh
Islam ( Bada Jumud ).

Di pertengahan abad ke 18 M,
timbullah reformasi dan
melepaskan diri dari taqlid dalam
tubuh umat Islam. Adapun
gerakan-gerakan pembaruan
dalam Islam :
Di Hijaz dalam abad ke 13 H / 18
M, timbul gerakan Wahabi yang
dipelopori oleh Muhammad bin
Abdul Wahab.
Di Libya, Muhammad bin Sanusi, yang
juga pernah melawat ke Afrika dalam
usahanya menyeru masyarakat untuk
membersihkan agama dari usaha-
usaha musuh Islam yang menyisipkan
ajaran-ajaran yang menyesatkan dan
mengajak untuk kembali kepada Al-
Quran dan Sunnah.
Di Syria timbul usaha perbaikan yang
bersendi agama yang dibangunkan
oleh Al-Mahdi dan mengajak kembali
kepada hukum Tuhan dan Rasul.
Di Mesir pada permualaan abad
ke 20 M, akhir abad ke 19 M,
bangunlah tokoh Jamaluddin al-
Afghani. Ulama-ulama Mesir yang
ingin memerdekakan diri dari para
penjajahan mengadakan
hubungan rapat dengan beliau itu.
Diantar yang sangat rapat
hubungan dengan beliau adalah
Muhammad Abduh yang
mengadakan dawah mengajak
masyarakat kembali kepada
mazhab Salaf dan kepada sumber-
Bangkitnya kembali fiqh Islam pada periode ini
dapat kita lihat dengan fakta yang ada
diantaranya:
Sudah adanya pendidikan karang
mengarang.
Usaha menyusun hukum-hukum fiqh
secara system undang-undang tanpa
membatasi diri dengan sesuatu mazhab
tertentu.
Fiqh sudah dipelajari secara ilmiyah
dilembaga-lembaga pendidikan resmi.
Adanya fiqh muqaran antar mazhab
Munculnya Ushul Fiqh(tabir-tabir),
dan karya ilmiah.

Khabar Al-Wahid, Itsbat Al-Qiyas, dan Ijtihad Ar-


Ray, ketiganya karya Isa bin Aban bin Shadaqah
Al-Hanafi (wafat th 221 H).
An-Nasikh Wal-Mansukh karya Imam Ahmad bin
Hambal (164-241 H).
Al-Ijma, Ibthal At-Taqlid, Ibthal Al-Qiyas, dan buku
lain karya Dawud bin Ali Az-Zhahiri (200-270 H).
Al-Mutamad karya Abul-Husain Muhammad bin Ali
Al-Bashri Al-mutaziliy Asy-Syafii (wafat th 436H).
Al-Burhan karya Abul Maali Abdul Malik bin
Abdullah Al-Juwaini/Imamul-haramain (410-478 H).
Lanjutan

Al-Mustashfa karya Imam Al-Ghazali


Muhammad bin Muhammad (wafat 505 H).
Al-Mahshul karya Fakhruddin Muhammad
bin Umar Ar-Razy (wafat 606 H).
Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam karya Saifuddin
Ali bin Abi Ali Al-Amidi (wafat 631 H).
Ushul Al-Karkhi karya Ubaidullah bin Al-
Husain Al-Karkhi (wafat 340 H).
Ushul Al-jashash karya Abu Bakar Al-
Jashash (wafat 370 H).
Ushul as-Sarakhsi karya Muhammad bin
Ahmad As-Sarakhsi (wafat 490 H).
Lanjutan
Ushul as-Sarakhsi karya Muhammad bin Ahmad As-
Sarakhsi (wafat 490 H).
Kanz Al-Wushul Ila marifat Al-Ushul karya Ali bin
Muhammad Al-Bazdawi (wafat 482 H).
Badiun-Nizham karya Muzhaffaruddin Ahmad bin Ali As-
Saati Al-hanafi (wafat 694 H).
At-Tahrir karya Kamaluddin Muhammad bin Abdul Wahid
yang dikenal dengan Ibnul Hammam (wafat 861 H).
Jamul-jawami karya Abdul Wahab bin Ali As Subki (wafat
771 H).
Al-Muwafaqat karya Abu Ishaq Ibrahim bin Musa Al-
gharnathi yang dikenal dengan nama Asy-Syathibi (wafat
790 H).
Irsyadul-fuhul Ila Tahqiq Ilm Al-Ushul karya Muhammad bin
Ali bin Muhammad Asy-Syaukani (waf
Displin Ilmu yang Dituangkan al-Syafii
di Dalam Kitabnya al-Risalah.

Syafii menulis buku al-Hujjah


(Argumentasi) yang secara
komprehensif memuat sikapnya
terhadap berbagai persoalan yang
berkembang. Pemikiran-pemikiran
baru Syafii itu diantaranya
tertuang dalam bukunya al-Umm,
yang disampaikannya secara lisan
pada murid-muridnya di Mesir
Imam al-Syafii Penulis Pertama Ushul
Fiqh Sebagai Disiplin Ilmu.
Nama lengkapnya adalah Abi Abdillah Muhammad bin Idris
Asy-Syafii, ia adalah keturunan Quraisy dengan nasab
Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi bin Saib
bin Abid bin Abdu Yazid ibnu Hisyam bin Muthalib bin Abdu
Manaf, ia lahir di Gaza Palestina pada bulan Rajab tahun 150
H/767 M. (bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah)
dan wafat pada malam jumat 29 Rajab tahun 204 H/ 29
Januari 820 M. Ia lebih kurang menulis 100 karya ilmiah. Di
antaranya; ar-Risalah, al-Umm, Ikhtilaf al-Iraqiyyin, Ikhtilaf
Malik, Ibthal al-Istihsan, Ahkam al-Quran, al-Musnad, al-
Radd ala Muhammad bin al-Hasan, al-Qiyas, al-Imla, al-
Amali, al-Qasamat, al-Jizyah, Qital Ahl al-Baghyi, Siyar al-
Awzai, dan lain-lain.
Dalam merinci kajian ushul fiqh-nya sehingga
menjadi suatu disiplin ilmu, ada beberapa
tahapan yang perlu dicatat di sini;

di Mekah selama kurang lebih sembilan tahun,


saat itu adalah masa kehidupan ilmiah yang
paling kreatif dan energik, ia mulai
merumuskan pemikirannya khususnya dalam
bidang fiqh, secara sungguh-sungguh dan
mendalam.
dimulai pada tahun 195 H di Baghdad, di sinilah
ia mulai memperlihatkan sikapnya terhadap
pendapat-pendapat fuqaha yang hidup di
zamannya dan bahkan pendapat para sahabat
dan tabiin
periode ini dimulai tahun 199 H setelah
pindah ke Mesir, hingga wafatnya tahun
204 H. Pada masa-masa akhir inilah, ia
menggunakan sebagian besar waktunya
untuk menulis buku-bukunya, bahkan
merevisi buku-buku yang pernah ditulisnya
seperti al-Risalah yang merupakan karya
monumental pertama sepanjang sejarah
dalam bidang ushul al-fiqh, sekaligus
menjadi bukti kecerdasan Syafii dalam
menganalisis fenomena yang berkembang
dalam pergulatan masalah fiqhiyah
Aliran-Aliran ushul fiqih

Aliran Syafiiyah (Aliran Mutakallimin)


Aliran ini disebut syafiiyah karena imam syafii
adalah tokoh pertama yang menyusun ushul fiqih
dengan menggunakan sistem ini. Dan aliran ini
disebut aliran mutakallimin karena dalam metode
pembahasannya didasarkan pada nazari, falsafah
dan mantiq serta tidak terikat pada mazhab
tertentu dan mereka yang banyak memakai
metode ini berasal dari ulama mutakallimin (ahli
kalam).
Aliran ini menetapkan kaidah-kaidah
dengan didukung oleh alasan yang
kuat, baik berasal dari dari dalil naqli
(al-quran dan sunnah) maupun dalil
akli
Penyusunan kaidah-kaidah ini tidak
terikat kepada penyesuaian dengan
furu. Adakalanya kaidah-kaidah yang
disusun dalam ushul fiqih mereka
menguatkan furu yang terdapat dalam
mazhab mereka dan adakalanya
melemahkan furu mazhab mereka
Aliran ini membangun ushul fiqih
secara teoritis murni tanpa
dipengaruhi oleh masalah-
masalah cabang keagamaan
Aliran ini menggunakan alasan
yang kuat, baik dalil aqli maupun
naqli.
Aliran ini sering tidak bisa
menyentuh permasalahan praktis
Aliran Hanafiyah
Aliran ini banyak dianut oleh ulama
mazhab hanafi. Dalam menyusun ushul
fiqih, aliran ini banyak mempertimbangkan
masalah-masalah furu yang terdapat
dalam mazhab mereka. Tegasnya, mereka
menyusun ushul fiqih sengaja untuk
memperkuat mazhab yang mereka anut.
Oleh sebab itu, sebelum menyusun setiap
teori dalam ushul fiqih, mereka terlebih
dahaulu melakukan analisis mendalam
terhadap hukum furu yang ada dalam
mazhab mereka.
Aliran Mutaakhirin
Aliran yang menggabungkan kedua
system yng dipakai dalam menyusun
ushul fiqih oleh aliran Syafiiyah dan
aliran Hanafiyyah
Para ulama yang menggunakan aliran
mutaakhirin ini berasal dari kalangan
Syafiiayah dan Hanafiyah. Aliran ini
muncul setelah aliran Syafiiyah dan
Hanafiyah sehingga disebut sebagai
aliran mutaakhirin.
Perbedaan Ushul fiqh dan Qawaid
Fikih Perbedaannya dengan Fiqh
Ditinjau dari landasan dasar dan
pembahasannya, maka ushul fqih memuat
kajian ilmu kalam, gramatika arab dan
perumusan hukum sedangkan kaidah fiqih lebih
mendasarkan pada dalil syarI atau
pembahasan furuiyyah yang kebutuhan yang
mempunyai kesempurnaan ilat
Dari Objek ushul fiqih memngkaji tata cara
mengali nash untuk memproduksi hukum-
hukum fiqih sedangkan fiqih lebih menekankan
pembahasan perkerjaan orang-perorang
(mukallaf) yang menjalankan hukum tersebut.
Lanjutan
Dari segi ulam yang membidanginya.
Untuk ushul fiqih hanya dapat dijalani
oleh orang-orang yang telah mencapai
kapasitas mujtahid. Sedangkan kaedah
fiqih boleh dikaji oleh siapa pun.
Dari segi keterkaitan atau hubungan
simbiosisnya, maka kaedah ushul tidak
tergantung kaedah fiqih dan dapat
berdiri sendiri sedangkan kaedah fiqih
tidak bisa terwujud tanpa ada bantuan
ushul fiqih
Sejarah
Pembentukan dan
Perkembangfan
Kaedah Fiqih
Sejarah Kaidah Fiqih

Sejarah perkembangan qaidah fiqih


dapat di bagi menjadi tiga fase,yaitu
:
1. fase kemunculan dan berdirinya;
2. fase perkembangan dan
pembukuan nya;
3. fase kemajuan dan
sistematikanya.
Sejarah Pembentukan dan
Perkembangan Kaidah Fiqiyah,

1. Periode Pembentukan
. Kaedah fiqih pertama adalah berasal dari Abu
Yusuf Salah Satu Kaedahnya yang berasal dari
kita Al-Akhraj sususnan Abu Yusuf yang
berbunyi :

Artinya :
Tidak ada kewenangan bagi imam untuk
mengambil suatu dari sesorang kecuali dengan
dasar dasar hukum yang berlaku ( terenal
Masa pertumbuhan dan pembentukan
berlangsung selama 3 abad lebih dari
zaman kerasulan hingga abad ketiga
hijrah, periode ini dari segi fase sejarah
hukum Islam,
1. Zaman Nabi Muhammad SAW yang
berlangsung selama 22 tahun lebih
(610 632 Masehi / 12 SH 10 H),
2. Zaman Sahabat selama 90 tahun
(633-723 M / 11-100 H),
3. Zaman Tabi'in serta Tabi'ut Tabi'in
yang berlangsung selama 250 tahun
(724 974 M / 100 351 H).
Allah memberikan karunia kepada
Seperti, hadis yang berbunyi :

Tidak boleh berbuat dharar terhadap
diri sendiri dan orang lain

Bukti dibebankan bagi terdakwa


sedangkan sumpah dibebankan
kepada terdakwa

Terputusnya (ketetapan) hak


tergantung pada syarat
Beberapa sabda Nabi Muhammad SAW
yang dianggap sebagai kaidah fiqh, yaitu :


(hak menerima hasil karena harus
menanggung kerugian)


kerusakan yang dibuat oleh kehendak
binatang sendiri tidak dikenakan ganti rugi)
Beberapa Kaedah fiqih Zaman Sahabat :
Pernyataan Umar bin Khatab ra (w.23 H) yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari (w. 256 H) dalam
kitabnya Shahih al-Bukhari:

penerimaan hak berdasarkan kepada
syarat-syarat

Pernyataan Ali bin Abi Thalib ra (w. 40 H) yang


diriwayatkan oleh Abd al-Razaq (w.211 H)

orang yang membagi keuntungan tidak harus


menanggung kerugian
Zaman Tabiin dan Tabi tabiin
selama 250 tahun
Abu Yusuf Yakub ibn Ibrahim
(113-182)
Imam Asy-Syafii,


(apabila yang besar gugur,
yang kecilpun gugur

Imam Ahmad bin Hambal (W. 241


H),
Muhammad bin al-Hasan al-
Syaibani (w.189 H),

yakinan tidak dapat menghilangkan kerag
2. Fase Perkembangan dan Kodifikasi
Menurut Ibnu Nujaim, :
madzhab Hanafi dikenal sebagai aliran
pertama yang memperkenalkan ilmu ini.
Abu Thahir Al-Dabbas pada abad ke-4 hijriyah
adalah orang pertama yang mengumpulkan
paling tidak ada tujuh belas kaidah.
Diantaranya adalah 5 Qowaidul Kubro.
Dari kaidah-kaidah tersebut kemudian
disempurnakan oleh Abu Hasan al-Karakhi
(340 H). Kemudian pada abad ke-5 ada kitab
Tasisun Nadhar karya Imam Abu Zaid al-
Dabbusi (430 H) yang ditemukan, yang
merupakan penambahan terhadap kadah
yang dikumpulkan oleh Abu Hasan al-Karakhi.
3. Periode Kematangan dan
Penyempurnaan
Qaidah Fiqhiyyah ini mencapai
kematangan setelah munculnya Majallah
al-Ahkam al-Adliyyah pada
akhir abad ke-13 yang juga digunakan
sebagai sumber hukum dibeberapa
Mahkamah. Majallat ini dikerjakan oleh
tim ahli fiqh pada masa pemerintahan
Sultan al-Ghazi Abdul Aziz Khan al-
Utsmani, yaitu Lajnah Fuqoha
Utsmaniah, para fuqoha merangkum dan
memilih kaidah fiqh dari sumbernya
Lanjutan :
Penulisan ilmu kaidah ini mulai marak pada abad
ke-7 H. Sehingga pada abad ke 8 H penulisan
dan pembukuan kaidah fiqhiyah mencapai masa
keemasan. dan Ulama syafiiyyah dianggap
paling produktif dalam hal ini.
Semangat pembukuan mencapai puncaknya
pada abad ke-10 H, yaitu ketika masa al-Suyuthi
(w. 910), dalam kitabnya al-Asybah wa al-Nazair
ia mencoba menyederhanakan lagi kaidah-
kaidah yang ditulis para pendahulunya, seperti
al-Alay, al-Subky, al-Zarkasyi, yaitu kitab yang
mermbahas tentang kaidah tetapi masih
bercampur dengan kadah ushul fiqh
Sumber-sumber Pengambilan Kaidah Fikih

Dasar Formil
1. Al-Quran Surat Al-Bayinah ayat 5



Artinya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian itulah agama yang lurus.
(QS: Al-Bayyinah Ayat: 5)
Hadis Nabi :


"Sesungguhnya amal itu hanyalah


beserta niat, dan setiap manusia
mendapatkan apa-apa sesuai yang
diniatkannya. Barang siapa yang
hijrahnya kepada Allah dan RasulNya
maka hijrahnya itu adalah kepada Allah
dan RasulNya, dan barang siapa yang
hijrahnya karena dunia yang






Setiap perkara tergantung kepada maksud
mengerjakannya

2. Dasar Materil


Kemadlaratan itu harus dihilangkan

)

Tidak boleh membuat mudlarat diri sendiri


dan tidak boleh memudlaratkankan orang
lain. (H.R. Ibn Majah)
Pembagian Kaidah Fikih


.
.

.
Kitab Qawaid fiqiyah yang
disusun para Ulama
diantaranya :
Imam Muhammad Izzuddin Ibn
Abdis Salam, seorang fiqih yang
hidup pada abad ke-7 H (wafat
660H) disusun dalam kitabnya
Qawaid al-ahkam fi Mashalihi
Anam diantara kaedahnya
adalah :
Metodologi Penyusunan Qawaid Fiqhiyah

1. Penyusunan sesuai dengan huruf hijaiyah


2. Penyusunan sesuai dengan subyek
pembahasannya
3. Penyusunan sesuai dengan bab dalam fiqh
4. Mengumpulkan kaidah-kaidah tidak secara
urut
5. Mengumpulkan kaidah fiqhiyah dengan
kaidah-kaidh yang lainya
6. Mengumpulkan kaidah fiqhiyah dengan
subyek pembahasan fiqhiyah yang lain.
SEKIAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai