https://www.academia.edu/9671971/7._SEJARAH_PERKEM
BANGAN_FIQIH
BAB II
PEMBAHASAN
1
Masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash
hukum baik dari Al-Quran maupun Al-Sunnah, mewariskan
prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-
dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-Quran dan Al-
Sunnah.
Periode Rasulullah ini dibagi dua masa yaitu : masa Mekkah
dan masa Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan untuk
memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang
menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami
apabila Rasulullah pada masa itu memulai dawahnya
dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju
masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati dan
menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah, Masa Mekkah ini
dimulai diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul sampai
beliau hijrah ke Madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama
12 tahun2.
Selanjutnya masa di madinah, Madinah merupakan tanah air
baru bagi kaum muslimin, kaum muslimin bertambah banyak
dan terbentuklah masyarakat muslimin yang
menghadapi persoalan-persoalan baru yang membutuhkan cara
pengaturan-pengaturan, baik dalam hubungan antar individu
muslim maupun dalam hubungannya dengan kelompok lain di
lingkungan masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan
Nasrani. Oleh karena itu, di Madinah disyaratkan hukum yang
meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqh.
2 Wikipedia.org/wiki/fiqih
2
Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah tidaklah sekaligus,
turun sesuai dengan kejadian atau peristiwa dan kasus-kasus
tertentu serta menjelaskan hukum-hukumnya, memberi jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan
fatwa.
Contoh kasus seperti : Larangan menikahi wanita musyrik.
Peristiwanya berkenaan dengan Martsad al-Ganawi yang
meminta izin kepada Nabi untuk menikahi wanita musyrikah,
maka turun ayat : Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
Musyrik sebelum mereka beriman. (al-Baqarah : 221)
b. Al-Sunnah
Al-Sunnah berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditegaskan dalam Al-Quran. Seperti shalat dijelaskan cara-
caranya dalam Al-Sunnah. Disamping itu juga menjadi penguat
bagi hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran. Ada
pula Hadist yang memberi hukum tertentu, sedangkan prinsip-
prinsipnya telah ditetapkan dalam Al-Quran.
Penjelasan Rasulullah tentang hukum ini sering dinyatakan
dalam perbuatan Rasulullah sendiri, atau dalam keputusan-
3
keputusannya dan kebijaksanaannya ketika menyelesaikan satu
kasus, atau karena menjawab pertanyaan hukum yang diajukan
kepadanya, bahkan bisa terjadi dengan diamnya Rasulullah
dalam menghadapi perbuatan sahabat yang secara tidak
langsung menunjukkan kepada diperbolehkannya perbuatan
tersebut. Hal ini sesuai dengan ayat :
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka. (An-Nahl : 44)
Rasulullah apabila dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa yang
membutuhkan penetapan hukum, beliau menunggu wahyu.
Apabila wahyu tidak turun, beliau berijtihad dengan berpegang
kepada semangat ajaran Islam dan dengan cara musyawarah
bersama sahabat-sahabatnya. Bilamana hasil ijtihadnya salah,
maka diperingatkan oleh Allah bahwa ijtihadnya itu salah. Seperti
ditunjukkan yang benarnya dengan diturunkannya wahyu.
Seperti dalam kasus tawanan perang Badar (al-Anfal: 67) dan
kasus pemberian izin kepada orang yang tidak turut perang
Tabuk (At-Taubah : 42-43). Apabila tidak diperingatkan oleh Allah,
maka berarti ijtihadnya itu benar. Dari sisi ini jelas bahwa hadist-
hadist qathi yang berkaitan dengan hukum itu bisa dipastikan
adalah penetapan dari Allah juga.
Pada zaman Rasulullah SAW ternyata Ijtihad itu dilakukan
oleh Rasulullah dan juga dilakukan oleh para sahabat tetapi tidak
dimasukkan sebagai sumber hukum. bahkan ada kesan
Rasulullah mendorong para sahabatnya untuk berijtihad seperti
terbukti dari cara Rasulullah sering bermusyawarah dengan para
sahabatnya dan juga dari kasus Muadz bin Jabal yang diutus ke
Yunan. Hanya saja Ijtihad pada zaman Rasulullah ini tidak seluas
pada zaman sesudah Rasulullah, karena banyak masalah-
4
masalah yang ditanyakan kepada Rasulullah kemudian langsung
dijawab dan diselesaikan oleh Rasulullah sendiri. Disamping itu
Ijtihad para sahabat pun apabila salah, Rasulullah
mengembalikannya kepada yang benar. Seperti dalam kasus
Ijtihad Amar bin Yasir yang berjunub (hadast besar) yang
kemudian berguling-guling dipasir untuk menghilangkan hadast
besarnya. Cara ini salah, kemudian Rasulullah menjelaskan
bahwa orang yang berjunub tidak menemukan air cukup dengan
tayamum.
Ijtihad Rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat
untuk berijtihad memberikan hikmah yang besar karena :
Memberikan contoh bagaimana cara beristinbat (penetapan
hukum) dan memberi latihan kepada para sahabat bagaimana
cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar para ahli
hukum Islam (para Fuqaha) sesudah beliau dengan potensi yang
ada padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan
mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang ada dalam Al-
Quram dan Al-Sunnah.
Dapat disimpulkan, pada zaman Rasulullah, sumber hukum
itu adalah Al-Quran dan Al-Sunnah. Keduanya diwariskan kepada
generasi sesudahnya, dalam Hadist dinyatakan : Aku tinggalkan
padamu dua hal, kamu tidak akan sesat apabila berpedoman
kepada keduannya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
B. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Sahabat
5
islam yang disandarkan pada hukum-hukum pada periode
rasulullah. Dengan demikian sumber hukum pada periode ini
adalah al quran, as sunnah dan ijtihad para sahabat 3. Berikut
penjelasan mengenai sumber hukum tersebut.
1. Sumber Hukum
a. al-quran
Pada periode sahabat ini ada usaha yang positif yaitu
terkumpulnya ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf. Ide untuk
mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf datang
dari Umar bin Khattab, atas dasar karena banyak para sahabat
yang hafal Al-Quran gugur dalam peperangan. Ide ini
disampaikan oleh Umar kepada khalifah Abu Bakar, pada
mulanya Abu Bakar menolak saran tersebut, karena hal tersebut
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi pada akhirnya Abu
Bakar menerima ide yang baik dari Umar ini. Maka beliau
menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-
Quran yang terpencar-pencar tertulis dalam pelepah-pelepah
kurma, kulit-kulit binatang, tulang-tulang dan yang dihafal oleh
para sahabat. Mushaf ini disimpan pada Abu Bakar, seterusnya
masa Umar dan kemudian setelah Umar meninggal disimpan
pada Hafshah binti Umar. Pada zaman Usman bin Affan, Usman
meminjam mushaf yang ada pada Hafshah kemudian
menugaskan lagi kepada Zaid bin Tsabit untuk memperbanyak
dan membagikannya ke daerah-daerah slam yaitu ke Madinah,
Mekkah, Kufah, Basrah dan Damaskus. Mushaf itulah yang
sampai kepada kita sekarang.
Ayat-ayat Al-Quran waktu Nabi meninggal telah tertulis,
hanya masih berpencar-pencar belum disatukan. Nabi selalu
minta untuk menuliskan Al-Quran dan melarang menuliskan
3 Ibid. Hlm 27
6
Hadist. Dengan demikian tidak akan bercampur antara ayat Al-
Quran dan Hadist. Disamping itu Al-Quran banyak dihafal oleh
para sahabat. Bahkan banyak sahabat yang hafal keseluruhan
ayat-ayat Al-Quran.
b. Hadits
Adapun Hadist pada masa ini belum terkumpul dalam satu
kitab, akibat tidak tertulisnya dan tidak terkumpulnya Hadist
dalam satu mushaf pada permulaan Islam, maka ulama-ulama
dapa periode selanjutnya harus meneliti keadaan perawi Hadist
dari berbagai segi, sehingga menimbulkan pembagian Hadist
serta muncul Ilmu Musthalah Hadist. Akibat lain adalah timbulnya
perbedaan pendapat karena berbeda dalam menanggapi satu
Hadist tertentu.
c. Ijtihad Sahabat
Pada masa sahabat, Islam telah menyebar luas misalnya ke
negeri Persia, Irak, Syam dan Mesir. Negara-negara tersebut
telah memiliki kebudayaan yang tinggi, mempunyai adat-adat
kebiasaan tertentu, peraturan-peraturan dan ilmu pengetahuan.
Bertemunya Islam dengan kebudayaan di luar Jazirah Arab ini
mendorong pertumbuhan Fiqh Islam pada periode-periode
selanjutnya. Bahkan juga mendorong ijtihad para sahabat.
Seperti misalnya kasus Usyuur (bea cukai barang-barang impor),
kasus mualaf dan lain-lain pada zaman Umar bin Khatab.
Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama-tama
dicari nash-nya dalam Al-Quran, apabila tidak ada, dicari dalam
Hadist, apabila tidak ditemukan baru berijtihad dengan
bermusyawarah di antara para sahabat. Inilah bentuk Ijtihad
jamai. Apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat.
Keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan seluruh
umat secara formal. Khalifah Umar bin Khatab misalnya
7
mempunyai dua cara musyawarah, yaitu : Musyawarah yang
bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat umum.
Musyawarah yang bersifat khusus beranggotakan para sahabat
Muhajirin dan Anshor, yang bertugas memusyawarahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijaksanaan
pemerintah. Adapun musyawarah yang bersifat umum dihadiri
oleh seluruh penduduk Madinah yang dikumpulkan di Mesjid,
yaitu apabila ada masalah yang sangat penting.
Walaupun demikian tidaklah menutupi kemungkinan adanya
ijtihad para sahabat dalam masalah-masalah yang sifatnya
pribadi, tidak berkaitan secara langsung dengan kemaslahatan
umum. Mereka menanyakan masalahnya kepada salah seorang
sahabat Nabi dan diberikan jawabannya. Dalam masalah-
masalah ijtihadnya termasuk dalam hal-hal yang belum
ada nash-nya para sahabat berijtihad.
Jadi, pada masa sahabat ini sudah ada tiga sumber hukum yaitu
Al-Quran, Alsunnah dan Ijtihad sahabat. Ijtihad terjadi dengan
ijtihad jamai dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan
kemaslahatan umum dan dengan ijtihad fardhi dalam hal-hal
yang bersifat pribadi.
C. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Tabiin
Pada masa ini di mulai sejak abad ke-2 H. yaitu tabiin dan
tabiit tabiin, atau setelah daulah islamiyah berkembang dan
banyak pengikutnya, maka umat islam dihadapkan pada berbagi
peristiwa baru, kesulitan, ulasan dan pandangan serta upaya
peningkatan kesejahteraan, peradaban dan keilmuwan,
menyebabkan para tabiin semakin di tuntut untuk
mengembangkan lapangan ijtihad dan penetapan hukum syariat
islam terhadap persoalan tersebut. Maka pintu ulasan analisa
semakin terbuka lebar, akibatnya semakin luas pula lapangan
8
pembentukan hukum syariat islam yang di kenal dengan hukum
fiqih. Seluruh hukum tersebut disandarkan pada dua kodifikasi
yakni yang terdapat pada peroide rasulullah dan periode
sahabat. Dengan demikian koleksi hukum pada periode ketiga ini
adalah hukum allah, rasul dan keputusan serta fatwa para
sahabat, fatwa para mujtahid yang telah menghasilkan ijtihadnya
bersumber dari al quran, as sunnah, serta ijtihad4.
Dari masa ke masa fiqih selalu mengalami perkembangan
begitu juga pada sahabat dan tabiin yang merupakan periode
ketiga dalam sejarah perkembangan fiqih yakni setelah periode
kenabian dan periode sahabat. Generasi tabiin ini juga
merupakan murid-murid sahabat yang banyak belajar mengenai
keislaman. Pada periode tabiin ini para fuqaha terbagi menjadi
dua golongan besar yaitu golongan ahlu rayi dan ahlul hadits.
Golongan ahlu rayi berdomisili Irak dan golongan ini cenderung
menyimpulkan suatu hukum berdasarkan rasionalitas, sedangkan
golongan ahlul hadits berdomisili di daerah Hijaz dan golongan
ini menolak keras kecenderungan baru yang dimiliki kelompok
ahlu rayi karena golongan ini berpendapat bahwa agama adalah
ketentuan Ilahi yang tidak bisa dirasionalisasi.
1. Sumber-Sumber Fiqih Pada Masa Tabiin
Sumber-sumber fiqih periode ini sama seperti periode
khulafaur rasyidin, yaitu Al-Qur'an, sunnah dan ijtihad. Hanya
saja pada periode ini muncul upaya untuk mengumpulkan dan
menulis hadits. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwasanya pada masa tabiin ditemukan adanya pemalsuan
periwayatan hadits, kemungkinan besar hal inilah yang
mendasari adanya pengumpulan dan periwayatan hadits. Selain
factor mendasar tadi pengumpulan dan penulisan hadits juga
4 Ibid. Hlm 28
9
dipengaruhi oleh factor lain, seperti adanya desakan keadaan
bagi fuqaha yang mulai menghadapi problematika dan persoalan
baru yang menuntut mereka untuk segera menyelesaikannya
yang tentunya didasarkan atas Sunnah atau hadits Nabi. Selain
itu mulai hilangnya kekhawatiran terhadap timbulnya perhatian
yang berlebihan terhadap penulisan Sunnah sehingga melupakan
penulisan wahyu seperti yang dialami Rasulullah pada saat Al-
Quran diturunkan.
Penulisan Sunnah yang dilakukan pada masa ini diprakarsai
oleh Umar bin Abdul Azis yang pada saat itu menjabat sebagai
Khalifah ke delapan dari Dinasti Umayyah. Kesimpulan ni dapat
dilacak pada surat kalifah Umar bin Abdul Azis kepada gubernur
Madinah yaitu Abu Bakar bin Hazm. Pada suratnya beliau
memerintahkan untuk melakukan penulisan hadits seperti yang
tercermin pada kata-kata beliau Tulis apa yang kamu dapati dari
hadits Nabi. Saya khawatir akan kehilangan pelajaran dengan
perginya para ulama (Sirry, 1996). Meskipun pada masa ini
penulisan hadits masih sangat sederhana dan belum memilah-
milah hadits berdasarkan masalah-masalah tertentu, tapi para
ulama yang berkompetensi pada bidang hadits pada masa ini
sungguh bekerja keras dalam melakukan periwayatan hadits.
Bahkan mereka mulai menetapkan syarat-syarat khusus yang
sangat ketat diberlakukan pada periwayatan hadits seperti
kesinambungan sanad. Selain itu mereka juga mulai mempelajari
sejarah kehidupan para perawi dimana mereka juga
memperhatikan tingkah laku serta kejujuran yang merupakan
syarat mutlak bagi para perawi hadits. Meskipun periwayatan
haditspada masa ini sangat sederhana akan tetapi hal ini sudah
menyelamatkan nasib hadits yang sewaktu-waktu bisa disalah
gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang
10
hanya menggunakan hadits untuk kepentingan pribadi atau
golongan tertentu. Dan ini merupakan sumbangan yang sangat
besar terhadap perkembangan ilmu keislaman khususnya di
bidang periwayatan hadits.
D. Sejarah Pertumbuhan Fiqih Pada Masa Imam Mujtahid
Dalam masa ini pula, banyak sekali kitab fiqih dari masing-
masing mazhab yang dijadikan sebagi pegangan khusus oleh
para pengikutnya, bahkan para ulama merasakan kepuasan
5 Ibid. Hlm 28
11
dengan adanya kitab fiqih yang banyak tersebut, sehingga masa
ini disebut masa kejayaan fiqih.6
Ada dua hal penting tentang Al-Quran pada masa ini, yaitu :
12
yaitu Shahih Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Anasai,
Aturmudzi dan Ibn Majah.
Pada masa ini seluruh cara berijtihad yang kita kenal sudah
digunakan meskipun para ulama setiap daerah memiliki warna
masing-masing dalam berijtihad. Misalnya : Abu Hanifah dan
murid-muridnya di Irak selain Al-Quran, Sunnah dan Ijma, lebih
menekankan penggunaan qiyas dan istihsan. Imam Malik di Hijaz
selain Al-Quran, Sunnah dan Ijma, lebih menekankan
penggunaan al-maslahah al-mursalah.
Adapun sebab-sebab berkembangnya ilmu fiqh dan
bergairahnya ijtihad pada periode ini antara lain, adalah :
a. Wilayah Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke
Tiongkok dan ke Barat sampai ke Andalusia(Spanyol sekarang)
dengan jumlah rakyat yang banyak sekali, kondisi ini mendorong
para ulama untuk berijtihad agar bisa menerapkan syariah untuk
semua wilayah yang berbeda-beda lingkungannya dan
bermacam-macam masalah yang dihadapi.
b. Para ulama telah memiliki sejumlah fatwa dan cara
berijtihad yang didapatkan dari periode sebelumnya, serta Al-
Quran telah tersebar di kalangan muslimin juga Al-Sunnah sudah
dibukukan pada permulaan abad ketiga hijriah.
c. Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai
keinginan keras agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai
denga Syariah Islam baik dalam ibadah mahdhah maupun dalam
ibadah ghair mahdhoh (muamalah dalam arti luas). Mereka
meminta fatwa kepada para ulama, hakim dan pemimpin
pemerintahan.
d. Pada periode ini dilahirkan ulama-ulama potensial untuk
menjadi mujtahid. Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
13
al-Syafii dan Imam Ibnu Hanbal beserta murid mereka masing-
masing.
Hal-hal penting yang diwariskan periode ini kepada periode
beriktunya, antara lain :
a. Al-Sunnah yang telah dibukukan, sebagian dibukukan
berdasarkan urutan sanad hadist dan sebagian lain dibukukan
berdasarkan bab-bab fiqh. Disamping itu Al-Quran telah lengkap
dengan syakal.
b. Fiqh telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya.
Diantaranya Kitab Dhahir al-Riwayah al-
Sittah dikalangan mazhab Hanafi. Kitab Al-
Mudawanah dalam mazhab Maliki, Kitab Al-Umm di
kalangan mazhab al-Syafii, dan lain sebagainya.
c. Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh. Para ulama mujtahid
mempunyai warna masing-masing dalam berijtihadnya atas
dasar prinsip-prinsip dan cara-cara yang ditempuhnya.
Misalnya, Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatha menunjukkan
adanya prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang digunakan dalam
berijtihad. Tetapi orang yang pertama kali mengumpulkan
prinsip-prinsip ini dengan sistematis dan memberikan alasan-
alasan tertentu adalah Muhammad bin Idris al-Syafii dalam
kitabnya Al-Risalah. Oleh karena itu beliau sebagai pencipta ilmu
Ushul Hadist.
14
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
Periode sahabat ini dimulai dari wafatnya Rasulullah SAW
sampai akhir abad pertama hijrah. Pada masa sahabat dunia
Islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah-
masalah baru yang timbul, oleh karena itu para mujtahid
berupaya melakukan ijtihad dan berusaha untuk memutuskan,
memberikan fatwa dan menetapkan berbagai hukum syariat
islam yang disandarkan pada hukum-hukum pada periode
rasulullah. Dengan demikian sumber hukum pada periode ini
adalah al quran, as sunnah dan ijtihad para sahabat.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
http://ilmukamu.wordpress.com/2011/10/11/sejarah-
perkembangan-fiqh-pada-masa-nabi-muhammad-saw/ di akses
pada tanggal 8 November 2013
http://ilmukamu. Wordpress.com/2011/10/11/sejarah-perkembangan-
fiqih-pada-masa-sahabat/ di akses pada tanggal 8 November 2013
http://ilmukamu. Wordpress.com/2011/10/11/sejarah-perkembangan-
fiqih-pada-masa-tabiin/ di akses pada tanggal 8 november 2013
http://ilmukamu.wordpress.com/2011/10/11/sejarah-perkembangan-
fiqih-pada-masa-imam-mujtahid/di akses pada tanggal 8 november
2013
Wikipedia.org/wiki/fiqih
18