Anda di halaman 1dari 9

Perkembangan Ilmu Fiqh dari Masa ke Masa

Dalam fiqh, ada salah satu cabang ilmu yang disebut Tarikh al-Tasyri, dan
berisikan sejarah serta perkembangan hukum Islam. Dalam buku-buku Tarikh al-
Tasyri, biasa diadakan pembabakan atau periodisasi hukum Islam atas dasar ciri-ciri
khas dan hal-hal yang menonjol pada suatu kurun waktu tertentu.

Sejalan dengan perkembangan ilmu fiqh, sistematikanya dibagi kepada lima


periode yaitu: (1)Periode Rasulullah, (2) Periode Sahabat, (3) Periode Imam-imam
Mujtahid, (4) Periode Kemunduran, (5) Periode Kebangunan kembali.

Kekhususan masing-masing periode secara singkat akan diuraikan dibawah


ini:

A. Periode Rasulullah
Periode ini dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW menjadi Nabi
dan Rasul sampai wafatnya sekitar 22 tahun dan beberapa bulan saja. Pada
masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari
Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum Islam baik
yang tersurat dalam dalil-dalil kulli1maupun yang tersirat dari semangat Al-
Qur’an dan Al-Sunnah.

1. Masa Mekkah
Masa pertama ialah masa Mekkah, yakni selama Nabi SAW
menetap dan berkedudukan di Mekkah, yang lamanya 12 tahun dan
beberapa bulan, semenjak beliau diangkat menjadi Nabi hingga beliau
berhijrah ke Madinah.2 Pada masa Mekkah, diarahkan untuk
memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang menjadi
fondasi dalam hidup. Rasulullah pada masa itu memulai dakwahnya
dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju
masyarkat yang beraqidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi

1
dalil kulli adalah dalil syar’i yang masing-masingnya menunjuk kepada satuan (hukum) yang bersifat
menyeluruh.Yang dimaksud dengan hukum kulli adalah semua hukum pada masing-masingnya terdapat banyak
hukum dalam bentuk satuan-satuan, misalnya ijab, tahrim, sah, dan batal.    Oleh sebab itu, ijab adalah hukum
kulli yang mengandung banyak macam kewajiban, seperti ijab menepati janji, ijab saksi nikah, dan ijab dalam
segala macam yang wajib.
2
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA,1999), Hlm, 33.
diri dengan al-Akhlak al-Karimah.3 Dan pada masa ini belum banyak
hal-ha yang mendorong Nabi Saw untuk mengadakan hukum atau
Undang-Undang.
2. Masa Madinah
Masa yang kedua ialah Masa Madinah, yakni masa Nabi SAW telah
berhijrah ke Madinah, dan Nabi menetap di Madinah selama 10 Tahun
sampai wafatnya. Dalam masa ini umat Islam berkembang dengan
pesatnya dan membentuk suatu masyarakat Islam yang berkedaulat.
Timbullah keperluan untuk mengadakan syari’at dan peraturan-
peraturan karena masyarakat membutuhkannya. Dalam hubungan
inilah disyari’atkan hukum-hukum perkawinan, jual beli, hukum
kriminal, dan lain sebagainya.4
3. Sumber Hukum Masa Rasulullah
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an turun sesuai dengan kejadian/peristiwa dan
kasus-kasus tertentu serta menjelaskan hukum-hukumnya,
memberi jawaban atas pertanyaa-pertanyaan atau jawaban
terhadap permintaan fatwa.pada umumnya hukum-hukum
dalam Al-Qur’an bersifat kulli dan bersifat umum, demikian
pula dalalahnya (penunjuknya) terhadap hukum kadang-kadang
bersifat qath’i yaitu jelas dan tegas, tidak bisa ditafsirkan lain.
Dan kadang-kadang bersifat dhani yaitu memungkinkan
terjadinya beberapa penafsiran.5
b. Al-Sunnah
Al-Sunnah berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang
telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Disamping itu juga menjadi
penguat bagi hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam Al-
Qur’an. Rasulullah apabila dihadapkan kepada peristiwa-
peristiwa yang membutuhkan penetapan hukum, beliau
menunggu wahyu. Apabila wahyu tidak turun, beliau berijtihad
denga berpegang kepada semangat ajaran Islam dan dengan
3
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm. 140
4
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang, PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA,1999), Hlm, 33-34.
5
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.142
cara musyawarah bersama sahabta-sahabatnya. Jika hasil
ijtihadnya salah, maka diperingatkan oleh Allah bahwa
ijtihadnya salah, serta ditunjukkan yang benarnya dengan
diturunkannya wahyu. Dari sisi ini jelas bahwa Hadits-hadits
qath’i yang berkaitan dengan hukum itu bisa dipastikan adalah
penetapan dari Allah juga.6
4. Ijtihad Pada Masa Rasulullah
Pada zaman Rasulullah ijtihad juga dilakukan oleh
Rasulullah dan para sahabat bahkan Rasulullah menyuruh para
sahabat untuk berijtihad. Hanya saja ijtihad pada zaman
Rasulullah ini tidak seluas pada zaman sesudah Rasulullah,
karena banyak masalah-masalah yang ditanyakan kepada
Rasulullah kemudian langsung dijawab dan diselesaikan oleh
Rasulullah sendiri. Disamping itu ijtihad para sahabat pun
apabila salah, Rasulullah mengembalikannya kepada yang
benar.7 tetapi ijtihad para sahabat belum dapat dijadikan
sebagai sumber karena ijtihad mereka pada umumnya berkisar
pada cara penetapan hukum dalam memberikan keputusan
peradilan atau dalam memberi fatwa. Apabila mereka berijtihad
mengenai sesuatu hukum, maka hasil ijtihadnya dikembalikan
kepada Nabi dan diminta pengesahan dari beliau.8

B. Periode Sahabat
Peridoe ini dimulai dari wafatnya Rasul pada tahun 11 hijrah dan
diakhiri pada pertengahan abad ke 2 Hijrah. Dalam periode ini timbulnya
penafsiran nash-nash yang diterima dari Rasul dan terbukalah pintu istinbath
terhadap masalah-masalah yang tidak ada nashnya yang jelas.9

1. Sumber Hukum

6
Ibid, Hlm 143-144
7
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.144
8
H. Rachmat Djantika dkk, Perkmbangan ilmu fiqh di dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama
Republik Indonesia, 1986), Hlm. 40
9
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang, PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA,1999), Hlm, 42.
Pada periode ini sumber hukumnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul atau Hadits. Keduanya disebut nash atau naql. Apabila ada masalah
yang tidak jelas didalam nash, para sahabat memakai ijtihad. Jalan dalam
ijtihadnya adalah berpegang kepada ma’quul al-nash dan mengeluarkan
illah atau hikmah yang dimaksud dari pada nash itu, kemudian
menerapkannya pada semua masalah yang sesuai illahnya dengan illah
pada yang dinashkan. Yang disebut dengan Al-Qiyaas. Dalam hal lain para
sahabat bermusyawarah dalam mencari hukum yang tidak ada nashnya,
kemudian mereka sepakat dalam hukum yang mereka temukan dalam
suatu masalah yang kemudian dinamai dengan Al-Ijmaa’.10

Pada periode ini Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf,


namun hadits pada periode ini belum terkumpul dalam satu kitab. Pada
periode ini telah terjadi perbedaan pendapat antar para sahabat dalam
berijtihad penyebabnya antara lain:

1) Tidak semua ayat Al-qur’an dan sunnah itu qath’i dalalahnya


atau penunjukannya kepada maksud tertentu, sehingga
memberikan kemungkinan penafsiran-penafsiran yang berbeda.
2) Hadits belum terkumpul dalam satu kitab tertentu dan tidak
semua sahabat hafal Hadits, serta pengetahuan sahabat tentang
Hadits itu tidaklah sama.
3) Tempat domisili para sahabat tidaklah sama. Keperluan-
keperluan berbeda dan penerapan kemaslahatan juga bisa
berlainan.11

C. Periode Imam Mujtahid dan pembukuan Islam Fiqh

Periode ini berlangsung selama kurang lebih 250 tahun, dimulai dari awal
abad kedua hijrah sampai pertengahan abad keempat hijrah 12. Pada masa ini
terwujud pembukuan fiqh dan penyempurnaannya, sehingga dapat pula

10
H. Rachmat Djantika dkk, Perkmbangan ilmu fiqh di dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama
Republik Indonesia, 1986), Hlm. 12
11
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.148
12
Ibid, Hlm.150
dinamakan dengan masa pembukuan fiqh.13 dalam periode inilah lahir Madzhab
Abu Hanifah, Madzhab Malik, Madzhab Asyafi’, Madzab Ahmad Ibn Hambal,
dan golongan Ahlus Sunnah lainnya, demikian pula madzhab-madzhab Zaidiyah
dan Imamiyah dari golongan Syiah dan disamping itu lahir pula tokoh-tokoh fiqh
lainnya.14

1. sumber hukum

Ada dua hal yang penting tentang Al-Quran pada masa ini yaitu:

Pertama: (adanya kegiatan) menghafal Al-Quran dan pada kedua;


Memperbaiki tulisan Al-Quran dan memberi syakal terhadap Al-Quran . hal
ini dirasa penting, sebab orang muslim non arab bisa salah dalam membaca
Al-Qur’an. Masa gubernur irak waktu itu Ziyad bin Abihi meminta kepada
Abu as-wad Aduali untuk memberi syakal. Maka Abu Al-Aswad Aduali
memberi syakal disetiap akhir kata, yaitu: diberi satu titik diats huruf sebagai
tanda fathah, adapun tanda kasroh dengan satu titik dibawah huruf, tanda
dhummah dengan satu titik disamping huruf dan tanda tanwin dengan tanda
dua titik.

Untuk Hadits pun sebagai sumber hukum yang kedua pada masa ini
mulai dibukukan, antara lain yang sampai kepada kita kitab Almuwatho yang
disusun oleh Imam Malik pada tahun 140 Hijriah. Kemudian pada abad kedua
hijriah dibukukan pula kitab-kitab Musnat antara lain Musnat Ahmad Ibnu
Hambal. Pada abad ketiga hijriah dibukukanlah kutubu Sittah, yaitu: Shahih
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Anasa’i, Aturmudzi, dan Ibn Majah.15

2. Yang Diwariskan oleh Periode ini Kepada Periode Selanjutnya


hal-hal yang terpenting yang diwariskan oleh periode ini kepada
periode berikutnya antara lain:
1. Al-Sunnah yang telah dibukukan
2. Fiqh yang telah dibukukan
3. Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh

13
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang, PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA,1999), Hlm, 54.
14
Ibid, Hlm. 55
15
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.150-151
4. Adanya dua aliran yang menonjol pada periode ini yaitu yang terkenal
dengan nama Madrasah Al-Hadits dan Madrasah Rayi’.16
D. Periode Kemunduran
Periode ini dimulai dari pertengahan adab ke empat Hijriah sampai
kurang lebih akhir abad ketiga belas hijriah yaitu waktu pemerintah Turki
Utsmani memakai kitab undang-undang yang dinamai Majalah Al-Ahkam Al-
Adliyah. Dalam Undang-undang tersebut materi-materi fiqh disusun dengan
sistematis dalam satu kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
1. Fakor-faktor yang menyebabkan kemunduran
Pada periode ini umat Islam mengalami kemunduran dibidang politik,
pemikiran, mental, dan kemasyarakatan yang mengakibatkan pula
kemunduran dalam bidang fiqh:
a) Kemunduran dibidang politik, misalnya terpecahnya dunia Islam
menjadi beberapa wilayah kecil yang masing-masing keamiran hanya
sibuk saling berebut kekuasaan, saling memfitnah, dan berperang
sesama muslim yang mengakibatkan ketidakamanan dan
ketidaktentraman masyarkat muslim. Kondisi yang semacam ini pada
gilirannya menyebabkan kurangnya perhatian terhadap ilmu dan
pemikiran tentang fiqh.
b) Dengan dianutnya pendapat madzhab tanpa pikiran yang kritis serta
dianggapnya sebagai sesuatu yang mutlak benar, menyebabkan orang
tidak mau meneliti kembali pendapat-pendapat tersebut. Orang merasa
cukup mengikuti madzhab tersebut bahkan mempertahankannya dan
membelanya tanpa mengembalikan kepada sumber pokok Al-Qur’an
dan Al-Sunnah. Hal ini diperkuat lagi oleh penerapan satu madzhab
tertentu bagi suatu wilayah kekuasaan tertentu.
c) Dengan banyaknya kitab-kitab fiqh, para uama dengan mudah bisa
menemukan masalah-masalah yang dihadapi. Akan tetapi apabila
membacanya tanpa kritis dan tanpa membandingkan dengan pendapat
madzhab-madzhab lain serta tanpa memperhatikan kembali Al-Qur’an
dan Al-Sunnah, membawa akibat kehilangan kepercayaan terhadap
potensi yang besar yang ada pada dirinya. Tidak menghargai hasil
ijtihad ulama-ulama lain dan merasa pendapat sendiri yang mutlak
16
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.152-153
benar dalam masalah-masalah ijtihadiyah, sudah tentu akan mengarah
kepada sikap yang tertutup dengan segala akibat-akibatnya.
d) Dengan jatuhnya Cordoba sebagai pusat kebudayaan Islam di Barat
tahun 1213 M dan kemudian jatuhnya Baghdad sebagai pusat
kebudayaan Islam di Tmur tahun 1258 M, ditambah dengan
kehancuran masyarakat Islam masa itu. Maka berhentilah denyut
jantung kebudayaan Islam baik di Barat maupun di Timur.
E. Periode Kebangunan Kembali
Di pertengahan abad ke-18 M, timbulah reformasi dan melepaskan diri
dari taqlid dalam tubuh umat Islam. usaha ini tidaklah terjadi sekaligus,
melainkan secara bertahap.
Usaha ini timbul, setelah timbulnya kesadaran nasional. Kaum
muslimin mengetahui dan merasakan adanya kemunduran-kemunduran yang
kemudian menimbulkan gerakan-gerakan keagamaan di berbagai negeri-
negeri Islam.
Di Hijaz dalam abad ke-13 Hijriah atau abad ke-18 Masehi, timbul
gerakan Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahhab (wafat
pada tahun 1206 Hijrah) yang mengumandangkan seruan pembasmian bid’ah
dan mengajak kembali kepada Qur’an dan sunnah dan amalan-amalan Ulama
Shahabat. Dari beliaulah tumbuh pengikut Wahabiyah.
Di Libya, Muhammad Ibn Sanusi, yang pernah juga melawat ke
Afrika dalam usahanya menyeru masyarakat untuk membersihkan agama dari
usaha-usaha infiltrasi musuh Islam yang menyisipkan ajaran-ajaran yang
menyesatkan dan mengajak untuk kembali kepada ajaran-ajaran yang
menyesatkan dan mengajak untuk kembali kepada Qur’an dan Sunnah Nabi
dan kepada amalan-amalan ulama Salaf.
Di Syaria, timbul usaha perbaikan yang bersendi agama yang
dibangunkan oleh Al- Mahdi dan mengajak kembali kepada Hukum Tuhan
dan Rasul_Nya.
Di Mesir pada permulaan abad ke-20 M, akhir ahad ke -18 M
bangunlah tokoh Jamaluddin al Afghani. Ulama-ulam Mesir yang ingin
memerdekakan diri dari penjajahan mengadakan hubungan rapat dengan
beliau itu. Diantara yang sangat rapat hubungannya dengan beliau adalah
Muhammad Abduh. Beliau mengadakan dakwah mengajak masyarakat
kembali kepada madzab salaf dan kepada sumber-sumber yang asli. Dan
beliau-beliau itu mengumumkan perang terhadap naqlid, menyatukan
madzhab serta menjauhkan bid’ah dan khurafat.
Dengan usaha-usaha beliau ini, hasillah suatu corak baru dalam
mempelajari fiqh Islam, yaitu: mempelajari fiqh di bawah sinaran nash
syari’ah yang asli sesuai dengan hajat masa dan pertumbuhan masyarakat.
Al Urwatul Wutsqa dan majalah Al Manar merupakan dua
terompetnya, yang mengumandangkan suaranya ke seluruh dunia Islam,
sehingga lahirlah ulama-ulama merdeka di setiap negri Islam yang harus
dapat memenuhi segala kebutuhan masa dan sesuai dengan tabi’atnya yang
elastik.
Kebangunan fiqh Islam di dalam periode ini dapat dilihat pada dua
fakta:
a. Studi dan karang mengarang
b. Usaha menyusun hukum-hukum fiqh secara simtem undang-undang
tanpa membatasi diri dengan sesuatu madzab tertentu.17

1. Tanda-tanda Kemajuan
a. Di Bidang Perundang-Undangan
Periode ini dimulai dengan masa berlakunya Majalah al-Ahkam
Al-Adliyah yaitu kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam
pemerintah Turki Usmani pada tahun 1292 H atau tahun 1876 M. Baik
bentuk maupun isi dari kitab Undang-Undang tersebut berbeda dengan
bentuk dan isi kitab fiqh dari satu madzhab tertentu. Bentuknya adalah
bentuk dan isi madzhab tertentu saja. Meskipun warna Hanafi sangat
kuat.
b. Di Bidang Pendidikan
Di perguruan-perguruan tinggi Agama di Mesir, Pakistan
maupun di Indonesia dalam cara mempelajari fiqh tidak hanya
dipelajari satu madzhab tertentu, tetapi juga dipelajari madzhab-
madzhab yang lain secara muqoronah atau perbandingan.

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang, PT. PUSTAKA RIZKI
17

PUTRA,1999), Hlm, 87-88.


Dengan demikian diharapkan wawasan berpikir hukum
dikalangan mahasiswa Islam menjadi lebih luas juga lebih
mendekatkan Hukum Islam dengan hukum yang selama ini berlaku,
bukan hanya dibidang hukum keluarga saja tapi juga di berbagai
bidang hukum lainnya.
Sekitar tahun 1996 di Indonesia diperkenalkan pula mata kuliah
Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah yang banyak berorientasi kepada
kemaslahatan dalam penerapan hukum, serta menekankan prinsip-
prinsip hukum dan semangat ajaran dalam fiqh Islam.18
c. Di Bidang Penulisan Buku-buku dalam Bahasa Indonesia dan
Penerjemahan
Seperti diketahui ajaran Islam pada umumnya dan fiqh pada
khususnya tertulis dalam puluhan ribu kitab yang berbahasa Arab.
Tetapi sekarang tampak satu kegiatan penulisan tentang ushul fiqh dan
fiqh dalam Bahasa Indonesia. Baik yang sudah dicetak dan tersebar
luas dimasyarakat maupun yang masih berupa diktat-diktat yang
stensilan. Demikian pula halnya dengan penerjemahan menampakkan
kegiatan yang meningkat meskipun masih sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah kitab-kitab yang baik untuk
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Bagaimanapun juga kitab-
kitab (buku) ushul fiqh dan fiqh dalam bahasa indonesia serta
terjemahannya sangat bermanfaat untuk memperkenalkan pemikiran-
pemikiran dalam bidang fiqh kepada kalangan yang lebih luas.
Pemikiran kembali tentang fiqh sedang tumbuh dan tampaknya
pemikiran-pemikiran itu seperti alur ijtihadnya Umar, Abdullah bin
Mas’ud, dan Abu Hanifah. Yaitu berpegang teguh kepada dalil-dalil
kulli, prinsip-prinsip umum dan semangat ajaran, sedang yang
selebihnya bisa mengambil dari fiqh atau dengan ijtihad sesuai dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi. 19

18
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.159-160
19
H.A.Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), cetakan ke 7, Hlm.160-161

Anda mungkin juga menyukai