Kelompok : 9
FAKULTAS SYARIAH
JUNI, 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah maka makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad
SAW beserta keluargannya dan para sahabatnya.
Rasa terima kasih pula penulis sampaikan kepasa dosen pegampu mata
kuliah Filsafat Hukum Islam, Bapak Dr. H. AHMAD JUNAIDI, M.Ag yang
sennatiasa membimbing, mengarahkan serta emberikan ilmunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Hukum Islam pada semester ini. Penulis berharap makalah ini
memberikan suatu dampak positif bagi kita semua.
Makalah ini memang jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan arah yang lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Para ahli hukum Islam bermaksud mengkaji hukum Islam dalam
konteks kekinian hingga hukum Islam itu bisa digunakan pada masa kini
mereka mengkaji ulang (harakatul tajdid) hukum Islam untuk
mengembalikan aktualisasinya,dan upaya mengembalikan pada keadaan
semula sehingga ia tampil seakan barang baru.Dengan cara demikian dapat
memperkokoh sesuatu yang lemah,memperbaiki yang usang,menambal
yang retak,sehingga kembali utuh sebagaimana semula.
Sehubungan dengan hal tersebut maka landasan pemikiran dalam
kajian ini yakni untuk menelusuri perodisasi perkembangan pemikiran
dalam hukum Islam.Studi ini merupakan bagaimana pelaksanaan hukum
pada masa tersebut.
Keberhasilan dalam menangkap sinyal dan gagasan Al-
Quran,telah terbukti secara historis dengan keberhasilan mereka dalam
merealisasikan ajaran-ajaran Islam yang berkembang dalam berbagai
produk budaya; dari persoalan hukum. Hanya persoalannya bagaimana
ketika the principles of religion terwujud dalam realitas historis pada
masing-masing kawasan.Yang pasti ia akan melahirkan berbagai
keragaman budaya yang sesuai dengan proses historis dan potensi masing-
masing kawasan yang dimasukinya.
B. Rumusuan Masalah
1. Bagimana sejarah dan perkembangan Ilmu fiqih ?
2. Apa saja Fase-fase dalam perkembangan ilmu fiqih ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan ilmu fiqih
2. Untuk mengetahui apa saja fase-fase dalam perkembangan ilmu fiqih
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan perkembangan ilmu fiqih
Fiqih lahir bersamaan dengan lahirnya agama islam, sebab agama
islam itu sendiri, adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan tuhannya, hubungan manusia sesamanya. Karena luasnya
aspek yang di atur oleh islam, para ahli membagi ajaran islam kedalam
bidang seperti bidang akidah, ibadah dan muamalah. Kesemua ini di masa
rosulullah di terangkan di dalam alquran sendri yang kemudian di perjelas
lagi oleh rosulullah dalam sunahnya. Hukum yang di tetapkan dalam
alquran atau sunah kadang kadang dalam bentuk jawaban dari suatu
pertanyaan atau di sebabkan terjadinya sesuatu kasus atau merupaka
keputusan yang di keluarkan rosulullah ketika memutuskan suatu perkara.
Jadi sumber fiqih di masa itu hanya dua ialah alquran dan sunah.
Di masa sahabat banyak terjadi berbagai peristiwa yang dahulunya
belum pernah terjadi. Maka untuk menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang baru itu para sahabat terpaksa berijtihad dalam ijtihad ini kadang
kadang terdapat kesepakatan pendapat seperti ini dinamakan ijtimak dan
kadang kadang terjadi perbedaan pendapat yang dinamakan atsar para
sahabat tidak akan menetapkan hukum sesuatu perbuatan terkecuali
memang sudah terjadi dan hasil ijtihad para sahabat tidak di bukukan
karena itu hasil ijtihad mereka belum lagi di anggap sebagai ilmu tetapi
hanya merupakan pemecahan terhadap kasus yang mereka hadapi. Karena
itu hasil ijtihad para sahabat belum di namakan fiqih dan para sahabat
yang mengeluarkan ijtihad belum dapat dinamakan fuqaha1.
Pada abad kedua dan ke tiga hijriyah, yang di kenal dengan masa
tabi’in tabi’it dan imam imam madzhab, daerah yang di kuasai umat islam
semakin meluas, banyak bangsa bangsa yang bukan arab akan tetapi
memeluk islam. Karena itu banyak timbul bebragai kasus baru yang belum
pernah terjadi di masa sebelumnya.
1
Nasution, Khoiruddin, 2002, Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
Karena kasus baru inilah yang memaksa para fuqaha berijtihad
mencari hukum kasus itu, dalam berijtihad mereka bukan saja berbicara
yang mungkin terjadi pada masa mendatang. Jadi sumber fiqih pada masa
itu di samping alquran dan sunah di tambah lagi dengan sumber lain
seperti ijtima’, qiyas, istihsan, istishab dan maslahatul mursalah, madzah
sahabat dan syariat sebelum islam.
Orang yang pertama mengambil inisiatif dalam bidang ini adalah
malik bin annas yang mengumpulkan sunnah, pendapat para sahabat dan
tabi’in,yang dikumulkan di dalam sebuah kitab yang dinamakan muwatha
yang menjadi pegangan orang hijaz. Imam abu yusuf menulis beberapa
buah kitab tentang fiqih yang menjadi pegangan orang irak, imam
muhammad bin hasan salah seorang murid imam abu hanifah yang telah
mengumpulkan pendapat pendapat imam abu hanifah dalam sebuah kitab
zhirur riwayah yang menjadi dasar mazhab hanafi dan di mesir imam
syafi’i menyusun kitab al um yang menjadi dasar mazhab syafi’i.2
B. FASE FASE PERKEMBANGAN ILMU FIQIH
1. Fase pertumbuhan
Fase ini berlangsung selama waktu kenabian, yang lamanya
lebih kurang dua tiga tahun. Yang dimulai sejak turunya wahyu dan
berakhir dengan wafatnya nabi Muhammad SAW. Tahun II H. Era ini
merupakan masa pertumbuhan dan pembentukan fiqih islam, suatu
masa turunya syariat islam dan pengertian yang sebenarnya3.
Turunya syariat dalam arti proses munculnya hukum hukum
syari’ah hanya terjadi pada era kenabian ini. sebab, syariat itu turun
dari Allah dan itu berakhir dengan turunya wahyu setelah nabi wafat.
Nabi SAW. Sendiri tidak punya kekuasaan untuk membuat hukum
hukum syariyah itu kepada umatnya.
2
A.Syafii Karim, Fiqh -Ushul Fiqih ,CV Pustaka Setia, 1997,Bandung hl. 27
3
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta: Pustaka
Pembentukan Hukum Islam. Depok: Pelajar. Gramata Publishing. hl. 66
Dalam fase ini Allah telah menurunkan ajaran ajaran yang
berkenaan dengan hukum amaliah, baik untuk kepentingan
perorangan, masyarakat maupun hukum hukum yang menyangkut
dengan pemerintahan. Sehingga secara ijmali pada waktu itu telah di
turunkan hukum hukum dalam bidang ibadah, perdata, keluarga,
pidana, acara, perang, tatanegara, dan lain sebagainya, sehingga dasar
dasar ilmu fiqih malah hukum syari’at seluruhnya telah sempurna
sesuai dengan pernyataan yang di sampaikan Allah SWT sendiri
melalui firmannya:
4
Saifuddin Mujtaba,ILMU FIQIH Sebuah Pengantar ,STAIN JEMBER PRESS,2013, Jember
pada tahun 41 H (dan 661 M). Pada fase ini , daerah islam bertambah
semakin luas, meliputi mesir, syiria, irak, iran, dan lain lain.maka
timbulah banyak persoalan hukum baru yang belum pernah terjadi
dimasa nabi. Yang demikian itu adalah karena kaum muslimin yang
berdomisili di daerah tersebut telah mempunyai tata cara dan adat
istiadat sendiri, yang secara eksplisit tidak terdapat dalam nash sumber
hukum syara. Karna itu para ulama merasa berkewajiban untuk
memberi penjelasan dan penafsiran nash al quran dan as sunnah
dengan berijtihat.mereka telah menggantikan kedudukan nabi sebagai
tempat kembali kaum muslimin dalam urusan urusan yang
berhubungan dengan hukum dalam arti penafsiran dan fatwa, dipegang
para ulama.
Dengan demikian fiqih telah miliki dua sumber utama, yaitu al
quran dan as sunnah dan sumber pelengkap,yaitu ijtihad. Karena
ijtihad dan beberapa faktor lain, para mujtahid telah terhubung
kedalam dua aliran, yaitu:
Pada fase ini, bahasan ilmu fiqh tidak hanya terbatas pasa
peristiwa yang sudah atau sedang terjadi,tapi juga mencakup
persoalan-persoalan yang belum atau yang akan diandaikan terjadi .
Kerap langkah perkembangan ilmu fiqh pada fase perkembangan ini
dapat terlihat pada ijtihad,dimana sumber pelengkap hukum syarak ini
telah memperbanyak metode dan sistem serta prinsip istinbatnya,
sehingga menjadi 10, yaitu ijma’, qiyas istidlal, istihsan, istishab, urf,
zarai, dan syariat sebelum islam6.
5
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta: Pustaka
Pembentukan Hukum Islam. Depok: Pelajar. Gramata Publishing. hl. 65
6
Nasution, Khoiruddin, 2002, Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
4. Fase pendalaman dan kemunduran
7
Hidayat, H.A., 2005, Pemikiran Islam Kontemporer, Bandung : C.V. Pustaka Setia hlm. 25
intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat
kelangsungan dan intensifnya.
Perundanng undangan
Fiqih pada era ini tidak saja ditulis dalam kitab- kitab
sebagaimana pada umumnya yang ditulis para ulama sebelumnya,
tetapi sebagiannya telah di masukkan di dalam perundang - undangan.
Periode ini di mulai dengan masa berlakunya majalah al -Ahkam al Ad
liyah yaitu kitab undang-undang hukum perdata islam pemerintah
Turki Utsmani pada tahun 1292 H atau tahun 1876 M. Baik bentuk
maupun isi dari kitab fiqih dari satu madzhab tertentu. Bentuknya
adalah bentuk dan isi madzhab tertentu saja. Meskipun warna Hanfi
sangat kuat.
1) Modernisme
Pola pemikiran ini di pelopori oleh sejumlah pemikiran dan
sarjana muslim yang sebagaian besar terdidik dalam alam
pendidikan sekuler. Pendukung pola ini mendakwakan bahwa fiqih
islam tidak lagi mampu merespons berbagai perkembangan baru
yang muncul dari multidimensionalitas kebutuhan dan kepentingan
manusia yang kini cenderung lebih kritis akibat keluasan informasi
dan pengalaman. Sudah tentu, tantangan dan intensitas perubahan
sosial (social change)itu memunculkan pertanyaan dan gugatan
baru sementara fiqih telah mengalami kristalisaissebagai akibat
logis kehancuran masyarakat islam. Karena itulah, demikian
gagasan utama pendukung pola ini, untuk mengimbangi dan
menjawab tantangan-tantangan baru kita harus berani
meninggalkan fiqih yang sudah ada dan membangun fiqih baru
9
Nasution, Khoiruddin, 2002, Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
yang kontekstual. Kritik-kritik yang dilancarkan oleh pendukung
pola ini berkisar pada masalah kebekuan, keterbelakangan dan
ketidakmampuan fiqih islam dalam mengikuti dan merespons
perkembangan yang berlangsung dalam masyarakat islam mdern,
sehingga islam terasing dari kehidupan sosial pengikutnya.
2) Survivalisme
Berbeda dengan modernisme, pendukung pola pemikiran
survivalisme ini bercita-cita membangun pemikiran fiqih dengan
berpijak pada madzhab-madzhab fiqih yang sudah ada. Keluasan
tsarwah fiqhiyah, menurut pendukung pola ini, harus
dikembangkan dan bukan malah dikorbankan. Hingga dewasa ini
kita menyaksikan keberhasilan pola ini dalam memberikan
jawaban-jawaban fiqhiyah yang di angkat dari kajian-kajian serius
terhadapa madzhab-madzhab fiqih tanpa kehilangan kepedulian
sosialnya.
3) Tradisionalisme
4) Neo survivalisme
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSAKA