Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM

Untuk memenuhi tugas mata kuliah : Filsafat Hukum Islam

Dosen pembimbing : Dr. H. AHMAD JUNAIDI, M.Ag

Kelompok : 9

Dwi Emira Mela Nurlayli (S20181131)

Moh. Muhdhori (S20181156)

Mabrur Ramadhani (S20181126)

PRODI AL- AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA NEGERI JEMBER

JUNI, 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nyalah maka makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad
SAW beserta keluargannya dan para sahabatnya.

Rasa terima kasih pula penulis sampaikan kepasa dosen pegampu mata
kuliah Filsafat Hukum Islam, Bapak  Dr. H. AHMAD JUNAIDI, M.Ag yang
sennatiasa membimbing, mengarahkan serta emberikan ilmunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Hukum Islam pada semester ini. Penulis berharap makalah ini
memberikan suatu dampak positif bagi kita semua.

Makalah ini memang jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan arah yang lebih baik.

Jember, 04 Juni 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para ahli hukum Islam bermaksud mengkaji hukum Islam dalam
konteks kekinian hingga hukum Islam itu bisa digunakan pada masa kini
mereka mengkaji ulang (harakatul tajdid) hukum Islam untuk
mengembalikan aktualisasinya,dan upaya mengembalikan pada keadaan
semula sehingga ia tampil seakan barang baru.Dengan cara demikian dapat
memperkokoh sesuatu yang lemah,memperbaiki yang usang,menambal
yang retak,sehingga kembali utuh sebagaimana semula.
Sehubungan dengan hal tersebut maka landasan pemikiran dalam
kajian ini yakni untuk menelusuri “perodisasi perkembangan pemikiran
dalam hukum Islam”.Studi ini merupakan bagaimana pelaksanaan hukum
pada masa tersebut.
Keberhasilan dalam menangkap sinyal dan gagasan Al-
Qur’an,telah terbukti secara historis dengan keberhasilan mereka dalam
merealisasikan ajaran-ajaran Islam yang berkembang dalam berbagai
produk budaya; dari persoalan hukum. Hanya persoalannya bagaimana
ketika the principles of religion terwujud dalam realitas historis pada
masing-masing kawasan.Yang pasti ia akan melahirkan berbagai
keragaman budaya yang sesuai dengan proses historis dan potensi masing-
masing kawasan yang dimasukinya.
B. Rumusuan Masalah
1. Bagimana sejarah dan perkembangan Ilmu fiqih ?
2. Apa saja Fase-fase dalam perkembangan ilmu fiqih ?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan ilmu fiqih
2. Untuk mengetahui apa saja fase-fase dalam perkembangan ilmu fiqih
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan perkembangan ilmu fiqih
Fiqih lahir bersamaan dengan lahirnya agama islam, sebab agama
islam itu sendiri, adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan tuhannya, hubungan manusia sesamanya. Karena luasnya
aspek yang di atur oleh islam, para ahli membagi ajaran islam kedalam
bidang seperti bidang akidah, ibadah dan muamalah. Kesemua ini di masa
rosulullah di terangkan di dalam alquran sendri yang kemudian di perjelas
lagi oleh rosulullah dalam sunahnya. Hukum yang di tetapkan dalam
alquran atau sunah kadang kadang dalam bentuk jawaban dari suatu
pertanyaan atau di sebabkan terjadinya sesuatu kasus atau merupaka
keputusan yang di keluarkan rosulullah ketika memutuskan suatu perkara.
Jadi sumber fiqih di masa itu hanya dua ialah alquran dan sunah.
Di masa sahabat banyak terjadi berbagai peristiwa yang dahulunya
belum pernah terjadi. Maka untuk menetapkan hukum terhadap peristiwa
yang baru itu para sahabat terpaksa berijtihad dalam ijtihad ini kadang
kadang terdapat kesepakatan pendapat seperti ini dinamakan ijtimak dan
kadang kadang terjadi perbedaan pendapat yang dinamakan atsar para
sahabat tidak akan menetapkan hukum sesuatu perbuatan terkecuali
memang sudah terjadi dan hasil ijtihad para sahabat tidak di bukukan
karena itu hasil ijtihad mereka belum lagi di anggap sebagai ilmu tetapi
hanya merupakan pemecahan terhadap kasus yang mereka hadapi. Karena
itu hasil ijtihad para sahabat belum di namakan fiqih dan para sahabat
yang mengeluarkan ijtihad belum dapat dinamakan fuqaha1.
Pada abad kedua dan ke tiga hijriyah, yang di kenal dengan masa
tabi’in tabi’it dan imam imam madzhab, daerah yang di kuasai umat islam
semakin meluas, banyak bangsa bangsa yang bukan arab akan tetapi
memeluk islam. Karena itu banyak timbul bebragai kasus baru yang belum
pernah terjadi di masa sebelumnya.

1
Nasution, Khoiruddin, 2002, “Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya”
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
Karena kasus baru inilah yang memaksa para fuqaha berijtihad
mencari hukum kasus itu, dalam berijtihad mereka bukan saja berbicara
yang mungkin terjadi pada masa mendatang. Jadi sumber fiqih pada masa
itu di samping alquran dan sunah di tambah lagi dengan sumber lain
seperti ijtima’, qiyas, istihsan, istishab dan maslahatul mursalah, madzah
sahabat dan syariat sebelum islam.
Orang yang pertama mengambil inisiatif dalam bidang ini adalah
malik bin annas yang mengumpulkan sunnah, pendapat para sahabat dan
tabi’in,yang dikumulkan di dalam sebuah kitab yang dinamakan muwatha
yang menjadi pegangan orang hijaz. Imam abu yusuf menulis beberapa
buah kitab tentang fiqih yang menjadi pegangan orang irak, imam
muhammad bin hasan salah seorang murid imam abu hanifah yang telah
mengumpulkan pendapat pendapat imam abu hanifah dalam sebuah kitab
zhirur riwayah yang menjadi dasar mazhab hanafi dan di mesir imam
syafi’i menyusun kitab al um yang menjadi dasar mazhab syafi’i.2
B. FASE FASE PERKEMBANGAN ILMU FIQIH

1. Fase pertumbuhan
Fase ini berlangsung selama waktu kenabian, yang lamanya
lebih kurang dua tiga tahun. Yang dimulai sejak turunya wahyu dan
berakhir dengan wafatnya nabi Muhammad SAW. Tahun II H. Era ini
merupakan masa pertumbuhan dan pembentukan fiqih islam, suatu
masa turunya syariat islam dan pengertian yang sebenarnya3.
Turunya syariat dalam arti proses munculnya hukum hukum
syari’ah hanya terjadi pada era kenabian ini. sebab, syariat itu turun
dari Allah dan itu berakhir dengan turunya wahyu setelah nabi wafat.
Nabi SAW. Sendiri tidak punya kekuasaan untuk membuat hukum
hukum syar’iyah itu kepada umatnya.

2
A.Syafi’i Karim, Fiqh -Ushul Fiqih ,CV Pustaka Setia, 1997,Bandung hl. 27
3
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta: Pustaka
Pembentukan Hukum Islam.  Depok: Pelajar. Gramata Publishing. hl. 66
Dalam fase ini Allah telah menurunkan ajaran ajaran yang
berkenaan dengan hukum amaliah, baik untuk kepentingan
perorangan, masyarakat maupun hukum hukum yang menyangkut
dengan pemerintahan. Sehingga secara ijmali pada waktu itu telah di
turunkan hukum hukum dalam bidang ibadah, perdata, keluarga,
pidana, acara, perang, tatanegara, dan lain sebagainya, sehingga dasar
dasar ilmu fiqih malah hukum syari’at seluruhnya telah sempurna
sesuai dengan pernyataan yang di sampaikan Allah SWT sendiri
melalui firmannya:

ً ‫ْت لَ ُك ُم ا ِال ْسالَ َم ِديْنا‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬


ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر‬
ُ ‫ضي‬ ُ ‫اليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
Artinya : “pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku, dan telah
kuridhoi islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah:3)
Sumber fiqih pada periode fase ini adalah alquran dan as-
sunah (termasuk ijtihad nabi) saja. Sedangkan ijtihad para sahabt
belom dapat di jadikan sumber, karena walaupun nabi menyuruh
sahabat untuk berijhad, tetapi ijtihad mereka pada umum nya berkisar
pada cara penerapan hukum dalam memberikan keputusan peradilan
atau dalam memberi fatwa.
Apabila mereka berijtihad mengenai suatu hukum maka hasil
ijtihadnya itu di kembalikan kepada nabi dan di minta penegas an dari
beliau.
Tegasnya yang berkuasa menetapkan hukum pada fase ini
adlah nabi sendiri, dengan mendapat bimbingan dari Allah, baik
melalui wahyu lafdzi (al quran) maupun maknawi (hadis qudsi)4.
2. Fase pembinaan
Fase ini berlangsung selama masa khulafaurrosyidin. Bermula
sejak wafatnya nabi Muhammad SAW tahun II H (632 M) dan
berakhir ketika mu’awiyyah bin abu sofyan menjabat sebagai kholifah

4
Saifuddin Mujtaba,ILMU FIQIH Sebuah Pengantar ,STAIN JEMBER PRESS,2013, Jember
pada tahun 41 H (dan 661 M). Pada fase ini , daerah islam bertambah
semakin luas, meliputi mesir, syiria, irak, iran, dan lain lain.maka
timbulah banyak persoalan hukum baru yang belum pernah terjadi
dimasa nabi. Yang demikian itu adalah karena kaum muslimin yang
berdomisili di daerah tersebut telah mempunyai tata cara dan adat
istiadat sendiri, yang secara eksplisit tidak terdapat dalam nash sumber
hukum syara’. Karna itu para ulama merasa berkewajiban untuk
memberi penjelasan dan penafsiran nash al quran dan as sunnah
dengan berijtihat.mereka telah menggantikan kedudukan nabi sebagai
tempat kembali kaum muslimin dalam urusan urusan yang
berhubungan dengan hukum dalam arti penafsiran dan fatwa, dipegang
para ulama.
Dengan demikian fiqih telah miliki dua sumber utama, yaitu al
quran dan as sunnah dan sumber pelengkap,yaitu ijtihad. Karena
ijtihad dan beberapa faktor lain, para mujtahid telah terhubung
kedalam dua aliran, yaitu:

a) Aliran ahlul hadis yang dalam melakukan ijtihad sangat terikat


dengan bunyi kata nash. Mereka tidak mencari illat hukum dan
dasar dasar yang di gunakan syara’ dalam menetapkan sesuatu
hukum. Aliran ini berkembang di Hijaz.
b) Aliran ahlul ra’yi yang banyak mempergunakan pikiran dalam
berijtihad. Meraka menganalisa illat, maksud ayat syara’ dan dasar
dasar penetapan hukum. Aliran ini berkembang pesat si Irak
3. Fase perkembangan

Fase ini berlangsung selama masa pemerintahan bani umayyah


dan abasiyyah . Yang dimulai tahun 41 H.(661M) sampai 656 H
(1528M). Pada fase ini ilmu fiqh telah mencapai kemajuan yang amat
pesat para ulama giat melakukan ijtihad terhadap berbagai persoalan
,sehingga sering diantara mereka berijtihad dengan mempergunakan
metode sendiri,tidak terikat dngn metode istinbath yang ditemui ulama
lain .mereka-mereka inilah yang dikenal dengan imam mujtahid (imam
madzhab).Selain berijtihad para ulama juga cukup giat melakukan
pembukuan ilmu fiqh dan ushul fiqh.

Dengan perkembangan ini,fiqh telah memenuhi syarat untuk


menjadisatu disiplin ilmu.Kemudian para fuqaha terus menerus
mengembangkannya,sehinnga ilmu hukum syariat ini menjdi 18
madzhab .Sebagian diantaranya masih terus berkembangsampai
sekarang, seperti: Madzhab hanafi ,malilki, syafii, hanbali, syiah
zaidiyyah, syiah imamiyyah, ibadi, zahri; sedangkan yang lainnya,
seperti: auza’i, laisi, tsauri dan lain-lain sudah tidak berpengikut lagi5.

Secara umum,masing-masing madzhab memiliki ciri khas


tersendiri, disebabkan para pembinaannya berbeda pendapat dalam
metode penggalian hukum. Namun perbedaan itu hanya terbatas pada
masalah furu’ dan keduniaan saja, bukan pada masalah prinsipal atau
pokok syariat adalah alquran dan as-sunnah .Semua hukum yang
berlawanan dengan kedua dasar pokok ini wajib ditolak dan tidak
boleh diamalkan . Mereka juga saling hormat menghormati, selama
yang bersangkutan berpendapat sesuai dengan garis-garis yang
ditentukan oleh agama islam.

Pada fase ini, bahasan ilmu fiqh tidak hanya terbatas pasa
peristiwa yang sudah atau sedang terjadi,tapi juga mencakup
persoalan-persoalan yang belum atau yang akan diandaikan terjadi .
Kerap langkah perkembangan ilmu fiqh pada fase perkembangan ini
dapat terlihat pada ijtihad,dimana sumber pelengkap hukum syarak ini
telah memperbanyak metode dan sistem serta prinsip istinbatnya,
sehingga menjadi 10, yaitu ijma’, qiyas istidlal, istihsan, istishab, urf,
zara’i, dan syariat sebelum islam6.

5
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta: Pustaka
Pembentukan Hukum Islam.  Depok: Pelajar. Gramata Publishing. hl. 65

6
Nasution, Khoiruddin, 2002, “Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya”
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
4. Fase pendalaman dan kemunduran

Fase ini dikenal juga dikalangan sementara penulis dengan


periode taklid(baku) ,jumud,penutupan pintu ijtihad,abad pertengahan
dan lain-lain. Sejarah juga tidak lupa mencatat bahwa sejak abad XVII
M,tepatnya mulai tahun 1683 M,penjajahan barat terus menerus
mengadakan ekspansi kolonialnya ke negara-negara timur
islam,sehinnga sebelum perang dunia 1 seluruh dunia islam telah
berada dibawah telapak kaki penjajah barat masehi.

Untuk menjamin kelangsungan penjajahan, kaum kolonialis


memaksakan berlakunya hukum sekular (yang timbul di eropa setelah
adanya pemisahan kekuasaan gereja dengan negara) pada semua
daerah jajahan.Sehingga timbullah dualisme ilmu pengetahuan umum
dan sekolah agama adanya pengadilan negeri dan mahkamah syar
iyyah, adalah bukti nyata terhadap ekspansi pengetahuan dan hukum
barat.

Untuk melicinkan jalan dihadapan ekspansi ini, pakar-pakar


penjajahan yang telah dapat mengetahui kulit syariat islam
,menyebarkan isu-isu yang dapat memberikan gambaran keliru
mengenai agama islam,terutama dalama bidang ilmu fiqh.Mereka
memproklamirkan bahwa hukum islam kolot,stattis,kejam,adat
arab,tidak cocok untuk dunia islam masa kini,karena pintu ijtihad telah
ditutup secara ijma oleh ulama sejak abad Iv.Umat islam wajib
bertaklid kepada salah satu dari madzhab yang empat tidak boleh
pindah madzhab, dan lain-lain sebagainya.

Secara jujur harus diakui bahwa taklid memang merajalela pasa


fase pendalaman ini,sebagaimana adanya fase-fase sebelum dan
sesudahnya , karena orang awam memang harus bertaklid. Akan tetapi
ini tidak berarti ijtihad tidak ada. Fakta sejarah membuktikan bahwa
ijtihad tidak pernah berhenti.
Meskipun sementara orang menyebutkan fase ini adalah
periode jumud (beku),tetapi kenyataannya dalam fase ini para fuqaha
cukup aktif mendalami, mengkaji, menganalisa, mengelolah dan
mengeritik pendapat-pendapat fuqaha sebelumnya.

Akibat dari pendalaman yang mendasar juga,fase ini telah


dapat memperkarya hazanah ilmu fiqh dengan bermacam bentuk kitab
fiqh yang dapat dijadikan standar bagi bermacam bidang disiplin ilmu
didalam fiqh islam. Kitab kitab tersebut ada yang berbentuk matan,
syarahhasyiyah, dan lain sebagainya.

5. Era Kebangkitan kembali Fiqh

a) fenaomena dunia islam pada abad XIII H

Pada periode ini, umat islam menyadari kemunduran dan


kelemahan mereka yang sudah berlanglusng semakin lama itu. Ahli
sejarah mencatat bahwa kesadaran itu terutama sekali muncul ketika
Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1798M. Kejatuhan
Mesir itu menginsafkan umat islam betapa lemahnya mereka dan
betapa di dunia Barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi
dan merupakan ancaman bagi dunia islam. Tokoh tokoh islam mulai
berfikir bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat islam
kembali, termasuk di dalamnya pembaruan di dalam bidang fiqih7.

Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad XIII H


merupakan suatu wujud kesadaran dari kebangkitan kembali fiqih
islam. Bagi banyak pengamat, sejarah kebangkitan dunia islam pada
umumnya dan fiqih pada khususnya, pada intinya adalah sejarah
dampak Barat terhadap masyarakat islam khususnya sejak abad ke
XIII H. Fase - fase ini merupakan fase meluasnya pengaruh Barat
dalam dunia islam akibat kekalahan - kekalahan dalam lapangan
politik yang di ikuti dengan bentuk bentuk benturan keagamaan dan

7
Hidayat, H.A., 2005, Pemikiran Islam Kontemporer, Bandung : C.V. Pustaka Setia hlm. 25
intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat
kelangsungan dan intensifnya.

Kegoyahan yang timbul akibat kesalahan-kesalahan dan


penyarahan politik menjadikan kaum muslimin secara psikologis
kurang mampu untuk secara konstruktif memikirkan kembali
warisannya dan menjawab tantangan intelektual dari pemikiran
modern melalui proses asimilatif- kreatif , serta mengahadapi kristen,
tantangan yang datang secara langsung pada warisan tersebut8.

Kenyataan tersebut menyadarkan kembali bangunan islam dari


keruntuhannya. Kasus yang terjadi di Mesir sangat tepat untuk
menjelaskan persoalan ini, tepatnya sudah ekspansi Prancis dan usaha
Napoleon membangun ideologi revolusinya yang terkenal dengan
semboyan: kebebasan persamaan dan persaudaraan. Saat itu, terjadilah
kontak islam Eropa yang menghasilkan pengenalan hasil- hasil
kebudayaan zaman renaisans lewat peritiwa peristiwa nyata dari
revolusi yang terjadi di Mesir. Perkembangan lebih lanjut berupa
pengiriman para pelajar dengan misi studi ke negara negara Eropa:
Itali, Prancis dan Inggris. Generasi ketiga dasawarsa di abad XIX
inilah yang memainkan peranan dominan dalam percaturan
kenegaraan Mesir, bahkan juga dalam sejarah bangsa Arab dan islam
modern. Demikian yang di dimpulkan oleh Dr.Farouq. dan itulah yang
melahirkan kebudayaan besar dalam masyarakat islam.

Namun demikian, kenyataan bahwa kesan ini terlalu


berlebihan, terlihat dari usaha - usaha pembaruan ulama - ulama
beraliran keras , seperti Ozzudin Abdus Salam , Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Al-Qayyim (abad ke VIII H), hingga munculnya gerakan-
gerakan pembaruan Syekh Abdul Wahab, al-Murotadlo dan Syaukani
( abad ke XII H ). Usaha - usaha tersebut merupakan kesadaran akan
degradasi internal masyarakat islam, kritik diri dan tuntunan dalam
menggertak kebekuan sejarah umat yang tenggelam dalam
8
Saifuddin Mujtaba,ILMU FIQIH Sebuah Pengantar ,STAIN JEMBER PRESS,2013, Jember
keterpakuan tekstual. Pemberantasan tahayul atau kelewat batasan
tasawuf dan taklid yang melanda dunia islam merupakan ciri umum
yang menonjol dari semua gerakan itu.

Perlu di tambahkan disini penolakan terhadap otoritas -


otoritas ulama abad pertengahan dengan sendririnya memunculkan
semangat kembali kepada qur’an dan sunah secara sangat semarak,
gerakan ini yang kemudian di kenal sebagai gerakan fundamentalis,
secara langsung atau tidak telah menjadi titik rujukan dalam proses
modernisasi meskipun pada akhirnya berbalik menjadi gerakan
modernisasi itu sendiri. Tetapi yang perlu di sadari adalah kenyataan
munculnya gerakan - gerakan pembaharuan., khususnya di bidang
fiqih telah membuka jalan bagi perkembangan-perkembangan modern
tidak hanya melalui usaha purifikasi mereka melainkan juga dengan
cara positif menegaskan kembali kepada otoritas al- Qur’an dan
teladan Nabi.

Munculnya kesadaran umat islam, terutama dalam dunia fiqih,


tidak terjadi dalam sekali waktu tetapi berproses panjang. Hal ini
menyadarkan kepada kita tentang keharusan kebangkitan fiqih bukan
sekedar kebutuhan sejarah tetapi bahkan kebutuhan fiqih itu sendiri.
Ini berarti, mengabaikan fiqih dari perkembangannya sama arti
dengan mengabaikannya dalam kehancuran. Karena fiqih harus
menjawab setiap ttantangan yang bergerak di setia waktu dan tampat.

b) Trend perkembangan penulisan dan pemahaman fiqih pada era ini

Diantara indikator era kebangkitan kembali fiqih islam adalah


dimasukkannya fiqih dalam perundang - undangan :

 Perundanng undangan

Fiqih pada era ini tidak saja ditulis dalam kitab- kitab
sebagaimana pada umumnya yang ditulis para ulama sebelumnya,
tetapi sebagiannya telah di masukkan di dalam perundang - undangan.
Periode ini di mulai dengan masa berlakunya majalah al -Ahkam al Ad
liyah yaitu kitab undang-undang hukum perdata islam pemerintah
Turki Utsmani pada tahun 1292 H atau tahun 1876 M. Baik bentuk
maupun isi dari kitab fiqih dari satu madzhab tertentu. Bentuknya
adalah bentuk dan isi madzhab tertentu saja. Meskipun warna Hanfi
sangat kuat.

Di Mesir dengan keluarnya undang-undang No 25 tahun 1920


M ., Dalam sebagian pasal-pasalnya dalam hukum keluarga tidak
menganut madzhab hanafi, tetapi mengambil pendapat lain dari
madzhab al-Arba’ah. Kemudian dalam undang-undang No 25 tahun
1929M . juga tentang hukum keluarga maju selangkah yaitu tidak
hanya mengambil dari Madzhib al-Alba’ah, tetapi juga dari madzhab
yang lain. Pada tahun 1936 M. Undang-undang Hukum keluarga di
Mesir tidak mengekitkan diri secara ketat dengan madzhab, tetapi juga
mengambil pendapat ulama lain yang sesuai dengan kemaslatan
manusia dan perkembangan masyarakat. Contoh lain tentang al-
Washiyah al-Wajibah di Mesir tahun 1946 di Syiria tahun 1953, di
Tunis tahun 1957, di Maroko tahun 1958.

Di Indnonesia, meskipun piagam jakarta yang akan memberi


status konstitusional pada syariat tidak diakomodasi oleh pemerintah
Soekarno dan Soeharto sebagai bagian dari UUD 1945, beberapa aspek
yang berkenaan dengan syariat telah di legislasikan dalamm sistem
hukum nasional. Pada masa pemerintahan Soekarno pemerintah secara
eksplisit terhadap hukum islam hanya mengenai hukum waris yang
berasal dari prasaan Hazairin dalam seminar hukum nasional 1 tahun
1963.

Demikian pula, kita harus mengakui bahwadalam masa


pemerintahan Soeharto telah terlahir undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan, peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977
tentang perwakafan. Peraturan ini merupakan peraturan pelaksanaan
dari pasal 49 ayat 3 undang-undang nomor 5 tahun 1960. Dalam pasal
1 peraturan pemerintah tersebut dinyatakan, wakaf adalah perbuatan
hukum seorang atau badan hukum yang memisah kan sebagian dari
harta kekayaannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau kepentingan umum lainya9.

 Trend pemahaman fiqih

Era kebangkitan kembali fiqih juga ditandai dengan


perkembangan sosio keagamaan. Perkembangan yang di maksud
adalah ketegangan-ketegangan di kalangan ulama dan fuqaha dalam
menyikapi dan mendobrak kebekuan fiqih. Meskipun semua sepakat
bahwa kebekuan fiqih itu telah melahirkan realitas baru dalam alam
pikiran islam berupa krisi pemikiran dan krisis hukum, namun terjadi
pebedaan cukup tajam dalam usaha menemukan penyelesaian.
Perbedaan tersebut kemudian berkembang dalam wujud pemikiran di
kalangan ulama dan fuqaha sejak akhir abad ke XIV H hingga
sekarang ini.

1) Modernisme
Pola pemikiran ini di pelopori oleh sejumlah pemikiran dan
sarjana muslim yang sebagaian besar terdidik dalam alam
pendidikan sekuler. Pendukung pola ini mendakwakan bahwa fiqih
islam tidak lagi mampu merespons berbagai perkembangan baru
yang muncul dari multidimensionalitas kebutuhan dan kepentingan
manusia yang kini cenderung lebih kritis akibat keluasan informasi
dan pengalaman. Sudah tentu, tantangan dan intensitas perubahan
sosial (social change)itu memunculkan pertanyaan dan gugatan
baru sementara fiqih telah mengalami kristalisaissebagai akibat
logis kehancuran masyarakat islam. Karena itulah, demikian
gagasan utama pendukung pola ini, untuk mengimbangi dan
menjawab tantangan-tantangan baru kita harus berani
meninggalkan fiqih yang sudah ada dan membangun fiqih baru

9
Nasution, Khoiruddin, 2002, “Filsafat Hukum Islam: Benih dan Perkembangannya”
dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
yang kontekstual. Kritik-kritik yang dilancarkan oleh pendukung
pola ini berkisar pada masalah kebekuan, keterbelakangan dan
ketidakmampuan fiqih islam dalam mengikuti dan merespons
perkembangan yang berlangsung dalam masyarakat islam mdern,
sehingga islam terasing dari kehidupan sosial pengikutnya.
2) Survivalisme
Berbeda dengan modernisme, pendukung pola pemikiran
survivalisme ini bercita-cita membangun pemikiran fiqih dengan
berpijak pada madzhab-madzhab fiqih yang sudah ada. Keluasan
tsarwah fiqhiyah, menurut pendukung pola ini, harus
dikembangkan dan bukan malah dikorbankan. Hingga dewasa ini
kita menyaksikan keberhasilan pola ini dalam memberikan
jawaban-jawaban fiqhiyah yang di angkat dari kajian-kajian serius
terhadapa madzhab-madzhab fiqih tanpa kehilangan kepedulian
sosialnya.

3) Tradisionalisme

Sebagaimana pendahulunya, pendukung pola ini


menekankan keharusan kembali kepada al-Qur’an dan sunah.
Mereka mengecam taklid dan penerimaan begitu saja otoritas-
otoritas abad pertengahan, sambil mendakwakankeharusan
mengikuti ulama salaf(sahabat dan tabi’in). Pendukung pola ini
kerap kali menamakan diri aliran salafiyah. Beberapa karakteristik
dari pola ini adalah keteguhannya dalam memegang sunah Nabi
dan pandangannya yang sangat literalis terhadap nash-nash al-
Qur’an.

Suatu hal yang menarik dari cita-cita pola ini adalah


penolakannnya yang sangat keras terhadap ikhtilaf atau perbedaan
pendapat. Mereka menolak bahwa ikhtilaf ummat merupakan
rahmat. Persoalan ikhtifal ini, menurut mereka, harus di rujuk
kepada hadist, bukan pada pendapat imam- imam madzhab. Karena
itu , mereka sangat concern pada hadist dan mendakwakan batilnya
suatu ikhtilaf apabila bertentangan dengan ketentuan hadist.

4) Neo survivalisme

Dalam perkembangan terakhir, meskipun samar-samar ,


kita juga menyaksikan munculnya kegairahan baru di kalangan
ulama dan fuqaha dalam merespons perkembangan-perkembangan
baru. Pola terakhir ini dapat di sebut neo survivalisme , karena para
pendukungnya selain menawarkan fiqih pengembangan juga
menampakkan concernnya yang besar terhadap kepedulian sosial.

Karenanya, dalam banyak hal, mereka mengajukan suatu


pendekatan transformatif dalam memahami fiqih dan upaya
mencari relevansinya dengan persoalan-persoalan kekinian.
Menurut pandangan pola ini, kegagalan fuqaha selama ini karena
kurang (tidak) memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam
perkembangan yang sedemikian rupa sehingga muncul
kesenjangan antara fiqih teoritis dengan kenyataan masyarakat
secara praktis. Untuk yang di sebut terakhir ini, merea mengajak
pada suatu pemahaman yang lebih dinamis dan tidak kaku, yaitu
dengan menggabungkan pemahaman tarikh tasri’ dengan sosiologi
hukum.

Meskipun masih terlalu dini untuk menilai keempat pola


yang di sebutkan di atas, namun kita mulai menyaksikan
perkembangan-perkembangan baru pasca kebangkitan kembali.
Untuk menyebut diantaranya, pertama, munculnya kecenderungan
baru dalam mengkaji fiqih islam tanpa harus terikat dengan
madzhab imam tertentu. Fanatisme madzhab yang telah
membelenggu umat selama tujuh abad, mereka sebagai
malapetaka. Ini , tentu, sangat positif karena dengam demikian
melahirkan postulat “al muhafadhah ala al-qadim al-shahih a al-
akhd bi al jadid al-ashlah” (memelihara yang lama yang baik, dan
mengambil yang baru yang lebih baik)10.

Keduan perkembangannya kajian fiqih moqaran (fiqih


perbandingan). Beberapa universitas islam, seperti al-Azhar,
Mesir , mulai menyajikan materi fiqih muqaran secara khusus.
Kajian ini didasarkan kepada kesungguhan dala mempelajari
berbagai pendapat yang berkembang tentang suatu persoalan ,
dengan menjelaskan pendapat setiap madzhab, kemudian
mendiskusikannya, dan barulah di ketahui pendapat yang paling
kuat dalilnya dan mampu mewujudkan kemaslahatan yang menjadi
tujuan syari’at. Kajian fiqih muqaran ini meskipun sudah tampak
dalam buku-buku sebagai imam dan fuqha, seperti al-Umm karya
imam Syafi’i dan al-Mabsuth karya al-Sarakhsi, namun buku-buku
itu belum memaparkan pendapat-pendapat yang berbeda secara
seimbang. Mereka hanya menyebut pemdapat madzhab yang
berbeda dan mendiskusikannya dengan tujuan mengukuhkan
kebenaran pendapat madzhab imamnya sendiri. Hal lain yang perlu
di sebutkan di sini adalah adanya keberanian beberapa sarjana
muslim untuk melakukan studi perbandingan anatara fiqih dengan
hukum positif Barat. Terlepas apakah itu sekedar sikap apologetik
sarjana muslim, kita patut bersyukur .

 Cara mempelajari fiqih


Cara mempelajari ilmu fiqih pada fase ini adalah melalui
sistem perbandingan, yaitu mempelajari pendapat semua fuqaha dala
semua madzhab fiqih islami, seperti : madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hambali, Zahiri, Syi’ah iamamiyah, Syiah zaidiyah , Ibadiya, dan lain
– lain beserta dalil – dalil dan kaidah istibath masing – masing
madzhab dalam membahas suatu persoalan. Kemudian di banding
anatara satu pendapat dengan pendapat yang lain, untuk kemudian di
pilih satu pendapat yang lebih benar, karena didukung oleh dalil
10
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta: Pustaka
Pembentukan Hukum Islam.  Depok: Pelajar. Gramata Publishing. hl. 68
terkuat, ataupun dengan mengetengahkan pendapat baru yang dapat di
gali dali al-Qur’an dan as-sunah melalui metode kajian usuli, kaidah
istinbath, maqashid syari’ah dan ilmu abntu lainya secara objektif dan
terlepas dari pengaruh pendapat dan pembelaan terhadap madzhab
tertentu, serta terjauh dari segala unsur subyektiftas pribadi, kelompok
dan lain – lain. Selanjutnya pendapat itu dibandingkan pula dengan
hukum positif dengan tidak perlu memaksakan pendapat dengan
pendirian pembahasanya sendiri.
 Obyek kajian dan pencabangan fiqih dewasa ini
Dengan uraian di atas, fiqih atau hukum islam mempunyaicakupan
yang sangat luas, seluas aspek perilaku manusia dengan segala macam
jenisnya. Dalam bahasa buku – buku fiqih pada umumnya setidaknya
mencakup hal – hal yang berkaitan dengan: ibadah, muamalah,
munakahat, dan jinayat (hukum pidana: masalah peradilan atau qadla’
masuk disini). Namun, sebagaimana di atas telah kami sebutkan, akan
lebih mudah dan lebih tepat untuk di kelompokan pada dua bagian :
ibadah dan mu’amalah. Yang pertama, ibadah, mencakup perilaku manusia
yang secara langsung berhubungan dengan allah. Di sini terjadi hubungan
subordinasi antara manusia sebagai makhluk Allah sebagai khalik .
kelompok yang pertama ini tidak di jangkau oleh ilmu hukum umum dan
ilmu – ilmu yang lain yang berkembang di dunia Barat, sebagai hasil
penemuan manusia. Yang kedua , meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia yang selain berkaitan dengan ibadah.cakupan kelompok kedua ini
sangat luas, sehingga hal – hal yang berkaitan dengan negara dan politik
juga tak terlewatkan menjadi obyek pembahasan dalam fiqih sasaran
kahian meliputi semua hal yang berkaitan dengan perbuatan manusia atau
selain hal – hal yang berkaitan dengan akidah dan tasawuf.
Selanjutnya hal – hal tersebut berkembang yang kemudian tidak
jarang mempunyai nama tersendiri, meskipun masih selalu menyebut
fiqih. Di sinilah lalu muncul istilah seperti “ fiqih politik” (fiqih siyasah
sudah lama di pakai) dan fiqih – fiqih yang lain. Kemudian kini mulai
populer istilah “fiqih sosial”. Fiqih siyasah selama ini sering di
terjemahkan dengan “ilmu tata negara islam”,namun saya kira akan lebih
tepat atau leluasa – terutama sekali untuk pengenmbangannya – jika di
sejajarkan dengan “ilmu politik islam” atau “ islamic political thought “
(pemikiran politik islam). Demikian pula istilah al-siyar dan fiqih duwali
akkan lebih cepat diartikan atau di sejajarkan dengan “international
retations” (hubungan internasional islam) atau “politik international
islam” dari pada “hukum internasional islam”. Ini berarti bahwa di
terjemah yang saya maksudkan tersebut akan menampakkan ciri fiqih
berupa exercise (latihan/olah) pemikiran yang berkelanjutan dan tidak
berhenti, serta tidak berupa pemahaman atau terjemahan yang didominir
oleh ciri fiqih yang sarat dengan nilai ibadah yang dogmatis, doktrinal, dan
bersekuensi mandek. Kemudian, ketika kita berbicara mengenai Hukum
internasional islam, kita sudah akan memakai bahasa hukum yang lazim
digunakan dalam ilmu hukum. Hal yang sama juga berlaku bagi cabang
–cabang fiqih yang lain yang sudah muncul atau belum muncul, seperti
fiqih ekonomi, fiqih perdagangan, fiqih keluarga, fiqih lingkungan, fiqih
perbankan, bahkan juga fiqih pendidikan dan lain – lain. Istilah fiqih
da’wah sudah lama kita dengar , termasuk judul buku karay M. Nasir, fiqih
Da’wah: demikian pula fiqih al-Lughah juga sudah lama kita dengar.
Kedua istilah ini lebih dulu populer di tengah – tengah masyarakat kita
daripada istilah fiqih sosial 11.

BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan

1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak


zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum
Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode
pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata
lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri
11
Saifuddin Mujtaba,ILMU FIQIH Sebuah Pengantar ,STAIN JEMBER PRESS,2013, Jember
2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya.
Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum
yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan
menetapkan hukum maka disusunlah kitab ushul fiqih .

DAFTAR PUSAKA

A.Syafi’i Karim, Fiqh -Ushul Fiqih ,CV Pustaka Setia, 1997,Bandung


Saifuddin Mujtaba,ILMU FIQIH Sebuah Pengantar ,STAIN JEMBER
PRESS,2013, Jember
Nasution, Khoiruddin, 2002, “Filsafat Hukum Islam: Benih dan
Perkembangannya” dalam Esensia, Vol. 3. No. 2. FUSAP UIN Sunan Kalijaga.
A.Syafi’i Karim, Fiqh -Ushul Fiqih ,CV Pustaka Setia, 1997,Bandung.
Sopyan, Yayan, 2010, Tarikh Tasyri': Sejarah pada zaman nabi, Yogyakarta:
Pustaka Pembentukan Hukum Islam. Depok: Pelajar. Gramata Publishing.
Hidayat, H.A., 2005, Pemikiran Islam Kontemporer, Bandung : C.V. Pustaka
Setia

Anda mungkin juga menyukai