Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2018/2019

STUDI FIQH

Hari/Tanggal : Selasa/28 Mei 2019 NIM : 18630046

Dosen : Oky Bagas Prasetyo, M.Pd Nama Mahasiswa : Faridatul Jannah

Soal :

1. Jelaskan sejarah singkat perkembangan fiqh sampai terbentuknya mazhab fiqh!


2. Jelaskan perbedaan fiqh mazhab Sunni dengan Syi’i!
3. Kenapa kita perlu membahas fiqh lingkungan?
4. Apakah yang anda ketahui tentang riba?
5. Berikan pandangan anda tentang perlukah syariat Islam dijadikan sebagai hukum positif
sebuah negara?

Jawab :

1. Pertumbuhan dan perkembangan Fiqh atau Hukum Islam dari awal sampai sekarang dapat
dibedakan menjadi beberapa periode sebagai berikut :

 Periode Rasulullah

Yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan perkembangan) yang berlangsung
selama 22 tahun dan beberapa bulan, yaitu terhitung sejak dari kebangkitan Rasulullah
tahun 610 M sampai dengan kewafatan beliau pada tahun 632 M.
Sejarah pertumbuhan hukum Islam dimasa Rasulullah berdasarkan wahyu yang Allah
turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril dengan cara berangsur-
angsur yang dimulai dari Mekah dan diakhiri di Madinah (pada periode Rasulullah dibagi
menjadi dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah). Kalau belum turun
ayat Al-Qur’an mengenai sesuatu masalah, maka Nabi nengadakan ijtihad yang
mendalam, sehingga akhirnya ijtihad beliau sesuai dengan dngan ayat Al-Qur’an, yang
diturunkan kemudian. Berarti ijtihad Rasul dan Sunnahnya tidak ada yang brlawanan
dengan wahyu Allah. Di samping Nabi sendiri adalah sebagai sumber hokum, sebab
segala sesuatu yang dilakukan Nabi adalah contoh yang baik bagi ummatnya.
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat sehubungan dengan
turunnya ayat-ayat Quran yang mengandung hukum (ayat-ayat hukum). Tidak semua
hukum itu memberikan penjelasan yang mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan
secara praktis sesuai dengan kehendak Allah SWT. Nabi memberikan penjelasan dengan
ucapan, perbuatan dan pengakuannya yang kemudian disebut Sunnah Nabi. Apabila
Penjelasan dari Nabi yang berbentuk Sunnah itu merupakan ayat-ayat hukum, maka apa
yang dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqh namun lebih tepat disebut Fiqh Sunnah.
 Periode Sahabat
Yaitu periode tafsir dan takmil (penjelasan dan penyempurnaan) yang berlangsung
selama 90 tahun kurang lebihnya, yaitu terhitung mulai kewafatan Rasulullah pada tahun
11 Hsampai dengan akhir abad pertama Hijriah (101 H atau 632-720 H).
Dengan wafatnya Nabi Rasulullah Saw, maka sempurnalah turunya ayat-ayat Al-
Quran dan Sunnah Nabi, juga dengan tersendirinya sudah terhenti. Karena hal ini maka
persoalan hokum atau fiqh pada masa sahabat dikembalikan kepada Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi. Di masa sahabat penganut Islam telah bertambah banyak dan daerahnya
telah bertambah luas. Pada tempat-tempat yang baru memeluk agama Islam itu terjadi
berbagai masalah. Untuk menyelesaikan masalah itu para sahabat kembali ke Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi. Untuk kembali kepada Al-Qur’an itu bukanlah hal sulit untuk mereka,
karena Al-Qur’an merupakan hafalan bagi mereka. Dimasa Al-Qur’an sudah dibukukan.
Sedangkan kembali kepada hadits Nabi memang agak sulit, karena hadits belum diseleksi
dan dibukukan, dan sulit untuk mebedakan hadits yang benar-benar dari Nabi dan mana
pula yang merupakan hadits palsu buatan manusia.
Apabila masalah Fiqh tidak dijumpai penyelesaiannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi maka para sahabat mengadakan ijtihad yang mendalam. Dan hasil ijtihad para sahabat
dapat dipercaya dan menjadi sumber hokum syara’ atau Fiqh Islam. Bila pada masa Nabi
proses penetapan fiqh disebut pembinaan fiqh, maka pada masa sahabat disebut periode
pengembangan fiqh.
 Periode Tadwin (pembukuan)
Yaitu periode pembukuan dan munculnya mujtahid dan zaman perkembangan serta
kedewasaan hokum yang berlangsung selama 250 tahin, yaitu terhitung mulai tahun 100
H sampai 350 H (720-961 M)
Pada saat ini adalah zaman kemajuan di bidang hukum Islam. Ini disebabkan
banyaknya masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan yang terjadi pada beberapa
daerah Islam yang telah menjadi luas itu. Para tabiin-tabiin dimasa ini banyak yang berijtihad,
sehingga mereka menjadi mujtahid-mujtahid besar dalam Islam. Diantara mujtahid-mujtahid
yang terkenal itu adalah :
1. Imam Abu Hanifah, seorang alim keturunan Persia yang terkenak sebagai Ahli Al Ra’yu
yaitu banyak mendasarkan pendapat kepada ujian pikiran, karena banyak di Basrah
mendapat hadits shahih.
2. Imam Malik ibn Anas terkenal sebagai ahli hadits (Akl-al-hadits) karena dimadinah hadits
Nabi banyak dikumpulkan pada ahli hadits. Disamping Al-Qur’an, hadits beliau ambil
sebagai dasar fiqhnya.
3. Imam Muhammad ubn Idris Al Syafei, beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafe’i.
4. Imam Ahmad ibn Hambali, beliau terkenal sebagai ahli hadits dan merupakan pendiri
Mazhab Hambali.
 Periode Taqlid
Yaitu periode kebekuan dan statis yang berlangsung mulai masa pertengahan abad
empat hijriah (351 H) dan hanya Allah yang mengetahui kapan periode ini berakhir. Hal
ini berari sebagai penutupan periode ijtihad atau periode tadwin (pembukuan). Mula-mula
masa kemunduran dalam bidang kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan
hukum Islam atau Fiqh Islam.
Taqlid merupakan menerima hokum yang dikumpulkan oleh seorang mujtahid dan
memandang pendapat mereka seolah-olah nash Syara’. Jadi Taqlid itu menerima saja
pendapat seseorang mujtahid sebagai nash hukum Syara’. Dalam periode Taqlid ini
kegiatan para ulama Islam banyak mempertahankan ide dan mazhabnya masing-masing.
Perasaan Taqlid telah meresap di dalam jiwa mereka dan ruh Taqlid.
Sebab-sebab timbulnya periode Taqlid ini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Abdul
Wahab Kallaf dalam kitabnya Khulusul Tarikh Al Tasyri’ Al Islami, yang intinya
disebutkan sebagai berikut :
1. Terbagi-baginya Daulah Islamiyah ke dalam sejumlah kerajaan-kerjaan yanh saling
bermusuhan para raja-rajanya, penguasanya dan personil/rakyatnya.
2. Sesudah terpecahnya para iman mujtahid dalam periode ketiga menjadi beberapa
golongan dan masig-masing golongan memiliki suatu aliran hokum tersendiri.
3. Sesudah umat Islam mengaturkan pengaturan perundang-undangan dan mereka
tidak meletakkan peraturan yang menjamin, seperti dibenarkan mujtahid kecuali
dipandang ahli untuk itu.
4. Bahwasanya sudah tersebar luas di kalangan para ulama berbagai penyakit moral
yang menghalangi mereka dari ketinggian derajat ijtihad. Di kalangan mereka sudah
merata penyakit saling menghasut dan egoisme.

Ijtihad ulama yang bukan mujtahid akhirnya membawa kemunduran dan kekacauan
di bidang Fiqh Islam. Orang-orang pad amasa itu kembali kepada tradisional, bukan
kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Ulama yang mujtahid tidak menutup ijtihad, tapi karena
besarnya pengaruh taqlid tersebut akhirnya menimbulkan paham statis dalam hukum
Islam yang pengaruhnya masih ada dirasakan sampai saat ini di kalangan masyarakat
Islam. (Sumber: https://www.academia.edu/36661609/Sejarah_Perkembangan_Ilmu_Fiqih
dan https://www.academia.edu/11153832/Sejarah_perkembangan_Ushul_Fiqh)

2. Perbedaan antara aqidah Sunni  (Ahlussunnah Waljamaah) dengan aqidah Syiah


Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), ialah sebagai berikut:

RUKUN ISLAM

Rukun Islam Sunni (Ahlussunah waljamaah) ada 5 yaitu

 Membaca dua kalimah sahadat (syahadatain)


 Mengerjakan Shalat
 Mengerjakan Puasa
 Menunaiakan zakat
 Menunaikan Hajji
Rukun Islam Syi’ah juga 5 tapi berbeda

 Mengerjakan Shalat
 Mengerjakan Puasa
 Menunaikan Zakat
 Menunaikan haji
 Al Wilayah
RUKUN IMAN
Rukun Iman Sunni (Ahlussunnah) ada enam:

 Iman kepada Allah


 Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
 Iman kepada Kitab-kitab Nya
 Iman kepada Rasul Nya
 Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
 Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Rukun Iman Syiah ada 5 :

 At-Tauhid
 An Nubuwwah (kenabian)
 Al Imamah
 Al Adlu
 Al Ma’ad (Kiamat)
SYAHADAT
Sunni (Ahlussunnah) mempunyai Dua kalimat syahadat, yakni: “Asyhadu An La Ilaha
Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.

Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa


asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas
imam-imam mereka.

IMAMAH
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah
imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari
kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu,
tidak dibenarkan.

Syiah meyakini ada dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karena itu
orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-
orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah orang tersebut  kafir dan akan masuk neraka.
KHULAFAURRASYIDIN 
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a)
Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum

Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman),
karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali
sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka). Merekapun meyakini bahwa Abu
bakar, Umar dan Ustman  sudah murtad dan keluar dari islam sesudah wafatnya
Rasulullah.

KEMAKSUMAN PARA IMAM


Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai
sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum,
hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan syiah meyakini bahwa 12 imam
mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa.

PARA SAHABAT
Sunni (Ahlussunnah) menghormati para sahabat seperti Abu bakar, Umar dan Ustman dan
melarang mencaci-maki beliau . Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki
dan melaknat  para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat
tersebut telah murtad setelah wafatnya Rasulullah SAW dan tinggal  beberapa orang saja.
Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

SAYYIDAH AISYAH  
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau
adalah termasuk ummahatul Mu’minin. Sebaliknya  Syiah melaknat dan  mencaci maki
Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau.

KITAB KITAB HADIST

Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :
Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu
Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh
kaum Muslimin sedunia).

Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah
Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab
kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

AL-QUR’AN
Menurut Sunni ( Ahlussunnah) kitab Al-Qur’an yang ada sekarang  tetap orisinil dan tidak
pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada
sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
SYURGA
Menurut Sunni Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul
Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul
Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada
Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka
diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat
kepada Rasulullah.

RAJ’AH
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran Sunni ( Ahlussunnah.)  Raj’ah ialah besok di akhir
zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan
balas dendam kepada musuh-musuhnya.

Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman,
Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk
membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah
mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar,
Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati
seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka
kepada Ahlul Bait.

Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang
diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

  NIKAH MUT’AH

Nikah Mut’ah (kawin kontrak),menurut Sunni  sama dengan perbuatan zina dan hukumnya
haram. Sementara dalam Syiah nikah Mut’ah  sangat dianjurkan dan hukumnya halal.
Halalnya nikah Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda
agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi
Thalib.

KHAMAR  
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. Menurut Syiah, khamer itu suci.

AIR BEKAS ISTINJAK


Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai
dengan perincian yang ada). Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok)
dianggap suci dan mensucikan.

SEDAKEP
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut
Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan
shalat. (jadi shalat kebanyakan umat Islam di  Indonesia hukum tidak sah dan batal, sebab
meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

MEMBACA AMIN SESUDAH ALFATIHAH  


Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Menurut Syiah
mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal
shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena
mengucapkan Amin dalam shalatnya).
TAQOIYAH
Menurut Sunni Taqiyah mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan isi hati termasuk
perbuatan dusta dan munafik. Menurut Syiah mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan
isi hati (dusta) , untuk melindungi diri dari musuh dan lawan itu merupakan ibadah .

Taqiyah adalah satu rukun dari rukun-rukun Syiah , seperti halnya shalat. Ibnu Babawaih
mengatakan:“Keyakinan kami tentang taqiyah itu adalah dia itu wajib. Barangsiapa
meninggalkannya maka sama dengan meninggalkan shalat.”[Al-I’tiqadat, hal.114].
(Sumber:http://www.fadhilza.com/2015/07/islam/perbedaan-mendasar-antara-islam-sunni-
dan-syiah.html)
3. Fiqih lingkungan hidup penting dalam rangka memberikan pencerahan dan penjelasan
baru bahwa fiqih bukan hanya berpusat pada masalah ibadah dan ritual saja, tetapi
bahasan fiqih meliputi masalah tata aturan yang sesuai denga prinsip-prinsip agama
terhadap beragai realita social kehidupan yang tengah berkembang, serta prilaku yang
harus dilakukan dan dihindari, sesuai konsep fiqih demi terciptanya pemanfaatan dan
kelestarian lingkungan sesuai dengan ajaran agama Islam. Al-Quran telah memberikan
informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap bumi, sebab bumi
adalah tempat kelangsungan hidup lainnya (QS. Al- Rahman: 10), yang mana ini untuk
terhindar dari krisis lingkungan yang semakin memburuk dan tidak mampu diatasi dengan
seperangkat teknologi, sains dan hukum (undang-undang) sekuler, masyarakat
membutuhkan peran agama guna menumbuhkan kesadaran otentik dalam diri manusia,
yaitu nilai-nilai agama. Artinya pemahamaan agama saat ini tidak lagi berkutat pada
masalah-masalah spiritual, tetapi juga harus beranjak ke aspek-aspek nyata masyarakat
pemeluknya dalam hal ini kepedulian terhadap lingkungan. Dengan nilai agama, manusia
akan mempunyai kecakapan dalam mengatasi dan ketajaman membaca tanda-tanda
zaman berikut kemampuan menciptakan seperangkat nilai untuk melestarikannya lewat
hukum dan sejumlah peraturan. (Sumber: Makalah Fiqh Lingkungan Kelas Kimia A
2018)
4. Riba adalah setiap kelebihan antara nilai yang diberikan dengan nilai yang diterima.
Misalnya, saya meminjamkan uang kepada teman saya sebesar Rp. 10.000-, dan ketika
teman saya hendak mengganti saya meminta Rp. 15.000-, maka kelebihan uang sebesar
Rp. 5.000-, tersebut adalah riba. Hukum riba adalah haram dan keterangannya telah
banyak disebutkan dalam Al-Quran, salah satunya misalnya Q.S Al-Baqarah ayat 278
yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman”. Riba
dapat berupa riba hutang-piutang contohnya seperti yang telah saya sebutkan diatas, dapat
pula berupa riba jual-beli misalnya, saya membeli emas seberat 10 g dan saya
menukarkannya dengan emas teman saya yang beratnya adalah 15 g.
5. Menurut saya, syariat Islam pantas menjadi sumber pembentukan hukum nasional, karena
dinilai mampu mendasari dan mengarahkan dinamika masyarakat Indonesia dalam
mencapai cita-citanya, syariat Islam mengandung dua dimensi, yakni: pertama, dimensi
yang berakar pada nas qat’i, yang bersifat universal, berlaku sepanjang zaman, kedua,
dimensi yang berakar pada nas zanni, yang merupakan wilayah ijtihadi dan memberikan
kemungkinan epistemologis hukum bahwa setiap wilayah yang dihuni oleh umat Islam
dapat menerapkan hukum Islam secara beragam, lantaran faktor sosiologis, situasi dan
kondisi yang berbeda-beda. Upaya membentuk hukum positif dengan bersumberkan
syariat Islam, sebenarnya telah berlangsung lama di Indonesia, namun masih bersifat
parsial, yaitu: tentang perkawinan, kewarisan, perwakafan, penyelenggaraan haji, dan
pengelolaan zakat. Untuk mengupayakan pembentukan hukum positif bersumberkan
syariat Islam yang lebih luas dan selaras dengan tuntutan perkembangan zaman
diperlukan perjuangan gigih yang berkesinambungan, perencanaan dan pengorganisasian
yang baik, serta komitmen yang tinggi dari segenap pihak yang berkompeten. (Sumber:
https://media.neliti.com/media/publications/42562-ID-syariat-islam-dan-upaya-pembentukan-
hukum-positif-di-indonesia.pdf)

Anda mungkin juga menyukai