Oleh :
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pertumbuhan Ushul Fiqh
ٍ َتْقِض ي َفَقاَل َأْقِض ي ِبَم ا ِفي ِكَتاِب ِهَّللا َق اَل َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َبَع َث ُمَع اًذ ا ِإَلى اْلَيَمِن َفَقاَل َكْيَف
َقاَل َفِإْن َلْم َيُك ْن ِفي ُس َّنِة َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى َفِإْن َلْم َيُك ْن ِفي ِكَتاِب ِهَّللا َقاَل َفِبُس َّنِة َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َأْج َتِهُد َر ْأِيي َقاَل اْلَحْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َو َّفَق َر ُسوَل َر ُسوِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم
1
Ahmad Buchori, “Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh”,diakses dari http://eling-
buchoriahmad12.blogspot.com/2011/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html, pada
tanggal 29 Desember 2013.
dengan penalaranku, maka Nabi bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah
memberi Taufiq atas diri utusan Rasulullah SAW”. (HR. Tirmizi).
Ushul Fiqih secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun
pada saat itu Ushul Fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah
satu teori Ushul Fiqih adalah, jika terdapat permasalahan yang membutuhkan
kepastian hukum, maka pertama adalah mencari jawaban keputusannya di dalam
al-Quran, kemudian Hadis. Jika dari kedua sumber hukum Islam tersebut tidak
ditemukan maka dapat berijtihad.2
Pada masa tabiin, tabi’ al-tabiin, dan para imam mujtahid kekuasaan Islam
meluas ke daerah daerah yang di huni oleh orang-orang yang bukan berbahasa
Arab atau bukan bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak di
antara ulama yang bertebaran ke daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula
penduduk daerah tersebut yang masuk Islam. Semakin kompleksnya persoalan-
persoalan hukum yang ketetapannya tidak di jumpai di dalam al-quran dan hadis.
Karena itu ulama-ulama yang tinggal di daerah tersebut melakukan ijtihad,
2
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih, Grafindo Persada,
Jakarta 2002, hlm. 11.
3
Mohammad Rifa’i, Ushul Fiqih, Al-Ma’arif, Bandung 1973, hlm. 9
mencari ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka terhadap ayat-ayat
Al-Quran dan hadis Nabi. Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidangnya pada masa itu, kegiatan ijtihad menjadi
maju pesat.4
Pada periode ini, metode penggalian hukum bertambah banyak, baik corak
maupun ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah
istinbat hukum dan teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah
dalam memutuskan perkara membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran,
Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang telah disepakati dan berijtihad dengan
menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan. Abu Hanifah tidak mau
menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan bahwa mereka
sederajat dengan dirinya. Imam Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih banyak
menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan
maslahah mursalah. Demikian pula imam-imam yang lain.5
Pada periode inilah ilmu Ushul Fiqih dibukukan. Ulama pertama yang
merintis pembukuan ilmu ini adalah Imam Syafi’i, ilmuan berkebangsaan
Quraish. Ia memulai menyusun metode-metode penggalian hukum Islam, sumber-
sumbernya serta petunjuk-petunjuk Ushul Fiqih. Dalam penyu-sunannya ini,
Imam Syafi’i bermodalkan peninggalan hukum-hukum fiqih yang diwariskan oleh
generasi pendahulunya, di samping juga rekaman hasil diskusi antara berbagai
aliran fiqih yang bermacam-macam, sehingga ia memperoleh gambaran yang
konkrit antara fiqih ahli Madinah dan fiqih ahli Irak. Berbekal pengalaman beliau
yang pernah “nyantri” kepada Imam Malik (ulama Madinah), Imam Muhammad
bin Hasan (ulama Irak dan salah seorang murid Abu Hanifah) serta fiqih Makkah
yang dipelajarinya ketika berdomisili di Makkah menjadikannya seorang yang
4
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, Grafindo Persada, Jakarta 2009, hlm. 32.
5
Ahmad Buchori, “Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan Ushul Fiqh”,diakses dari http://eling-
buchoriahmad12.blogspot.com/2011/06/sejarah-pertumbuhan-dan-perkembangan.html, pada
tanggal 29 Desember 2013.
berwawasan luas, yang dengan kecerdasannya menyusun kaidah-kaidah yang
menjelaskan tentang ijtihad yang benar dan ijtihad yang salah. Kaidah-kaidah
inilah yang di kemudian hari d ikenal dengan nama Ushul Fiqih. Oleh sebab itu
Imam Syafi’i adalah orang pertama yang membukukan ilmu Ushul Fiqih, yang
diberi nama “Al-Risalah”.6
Secara garis besarnya, perkembangan Ushul Fiqh dapat dibagi dalam tiga
tahap, yaitu: tahap awal ( abad 3 H ) ; Tahap perkembangan ( abad 4 H ), dan
tahap penyempurnaan ( abad 5 H).
6
Kamal Muchtar, Ushul Fiqih , Jilid I , Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta 1995, hlm. 14.
7
Ahmad Sahal Hasan, “ Sejarah Singkat Ushul Fiqih”,
dalam http://www.dakwatuna.com/2007/01/46/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/, diakses pada 29
Desember 2011.
8
Rachmad Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung 2010, hlm. 27.
Pada abad 3, di bawah Abbasiyah Wilayah Islam semakin meluas ke
bagian Timur. Pada masa ini terjadi suatu kebangkitan ilmiah di kalangan Islam,
dimulai sejak masa pemerintahan harun Ar-Rasyid. Pemikiran pada masa ini
ditandai dengan timbulnya semangat penerjemahan di kalangan ilmuan Muslim.
Salah satu hasil dari kebangkitan berpikir dan semangat keilmuan Islam
ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh, yang pada gilirannya mendorong
untuk disusunnya metode berfikir Fiqh yang disebut Ushul Fiqh. Pada abad 3 ini
telah tersusun pula sejumlah kitab Ushul Fiqh Ar-Risalah dan kitab Ushul Fiqh
lainnya.9
Pada tahap ini ada beberapa ciri khas dalam perkembangan ilmu Ushul
Fiqh. Yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang membahas ushul fiqh secara
utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.
Selain itu, materi berfikir dan materi penulisan dalam kitab-kitab itu
berbeda dengan kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukkan bentuk yang
lebih sempurna.10 Pada abad ini pula mulai tampak adanya pengaruh pemikiran
yang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu Manthiq dalam
Ilmu Ushul Fiqh.
Pada masa ini terjadi kelemahan polotik di Bagdhad, yang ditandai dengan
lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembangan peradaban
dunia Islam. Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang
Ushul Fiqh yang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus
untuk mendalaminya; Al-Baqhilani, Al-Qahdhi Abd. Al-jabr, Abd. Al-Wahab Al-
9
Ibid.
10
Rachmad Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, Pustaka Setia, Bandung 2010, hlm. 35.
Baghdadi, dan lain-lain. Mereka itulah pelopor keilmuan Islam di zaman itu. Para
pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti metode dan jejak mereka,
untuk mewujudkan aktifitas ilmiah dalam bidang ilmu Ushul Fiqh yang tidak ada
bandingannya dalam penulisan dan pengkajian Islam. Itulah sebabnya pada zaman
itu , generasi Islam pada kemudian hari senantiasa menunjukkan minatnya pada
produk-produk Ushul fiqh dan menjadikannya sebagai sumber pemikiran.11
Kitab-kitab ushul Fiqh pada zaman ini, di samping mencerminkan adanya
kitab Ushul Fiqh bagi masing-masih mazhabnya, juga menunjukkan adanya dua
aliran Ushul Fiqh, yakni aliran Hanafiah atau yang dikenal sebagai aliran Fuqaha
dan aliran mutakallimin. Dalam sejarah perkembangan ilmu Ushul Fiqh pada abad
5 dan 6 H. Ini merupakan periode penulisan kitab Ushul Fiqh terpesat, yang di
antaranya terdapat kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu
Ushul Fiqh selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
11
Ibid 37
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf, Abdul Wahhab. 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam Ilmu Ushulul Fiqih.
Koto, Alaiddin. 2009. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Muchtar, Kamal. 1995. Ushul Fiqih. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Syafe’i, Rachmad. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: PT. Pustaka Setia.
Fiqih. http://www.dakwatuna.com/2007/01/46/sejarah-singkat-ilmu-ushul-fiqh/.
Fiqih. http://eling-buchoriahmad12.blogspot.com/2011/06/sejarah-pertumbuhan-