Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH MUNCUL NYA USHUL FIQH

Makalah ditujukan untuk memenuhi tugas studi Ushul Fiqh

Dosen Pengampu:

DWI RUNJANI JUWITA, M.H.I

Disusun Oleh :

Dewi Tri Wulandari ( 2020135290219 )

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH SEMESTER III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA


(STAINU) MADIUN

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-qur’an sebagai petunjuk bagi umat Islam secara garis besar
mengandung dasar-dasar tentang akidah, akhlak, dan syariah atau hukum
bagi keberlangsungan kehidupan makhluk dijagat raya ini.
Segala sesuatu kejadian yang membutuhkan hukum yang  terjadi
pada masa rasulullah SAW langsung diselesaikan oleh rasul melalui
wahyu. Tapi bila tidak terdapat pada wahyu nabi menyelesaikannya
dengan sunnah atau hadis melalui petunjuk al-Qur’an. Setelah Rasul wafat
apabila ada kejadian yang membutuhkan hukum tapi tidak ada dalam al-
Qur’an dan sunnah Nabi, maka akan disesaikan melalui kesepakatan para
sahabat. Dan pada masa thabi’in diselesaikan oleh para mujtahid melalui
petunjuk al-Qur’an dan sunnah nabi. Penyusunan ushul fiqih dibuat untuk
menerapkan kaidah-kaidah dan pembahasannya terhadap dalil terinci
untuk mendatangkan hukum syariat islam yang diambil dari dalil-dalil
tersebut agar dapat dipahami nash syariyah dan hukum yang
dikandungnya oleh masyarakat islam.
Fiqh yang notabene sebagai ilmu tentang hukum-hukum Syariat
yang bersifat praktis (‘amaliyah), merupakan sebuah “jendela” yang dapat
digunakan untuk melihat perilaku budaya masyarakat Islam. Definisi fiqh
sebagai sesuatu yang digali (al-Muktasab) menumbuhkan pemahaman
bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses sebelum akhirnya dinyatakan
sebagai hukum praktis. Proses yang umum kita kenal sebagi ijtihad ini
bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga pengembangan
tak terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami
perkembangan. Maka dari itulah diperlukan upaya memahami pokok-
pokok dalam mengkaji perkembangan fiqh agar tetap dinamis sepanjang
masa sebagai pijakan yang disebut dengan istilah Ushul Fiqh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya ushul fiqh?
2. Bagaimana kebutuhan akan ushul fiqh pada saat ini dan masa
kemunculan ushul fiqh?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Ushul Fiqh


Ilmu ushul fiqih tumbuh pada abad ke dua, karena pada abad
pertama hijriah ilmu tersebut belum diperlukan, dimana Rasulullah SAW
berfatwa dan menjatuhkan keputusan (hukum) menurut ajaran al-Qur’an
yang diwahyukan kepadanya, dan menurut sunnah yang diturunkan
kepadanya.
Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun ilmu fiqih
sesuai dengan Al-Qur an, Hadits, dan Ijtihad para Sahabat. Setelah Islam
semakin berkembang, dan mulai banyak negara yang masuk
kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan yang
masuk, dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang tidak
ada di zaman Rasulullah. Maka para Ulama ahli usul Fiqh menyusun
kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang
digunakan oleh Ulama penyusun ilmu Fiqh. Muncul lah para Imam
Mujtahid, khususnya Imam yang empat, yaitu:
a. Imam Abu Hanifah atau Imam Hanafi
b. Imam Malik Bin Anas atau Imam Maliki
c. Imam Abu Abdillah Muhammad Bin Idris atau Imam
Syafi’i
d. Imam Ahmad Bin Hanbal atau Imam Hambali

Imam Hanafi menyusun metode Istinbat denagan urutan al-Qur’an,


Sunnah, Fatwa para Sahabat yang menjadi kesepakatan mereka.
Sedangkan Imam Malik mengemukakan pendapatnya dengan banyak
berpegang pada amalan ahli madinah. Ia jauga mengkritik beberapa hadits
yang menurutnya bertentangan dengan al-Qur’an.
Orang yang pertama kali menghimpun kaidah yang bercerai-berai
di dalam satu himpunan adalah Imam Abu Yusuf pengikut Abu Hanifah.
Sedangkan orang yang pertama kali mengadakan kodifikasi kaidah-kaidah
dan bahasan-bahasan ilmu ini, sehingga menjadi kumpulan tersendiri
secara tertib (sistematis) dan masing-masing kaidah itu dikuatkan dengan
dalil dan keterangan atau uraian yang mendalam (serius) ialah al-Imam
Muhammad bin Idris al-Syafi’i.

Dalam pentadwihan (kodofikasi) itu telah ditulis kitab risalah


ushuliyyah, yang telah diriwayatkan oleh pengikutnya ar-Robi’ al-Murodi.
Kitab itulah sebagai kodifikasi yang pertama kali dalam ilmu ini, dan
itulah satu-satunya yang sampai kepada kita sepanjang pengetahuan kita.
Karena itu dipopulerkan dikalangan para ulama, bahwa pendasar ilmu
fiqih adalah Imam Syafi’i. Para ahli ushul menganggap Imam Syafi’i
sebagai Bapak dan Pendiri ilmu ushul fiqh.

Di kalangan madzhab Hanafi ada yang menolak bahwa Imam


Syafi’i sebagai pendiri ushul fiqh. Mereka menyatakan bahwa Imam Abu
Hanifah dan dua muridnya yaitu Imam Abu Yusuf Ibnu Abi Laila dan
Muhammad bin Hasan al-Syaybani adalah peletak ilmu ushul fiqh. Sejarah
memang mencatat bahwa Imam Syafi’i pernah berguru kepada Imam
Muhammad bin Hasan al-Syaybani.

Usaha pertama dilakukan oleh Imam Syafi'i dalam


kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini ia membicarakan tentang al-Qur'an,
kedudukan hadits, Ijma, Qiyas dan pokok-pokok peraturan mengambil
hukum. Usaha Imam Syafi'i ini merupakan batu pertama dari ilmu ushul
fiqih yang kemudian dilanjutkan oleh para ahli ushul fiqih sesudahnya.

Imam Syafi’i pantas disebut sebagai orang pertama yang menyusun


sistem metodologi berpikir tentang hukum islam, yang kemudian populer
dengan sebutan Ushul Fiqih sehingga tidak salah ucapan seorang orientalis
inggris N.J Coulson yang mengatakan bahwa Imam Syafi’i adalah arsitek
Ushul Fiqih.

Hal ini bukanlah berarti beliau merintis dan mengembangkan ilmu


tersebut. Jauh sebelumnya mulai dari para sahabat, Tabi’in bahkan
dikalangan Imam Mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan juga
dikalangan ulama Syiah Muhammad al Baqir dan Jafar as-Shiddiq sudah
menemukan dan menggunakan metodologi dalam perumusan fiqih. Tetapi
mereka belum menyusun ilmu itu secara sistematis yang dapat disebut
sebagai ilmu yang berdiri sendiri kemudian terkenal dengan sebutan ushul
fiqh.

B. Kebutuhan Akan Ushul Fiqh Dari Masa Ke Masa


Kebutuhan akan ushul fiqih tidak terlepas dari perkembangan
hukum islam. Sejak zaman Rasulullah SAW sampai pada masa tersusun
nya ushul fiqih sebagai salah satu bidang ilmu pada abad kedua hijriah
hingga saat ini.
Kemudian untuk mengetahui kebutuhan akan ushul fiqih dari
zaman kemunculannya hingga saat ini, kita perlu mengetaui
perkembangan ushul fiqih tersebut. Adapun perkembangan ushul fiqih
yaitu :
1. Masa Nabi Muhammad
Pada masa ini berlangsung pada saat
nabi  Muhammad SAW masih hidup yaitu pada masa 610-
633 M (Tahun 1-10 H). Pada masa ini masalah yang
dihadapi umat islam, langsung di selesaikan oleh Nabi ,
baik melalui wahyu yang diterimanya dari Allah SWT
maupn melalui sunnahnya, yang selalu dibimbing oleh
wahyu. Dengan demikian pada masa ini semua hukum
didasarkan pada wahyu.
Pada periode ini dalil hukum islam kembali pada al-
Qur’an dan sunnah Rasul-Nya. Ijtihad sahabat yang terjadi
pada waktu itu mempunyai nilai sunnah yaitu masuk
kepada jenis taqriry, karena mendapat penetapan dari nabi,
baik berupa pembenaran maupun berupa koreksi
pembetulan terhadap apa yang dilakukan sahabat tersebut.
2. Masa Sahabat
Meninggalnya Rasulullah SAW memunculkan
tantangan bagi para sahabat. Munculnya kasus-kasus baru
menuntut sahabat untuk memecahkan hukum dengan
kemampuan mereka atau dengan fasilitas khalifah.
Sebagian sahabat sudah dikenal memiliki kelebihan di
bidang hukum, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Umar bin
Khattab, Abdullah Ibnu Mas’ud, Abdullah Ibn Abbas,
Abdullah bin Umar. Karir mereka berfatwa sebagian telah
dimulai pada masa Rasulullah SAW sendiri.
Pada masa ini berlangsung pada tahun 632-662 M
atau 11-41 H. Pada masa ini penyelesaian masalah yang
dihadapi umat islam diselesaikan berdasarkan al-Qur’an
dan Sunnah Nabi. Sedang terhadap masalah yang belum
ada dalam al-Qur’an dan Sunnah diselesaikan
dengan ijtihad para sahabat baik ijtihad
jama’iy maupun fardy, dengan tetap berpedoman kepada al-
Qur’an dan sunnah nabi. Dengan demikian dalil hukum
pada masa ini kembali pada al-Qur’an, Sunnah nabi
dan ijtihad sahabat.
3. Masa Tabi’in
Tabi’in adalah generasi setelah sahabat. Mereka
bertemu dengan sahabat dan belajar kepada sahabat. Pada
masa tabi’in, metode istinbath menjadi semakin jelas dan
meluas disebabkan bertambah luasnya daerah Islam,
sehingga banyak permasalahan baru yang muncul. Banyak
para tabi’in hasil didikan para sahabat yang
mengkhususkan diri untuk berfatwa dan berijtihad, antara
lain Sa’id ibn al-Musayyab di Madinah dan Alqamah ibn
al-Qays serta Ibrahim al-Nakha’i di Irak.
Metode istinbath tabi’in umumnya tidak berbeda
dengan metode istinbath pada masa sahabat. Hanya saja
pada masa tabi’in mulai muncul dua fenomena penting
seperti pemalsuan hadis dan perdebatan mengenai
penggunaan ra’yu yang memunculkan kelompok Iraq (ahl
al-ra’yi) dan kelompok madinah (ahl al-hadis).
Dengan demikian muncul bibit-bibit perbedaan
metodologis yang lebih jelas yang disertai dengan
perbedaan kelompok ahli hukum (fukaha) berdasarkan
wilayah geografis. Dua hal tersebut, ditambah munculnya
para ahli hukum non-Arab, melahirkan wacana pemikiran
hukum yang nantinya melahirkan madzhab-madzhab
hukum Islam. Masing-masing madzhab hukum memiliki
beberapa aspek metode yang khas, yang membedakannya
dengan madzhab yang lain.
4. Masa Tabi’ut-Tabi’in
a. Imam Abu Hanifah
Sumber Hukum dalam Istinbath Imam
Hanafi seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar
Muhammad Ali Thaib al-Baghdadi dalam kitabnya.
Al-Baghdadi menjelaskan bahwa dasar-dasar
pemikiran fiqh Abu Hanifah sebagai berikut: “aku
(Abu Hanifah) mengambil kitab Alah. Bila tidak
ditemukan di dalamnya, aku ambil dari sunah Rasul,
jika aku tidak menemukan pada kitab dan sunahnya,
aku ambil pendapat sahabat-sahabat. Aku ambil
perkataan yang aku kehendaki dan aku tinggalkan
pendapat pendapat yang tidak aku kehendaki. Dan
aku tidak keluar dari pendapat mereka kepada
pendapat orang lain selain mereka. Adapun apabila
telah sampai urusan itu atau telah datang kepada
Ibrahim, as-Syaibani, Ibnu Sirin, al-Hasan, Atha’,
Said, dan Abu Hanifah menyebut beberapa orang
lagi mereka orang-orang yang telah berijtihad”. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dasar-dasar
Madzhab Hanafi adalah: Kitab Allah (al-Qur’an),
Sunnah Rasulullah yang telah masyhur dikalangan
ahlu. Fatwa-fatwa dari sahabat. Al-Qiyas, Istihsan,
Al‘Urf.
b. Imam Malik
Sistematika sumber hukum atau istinbath
Imam Malik, pada dasarnya ia tidak menulis secara
sistematis. Akan tetapi para muridnya atau
madzhabnya menyusun sistematika Imam Malik
sebagaimana qadhi’iyyad dalam kitab nya al-
Mudharrak, sebagai berikut: “sesungguhnya manhaj
Imam dari al-Hijrah, pertama ia mengambil
kitabullah, jika tidak ditemukan dalam kitabullah, ia
mengambil as-Sunnah (kategori as-Sunnah
menurutnya hadits-hadits nabi dan fatwa-fatwa
sahabat), amal ahli al-Madinah, al-Qiyas, al
Mashlahah, al-Mursalah, Sadd, adz-Dzara’i, al-‘Urf,
dan al-‘Adat”.
c. Imam Syafi’i
Sumber Hukum dalam Istinbath Imam asy-
Syafi’i secara gariss besar dapat dilihat dari kitab al-
Umm yang menguraikan sebagai berikut: “ilmu itu
bertingkat secara berurutan, pertama-tama adalah al-
Qur’an dan as-Sunnah apabila telah tetap, kemudian
kedua Ijma’ ketika tidak ada dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah, ketiga Sahabat Nabi (fatwa sahabi) dan
kami tahu dalam fatwa tersebut tidak adanya ikhtilaf
di antara mereka, keempat ikhtilaf sahabat Nabi,
kelima qiyas yang tidak diqiyaskan selain kepada
al-Qur’an dan as-Sunnah karena hal itu telah berada
di dalam kedua sumber, sesungghunya mengambil
ilmu dari yang teratas”.
d. Imam Ahmad bin Hanbal
Adapun dasar-dasar hukum yang digunakan
Imam Ahmad bin Hanbal adalah yang pertama Al-
Qur’an dan Hadits, kemudian fatwa para sahabat,
Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, Ahmad bin
Hanbal memilih salah satu pendapat mereka yang
lebih dekat kepada al-Qur’an dan asSunnah,
kemudian Ahmad bin Hanbal menggunakan Hadits
Mursal dan Dhaif apabila tidak ada atsar, qaul
sahabat atau ijma’ yang menyalahinya, kemudian
yang terahir Imam Ahmad bin Hanbal
menganalogikan (menggunakan qiyas) dan qiyas
baginya adalah dalil yang digunakan dalam keadaan
terpaksa.
5. Periode Mutaakhirin (Generasi Para Murid Imam
Madzhab)
Tiap-tiap mujtahid memiliki kaidah-kaidah istinbath
hukum sendiri. Kaidah-kaidah itu ditulis dan dibukukan
oleh murid-muridnya. Dan sebelum dibukukan,
didiskusikan terlebih dahulu. Karena itulah dalam Ilmu
Ushul Fiqh juga timbul aliran-aliran.
Orang yang pertama kali menghimpun kaidah-
kaidah yang bercerai berai dalam suatu himpunan yang
berdiri sendiri dalam satu kitab secara cermat adalah Imam
Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu an Nadim dalam kitab al Fihrasar,
akan tetapi apa yang dia tulis tidak pernah sampai pada
kita.
Awal perkembangan ilmu ushul fiqih diawali pada
perkembangan pemikiran Mujtahid, dipelopori oleh imam
Syafi’i dengan metode pembukuan ushul fiqihnya ar-
Risalah, kemudian Mujtahid dari masing-masing madzhab
sebagai penerus madzhabnya itupun ikut serta dalam
mempelopori madzhabnya bahwa mereka mempunyai
metode ushul fiqih sendiri. Perkembangan ini terus
berlanjut, baik dari golongan ahlu ra’yi sampai golongan
ahlu hadis sampai pada masa ulama muta`akhirin.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu Ushul fiqih tidaklah tumbuh kecuali pada abad kedua hijiriah,
karena pada abad satu hijiriah ilmu tersebut belum diperlukan, dimana
Rasulullah SAW berfatwa dan menjatuhkan keputusan (hukum) menurut
ajaran al-Qur’an diwahyukan kepadanya dan menurut sunnah yang
diturunkan kepadanya. Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu
menyusun ilmu fiqh sesuai dengan Al-Qur an, Hadits, dan Ijtihad para
Sahabat. Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak negara
yang masuk kedalam daulah Islamiyah, maka semakin banyak kebudayaan
yang masuk, dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru ini yang
tidak ada di zaman Rasulullah. Maka para Ulama ahli usul Fiqh menyusun
kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang
digunakan oleh Ulama penyusun ilmu Fiqh.
Perkembangan Ushul Fiqih yaitu :
 Pada masa nabi Muhammad
Pada masa ini berlangsung pada saat nabi  Muhammad
SAW masih hidup yaitu pada masa 610-633 M (Tahun 1-10
H). Pada masa ini, ushul fiqh belum di butuhkan, karena
Rasululah SAW memecahan segala permasalahan melalui Al-
Qur’an dan sunnah.
 Pada masa sahabat

Pada masa ini berlangsung pada tahun 632-662 M


atau 11-41 H. Pada masa ini penyelesaian masalah yang
dihadapi umat islam diselesaikan berdasarkan al-Qur’an
dan Sunnah Nabi. Sedang terhadap masalah yang belum
ada dalam al-Qur’an dan Sunnah diselesaikan
dengan ijtihad para sahabat baik ijtihad
jama’iy maupun fardy, dengan tetap berpedoman kepada al-
Qur’an dan sunnah nabi. Dengan demikian dalil hukum
pada masa ini kembali pada al-Qur’an, Sunnah nabi
dan ijtihad sahabat.

 Pada masa tabi’in

Tabi’in adalah generasi setelah sahabat. Mereka


bertemu dengan sahabat dan belajar kepada sahabat. Pada
masa tabi’in, metode istinbath menjadi semakin jelas dan
meluas disebabkan bertambah luasnya daerah Islam,
sehingga banyak permasalahan baru yang munculMetode
istinbath tabi’in umumnya tidak berbeda dengan metode
istinbath pada masa sahabat.
 Pada masa tabi’ut tabi’in
Pada masa ini muncul nya imam-imam adzhab yang
mempelopori istilah ushul fiqh.
 Pada masa mutakhirin
Tiap-tiap mujtahid memiliki kaidah-kaidah istinbath
hukum sendiri. Kaidah-kaidah itu ditulis dan dibukukan
oleh murid-muridnya. Dan sebelum dibukukan,
didiskusikan terlebih dahulu. Karena itulah dalam Ilmu
Ushul Fiqh juga timbul aliran-aliran.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali, Perbandingan Mazhab,2002, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Karim, A. Syafi’i, Fiqh Ushul Fiqh, 2006, Bandung: Pustaka Setia.
Sa‘id al-Khinn, Muhammad, Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi
Ikhtialaf al-Fuqaha, 1994, Beirut: Muassassah al-Risalah.
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, 1999, Jakarta: PT. Lentera
Basritama.

Anda mungkin juga menyukai