Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Fuad Mubarok

NPM : 2274130010
Dosen Pengampu :Prof. Dr. M. Damrah Khair, M.A.

1. Deskripsikan pertumbuhan dan perkembangan fikih sebagai ilmu dalam periode klasik
650-1250 M, periode Taqlid/pertengahan 1250-1800 M, dan periode modern 1800 – 2000
M, sertakan contohnya!
A. Periode Klasik 650-1250 M
Periode ini berlangsung selama masa pemerintahan bani Umayah dan bani
Abbasiyah. Periode ini dimulai pada tahun 41 H/661 M sampai pada tahun 656
H/1528 M. periode ini merupakan periode terlama dalam catatan sejarah
perkembangan fiqih islam. Hasil dari ketekunan dan keseriusan para ulama pada
periode ini, ilmu fiqih telah mencapai kemajuan yang amat pesat. Dan dari itensitas
kegiatan ijtihda dikalangan ulama telah ditemukannya metode -metode ilmiah dalam
menggali dan menetapkan suatu hukum. Mereka yang menggunakna metode ini untuk
mengeluarkan dan menetapkan keputusan hukum menyangkut suatu masalah yang
muncul dikalangan masyarakat muslim dikenal dengan Ilmu Mujtahid (Imam
Madzab). Pada periode ini ditemukan suatu fakta bahwa penulisan fiqih dan ushul
fiqih dalam bentuk kitab menjadi salah satu bentuk kegiatan paling menonjol
dikalangan intelektual muslim. Hal ini disebabakan oleh beberapa faktor diantaranya:
Besarnya perhatian para khalifah terhadap ilmu fiqih, Adanya kebebasan dalam
memberikan pendapat, Semakin banyaknya persoalan yang timbul, Adanya rujuakan
referensi sumber hukum Al-Quran hadist, fatwa sahabat dan fatwa tabi'in telah
dibukukan. Berkembangnya diskusi serta forum-forum ilmiah, Adanya penerjemah
berbagai ilmu pengetahuan kedalam bahasa Arab.
Ilmu fiqih terus mengalami perkembangan, sehingga ilmu hukum syaria't ini
menjadi delapan belas aliran madzab, diantaranya masih bekembang sampai sekarang,
yaitu: madzab Hanafi, Maliki, Hanbali, Syiah Zaidiyah, Syiah Imamiyah, Ibadi &
Zahiri. Dan sebagian madzhab tidak eksis lagi diantaranya: Auzai, Laisi, Tsauri, dll.
Walaupun begitu masingmasing dari madzab memiliki ciri khas tertentu. Walaupun
mereka memiliki pemikiran yang berbeda-beda tetapi mereka sependapat bahwa
sumber dan dasar syariat adalah Al-Quran dan As-Sunnah, Serta semua hukum
berlawanan dengan hukum kedua hukum ini wajib di tolak, dan juga masing-masing
madzab juga saling menghormati. Pada periode ini kajian ilmu fiqih semakin meluas,
seperti membahas tentang persoalan yang kemungkinan akan terjadi dimasa depan
yang disebut dengan obyek kajian fiqih iftiradli yang pertumbuahnnya diawali oleh
ulama kalangan madzab Hanafi. Sebagai bapak ushul fiqih Imam Syafii meletakkan
dasar-dasar metodologi pembentukan hukum islam. Dalam kitabnya Ar-Risalah,
Imam Syafi'I mengembangkan ushul fiqih menjadi satu disiplin ilmu. Secara
metodologis, beragam pendekatan dan tata cara istimbath hukum dalam ijtihad ini
telah berkembang dan mencapai sepuluh macam strategi yakni, ijma, qiyas, istidlal,
istihsan, istishab, fatwa sahabat, urf, masalih mursalah, zara'I dan syariat sebelum
islam.
B. Periode fiqh masa taklid/pertengahan 1250-1800 M
Periode ini dikenal juga dengan periode taklid, jumud, penutupan pintu ijtihad, abad
pertengahan dan lain-lain. Periode ini berlangsung sejak dari runtuhnya Daulat
Abbasiyah dan leburnya Khilafah Utsmaniah. Kekuasaan bani Abbasiyah mengalami
keruntuhan ditandai dengan jatuhnya kota Baghdad ketangan tentara Mongolia
dibawah pimpinan Hulaku pada tahun 656 H. akibatnya dunia islam dalam keadaan
terpecah belah, terjadi perebutan kekuasaan, dan telah menjerumuskan komunitas
pada masa kegelapan dan kemunduran. Pada abad ke 17 M, yang lebih tepatnya
dimulai pada 1683 M, bangsa Barat mengadakan ekspansi kolonianya ke Negara-
Negara Islam, sehingga sebelum PD 1 seluruh dunia Islam telah berada di bawah
kekuasaan penjajah. Para kolonialis memaksakan berlakunya budaya dan hukum
sekuler, yakni hukum yang timbul di Eropa setelah adanya pemisahan kekuasaan
gereja dengan Negara, pada semua daerah penjajahan. Hal ini mengakibatkan
munculnya dualism didunia Islam seperti pemilahan antara ilmu pengetahuan umum
dan ilmu pengetahuan agama, sekolah umum dan sekolah agama. Para kolonialisme
yang mengetahui kulit islam, mereka juga menyebarkan gambaran yang keliru
tentang islam. Permasalahan mengenai taklid memang merajalela pada periode ini,
akan tetapi tidak berarti ijtihad tidak ada. Bahkan pada permulaan fase ini, sejumlah
orang yang tidak layak berijtihad juga ikut berijtihad. Sehingga Al-Kharkhy (440 H)
mengeluarkan fatwa bagi yang ingin berijtihad supaya mengikuti metode imam
Madzabnya. Banyak orang yang menyebut pada fase ini adalah fase jumud, tetapi
kenyataannya dalam fase ini para fuqaha cukup aktif mendalamai, mengkaji,
menganalisis, mengolah dan mengkritik pendapat-pendapat fuqaha sebelumnya,
meskipun pendapat itu di cetuskan oleh Imam Madzabnya. Selebihnya, pada tahun
922 H, Khalifah Utsmaniyah dapat mempersatukan sebagian dari dunia islam. Akan
tetapi pada tahun 1923 M Kamal Attaturk, seorang pemuda Turki yang lebih condong
dengan hukum positif Barat membubarkan Khilafah ini. Hasil dari pendalam yang
mendasar, pada periode ini dapat memperkaya hazanah ilmu fiqih dengan bermacam
bentuk kitab fiqih yang dapat dijadikan standar bagi bermacam bidang disiplin ilmu di
dalam fiqih islam. Kitab-kitab tersebut ada yang berbentuk matan, syarah, hasyiyah,
dll.
C. Fiqih periode modern 1800-2000 M
Setelah mengalami kelesuhan, kemunduran beberapa abad lamanya, pemikiran islam
bangkit kembali, kebangkitan islam ini terjadi pada abad ke-19. Kebangkitan kembali
pemikiran islam timbul sebagai reaksi terhadap sikap taklid tersebut yang telah
membawa kemunduran hukum islam. muncullah gerakan-gerakan baru diantara
gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada al-qur’an dan sunnah.
Gerakan ini sering disebut gerakan modernis atau gerakan salaf (salafiyah) yang ingin
kembali kepada kemurnian ajaran islam di zaman salaf (permulaan), generasi awal
dahulu. Sikap keberagaman umat Islam di Dunia yang cenderung fatalistik,
semaraknya gerakan modernisme di Timur Tengah dan interaksi dengan peradaban
Barat yang dibawah penjajahan belanda akhirnya melahirkan gerakan pembaharuan
islam di Indonesia. mereka tampil membawa pembaharuan-pembaharuan seperti
pembukaan pintu ijtihad, pemanfaatan potensi akal secara maksimal, kebebasan
berbuat dan pemurnian ajaran islam dari praktik-praktik taqlid, bid’ah, dan churafat.
Gerakan modernis Islam dapat dipahami sebagai gerakan yang muncul pada periode
sejarah Islam modern. Gerakan ini merupakan aliran dalam Islam yang pola pikir
sesuai dengan perkembangan modern. Modernisme Islam adalah gerakan untuk
mengadaptasi ajaran Islam kepada pemikiran dan kelembagaan modern. Modernis
dalam bahasa Arab sering diasosiasikan dengan istilah tajdid, yang diartikan
pembaharuan. Faktor-Faktor yang menyebabkan munculnya ide moderenisasi fiqih
adalah diantaranya. 1) Faktor internal, pentingnya melakukan kajian ulang terhadap
pemikiran masa lalu dilandasi oleh kenyataan bahwa sebagian umat islam generasi
pasca imam-imam mujtahid menganggap karya-karya para mujtahid sebelum mereka
bersifat universal dan lestari. 2) Faktor eksternal, Penjajahan barat terhadap hampir
seluru dunia islam, termasuk indonesia yang dijajah belanda, membuat kondisi umat
islam semakin memprihatinkan. Nilai-nilai pembaharuan (Modernisasi Islam)
mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan umat islam, sehingga akibat gerakan
pembaharuan yang tersiar dikalangan negara-negara islam, maka tumbulah rasa
kesadaran pada umat islam untuk mengikuti gerakan pembaharuan tersebut, sehingga
menimbulkan suatu “kebangkitan dunia islam”, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
pendidikan dan politik dan sekaligus tumbuh gerakan menentang penjajahan.
Kebangkitan dunia islam tersebut dilatar belakangi oleh adanya negara islam satu
demi satu jatuh ketangan bangsa barat yang giat menyebarkan agama kristen di abad
18-19 M. Umat islam mulai sadar betapa berat penderitaan yang dialami dibawah
penjajahan orang kristen. Maka mulailah mengintropeksi diri dalam segala aspek
kehidupan, bidang agama, politik, sosial, budaya, ekonomi dan lainlain. Adapun
contoh-contoh hasil dari setiap periode adalah: Periode Klasik 650-1250 M
(munculnya ulama-ulama fiqh yang memiliki cara berbeda-beda dalam mengambil
keputusan dalam pemahaman fiqh atau yang biasa disebut sebagai mujtahid atau
imam madzhab, dan juga banyak pendapat dari para sahabat dan juga para tabi’in
yang dibukukan).
Periode Taqlid 1250-1800 M (pada masa ini terjadi kemunduran dalam hal
fiqh, yang mana pada masa ini ulama hanya berpegang terhadap pendapat ulama-
ulama terdahulu tanpa adanya pemikiran pembaharuan dari ulama pada masa
tersebut). Periode Modern 1800-2000 M (pada masa ini barulah umat islam bangkit
dari keterpurukan yang disebabkan pada masa sebelumnya dan mulai banyak yang
kembali membuka pintu untuk ijtihad, dan pada masa ini perkembangan islam mulai
pesat dengan bidang ilmu pengetahuan, pendidikan dan juga politik)
2. Apa yang anda ketahui tentang KHI dan bagaimana persepsi anda tentang hal
tersebut?
KHI di Indonesia merupakan rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang
diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh ulama fiqh yang biasa dipergunakan
sebagai referensi pada Pengadilan Agama untuk diolah dan dikembangkan serta
dihimpun ke dalam satu himpunan. Himpunan tersebut inilah yang dinamakan
kompilasi. Apabila dihubungkan dengan penggunaan termkompilasi dalam konteks
hukum Islam di Indonesia, maka kompilasi bisa dipahami sebagai fiqh dalam bahasa
perundang-undangan, yang terdiri dari babbab, pasal-pasal, dan ayat-ayat. Kedudukan
Kompilasi Hukum Islam dalam sistem hukum nasional adalah sebagai pedoman atau
petunjuk para hakim Peradilan Agama dalam memutuskan dan menyelesaikan perkara
(yang diatur dalam kompilasi, yaitu hukum perkawinan, perwakafan, kewarisan). KHI
disusun atas prakarsa penguasa Negara, dalam hal ini Ketua Mahkamah Agung dan
Menteri Agama (melalui Surat Keputusan Bersama) dan mendapat pengakuan ulama
dari berbagai unsur. Secara resmi Kompilasi Hukum Islam merupakan hasil
konsensus (ijma) ulama dari berbagai golongan melalui media lokakarya yang
dilaksanakan secara nasional, yang kemudian mendapat legalisasi dari kekuasaan
negara. Peyusunan KHI dapat dipandang sebagai suatu proses transformasi hukum
Islam dalam bentuk tidak tertulis ke dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
penyusunannya dapat dirinci pada dua tahapan. Pertama, tahapan pengumpulan bahan
baku, yang digali dari berbagai sumber baik tertulis maupun tidak tertulis. Kedua,
tahapan perumusan yang didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan sumber hukum Islam (Alquran dan Sunnah), khusunya ayat yang teksnya
berhubungan dengan substansi KHI. Dalam penyusunan KHI, secara substansial
dilakukan dengan mengacu kepada sumber hukum Islam yakni Alquran dan Sunnah,
dan secara hirarkial mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun isi dari KHI diantaranya adalah mengenai pencatatan perkawinan
(dalam pasal 5,6,7), asas perkawinan monogami (dibahas dalam pasal
55,56,57,58,59), perceraian di pengadilan (pasal 115), pembatasan usia pernikahan
(pasal 15), izin poligami (pasal 57), pembagian warisan dengan cara damai (pasal
183), ahli waris pengganti (pasal 185), wasiat wajibah (pasal 209), warisan anak zina
(pasal 186), sistem pewarisan kolektif (pasal 189), harta Bersama atau gono-gini
( pasal 190), wakaf dan sertifikasi dan saksi, larangan perkawinan beda agama (pasal
40). Buku kompilasi hukum islam dibagi dalam tiga bagian, perkawinan, perwakafan,
kewarisan. Tujuan Kompilasi. 1) Melengkapi pilar Peradilan Agama, 2) Menyamakan
persepsi penerapan hukum, 3) Mempercepat proses Taqribi Bainal Ummah, 4)
Menyingkirkan paham Private Affairs Sebagai perangkat hukum.
KHI telah menampung bagian dari kebutuhan masyarakat di bidang hukum
yang digali dari (sumber) nilai-nilai hukum yang diyakini kebenarannya. KHI dapat
memberikan perlindungan hukum dan ketentraman batin bagi masyarakat, karena ia
menawarkan simbol-simbol keagamaan yang dipandang oleh masyarakat sebagai
sesuatu yang sakral. Ia juga mengakomodasi berbagai pandangan dan aliran
pemikiran dibidang fiqh yang secara sosiologis memiliki daya pesan dan daya layak
untuk dilaksanakan oleh warga masyarakat yang memerlukannya. Kompilasi Hukum
Islam diharapkan dapat menyatukan wawasan hakim Peradilan Agama di Indonesia
dalam memecahkan berbagai masalah yang dimajukan kepada mereka., Kompilasi
Hukum Islam ini, diharapkan dapat (1) memenuhi asas manfaat dan keadilan
berimbang yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam, (2) mengatasi berbagai
masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) untuk menjamin kepastian hukum, dan (3)
mampu menjamin bahan baku dan berperan aktif dalam pembinaan hukum nasional.

Anda mungkin juga menyukai