2
Ibid.26
pertentangan kedua aliran ini baru mereda setelah murid-murid kelompok ahl al-ra’yi
berupaya membatasi, mensistematisasi, dan menyusun kaidah ra’yu yang dapat
digunakan untuk meng-istinbath-kan hokum. Imam Muhammad bin Hasan al-Shyabani,
murid Imam Abu Hanifah, mendatangi Imam Malik di Hijaz untuk mempelajari kitab al-
Muwatta yang merupakan salah satu kitab ahl al-hadits. Sementara itu, Imam al-Shafi’I
mendatangi Imam al-Shyabani di Irak. Disamping itu, Imam Abu Yusuf juga berupaya
mencari hadits yang dapat mendukung fiqh ahl al-ra’y.
Atas dasar ini, banyak ditemukan literature fiqh kedua aliran yang didasarkan atas
hadits dan ra’yu. Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunan
kitab fiqh dan ushul fiqh.
Berdasarkan analisis sejarah, ada beberapa faktor pendorong terhadap
perkembangan pesat Hukum Islam pada saat itu sehingga mencapai puncaknya,
diantaranya adalah:
1. Perhatian yang besar dari pemerintahan Abbasiyah terhadap Hukum Islam dan para
pakar atau ahlinya.
Hal tersebut dapat dilihat dari sikap para khalifah yang mau mendekati para
Fuqaha dan memposisikannya ditempat yang terhormat.
2. Luasnya wilayah kekuasaan pemerintahan Islam
Pada pemerintahan Abbasiyah perluasan wilayah sudah mencapai Spanyol
sampai dengan Cina. Sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah mempunyai corak
kultur dan kehidupan social yang berbeda-beda.
3. Kebebasan berpendapat.
Setiap Ulama bebas mengeluarkan pendapat dan pandangannya terhadap satu
persoalan hokum sehingga dalam satu kasus ada banyak pendapat dan pandangan.
4. Dinamika sosio-kultural yang terjadi di masyarakat.
Kondisi masyarakat atau kehidupan sosialnya pun ikut berperan dalam
memberikan pengaruh terhadap statemen atau pendapat yang dikeluarkan oleh para
Ulama.
5. Terbukanya forum diskusi secara luas.
Terbukanya forum diskusi secara luas ini merupakan implementasi dari
beberapa faktor diatas. Iklim social-politik yang kondusif serta persoalan sosio-
kultural yang terus berkembang dan semakin kompleks membuka peluang yang luas
untuk mengadakan diskusi dan tukar pendapat diantara para Ulama.
6. Sikap terbuka dikalangan Ulama.
Walaupun diantara Ulama banyak muncul perbedaan pendapat, namun
mereka selalu bersikap terbuka, terbuka dalam mempublikasikan atau menjelaskan
pendapatnya ataupun terbuka dalam menerima masukan diantara mereka, yang pada
akhirnya melahirkan sikap saling menghormati dan menghargai pendapat orang lain.3
3
Ibid.33
Masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan hokum Islam (abad ke-7-
10M), disebut juga masa keemasan hokum Islam. Masa ini ditandai dengan
meninggalnya atau berakhirnya periode Khulafaur Rasyidin yang kemudian muncul
periode khalifah Umayyah (662-750 M) dan Khalifah Abbasiyah (750-1258 M).
kedua periode kekhalifahan tersebut berkembang fiqh Islam sehingga dalam literatur
hokum Islam disebut hokum fikih Islam itu tumbuh subur perkembangannya di
zaman kekhalifahan Umayyah dan berbuah di zaman kekhalifahan Abbasiyah. Di
zaman itulah lahir pula perawi-perawi hadits seperti Imam Bukhari (w. 875 M), Imam
Muslim (w. 875 M), Ibn Majah (w. 877 M), Abu Daud (w. 889 M), At-Tirmidzi (w.
892 M) dan An-Nasa’I (w.915 M).
Pada masa tersebut Hukum islam berkembang sehingga hampir tidak ada
permasalahan yang tidak mempunyai penyelesaian hokum. Faktor penyebabnya
adalah khalifah yang silih berganti itu mendukung dalam pengertian system yang
kondusif lahirnya pemikir hokum melalui berbagai penalaran istinbath, diantaranya
qiyas, ijtihad, istihsan, maslahat mursalah, dan sejenisnya.
Sejak abad ke-10 dan 11 Masehi, ilmu hokum Islam mulai berhenti
berkembang di penghujung pemerintahan Bani Abbas yang ditandai dengan
munculnya paham bahwa pintu ijtihad sudah tertutup. Artinya, hampir semua
persoalan hokum sudah mempunyai jawaban yang dikaji dari kitab fikih. Dari zaman
ini pula munculnya paham taklid kepada ulama pendahulu sehingga disebut zaman
kelesuan pemikiran hokum Islam. Selain itu, muncul ketidakstabilan politik sebagai
akibat luasnya wilayah kekuasaan pemerintahan kekhalifahan dalam Islam.4
Pada fase ini perkembangan hokum Islam ditandai dengan munculnya aliran-
aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hokum. Walaupun
panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak
(golongan Khawarij dan Syiah), tetapi fase ini disebut juga masa keemasan umat
Islam karena keilmuan di berbagai bidang berkembang pesat. Berikut ini faktor-faktor
yang memengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan:
1. Faktor politik.
2. Faktor perluasan wilayah
3. Faktor perbedaan penggunaan Ra’yu
4. Faktor perkembangan ilmu pengetahuan
5. Faktor lahirnya para tokoh mujtahid
6. Faktor terbukukannya sumber Tasyri’5
Dalam periode-periode ini pula, barulah dibuat aturan-aturan ijtihad disusun
Ushul Fiqh dan barulah hasil ijtihad itu dibukukan. Dalam periode ini pula mereka
para mujtahidin mulai memperluas hokum dan membuat macam-macam masalah
yang di reka-reka. Dalam periode yang telah lalu hokum-hukum itu diberikan dan
dicari, jika telah ada kejadian yang menghajatinya. Dalam periode ini pula muncul
berbagai mazhab dan berjangkit perselisihan dengan hebat dan luas.
4
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A.,Hukum Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,2006)hlm.71
5
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.,Ikhtisar Tarikh Tasyri’,(Jakarta: Amzah,2013)hlm.87
Dalam periode ini timbul pertentangan pendapat tentang:
1. Menggunakan hadits untuk menjadi dasar syara’ (hokum); karena telah bertebaran
hadits palsu yang dibuat oleh para pendusta (perusak agama).
2. Memakai ijma’ sebagai dasar tasyri’. Sebagai mana mereka berselisih tentang hal
istihsan, demikian pula pertengkaran faham antar ahli qiyas dengan ali hadits
dalam hal mempergunakan qiyas, makin menghebat.6
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Hukum Islam,(Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra,1997)hlm.62