Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK DOSEN PENGAMPU

TARIKH TASYRI’ IRFAN ZULFIKAR,M.Ag

“TARIK TASYRI’ PADA MASA SAHABAT KECIL DAN TABI’IN”

Disusun oleh :

DINDA VEGA ELVIONIC (12020224625)

IQBAL PRATAMA MUHADDIST (12020213909)

SITI RAHMAWATI (12020224780)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Pekanbaru,19 November 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tasyri‟ pada periode sahabat kecil dan tabi‟in di mulai oleh Bani Umayyah yang
didirikan oleh Mu‟awiyah ibn abi sufyan pada tahun 41H. Hingga timbul berbagai
segi kelemahan pada kerajaan Arab pada awal abad ke 11 H. periode ini disebut
„amul jama‟ah karena dimulai dengan bersatunya pendaat jumhur islam. Hanya saja
benih perselisihan politik belum saja padam, masih ada orang yang menyisihkan
perselisihan dan tipu daya terhadap Mu‟awiyah dan keluarganya.Seperti adanya
golongan Khawarij dan syi‟ah.
Mulainya Tarsyri‟ pada periode ini yaitu awal abad ke-2 H dan berakhir pada abad
ke-4 H. kurang lebih periode ini berjalan sekitar 200 tahun yang dikenal dengan fase
umam – imam Mujtahidin juga pembukaan da pembangunan madzhab. Dengan
demikian terbentuklah berbagai macam madzhab dalam bidang fiqh, yang di
pelopori oleh para ulama mujtahidin yang menjadi imamnya dari madzhab –
madzhab masing – masing.
Pada periode ini islam tumbuh dan berkembang menjadi pesat serta membuahkan
khazanah hukum islam. Sehingga periode ini dikenal dengan periode keemasan bagi
perundang – undangan hukum islam. Para ulama mempunyai ilmu pengetahuan dan
semangat yang tinggi, juga kemantapan iman yang kuat dengan dibanttu oleh para
tokoh masyarakat atau disebut juga para imam madzhab dan sahabat – sahabatnya.
Dinamakan periode ini pembukuan karena usaha atau gerakan untuk membukukan
sertamenulis terhadap hukum islam ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, yang
sempat dibukukan pada kesempatan itu adalah fatwa-fatwa dari kalangan sahabat,
tabi‟in, as-sunnah serra berbagai komentar secara mendalam tentang tafsir Al-Quran
dan lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tasryik Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in?
2. Apa Pengaruh Aliran Politik Khawarij, Syi‟ah dan Sunni ?
3. Apa Sumber Tasyri‟ pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in ?
4. Bagaimana Penerapan Tasyri‟ pada Masa Sahabat ?
5. Bagaimana Pengaruh Aliran Ahli Hadist dan Ahli Ra‟yu ?
6. Siapa Mufti pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Tentang Faktor Tasryik Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in
2. Mengetahui Tentang Pengaruh Aliran Politik Khawarij, Syi‟ah dan Sunni
3. Mengetahui Sumber Tasyri‟ pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in
4. Mengetahui Penerapan Tasyri‟ pada Masa Sahabat
5. Mengetahui Tentang Pengaruh Aliran Ahli Hadist dan Ahli Ra‟yu
6. Mengetahu Tentang Mufti pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi‟in
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Tasyri’ Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in


Setelah masa khalifah yang keempat berakhir fase selanjutnya adalah zaman tabi‟in
yang pemerintahannya dipimpin Bani Umayyah. Pada fase ini merupakan zaman di mana
Islam menempati kejayaannya, yang banyak memberikan kemajuan-kemajuan yang pesat,
fase yang bermula abad ke-2 H dan berakhir abad ke-4 H, yang kurang lebih berjalan 200
tahun, tepatnya pada masa pemerintahan Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan1 (tahun 41 H).
Fitnah besar yang dihadapi umat islam pada akhir pemerintahan khalifah Ali adalah
Tahkim yaitu perdamaian antara Ali sebagai khalifah dan Mu‟awiyah bin abi sufyan sebagai
gubernur Damaskus. Pendukung Ali yang tidak menyetujui tahkim membelot dan tidak lagi
mendukung Ali, selanjutnya mereka disebut kelompok Khawarij. kelompok ini disebut-sebut
yang merencanakan pembunuhan terhadap Ali dan Mu‟awiyah, namun hanya Ali yang
berhasil dibunuh. Mu‟awiyah mengambil alih kepemimpinan umat Islam. ketika itu umat
Islam terpecah menjadi tiga kelompok yaitu penentang Ali dan Mu‟awiyah (Khawarij),
pengikut setia Ali (Syiah) dan Jumhur Ulama2.
Saat itu pandangan pemerintah kepada ilmu pengetahuan sungguh antusias terbukti
dengan banyaknya pembukuan-pembukuan ilmu pengetahuan yang terdiri diantaranya
tentang hukum-hukum Islam, As-sunnah, Tafsir dll. Karena banyaknya para sahabat-sahabat
yang sudah wafat, maka sebagian sahabat yang masih hidup adalah sebagai guru dari orang-
orang yang meminta fatwa serta belajar kepadanya, mereka mempunyai hadits-hadits yang
diriwayatkan dalam jumlah yang besar, sebagian diantaranya; Musnad Abu Hurairah 313
halaman dari Musnad Ahmad bin Hambal, Musnad Abdullah bin Umar 156 halaman,
Musnad Abu Bakar tertulis 84 halaman, Musnad Umar yang tertulis 41 halaman serta
Musnad Ali dalam 85 halaman.
Sumber hukum Islam yang dulunya bermula dipandang hanya dalam tekstual dan bersifat
kaku akan tetapi seiring berjalannya fase-fase keemasan lahir para cendikiawan-cendikiawan
muslim yang mampu memberikan penerangan

1
Roibin, Tasyri’ dalam lintas sejarah, 2007.
2
http://paijolaw.googlepages.com/SEjarah.ppt.
hukum yang tak hanya memandang secara teks saja akan tetapi juga konteks,
yang berdasarkan dhuruf wal hal yang seiring berkembang dalam dunia Islam.
Selain terpandang dalam perkembangan pembukuan-pembukuan ilmu
pengetahuannya periode ini merupakan periode sejarah di mana para Jumhur bersepakat
untuk bersatu atau yang dikenal sebagai Amul Jamaah (tahun persatuan Islam) akan tetapi
kondisi sosial politik juga masih memanas yang berawal pada benih-benih perselisihan
politik yang mengakibatkan perselisihan dan tipudaya terhadap pemerintahan. Kelompok
pembrontak ini terbagi menjadi dua kelompok diantaranya:3
 Golongan Khawarij yang sebagian gerakan politiknya mengancam untuk membunuh
raja yang zhalim dan keluarganya.
 Golongan Syi’ah berpendapat bahwa pemerintahan merupakan hak Ali dan
keluarganya, jadi setiap orang yang merampas hak itu maka ia adalah zhalim dan
pemerintahannya tidak sah.
B. Faktor Penyebab Berkembangnya Tasyri’
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran
politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya
suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan
Khawarij dan Syi‟ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga
masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan
keilmuan, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya:
1. Bidang politik
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-
aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Pada bidang
ini timbul tiga golongan politik, yaitu: Khawarij, Syiah dan Jumhur Ulama. Masing-
masing kelompok tersebut berpegang kepada prinsip mereka sendiri4.
2. Perluasan Wilayah
Sebagimana yang kita ketahui perluasan wilayah Islam sudah berjalan pada
periode khalifah (Sahabat) yang kemudian berlanjut pada periode Tabiin mengalami
perluasan wilayah yang sangat pesat5 dengan demikian telah banyak daerah-daerah yang
telah ditaklukan oleh Islam, sehubungan dengan itu semangat dari para ulama untuk
mengembalikan segala sesuatunya terhadap sumber-sumber hukum Islam, yang seiring

3
Muhamad Al-Khudori, Tarikh Tasyri’ Al-Islamy, Haramain, hal 133
4
http://el-ghazali.blogspot.com. diakses: 17-04-2009, 12.33 AM.
5
Roibin, op. cit. hal 45
banyak terjadi perkembangan kebutuhan hukum untuk terciptanya kemaslahatan
bersama.
3. Perbedaan Penggunaan Ra’yu6
Pada periode ini para ulama dalam mengemukakan pemikirannya dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu; aliran Hadits yaitu para ulama yang dominan
menggunakan riwayat dan sangat “hati-hati” dalam penggunaan ra’yu.Dankedua adalah
ulama aliran ra’yu yang banyak dalam penggunaan pemikirannya dengan
ra’yudibandingkan dengan Hadits, dengan demikian adanya perkembangan pemikiran
yang dapat mendorong perkembangan hukum Islam.
4. Fahamnya Ulama Tentang Ilmu Pengetahuan
Selain telah dibukukannya sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-
hadits sebagi pedoman para ulama dalam penetapan hukum, para ulama pun sudah faham
betul dengan keadaan yang terjadi serta para ulama-ulama yang dahulu dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan suatu peristiwa dapat terpecahkan sehingga keputusan-
keputasan itu dapat dijadikan yurispudensi pada masa hakim saat ini.
5. Lahirnya Para Cendikiawan-Cendikiawan Muslim
Dengan lahirnya para cendikiawan-cendikiawan muslim seperti Abi Hanifah,
Imam Maliki, Imam Syafi‟I dan juga para sahabat-sahabatnya dengan pemikiran-
pemikiran yang dimiliki telah berperan dalam pemprosesan suatu hukum yang
berkembang dalam masyarakat.
6. Kembalinya Penetapan Hukum Pada Ahlinya
Berkembangnya keadaan yang terjadi di sekitar membuat banyak permaslahan-
permasalahan baru yang terjadi, dengan demikian umat Islam baik itu para pemimpin
negara maupun hakim-hakim pengadilan mengembalikan permasalahan-permasalahan
terjadi pada para mufti-mufti dan tokoh-tokoh ahli perundang-undangan.7
C. Pengaruh Aliran Politik Khawarij, Syi’ah dan Sunni
1. Khawarij
Pemahaman Khawarij ini berimipikasi terhadap pemahaman fiqih.Beberapa pendapat
mereka yang dapat dikemukakan diantaranya adalah masalahthaharah. Sebagaimana
disebutkan oleh Manna Al-Qatthan, kaum Khawarij salahsatu kelompok Islam yang
paling ekstrim dalam melihat sesuatu, baik itu dalamiman atau kekafiran.Khawarij

6
Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003. Hal 55
hanya mengakui Al-Qur‟an sebagai satu- satunya sumber Tasyri‟sehingga mereka tak
mengakui adanya sunnah, ijma‟ atau yang lainnya.
Akibatnya adalah mereka selalu menentang dan tidak sependapat ketika salah
satu paham berbeda dengan Al-Quran. Hal ini terlihat ketika mereka
menilai bagaimana para sahabat atau tabi‟in menggunakan sunnah dan ijma.8
2. Syi‟ah
Lantaran kesendirian Syi‟ah dalam kehendak dan buruk sangkanya terhadap orang
yang berbeda dengannya, itu membawa pengaruh dalamterhadap fikih Islam di antara
mereka. Dan hal itu terjadi karena fikih menurutmereka, meskipun bersandar pada Al-
Qur‟an dan Sunnah, tetap sajamenyalahi fikih ahli sunnah dalam beberapa segi.
Pertama,Syi‟ah menafsirkan Al-Qur‟an dengan penafsiran
yangsesuai prinsip yang dianutnya dan tidak menerima tafsir dan tidak menerima tafsi
ryang bersandar pada hadis yang bukan dari imamnya.
Kedua,mereka tidak menerima berbagai hadis, kaidah-kaidah dasar fikihdan masalah
furu, yang berasal dari Ahli Sunnah apapun jua tingkatkeshahihhannya.
Ketiga,mereka tidak mengakui Ijma‟ seperti pokok -pokok syara‟ danmereka juga
tidak menerima Qiyas (analogi).Dari penjelasan ini, terlihat bahwa sikap mereka
dalam lingkaran isi terlalusempit hingga membuat fiqih itu kaku tidak lentur karena
banyak permasalahan yang berjalan bersama dalil-dalil bukan dari mereka dan
banyakhadis-hadis kuat dan pendapat-pendapat yang benar. Perbedaan mereka dalam
masalah pokok ini berpengaruh terhadap perbedaan dalam furu‟ cabang diantaranya:
a. Mereka berpendapat bahwa nikah mut‟ah (kawin kontrak) itu boleh sampai hari
kiamat, bahkan mereka memandangnya sebagai ibadah kepadaAllah. Dalam hal ini
mereka bersandar dengan ayat:“Maka isteri-
isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepadamereka
maharnya.”(An-Nisa: 24).Dan sebagian imam mereka berkata tidak termasuk
golongan kami orang yang tidak menghalalkan mut‟ah kami.
b. Syi‟ah tidak memperbolehkan seorang muslim menikah dengan ahli
kitab baik Yahudi maupun Nasrani. Dengan bersandarkan pada ayat :“Dan janganlah
kamu berpegang pada tali (perkawinan) denagan perempuan- perempuan kafir.”(Al-
Mumtahnah: 10).

8
Yayan Sopyan,Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam) h.104-105
c. Syi‟ah banyak berbeda dalam masalah waris. Mereka tidak memberi wariskepada
kaum wanita baik tanah maupun benda tak bergerak, tetapi hanyamendapat benda
bergerak saja, dan mereka melihat bahwa para nabimemberikan waris dan
mereka juga mendahulukan anak paman sekandungdari pada paman sebapak.9
3. Sunni
Golongan ini adalah orang-orang yang bersikap abstain (apolitis) dantidak ikut-ikutan
terjun kedalam pergolakan politik. Mereka tidak
mau bergabung dengan pasukan Ali dan para lawan politiknya. Kelompok inimenemp
uh jalur ilmu yang benar dan manhaj yang lurus serta kajian yangtepat dalam
memahami agama Allah, memahami secara teliti terhadap ajaran syari‟at berdasarkan
penjelasan Al - Qur‟an dan Sunnah yang suci serta riwayat-riwayat dari para sahabat,
serta menghindari segala pengaruh fitnahyang terjadi diantara sahabat diakhir khalifah
Ali bin Abi Thalib.10
Metode yang dipakai golongan ini pada akhirnya melahirkan dua aliran dalam
mengistinbat hukum Syari‟at:
a. Kelompok yang berpegang pada dzahirnya nash-nash saja dan pengikut aliran ini
dinamakan ahli hadits.
b. Kelompok yang mencari ilat-ilat hukum dan hikmahnya dari nash-nash baik Al-Qur‟a
dan sunnah dan kelompok ini dinamakan ahlulra‟yi.11
D. Sumber Tasyri’ Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in
Sebagaimana pada periode Sahabat-sahabat besar, sumber perundang-undangannya
juga tidak jauh berbeda, sumber-sumber perundang-undangan pada periode ini ada
empat macam,12 yakni:
a. Al-Qur‟an
b. As-Sunnah
c. Al-Ijma‟
d. Al-Qiyas
Apabila terjadi suatu peristiwa para ahli fatwa merujuk pada kitabulla. Mereka
memperhatikan nash yang menunjuk kepada hukum yang dimaksud, dan memahami

9
Muahammad Ali As-Sayis,Sejarah Fikih Islam,h. 101-103
10
Mufy World, Pengaruh aliran-aliran politik (syiah, khawarij dan sunni terhadap perkembangan hukumislam),
http://mufeecrf.blogspot.com/2011/08/pengaruh-aliran-aliran-politik-syiah.html,
11
Rasyad Hasan Khalil,Tarikh Tasyi (Sejarah Legsilasi Hukum Islam), Jakarta: Sinar GrafikaOffset, 2009, h. 83.
12
Roibin, op. cit. hal 47
nash itu. Pada periode ini ada dua hal yang bisa mempengaruhi segi pemeliharaannya,
yakni; penelitiannya dan penjagaannya dari segala macam perubahan. Dari
segolongan umat Islam ada juga yng bersungguh-sungguh menghafal al-Qur‟an dan
memperbaiki system atau bentuk penulisannya serta pemberian baris dan harokat.
Jika yang mereka maksud tidak terdapat dalam kitabullah mereka baru beralih
memperhatikan Sunnah Rasul. Karena jumhur beranggapan bahwa as-Sunnah itu
menyempurnakan pembinaan hukum yang berfungsi untuk menerangkan al-qur‟an.
Dan dikalangan jumhur tidak ada orang yang menentang pendapat ini. Orang yang
pertama kali memperhatikan kekurangan ini adalah Imam bin Abdul aziz pada awal
abad ke II H. Ia menulis pada pekerjanya di Madinah Abu Bakar Bin muhammad bin
Amr bin Hazm 13:“Lihatlah hadits-hadits Rasulullah s.a.w. atau sunnah beliau yang
ada, kemudian tulislah karena sesungguhnya saya takut terhapusnya ilmu dan
perginya (meninggalnya) ulama‟. (Diriwayatkan oleh Malik dalam Mwatha‟ dan
riwayat Muhammad bi hasan). Jika mereka tidak mendapatkan pula dalam nash-nash
hadits barulah mereka berijtihad dengan mempergunakan Qiyas memperhatikan ruh
(jiwa) syari‟at dan memperhatikan kemashlahatan umat. Apabila ijtihad para sahabat
itu dilakukan bersama-sama dengan mengambil keputusan bersama, maka itu disebut
dengan Ijma’ sahabat.14
E. Penerapan Tasyri’ Pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in
Pada masa ini, wewenang untuk menetapkan tasyri‟ dipegang oleh generasi tabi‟in
yang selalu menyertai para sahabat yang mempunyai keahlian dalam bidang fatwa
dan tasyri‟ di berbagai kota besar. Dari para sahabat yang ahli itulah para tabi‟in
mempelajari Al-qur‟an dan menerima riwayat hadits serta bermacam-macam fatwa.
Generasi ini memakai khittah yang telah dilalui oleh para sahabat yaitu kembali
kepada dasar-dasar tasyri‟ dan memperhatikan benar-benar prinsip-prinsip yang
umum dalam mentasyri‟kan hukum. Karena itu mereka akan memberikan fatwa
terhadap kejadian-kejadian yang telah terjadi saja dan karena itulah perselisihan
paham diantara mereka belum meluas.15
Pada masa ini pula, mulai timbul pertukaran pikiran dan perselisihan paham
yang meluas yag mengakibatkan timbulnya khittah-khittah baru dalam mentasyri‟kan
hukum bagi pemuka-pemuka tasyri‟ tersebut dan dalam hal ini disebabkan oleh

13
Hudhari Bik, Tarjamah Tarikh Tasyri’ al-Islami, hal.299
14
M. Hasby Ash Shiddiqiey. Pengantar Ilmu fiqh. Pustaka Rizki putra, hal. 45
15
Ibid.hal 65.
perbedaan dalam memahami ayat-ayat hukum, cara berijtihad yang berbeda,
perbedaan pandangan tentang maslahah, tingkat kecerdasan pikiran, tempat tinggal
para pemuka tasyri‟ yang berlainan daerah(tidak satu lingkungan), dan cara
menggunakan ra‟yu yang berbeda. Selain itu, perkembangan zaman dan perbedaan
struktur masyarakat turut mempengaruhi timbulnya khittah-khittah baru dikalangan
pemuka-pemuka tasyri‟ tersebut. Telah dijelaskan di atas bahwa telah terjadi
perselisihan paham dalam menetapkan suatu hukum, selain beberapa penyebab
perbedaan yang telah disebutkan diatas, terjadinya perselisihan paham sahabat itu
karena perbedaan paham dan perbedaan nash yang sampai kepada mereka Karena
pengetahuan mereka tantang hadits yang tidak sama. Penyebab –penyebab perbedaan
tersebut menyebabkan perbedaan dalam hal furu‟(cabang) dan dalam hal ushul
mereka tetap sepakat.16
Akan tetapi, pada pertengahan abad kedua hijriah kekuasaan tasyri‟
dikendalikan oleh para mujtahidin ( abu hanifa dan sahabat-sahabatnya, Malik dan
sahabat-sahabatnya, Asy Syafi‟i dan sahabat-sahabatnya, Ahmad dan sahabat-
sahabatnya, dsb). Pada abad ini perbedaan yang awalnya tidak meluas menjadi meluas
kepada ushul atau dasar-dasar tasyri‟ dan hal ini menyebabkan pemuka-pemuka
tasyri‟ pecah dalam beberapa golongan yang masing-masing mempunyai
dasar,aliran,hukum furu‟ yang berbeda.
Penyebab-penyebab atau dasar-dasar perbedaan tasyri‟ di kalangan imam
mujtahidin adalah:
1. Dasar-dasar tasyri‟.

Perbedaan mujtahidin dalam dasar-dasar tasyri‟ diantaranya disebabkan oleh


perbedaan jalan menerima hadits dan dasar-dasar yang dipergunakan dalam
mentarjihkan hadits, serta dasar-dasar lainnya. Seperti halnya para mujtahidin di irak,
seperti imam abu hanifah dan sahabat-sahabatnya yang hanya berhujjah dengan
sunnah mutawatirah dan masyhurah saja. Dan mentarjihkan hadits –hadits yang
diriwayatkan oleh fuqoha-fuqoha yang mereka percaya.Sedangkan para mujtahidin
madinah seperti imam malik dan ashabnya mentarjihkan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh ulama-ulama di madinah dan meninggalkan hadits-hadits ahad
yang menyalahi amalan-amalan ulama madinah.

16
M. Hasby Ash Shiddiqiey.Opcit. hal 66
Selain mujtahidin yang telah dijelaskan di atas, imam-imam yang lain
berhujjah dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang adil,dapat
dipercaya, baik dari kalangan fuqaha maupun bukan , baik yang amalannya sesuai
dengan ulama madinah maupun tidak. Perbedaan tentang jalan menerima hadits ini
menimbulkan perbedaan pendirian yaitu, sebagian ulama menerima suatu hadits dan
sebagian yang lain menolak hadits tersebut. Dan sebagian ulama memandang kuat
atau rajih suatu hadits yang dipandang marjuh atau tidak kuat oleh ulama yang lain.
Seperti halnya dalam perbedaan pendapat para imam mujtahid dalam
penerimaan hadits, dalam bidang fatwa pun mereka juga mengalami perbedaan
mengenai fatwa-fatwa hasil ijtihad para sahabat. Seperti as syafi‟I yang berpandangan
bahwa fatwa sahabat adalah fatwa yang merupakan hasil ijtihad orang-orang yang
tidak ma‟shum, oleh sebab itu terkadang beliau mengambil salah satu dari fatwa
sahabat dan terkadang memberi fatwa yang tidak sama dengan fatwa sahabat. Lain
halnya dengan Imam malik yang mengambil makna yang beliau pandang kuat dari
fatwa-fatwa tersebut, beliau tidak mengambil fatwa dari seorang sahabat saja dan
beliau juga tidak menyalahkan fatwa-fatwa dari sahabat itu.17

Selain dalam bidang hadits dan fatwa, juga terdapat perbedaan penilaian dan
pandangan dalam hal qiyas.Jumhur ulama menerima qiyas sebagai dasar
tasyri‟sesudah Al-Qur‟an, hadits, dan Ijma‟.Walaupun mereka sependapat bahwa
qiyas adalah salah satu dasar tasyri‟ mereka tetap berselisih mengenai penetapan
illatnya.Sedangkan mujtahidin dari golongan Syi‟ah dan dhahiriyah menolak qiyas.

2. Kecenderungan (Nas‟ah) beristinbath.

Dasar –dasar perbedaan paham mujtahidin yang kedua adalah adanya kecenderungan
dalam beristinbath. Di kalangan para imam mujtahid terdapat dua kecenderungan
dalam berijtihad, yaitu:

Pertama ,kecenderungan ulama hijaz.

Kedua,kecenderungan ulama irak.

17
Roibin, Tasyri’ dalam lintas sejarah,Hal 52
Ulama-ulama hijaz dalam beberapa hal terbatas berpegang terhadap ra‟yu, sedangkan
ulama-ulama irak tidak membatasi dan meluaskan bidang pemakaiannya.18 Dan hal
ini bukan berarti bahwa ulama hijaz tidak memakai qiyas dan demilkian juga ulama
ra‟yu bukan berarti mereka tidak memakai hadits. Selain hal-hal tersebut, beberapa
hal yang menyebabkan timbulnya dua kecenderungan adalah hadits dan fatwa-fatwa
sahabat tidak banyak tersebar di irak tidak seperti halnya di hijaz. Ulama-ulama hijaz
bersandar kepada nash-nash dan mereka memperoleh atsar-atsar yang cukup banyak
untuk dijadikan pegangan mereka.

Sedangkan ulama irak tidak memperoleh atsar-atsar itu, oleh karena itu
mereka berpegang kepada akal lalu berijtihad dengan, memahami illat tasyri‟ dari
pengertian nash-nash itu, Para fuqaha kelompok ini berpendapat bahwa hukum-
hukum syara‟ itu ma‟qul makna (dapat dipikirkan maknanya) dan pada waktu itu
sebagian penduduknya banyak membuat hadits-hadits palsu dan juga betapa nekadnya
kaum syi‟ah membuat hadits-hadits palsu, sedangkan hal tersebut tidak di saksikan
oleh ulama-ulama hijaz oleh karena itu para ulama irak berlaku keras dalam
menetapkan persyaratan dalam penerimaan suatu hadits mereka hanya menerima
hadits yang masyhur dikalangan fuqaha-fuqaha saja. Karena hal-hal inilah ulama-
ulama irak harus membahas, menelaah, meneliti, meninjau, dan membandingkan
dengan menggunakan akal dan penyelidikan. Sedangkan ulama hijaz jarang
menghadapi kejadian-kejadian yang baru sehingga mereka terbiasa memahami nash
secara lahirnya saja, tidak membahas illat dan maksud tasyri‟nya.

3. Prinsip Bahasa.
Dari segi bahasa terdapat perselisihan diantara mereka(mujtahid) tentang
prinsip-prinsip bahasa. Diantara mereka ada yang berpendapat bahawa suatu nash itu
menetapkan suatu hukum pada mantuqnya (yang jelas di tunjuk oleh kata-kata itu)
dan menimbulkan kontra hukum pada mahfumnya ( pengertian yang diambil dari
keseluruhan susunan kalimat,bukan yang jelas ditunjukkan oleh kata-katanya). Dan
diantara mereka ada yang tidak berpendapat demikian, yaitu mereka yang
berpendapat bahwa „am (kata-kata yang artinya umum) yang belum di takhsiskan
(dibatasi dengan suatu ketentuan ) itu, memfaedahkan yakin didalam mencakup afrad-
afradnya (bagian-bagian yang masuk didalam pengertian yang umum itu). sedangkan

18
M. Hasby Ash Shiddiqiey.Opcit. hal 69
sebagian yang lain adapula yang berpendapat bahwa „am yang belum ditakhsiskan
tidak memberi faedah „am dalam mencakup semua afrad-afradnya.
Diantara mereka ada pula yang berpendapat bahwa muthlaq dipautkan dengan
muqayyad, hanyalah apabila bersatu hukumnya dan sebabnya. Adapula yang
berpendapat bahwa amr (kata perintah) menunjukkan kepada wajib bukan menunjuk
kepada sunnah atau yang lainnya, kecuali ada qarinah( dalil lain yang
menunjukkannya). Sedang yang lainnya berpendapat bahwa amr itu hanya menunjuk
kepada suruhan saja dan bukan kepada yang lainnya, qarinahlah yang menunjukkan
kepada yang wajib, sunnah, atau mubah.
F. Pengaruh Aliran Ahli Hadist dan Ahli Ra’yu
Pada masa tabi‟in ini para ulama‟ dibedakan menjadi dua aliran yaitu Al-Hadits
(madrasah al-madinah), al-hadits ra‟yu (madrasah al-kufah). Al-hadits adalah
golongan yang banyak menggunakan riwayat dan sangat berhati-hati dalam
penggunaan ra‟yu. Imam malik brpendapat bahwa, ijma‟ penduduk madinah
merupakan hujjah yang wajib diikuti. Dalam perkembangan selanjutnya aliran ini
terpecah, seperti aliran maikiyah, syafi‟iyah, hanbaliyah, dan hanafiyah.
Adapun ahli ra‟yu lebih banyak menggunakan ra‟yu ditambah
hadits.Munculnya dua aliran pemikiran hukum ini semakin mempercepat
perkembangan ikhtilaf. Dan pada saat yang sama, semakin memotifasi perkembangan
hukum Islam.
Kedua aliran tersebut, masing-masing memiliki pendapat dan pengikut sendiri.
Disisi lain munculnya dua aliran pemikiran hukum ini merupakan bukti bahwa dalam
Islam terdapat kebebasan berfikir dan masing-masing saling menghargai perbedaan
pendapat diantara mereka.19
G. Muffti – Muffti Pada Masa sahabat Kecil dan Tabi’in
Dari penduduk Madinah:
 Ummul Mu‟minin „Aisyah Ash Shiddiqah.
 Abdullah bin Umar.
 Abu Hurairah.
 Sa‟id Al Musayab Al Makhzumi.
 Urwah bin Zubair bin Awam Al Asadi.

19
https://juraganberdesa.blogspot.com/2019/11/pengaruh-ahli-hadist-dan-ahli-rayu.html. Diakses pada
Jumat:19-11-2001 jam 22.15
 Abu Bakar bin Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam Al Mahzumi.
 Ali bin Husain bin Ali bin Abu Tahlib al Hasyimi, dan lain-lain.
Dari penduduk Mekkah:
 Abdullah bin Abbas bin Abdul bin Abdul Muthalib.
 Mujahid bin Jabr maula Bani Mahzum.
 Ikrimah maula Ibnu Abbas.
 Atha‟ bin Abu Rabah maula Duraisy.
 Abu Zubir Muhammad bin Muslim bin Tadarus maula Hakim bin Hazm, dan lain-
lain.
Dari penduduk Kuffah:
 Al Qamah bin Qais An Nakha‟i.
 Masruq bin Asda‟ Al Hamdani.
 Ubaidah bin Amr As Silmani Al muradi.
 Al Aswad bin Yazid An Nakha‟i.
 Ibrahim bin Yazid An Nakha‟i, dan lain-lain.
Dari penduduk Bashrah:
 Anas bin Malik Al Anshari, pelayan Rasulullah.
 Abu „Aliyah Rafi‟ bin Mahran Ar Rayani maula Rauyah, puak kecil dari bani Tamim.
 Hasan bin Hasan Yasar maula Zaid bin Tsabit, dan lain-lain.
 Dari penduduk Syam:
 Abdur Rahman bin Ghunmin Al-Asy‟ari.
 Abu Idris Al Khulani „Aidzullah bin Abdullah.
 Qabishah bin Dzuaib, dan lain-lain.
Dari penduduk Mesir:
 Abdullah bin Amr bin Ash.
 Abul Khair Martsad bin Abdullah Al Yazini.
 Yazid bin Abu Habib maula Al Azdi, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasyri‟ pada masa ini dipimpin oleh bani umayyah pada awal abad 2 H sampai dengan abad 4
H. pada masa ini umat islam terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
a) Khawarij, yaitu golongan yang gerakan politiknya mengancan untuk membunuh raja yang
dzalim dan keluarganya.
b) Syi‟ah, yaitu golongan yang berpendapat bahwa ali dan keluarganya yang pantas untuk
memegang kekuasaan pemerintahan dan orang-orang yang merampas hak pemerintahan itu
maka ia dzalim dan pemerintahannya tidak sah.
Factor-faktor yang menyebabkan berkembangnya tasyri‟ pada masa ini antara
lain,bidang politik, adanya perluasan wilayah, perbedaan penggunaan ra‟yu, pemahaman
ulama tentang ilmu pengetahuan, munculnya cendekiawan-cendekiawan muslim, dan
penetapan hukum pada ahlinya. Selain itu, sumber-sumber tasyri‟ pada masa ini adalah Al-
Qur‟an, As-sunnah, Ijma‟, dan Qiyas.
Penerapan tasyri‟ pada masa ini dipegang oleh tabi‟in yang selalu menyertai sahabat
yang ahli dalam bidang fatwa dan tasyri‟. Pada masa ini pula mulai timbul pertukaran
pemikiran dan perselisihan paham diantara pemuka tasyri‟ yang disebabkan oleh perbedaan
dalam memahami ayat-ayat hukum, cara berijtihad yang berbeda, perbedaan pandangan
tentang maslahah, tingkat kecerdasan pikiran, tempat tinggal para pemuka tasyri‟ yang
berlainan(tidak dalam satu lingkungan), dan cara penggunaan ra‟yu yang berbeda.
Pada intinya, penyebab perbedaan tersebut adalah dalam hal cabang(furu‟)dan tidak
pada ushul. Pada pertengahan abad kedua hijriah , kekuasaan tasyri‟dikendalikan oleh para
imam mujtahid dan pada masa ini pula terjadi perbedaan diantara mereka yang di sebabkan
oleh perbedaan dasar-dasar tasyri‟, kecenderungan (nas‟ah) beristinbath, dan prinsip bahasa.
Beberapa tabi‟in pada masa ini adalah: Said bin musayyab, Nafi‟maula bin umar bin
khattab, Al-qamah bin Qo‟is An-Nakhal,Ibrahim an-nakhai, dan Hasan al-basri.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hudhori, Muhammad.Tarikh at-Tasyi’ al-Islami.al-Haromain.
Hasbi as-shiddieqy,Teungku Muhammad.Pengantar ilmu Fiqh.PT.Pustaka Rizki
Putra.Semarang.
Hudhari Bik.1980.Tarjamah tarikh al-tasyri’ al-islamy.Alih bahasa Muhammad
Zuhri.P.T.Darul Ikhya. Semarang.
Mubarok, Jaih. 2003. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung: Rosda.
M..Ali as-sayis.2003.Sejarah Fikih Islam.Pustaka al-kautsar.Jakarta
Roibin.2007. Tasyri’ dalam Lintas Sejarah.
http://el-ghazali.blogspot.com.
http://paijolaw.googlepages.com/SEjarah.ppt.
Yayan Sopyan,Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam) h.104-105
Muahammad Ali As-Sayis,Sejarah Fikih Islam,h. 101-103
Mufy World, Pengaruh aliran-
aliran politik (syiah, khawarij dan sunni terhadap perkembangan hukumislam),
http://mufeecrf.blogspot.com/2011/08/pengaruh-aliran-aliran-politik-syiah.html,
Rasyad Hasan Khalil,Tarikh Tasyi (Sejarah Legsilasi Hukum Islam), Jakarta: Sinar
GrafikaOffset, 2009, h. 83.
Roibin, op. cit. hal 47
https://www.academia.edu/7167475/pengaruh_khawarij_syiah_dan_sunni_terhadap_perkem
bangan_tasyri
https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/09/16/hukum-islam-pada-masa-sahabat-kecil/

Anda mungkin juga menyukai