Anda di halaman 1dari 10

MATA KUIAH: HUKUM ISLAM

PERT. 5: PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
MASA NABI HINGGA POST MODERN
ABDULLAH FIKRI, S.H.I., M.S.I.
Gambaran Masyarakat Arab Pra Islam
• Kehidupan yang menguatkan klen-klen sehingga terjadi persaingan antar klen / suku akibat upaya
untuk mempertahankan kehidupan karena kondisi alam yang mengharuskan mereka berjuang
untuk mempertahankan hidup.
• Persiangan antar klen / suku mengakibatkan pada terjadinya konflik-konflik sosial.
• Hukum diatur oleh siapa yang kuat.
• Peradban dan kebudayaan yang masih menindas antara manusia satu dengan yang lain, sehingga
terjadi kesenjangan sosial.
• Perempuan tidak dipandang sebagai manusia yang memiliki hak.
• Perempuan yang terlahir di suatu keluarga dianggap aib dan tidak dapat melanjutkan eksistensi
klen.
• Budaya partriarki yang sangat kuat memposisikan laki-laki mendominasi, sehingga dalam konteks
perceraian laki-laki sangat mudah untuk mengucapkan talak tiga sekalipun.
• Dlam konteks waris, perempuan tidak mendapatkan harta waris dari suami yang telah meninggal.
• Perempuan tidak mendapatkan posisi yang equal dan equity dalam kehidupan sosial.
• Inilah gambaran masyarakat Arab pra Islam, yang tidak menjunjung harkat martabat manusia,
terlebih lagi dalam konteks kesetaraan gender sangat tidak adil.
• Kemduian Islam datang untuk melakukan humanisasi dan liberasi melalui hukum-hukum yang
diturunkan dari Allah (wahyu) yang diberikan kepada Rasul Muhammad SAW untk untuk
dijadikandalam memutuskan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat Arab pada waktu itu.
Hukum Islam masa kenabian
Pada masa Rasul Muhammad SAW Hukum Islam berada pada fase pembentukan.
Muhammad sebagai Nabi sekaligus Rasul dibimbing langsung dan diberikan wahyu
dari Allah SWT untuk memecahkan persoalan-persoalan hukum yang terjadi diantara
individu-individu.
Persoalan yang ditanyakan oleh para sahabat atau para orang selain muslim, dijawab
melalui turunnya wahyu. Dengan demikian, apa yang disampaikan oleh Muhammad
sebagai jawaban atas persoalan yang terjadi merupakan petunjuk langsung dari Tuhan.
Disinilah kemduian wahyu (al-Wuran) sebagai dasar tertinggi untuk menentukan suatu
hukum.
Selanjutnya, Muhammad sebagai Nabi dan Rasul pun melakukanijtihad. Dengan
demikian, apa yang menjadi ijtihad Rasul yang kemudian menjadi sunnah dan
selanjutnya menjadi hadits-hadits menjadi dasar kedua dalam sumber hukum Islam.
Ijtihad Rasul Muhammad juga merupakan penjelas dari ayat-ayat al-Quran yang
memang perlu diperjals agar dapat diterima oleh sahabat dan masyarakat.
Dengan kata lain, bahwa masa kenabian Hukum Islam sedang mengalami
pembentukan melalui hukum-hukum yang ditetapkan oleh al-Quran dan penjelasan
serta ijtihad Rasul Muhammad SAW. Selanjutnya dalam perkembangan Hukum Islam
al-Quran dan Assunnah / al-Hadits menjadi sumber hukum Islam yang utama dalam
menetapkan hukum
Masa Khulafau Rasyidun
• Pada masa ini Hukum Islam mengalami perkembangan dalam hal ijtihad. Empat kholifah pada masa
ini melakukan upaya pengembangan wilayah dan peningkatan ketertiban dalam ketatanegaraan,
hukum, ekonomi dan sosial budaya.
• Di era Abu Bakar, ketika terjadi persolan hukum, maka Abu Bakar mengumpulkan para sahabat
untuk menggali dalil al-Quran dan Sunnah Rasul yang pernah diterapkan dalam memecahkan
persoalan. Jika tidak ditemukan maka para sahabat yang dikumpulkan oleh Abu Bakar untuk
menentukan suatu hukum melakukan ijtihad dan disebut sebagai ijmak sahabat.
• Kholifah Umar bin Khottob pun demikian. Kholifah Umar sering juga melakukan ijtihad, baik yang
menyangkut soal ibadahmaupun soal muamalah.
• Pada masa kholifah Utsman bin Afan, melakukan ijtihad yang sangat monumental yaitu melakukan
penyatuan al-Quran. Banyaknya dialektika di berbagai wilayah, menjadikan cara membaca alQuran
berbeda-beda sehingga perlu adanya penyatuan cara membaca dan model alQuran yang tersebar.
Hal yang dilakukan oleh Kholifah Utsman merupakan salah satu bentuk ijtihad dalam hal
mempertahankan alQuran yang merupakan sumber Hukum Islam yang utama yang akan dijadikan
dasr-menerus dalam menetapkan hukum sehingga penting untuk dijaga originalitasnya dan
universalitas dari akses terhadap alquran tersebut.
• Era Kholifah Ali bin Abi Thalib tidak mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan,
zaman Kholifah Ali banyak terjadi konflik politik yang mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan
Ali pada waktu itu. Terpecahnya kelompok (firqoh) Sunni dan Syiah menjadi hal yang menghambat
untuk melakukan pemajuan-pemajuan.
Masa Pengembangan dan Pembukuan
Hukum Islam
• Ada dua kedinastian pada masa ini, yaitu dinasti bani Umayah dan Bani Abasiah.
• Kedua zaman inilah peradaban Islam semakin berkembang dan betumbuh pesat.
• Pada Bani Umayah Hukum Islam dapat dikatakan sebagai masa pertumbuhan dan di era Bani
Abasiah dapat disebut sebagai panen buah dari hasil tumbuhnya Hukum Islam pada bani Umayah.
• Dengan kata lain, bahwa puncak keemasan peradaban Islam terletak pada masa Bani Abasiah,
karena berbagai ilmu pengetahuan berkembang dan dalam konteks Hukum Islam lahirlah para
mujtahid yang memiliki kecemerlangan berpikir dalam bidang hukum.
• Hukum Islam atau lebih tepat disebut “fikih”, pada era Abasiah memiliki dokumen-dokumen
intelektual. Seperti karya Imam Malik (al-Muwatho), Imam Syafi’I (al-Um dan Arrislah) sebagai
konstruksi ushulfiqh, Imam al-Mawardi (al-Ahkam Assulthoniah) dalam bidang ketatanegaraan dan
lain sebagainya. Artinya fikih dalam perkembangan hukum Islam pada saat itu tidak hanya berbicara
mengenai hukum keluarga saja, akan tetapi hukum publik pun memiliki tokoh-tokoh pemikir. Abu
Yusuf, seorang yang memiliki karya dala pemikiran dalamkonomi dan perpajakan.
• Dengan kata lain, hukum Islam tidak hanyai dimaknaihanya terbatas pada fikih munakahad, fikih
mawaris, fikih perceraian, melainkan fikih-fikih yang lain juga mengalami perkembangan. Inilah
yang disebut sebagai fase pembukuan hukum Islam karenalahirnyapara pemikir melalui berbagai
karyanya, yang kemudian dijadikan dokumen intelaktual muslim dalam bidang hukum Islam dan
ilmu pengetahuan.
Masa Kemunduran Pemikiran Hukum
Islam
• Diakhir masa dinasti Abasiah, kaum muslim mulai mengalami
kemunduran peradaban, terutama dalam hal pemikiran ilmu
pengetahuan dan penemuan dan perumusan fikih.
• Masa ini juga sering disebut sebagai masa taklid mutlak, artinya
para pemikir hukum Islam (mujtahid) mulai mengalami
kemunduran. Para fuqaha hanya mengikuti apa yang telah
dirumuskan oleh pemikir sebelumnya yang telah didokumentasikan
dalam bentuk kitab-kitab. Oleh karena itu, terjadi kelesuan dalam
pengembangan fikih, yang sebenarnya fikih bisa terus berkembang
karena faktor perkembangan budaya dan peradaban manusia.
• Namun, pada akhir abad ke-4 – ke-7 H, perkembangan hukum Islam
mengalami kemandekan. Hal ini disebabkan beberapa faktor
Faktor-faktor Kelesuan Pemikiran
Hukum Islam
• 1. Pergolakan politik telah mengakibatkan terpecahnya negeri Islam menjadi beberapa negeri kecil yang seringkali disibukkan oleh kegiatan perang
satu sama lain, hilangnya ketenteraman di antara masyarakat akibat saling fitnah di antara mereka. Salah satu konsekuensi logis akibat adanya
kesibukan baru ini adalah kurangnya perhatian terhadap kemajuan ilmu pengetahuan atau perkembangan hukum Islam.
• 2. Ketidakstabilan politik menyebabkan ketidakstabilan kebebasan berpikir pula. Karena pada masa sebelumnya telah terbentuk aliran-aliran
madzhab, para ahli hukum pada periode ini hanya tinggal memilih (ittiba’) atau mengikuti (taqlid) salah satu imam, memperjelas,membela
madzhabnya sendiri, dan memperkuat dasar-dasar madzhab ataupun pendapatnya, dengan cara mengemukakan alasan-alasan kebenaran pendirian
madzhabnya dan menyalahkan pendiri madzhab lain. Sikap yang seperti ini menyebabkan jiwa atau ruh ijtihad yang menyala-nyala di zaman-zaman
sebelumnya menjadi redup dan para ahli menganggap cukup dengan mengikut saja faham yang telah ada dalam madzhabnya.
• 3. Pembukuan terhadap pendapat-pendapat madzhab menyebabkan orang mudah untuk mencarinya, hal ini memicu umat Islam semakin malas
mencari alternatif pemecahan
hukum. Sedang para fuqaha pada fase sebelumnya terpaksa harus berijtihad karena dihadapkan pada hal-hal yang tidak ada hukum syara’-nya. Setelah
ijtihad-ijtihad
mereka dikumpulkan dan dibukukan, baik untuk hal-hal yang terjadi atau bahkan yang akan terjadi, orang-orang yang datang kemudian mencukupkan diri
dengan pendapat yang telah ada. Dengan demikian maka tidak ada dorongan untuk lebih maju.
• 4. Pada periode ini muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak layak berijtihad, namun mengeluarkan berbagai fatwa yang membingungkan
masyarakat. Kesimpangsiuran
pendapat yang membingungkan ini seringkali membuat para penguasa memerintahkan hakim untuk cukup mengikuti pendapat yang sudah ada
sebelumnya agar tidak
membingungkan. Sikap ini bermaksud agar kesimpangsiuran pendapat bisa dihentikan, tetapi justru kebekuan pemikiran hukum yang mulai terjadi.
• 5. Bersamaan dengan kebekuan pemikiran hukum terjadi, pintu ijtihad telah ditutup. Akibat banyak terdapat simpang siur pendapat dikarenakan
orang awam juga mengeluarkan fatwa untuk kepentingan tertentu dan mempermainkan nash-nash syariat dan kepentingan orang banyak, maka
para ulama pada akhir abad ke-4 H
enetapkan penutupan pintu ijtihad dan membatasi kekuasaan para hakim dan para pemberi fatwa dengan pendapat-pendapat yang ditinggalkan oleh
ulama-ulama
sebelum Sehingga dapat disimpulkan bahwa ulama tersebut mengobati kekacauan dengan kebekuan
Masa Kebangkitan Pemikiran Hukum
Islam
• Setelah mengalami kemudnuran pemikiran Hukum Islam yang
cukup panjang, maka lahirlah beberapa pemikir pembaharuan Islam
dan Hukum Islam.
• Pemikiran Hukum Islam tersebut kembali kepada alQuran dan
Assunnah sebagai landasan ijtihad.
• Perkembangan dunia yang berubah (berkembangnya peradaban
Barat) mendorong para pemikir pembaharu Islam seperti Alafgani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain sebagainya,
menginginkan adanya perubahan dan perkembangan pemikiran
Hukum Islam sehingga muslim tidak tertinggal oleh perkembangan
dunia modern.
• Cara untuk membangkitkan kembali dunia pemikiran Islam penting
untuk melakukan ijtihad-ijtihad yang didasarkan pada alQuran dan
Assunnah sebagai sumber hukum Islam utama, yang diadaptasikan
dengan kondisi yang ada.
Seminar Paris 1951
• Diskusi mengenai sistem Hukum Islam dalam perkembangan era
modern dan post-modern, mendorong negara-negara Barat (Eropa
dan Amerika) untuk melakukan berbagai studi.
• Diantaranya terselenggaranya seminar Paris pada tahun 1951.
• Isinya diantaranya adalah pertama; bahwa prinsip-prinsip dalam
hukum Islam tidak dapat dipertikaikan lagi.
• Hal ini dapat dimaknai bahwa hukum Islam yang telah berproses
sejak masa pembentukannya di era kenabian yang kemudian terus
berkembang dan puncaknya terjadi di masa Bani Abasiah,
membuktikan adanya sebuah sistem hukum yang telah terstruktur
dan sistematis yang memiliki logika-logika pemikiran.
• Kedua; hasil seminar Paris memberikan pernyataan bahwa
madzhab-madzhab yang lahir dalam pemikiran hukum Islam
menunjukkan adanya kedalaman intelektual dan teknik-teknik
dalam praktik hukum.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai