Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Tarekh Tasyrik
Tentang
“Hukum Islam pada Periode Kemunduran/Stagnasi”

Disusun oleh
Kelompok 10
1. Qathrunnada Fajriyah 2114010156
2. Andre Aldi Saputra 2114010169
3. M. Rusydan Hamdi 2114010173
4. Rahmat Utama 2114010179

Dosen Pengampu:
Dr. Widya Sari., M.A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2023 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan
menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu,
penulis juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik
iman maupun islam.
Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Rasulullah SAW, Nabi
dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar dan
sekaligus menyempurnakan akhlak melalui petunjuk wahyu illahi.
Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula ananda dapat menyelesaikan
penulisan ini yang merupakan tugas mata kuliah tarekh tasyrik. Penulis sampaikan
terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah yaitu ibuk,
Dr. Widya Sari., M.A
Demikian semoga penulisan ini memberikan manfaat umumnya pada para
pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Padang, 20 November 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………..
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… ... 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. .. 1
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………….. .... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
A. Kondisi Politik dan Tasyri’ pada masa kemunduran ............................ 2
B. Format Hukum Islam pada Periode Kemunduran ................................ 4
C. Aktivitas Ilmiah dan Upaya dalam Mengatasi Kemunduran ............... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pikir hukum pada zaman kemunduran adalah para profesional
hukum tidak lagi memusatkan upayanya pada pemahaman asas-asas dan kitab
suci hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi
Muhammad SAW, namun pemikirannya terfokus pada pemahaman terhadap
kata-kata serta pemikirannya hanya terletak pada Imam.
Perkembangan masyarakat yang progresif dan permasalahan hukum
yang terkait dengannya tidak lagi dikendalikan oleh hukum. Gerakan sosial
yang terus-menerus tidak lagi diperhitungkan dalam perkembangan
pemikiran hukum. Dengan kata lain, masyarakat terus berkembang sambil
menghentikan pemikiran hukum.
Sejak saat itu, gejala-gejala tersebut mulai menyesuaikan diri dengan
pendapat para ahli terdahulu (ittiba'-taqlid) dan kini sering disebut dengan
Zaman Kelelahan Berpikir (Dark Ages/reinasancce).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi politik dan tasyri’ pada masa kemunduran?
2. Bagaimana format hukum islam pada periode kemunduran?
3. Bagaimana aktivitas ilmiah dan upaya dalam mengatasi kemunduran?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kondisi politik dan tasyri’ pada masa kemunduran.
2. Untuk mengetahui format hukum islam pada periode kemunduran.
3. Untuk mengetahui aktivitas ilmiah dan upaya dalam mengatasi
kemunduran.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Politik Dan Tasyri’ Pada Masa Kemunduran
Periode ini dimulai dari abad 10-11 M (310 H)' sejak berakhirnya
kekuasaan Bani Abbas sampai abad ke 19. Periode ini, ditandai dengan
menyebarkan pusat-pusat kekuasaan Islam di beberapa wilayah, sehingga
umat Islam sendiri dapat dikatakan dalam kondisi yang lemah dan berada
dalam kegetiran. Dalam kondisi tersebut, jika keadaan negara (daulab) lemah,
maka akan muncul banyak fitnah dan minah, sehingga hilanglah pesaudaraan
dan persatuan di kalangan umat Islam dan sebaliknya menjadi permusuhan.
Pada masa ini, hukum Islam mulai mengalami stagnasi (junud). Hukum
Islam tidak lagi digali dari sumber utamanya (al-Qur'an dan Sunnah), para
ulama pada masa ini lebih banyak sekedar mengikuti dan mempelajari pikiran
dan pendapat dalam mazhab yang sudah ada (taqlid). Dari sini terlihat mulai
ada kecenderungan baru, yakni mempertahankan kebenaran mazhabnya
dengan mengabaikan mazhab lain, seolah-olah kebenaran merupakan hak
prerogatif mazhab yang di anutnya, sehingga tak salah jika masa ini
merupakan fase pergeseran orientasi dari al-Qur'an dan Sunnah menjadi
orientasi kepada pendapat ulama.
1. Sebab-sebab kemunduran
Pada masa kemunduan ini juga disebut periode penutup ijtihad
atau periode tadwin ( pembekuan ), mula-mula dalam bidanag
kebudayaan Islam, kemudian berhentilah perkembangan hukum Islam
fiqih-fiqih Islam. Pada umumnya ulama pada masa ini sudah lemah
kemauannya untuk mencapai tingkat mujtahid sebagaimana yang
dilakukan pendahulu mereka.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran yaitu :1
a. Faktor Internal

1
Sopyan, Yayan, 2018, "Tarikh Tasyrik " Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok :
Rajawali Pers, hal. 137 - 139

2
• Ulama tidak lagi mengambil hukum dari sumbernya yang
utama, yakni al- Qur'an dan hadis, melainkan beralih ke
pendapat-pendapat imam mazhab. Mereka berpendapat
bahwa pendapat imam mazhab itu sepadan dengan nash (al-
Qur'an dan Sunnah) yang tidak dapat diubah, digugat, atau
diganti.
• Berkembang serta meluasnya khurafat, takhayyul, dan
mistik di kalangan masyarakat Islam yang merusak
kemurnian tauhid.
• Munculnya kejumudan berfikir karena hilangnya semangat
ijtihad. Ulama mengalami frigiditas (dingin, tidak sensitif)
akibat kelesuan berfikir sehingga tidak lagi mampu
menghadapi perkembangan zaman dengan menggunakan
akal fikiran yang sehat dan merdeka serta bertanggung
jawab.
• Ulama terlalu banyak mengkaji dan sikap kagum yang
berlebihan terhadap pemikiran dan pendapat ulama
mazhabnya sehingga terlena dan kehilangan kepercayaan
diri, seolah-olah kemampuan mereka lebih rendah dari
ulama- ulama sebelumnya.
• Para ulama terdahulu (pendiri mazhab dan pengikutnya)
sangat produktif dan kreatif, hampir seluruh lapangan
ijtihad dijajaki sehingga seolah-olah tidak memberikan sisa
untuk melakukan ijtihad untuk ulama sesudah mereka,
bahkan ijtihad mereka sudah sampai kepada hal-hal yang
belum ada dan terjadi (figh iftiradhi).
• Munculnya ulama-ulama yang tidak mumpuni (uncapable),
yakni orang- orang yang sebenarnya tidak mempunyai
kelayakan untuk berijtihad, namun ia memaksakan diri
untuk melakukan ijtihad dan mengeluarkan produk hukum
dalam bentuk fatwa yang membingungkan masyarakat.

3
b. Faktor Eksternal
• Bangkitnya kalangan kristen Eropa (renaisance) yang
menyebabkan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di
kalangan mereka."
• Adanya serbuan bangsa Mongol yang meluluh-lantakan
peradaban Islam, yang berabad-abad lamanya dibangun.
• Munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa maupun di
belahan dunia lain, seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Keadaan demikian membawa kepada ketidak stabilan
politik yang berpengaruh pada perkembangan pemikiran."
B. Format Hukum Islam Pada Periode Kemunduran
Zaman kejayaan umat Islam yang terbangun sebelumnya pada saat itu
mulai berangsur-angsur menemukan titik kesuramannya. Kemunduran itu
mulai terlihat sejak abad keempat hijriah atau sejak Tahun 351 H. Setelah
masa imam-imam mujtahidin berlalu, datanglah zaman kemunduran, taqlid
dan kebekuan. Disebut demikian karena pada zaman tersebut pudarlah
semangat ijtihad, merajalelanya taqlid buta dan timbulnya kebekuan dalam
studi hukum islam.
Pada zaman itu seolah-olah pintu ijtihad telah tertutup. Para ulama
sudah lemah kemauannya untuk menggapai tingkatan mujtahid mutlak
sebagaimana para ulama madzhab. Demikian pula semangatnya untuk
kembali pada sumber-sumber hukum otoritatif, yakni nash-nash al-qur'an dan
sunah telah mulai pudar, hal ini disebabkan karena tingkat panatismenya pada
produk hukum fiqih yang ada lebih dominan. Padahal semangat itu semua
diperlukan dalam rangka menggali hukum-hukum dan mengistimbatkan
hukum yang tidak ada nashnya dengan salah satu dalil dari dalil-dalil syar'i.
Sekalipun demikian selama periode taqlid, bukan berarti hukum islam
tidak disajikan dengan nalar-nalar yang orisinil, dimana beberapa aliran
saling bersaing untuk mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Hanya saja

4
apa yang dapat dinyatakan sebagai fikiran-fikiran yang orisinil itu hanyalah
fikiran sistematik yang abstrak yang tidak memberikan pengaruh, baik kepada
keputusan hukum positif yang sudah ada maupun kepada doktrin klasik dalam
bidang ushul fiqh. Kebanyakan perkembangan yang bersifat teoretis ini
sangat bebas dari Al-Qur'an, hadist dan ijma', yang secara teknis
menggambarkan bagaiman cara pemikiran hukum islam, masih perlu untuk
diselidiki.
Menurut pandangan Ahli Tarikh Tasyri', zaman taqlid ini telah
mengarungi tiga periode di dalam sejarah Islam. Pertama, dari abad keempat
hijriah sampai jatuhnya Bagdad ketangan bangsa Tartar (pertengahan abad
ketujuh hijriah). Pada masa ini permulaan adanya taqlid. Masing-masing
ulama mulai menegakkan fatwa imamnya, menyeru umat supaya bertaqlid
akan madzhab yang dianutnya. 2
Ulama Irak mempropagandakan supaya orang bertaqlid kepada
madzhab Imam Malik. Sementara di kota yang menjadi centrum ilmu fiqh,
lahir ulama-ulama yang menyerukan madzhab Imam Syafi'i dan Imam
Ahmad bin Hambal. Hanya dalam satu masalah saja mereka menentang fatwa
imamnya dan inipun jarang dilakukan. Mereka mulai mengkaji hukum-
hukum karangan imam masing-masing menjadi mata pelajaran, dikaji dan
diajarkan. Dimana-mana tempat dan kota sering diadakan munadzarah atau
perdebatan untuk menegakkan madzhab imamnya masing-masing. Sehingga
perpecahan sesama umat Islam mulai tampak dalam pergaulan hidup.
Kedua, dari abad keempat hijriah sampai abad kesepuluh hijriah. Dalam
periode ini bersifat lebih nyata, sedang ulama-ulama yang berani merobek
tirai taqlid telah amat kurang. Di antara mereka yang masih menggunakan
daya ijtihad di periode ini ialah: Al Bulqini (724 H-809 H ), Ibnu Rif ah (645
H-710 H), Ibnu Taimiyah ( 661 H-728 H ), Ibnu Hajar Al Asqolani (773 h-
858 H), dan lain-lain.

2
Ahmad Rofiq, 2013, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Revisi. Cet. I, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, Hal. 32

5
Ketiga, dari abad kesepuluh hijriah sampai kezaman Muhammad
Abduh. Adapun pada masa ini, ruh taqlid benar-benar padam. Fatwa - fatwa
haram berijtihad pun hidup di tengah-tengah para ulama. Bahkan taqlid di
masa itu tidak langsung lagi kepada mutaqoddimin dan salaf yang saleh,
namun hanya berhenti kepada seseorang alim yang mendahului mereka saja.
Sebut saja misalnya, mereka telah menghentikan taqlid dimasa ini kepada
Ibnu Hajar Al- Haitami, Ahmad Ar Ramli dan Zakariyya Al Anshori saja.
Paling jauh mereka menghentikan taqlid di sisi An Nawawi dan Ar Rafi'i di
kalangan Syafi'iyah, di sisi Ibnu Humam di kalangan Hanafiyah, di sisi Al
Mazari di golongan Malikiyah dan di sisi Ibnu Qudamah di kalangan
Hanabilah.
Periode ini ijtihad telah amat padam. Namun dipertengahan abad ke- 17
muncullah dua orang mujtahid, yaitu Muhammad Ibnu Ismail Al Amir Ash
Shan'am, selanjutnya di awal abad ke 20 muncullah seorang ahli politik Islam
yakni Imam Muhammad Abduh dan menumbuhkan kembali ruh ijtihad
tersebut. Dari rentang waktu yang relative lama itu, masa yang terkenal
dengan fase kemunduran hukum Islam berada pada abad keempat sampai
abad ketigabelas Hijriah.3 Mereka merasa sudah cukup mengikuti pendapat-
pendapat yang ditinggalkan oleh Imam-imam mujtahidin yang sebelumnya,
seperti Imam malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin
Hambal.
Sejarah yang panjang telah mencatat berbagai faktor yang
melatarbelakangi dinamika kehidupan keilmuan pada saat itu. Pada umumnya
sejarah panjang itu telah tercatat sebagai sejarah yang konteks sosio-
kulturalnya memperlemah pengaruh tiap-tiap prinsip kebangkitan keilmuan
para ulama serta menghalangi aktifitas mereka dibidang hukum- hukum Islam
dan pengembangannya hingga menyebabkan kebekuan hukum.
Adapun aktifitas ulama pada zaman ini antara lain menyusun ringkasan-
ringkasan kitab. Di antara kitab-kitab mukhtashar temyata banyak pula yang
menimbulkan pertanyaan, maka disusun pula kitab syarahnya. Meskipun
demikian, kita tidak menutup mata, tidak semua ulama berlaku demikian.

6
Sebab ada satu dua orang yang tetap berfikir dinamis dan kreatif sekalipun
mereka berhadapan dengan tantangan- tantangan dari para penguasa, yang
siap menjebloskannya kedalam penjara karena keteguhan pendiriannya.3
Klimaks kecenderungan mereka terhadap ucapan-ucapan atau hasil
ijtihad Imam-imam mazhab yang dianutnya sudah sedemikian rupa, sampai-
sampai Abu Hasan Al-Kurkhi dari pengikut Abu Hanifah berkata: "setiap
ayat al-qur'an atau hadits yang bertentangan dengan sesuatu yang ada pada
Imam-imam kami, maka yang demikian itu meniscayakan bahwa pandangan-
pandangan yang bertentangan tersebut ditakwili".
Dengan demikian pembentukan hukum pada saat itu hanya terbatas
pada apa yang disampaikan oleh para imam-imam mujtahid periode
terdahulu, tidak memperhatikan perjalanan yang ada atau terjadi serta tidak
mengamati perkembangan masyarakat, kemajuan ilmiah dan muamalah,
urusan peradilan-peradilan dan kejadian-kejadian problematika hukum yang
baru.
C. Aktivitas Ilmiah Dan Upaya Dalam Mengatasi Kemunduran
Meskipun masa tersebut kita namakan masa kemunduran dan kebekuan
pemikiran figh secara umum dan meskipun terdapat banyak. faktor yang
mematikan para ulama melakukan ijtihad mutlaq dan mengembangkan
hukum-hukum syar'i dari sumber-sumbernya yang pertama (al-qur'an dan
hadits), namun tidaklah berarti mematikan secara mutlak usaha-usaha
pencurahan kesungguhan sebagian mereka.
Sebagian di antara mereka dalam pembentukan hukum di lingkungan
dacrah-daerah mereka yang terbatas. Oleh karena itu, masa ini tidak sepi dari
fuqaha- fuqaha bebus yang menentang taglid buta dan menyuarakan kembali
kepada al-qur'an dan hadist secara konsekuen, sekalipun kreatifitas dan
dinamisasi berfikir mereka ini harus berhadapan dengan tantangan- tantangan

3
Amad Rofiq, 1995, Hukum Islam di Indonesia. Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo Persada, Hal.
68-70

7
dari para penguasa yang siap menjebloskannya dalam penjara karena
keteguhan pendiriannya.4
1. Di bidang Pendidikan
Dalam masa-masa sulit dalam sejarah Islam, banyak tokoh
muslim dan guru agama berusaha keras untuk menjaga dan
memperbaharui pengetahuan. Mereka menggunakan berbagai
cara untuk melibatkan masyarakat dalam pembelajaran. Sekolah-
sekolah klasik seperti madrasah dan kuttab menjadi tempat
penting untuk belajar, bukan hanya tentang agama, tetapi juga
ilmu pengetahuan, sastra, dan seni.
2. Penerjemahan Karya Ilmiah
Para penerjemah juga memiliki peran besar. Mereka
menerjemahkan buku-buku ilmiah dari berbagai bahasa ke
dalam bahasa Arab, membawa masuk pengetahuan baru dan
menghidupkan kembali pelajaran klasik. Ini membantu orang-
orang di dunia Muslim untuk memiliki akses yang lebih baik ke
ilmu pengetahuan.
3. Kajian Filsafat dan Kebudayaan
Para pemikir seperti Imam al-Ghazali memimpin gerakan
untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan spiritualitas. Mereka
mencoba memahami dan merenungkan ajaran-ajaran Islam
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini
membuka jalan untuk berpikir baru dan membawa semangat
pembaruan dalam ilmu pengetahuan dan agama.
4. Pemeliharaan Ilmu Kedokteran dan Sains
Di bidang kedokteran dan sains, para ilmuwan berusaha
menjaga dan mengembangkan pengetahuan mereka. Meskipun
situasinya sulit, penelitian medis tetap menjadi fokus, dan

4
Amir Syarifuddin, 1993, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam. Cet. II; Padang:
Angkasa Raya, hal. 60 - 61

8
pemahaman ilmiah membantu meningkatkan kesehatan
masyarakat.
5. Pemikiran Hukum dan Pembaharuan (Tajdid)
Selain itu, beberapa tokoh mencoba memperbarui hukum
Islam agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mereka
melibatkan konsep tajdid, yang berarti pembaruan, untuk
memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dalam perubahan
zaman. Pembaruan ini mencakup kritik terhadap praktek hukum
yang mungkin tidak sesuai dengan ajaran Islam.
6. Keberlanjutan Tradisi Ilmiah
Meskipun terjadi masa kemunduran, keberlanjutan warisan
ilmiah tetap dijaga. Lembaga pendidikan dan perpustakaan
berperan penting dalam menyimpan dan mewariskan
pengetahuan. Memastikan tradisi ilmiah terus hidup menjadi
sangat penting untuk mencegah kehilangan identitas intelektual
di tengah masa-masa sulit.5

5
Ajat Sudrajat. 2015, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, Malang: Intrans Publishing,
hal. 100

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada banyak perilaku yang patut diterapkan sebagai cerminan
penghayatan terhadap sejarah perkembangan Islam di abad pertengahan
khususnya pada masa kemunduran, yakni :
1. Sejarah merupakan pelajaran bagi manusia di kemudian hari perilaku
atau perbuatan kaum muslim yang membuat kaum muslim dan umat
manusia lainnya menderita tidak terulang kembali. Lemahnya
persatuan umat Islam dapat dijadikan celah pihak lain untuk
memundurkan peran kaum muslim, baik dari kancah perekonomian
maupun politik. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya mampu
mengubah tata kehidupannya yang seimbang antara kepentingan
duniawi dan ukhrawinya serta senantiasa meningkatkan wawasan
keislamannya melalui rukujan Al-Qur'an dan Hadist.
2. Umat Islam harus mengambil pelajaran dari negara barat. Mereka
semula jauh tertinggal dibandingkan dengan kemajuan peradaban dan
ilmu pengetahuan umat Islam, tetapi kemudian mereka dapat
mengejar kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan umat Islam.
3. Keberadaan cendekiawan pada masa perkembangan Islam abad
pertengahan, seperti Ibnu Sina, Al Farabi dan Ibmu Rusyd harus
menjadi inspirasi dan inovasi bagi umat Islam untuk terus
mempelajari berbagai disiplin ilmu demi melanjutkan cita-cita
perjuangan tokoh-tokoh muslim pada abad pertengahan tersebut
sehingga Islam mampu membawa rahmat bagi seluruh dunia.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi acuan
dalam belajar pada mata kuliah “Tarekh Tasyrik”. Penulis juga berharap agar
makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca mengenai materi
tentang ”Hukum Islam pada Periode Kemunduran/Stagnasi”.

10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq, 2013, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Revisi. Cet. I,
Jakarta: RajaGrafindo Persada
Ajat Sudrajat. 2015, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, Malang: Intrans
Publishing
Amad Rofiq, 1995, Hukum Islam di Indonesia. Cet. I; Jakarta: RajaGrafindo
Persada
Amir Syarifuddin, 1993, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam. Cet. II;
Padang: Angkasa Raya
Sopyan, Yayan, 2018, "Tarikh Tasyrik " Sejarah Pembentukan Hukum Islam,
Depok : Rajawali Pers

11

Anda mungkin juga menyukai