Anda di halaman 1dari 16

STUDI KAJIAN TEOLOGI ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Mata Kuliah : Metodologi Study Islam

Dosen Pengampu :
Dra. Misrah, MA

Oleh :
Feni Widiani ( 0104192032 )
Siti Hamidah ( 0104192038 )
Muhammad Angga ( 0104193162 )
Sholehuddinalayubi ( 0104193172 )

MANAJEMEN DAKWAH D SEMESTER III


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
T.A 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarrahmatullahWabarakatuh
Bismillahirrohmanirrohiim
Segala puji bagi allah yang maha esa yang tiadak pernahberhenti mencurahkan
rahmatdan kasih sayang-Nya kepada kita. Dengan kemudahan dan pertolongan-Nya,
kami bias menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Studi Kajian Teologi Islam”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari akan keterbatasan, kemampuan, dan
pengetahuan kami dalam penyusunan makalah ini. Namun kesulitan tersebut dapat
dibantu oleh beberapa jurnal dan Referensi lainnya. Oleh karena itu kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada web jurnal dan referensi lainnya.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penusunan makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, walaupun kami telah berusaha dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harap kan guna
penyempurnaan makalah kami ini.
Kami berharap agar makalah kami ini bermanfaat dan dapat memperluas serta
menambah pengetahuan kalian semua.

Wassalamu’alaikumWarrahmatullahWabarakatuh

Medan, 21 November 2020

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2


1. Studi KajianTeologi Islam ...................................................................... 2
A. Motivasi MunculnyaAlira-aliranTeologi .............................................. 2
B. Cara Pandang Teologi Islam Tentang Tuhan ...................................... 4
C. Aliran-aliranTeologi Islam dan Pemikirannya .................................... 6

BAB III PENUTUP............................................................................................. 10


A. Kesimpulan.............................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah motodologi berasal dari bahasa Yunani, yakni methodos dan logos.
Methodos berarti cara, niat dan seluk beluk yang berkaitang dengan upaya
menyelesaikan sesuatu. Sementara logos berarti ilmu pengetahuan, Cakrawala dan
wawasan. Dengan demikian, metodologi adalah pengetahuan tantang cara-cara yang
berlaku dalam kajian atau penelitian. Selaian itu metodologi adalah pengetahuan
tentang berbagai metode yang dipergunakan dalam pengetahuan. Louay Safi
mendepenisikan metodologi sebagai bidang pengetahuan ilmiah yang berhubuangan
dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji
fenomena alam dan manusia, atau dengan redaksi yang lain, metedologi adalah bidang
pengetahuan ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan aturan-
aturan, prosudur-prosudur, methodi lmiah.

B. RumusanMasalah
1. Apa yang dimaksud dengan teologi?
2. Bagaimana aliran teologi muncul?
3. Apa saja aliran-aliran teologi islam?

C. Tujuan
1. Untukmengetahuiapaituteologiislam
2. Untuk mengetahui munculnya aliran teologi
3. Untuk mengetahui aliran apa saja yang ada di teologi

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Studi KajianTeologi Islam
A. Motivasi Munculnya Aliran-aliran Teologi Islam
Teologi adalah ilmu yang membahas tentang tauhid sedangkan tauhid sama
dengan aqidah itu sendiri. Ilmu ini tumbuh di dalam Islam, sebagaimana agama-agama
yang lain sebelumnya, karena beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhannya,
kemudian berkembang dari waktu ke waktu dalam sejarah Islam. Ilmu ini tidak
tumbuh langsung menjadi sempurna, melainkan keadaannya seperti keadaan ilmu-
ilmu Islam yang lain, yang pada mulanya terbatas ruang lingkup pembahasannya,
kemudian meluas dan berkembang sedikit demi sedikit. Dalam hal ini, ia mengikuti
hukum pertumbuhan dan perkembangan dan terpengaruh oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menjadi sempurna
seperti apa yang diketahui dewasa ini.

Di antara faktor-faktorit ada yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadist hadist
Rasulullah SAW, ada yang berkaitan dengan orang-orang yang masuk Islam yang
berasal dari bangsa-bangsa yang berbeda intelektualitas, kebudayaansertaada pula
yang berkaitan dengan filsafat Yunani dan lain-lainnya yang ditransfer ke dalam
Islam.

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam mengajak untuk berfikir,
melakukan penalaran dan memperhatikan dengan indra, dicerna dengan akal pikiran
agar orang-orang melakukannya, khususnya dalam akidah-akidah keagamaan. 16
Karena itu, orang-orang Islam harus menggunakan akalnya untuk memahami Al-
Qur’an, Sunnah dan Hadist nabi yang dating untuk menetapkan dan menjelaskan
kitab suci ini. Mereka bertanya kepada Rasulallah tentang apa yang tidak mereka
pahami, tidak ketahui, kemudian beliau menjelaskannya.

Ketika Beliau meninggal, muncullah masalah jabatan khalifah dan siapa yang
berhak memangkunya sesudah beliau, dalam pro kontra ke khalifahan tersebut,

2
kemudian terjadi pembunuhan terhadap Usman bin Affandan Ali bin Abi Thalib. Hal
ini menjadi salah satu sebab yang menimbulkan perbedaan pen dapat dan perdebatan,
sehingga akhirnya menjadi jelas kebenaran tentang masalah yang mereka
perselisihkan itu.

Pertama-tama mereka berpendapat tentang pemimpin, pemerintah dan syarat


syaratnya. Siapakah yang berhak menjadi pemimpin kaum Muslimin seluruhnya?.
Syi’ah berpendapat bahwa hak itu hanya khusus untuk Sayidina Ali dan anak
keturunannya. Khawarij sama dengan Mu’tazilah berpendapat bahwa pemerintah
merupakan hak bagi orang Islam yang paling pantas untuk mendudukinya, walaupun
ia seorang hamba sahaya ia berkebangsaan non Arab, sedangkan orang-orang moderat,
mereka merupakan mayoritas ummat, berpendapat bahwa pemimpin pemerintahan
merupakan hak bagi orang dari suku Quraisy yang paling pantas untuk mendudukinya,
karena Rasulullah telah bersabda :

Artinya : “Pemimpin-pemimpin ummat ini harus dari suku Quraisy”.

Setelah terjadinya perang saudara dengan terbunuhnya Usman bin ‘Affan, kaum
muslimin berbeda pendapat tentang dosa besar . Apakah dosa besar itu?, dan tentang
orang yang melakukannya. Apakah iamukmina tau kafir?, perbedaan ini secara
otomatis disusul dengan perbedaan pendapat tentang “Iman”, defenisi dan
penjelasannya. Berangkat dari perbedaan pendapat tentang hal itu, muncul golongan
Khawarij, Murji’ah kemudian Mu’tazilah Pada masa Rasulullah, segala permasalahan
umat diselesaikan langsung olehnya. Namun sepeninggal Rasul, maka banyak hal
yang membuat umat Islam kebingungan, termasuk di dalamnya penunjukan pemimpin
umat sepeninggal Rasul.

3
Kepemimpinan Abu Bakar sebagai khalifah pertama telah menimbulkan pro-
kontra, terutama dari ahlul bait, pada masa umar, stabilitas politik umat cukup stabil,
namun pada masa Usman, terutama setengah akhir jabatan ke khalifahannya, banyak
kebijakan lahir tanpa memperhatikan kepentingan umat Islam, sehingga polemic ini
berakhir pada pembunuhan terhadapnya.1

B. Cara Pandang Teologi Islam Tentang Tuhan


1) Sifat-Sifat Allah
Permasalahan yang muncul dalam hal sifat-sifat Allah yaitu apakah Allah memiliki
sifat atau tidak. Keyakinan umat Islam, sebelum timbulnya permasalahan ini adalah
bahwa Allah memiliki sifat-sifat azali tanpa mempermasalahkan tentang keberadaan
sifat-sifat itu. Namun, setelah Abu Muhriz Jahm ibn Shafwan (w. 128 H/745 M),
tokoh paham jabariyyah, membawa pemikiran yang menafikan sifat-sifat bagi Allah,
umat Islam pun terbagi kepada dua golongan; pertama, shifatiyyah yaitu golongan
yang mengakui keberadaan sifat-sifat bagi Allah dan kedua, mu’aththilah yaitu
golongan yang menafikan keberadaan sifat-sifat bagi-Nya (al-I’bar, 1977:50).

Mu’tazilah berpandangan bahwa Allah tidak memiliki sifat yang berdiri sendiri.
Paham ini didasarkan pada tauhid, yakni mensucikan Allah dari syirik. Aliran ini
menafikan sifat-sifat-Nya yang berdiri sendiri, sebab dengan adanya sifat bagi Allah,
maka hilanglah keesaan-Nya. Dalam hal ini tidak bias diartikan bahwa Mu’tazilah
tidak mengakui Allah yang Qadir, 'Alim, dan sebagainya. Tetapi, mereka menolak
eksistensi sifat-sifat Allah sebagai sesuatu yang kekal (Qadim) di samping dzat-Nya
yang kekal (Syahrastani, 1979:45). Aliran ini mengemukakan dua pengertian yang
muncul dari adanya sifat bagi Allah, yaitu sifat tersebut kekal (qadim) dan sifat itu
diciptakan (muhdats). Pengertian pertama, rnengakibatkan ada banyak yang kekal
(ta'addud al-qudama') yang membawa kepada paham syirik. Pengertian kedua, jika
sifat diciptakan, maka harus ada yang menciptakan. Permasalahan yang muncul adalah
siapakah yang menciptakan sifat-sifat bagi Allah. Jawaban untuk permasalahan ini
dapat ditemukan dua macam: pertama, dzat Allah yang kekal yang menciptakan sifat
1
Muhammad Sabli, ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM,Nur El-Islam, Volume 2,2015,109-
110

4
sifat bagi diri-Nya; kedua, adanya kekuasaan lain yang menciptakan sifat-sifat bagi
diri-Nya. Dalam hal ini, ‘Abd al-Jabbar menegaskan ketidak mungkinan terjadinya
dua hal tersebut (al-Jabbar, 1965:195-196). Diskursus tentang sifat-sifat Allah
berkembang sampai pada persoalan sifat jasmani yang dimiliki-Nya sebagaimana yang
digambarkan oleh nash, yang menyatakan Allah memiliki tangan, wajah, kursi,
bertahta dan sebagainya. Ayat ayat yang demikian termasuk kedalam ayat-ayat yang
samar-samar maknanya (mutasyabihah), yang dapat membawa kepadapa hamtasybih
atau antropomorfisme (Ibn Muhammad, 1961:2). KaumMu’tazilah menggunakan
takwil (al-Jalian, tth.:49-50) terhadapnash yang menunjukkan bahwa Allah memiliki
sifat jasmani, sehingga tidak tergambar adat asy bih pada nash tersebut. Kata al-yad
(tangan) yang terdapat dalam surah al-Dzariyat/51: 47, ditakwil dengan kata al-
quwwah atau al-qudrah yang menunjuk kepada arti kekuasaan atau kekuatan (al-
Jabbar, tth.:403). Aliran Asy’ariah berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat.
Adanya sifat-sifat tersebut menurut Abu al-Hasan al-Asy’ari dapat diamati melalui
kejadian alam semesta dan penciptaan manusia itu sendiri. Perbuatan Allah di alam
ini adalah bukti dari adanya sifat-sifat-Nya. Semua sifat Allah bersifatkekal (qadim).
Ia berada pada dzat Allah danmenjadisifatdzat-Nya. Al-Ghazali memperjelas adanya
sifat bagi Allah dengan menyatakan bahwa semua sifat Allah bersifat kekal dan tidak
mungkin pada dzat yang kekal berada sifat yang tidak kekal (al-Ghazali, tth.:403).

2) Keadilan Allah
Pembahasan tentang keadilan Allah sangat erat keterkaitannya dengan perbuatan
manusia, kehendak dan kekuasaan allah, dan bahkan dengan janji-janji-Nya terhadap
manusia. Keadilan merupakan salah satusifat-sifat Allah. Karena terdapat perbedaan
paham dalam aliran - aliran teologi Islam mengenai hal tersebut, maka berbeda pula
paham mereka tentang keadilan Allah. Seperti Mu’tazilah yang memandang keadilan
dari sudut kepentingan manusia, maka keadilan mereka artikan dengan memberikan
kepada seseorang akan haknya (al-Jabbar, 1965:132). Oleh karena itu, bagimereka,
Allah bersifat adil jika memberikan hak yang sebenarnya kepada manusia. Jika
manusia berbuat baik, harus dimasukkan kedalam surga. Namun, apabila manusia
berbuat jahat maka harus dimasukkan kedalam neraka. Bagi Mu’tazilah, ke adilan juga

5
mengandung arti bahwa Allah wajib berbuat baik dan tidak dapat berbuat buruk serta
tidak mengabaikan kewajiban kewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu,
Allah tidak dapat meminta pertanggung - jawaban kepada manusia atas perbuatan
yang tidak dilakukannya dan tidak dikehendaki nya atau membebani manusia dengan
perbuatan yang tidak sesuai dengan kesanggupannya (Madkour, 1995:190). Dengan
demikian, paham keadilan Allah menurut Mu’tazilah tidak hanya berarti mcmberi
pahala kepada orang yang berbuat baik dan memberi hukuman kepada orang yang
berbuatjahat. Namun, juga mengandung arti bahwa Allah berkewajiban berbuat yang
terbaik bagi manusia, seperti tidak member beban yang terlalu berat pada manusia dan
tidak member hukuman pada manusia atas kesalahan yang tidakdilakukannya.

PahamMu’tazilah. Baginya, karena perbuatan manusia bukan perbuatan Allah,


melainkan Dalam pandangan Maturidiah Samarka Nampak lebih dekat dengan
perbuatan manusia sendiri, maka jika manusia dihukum itu adalah atas perbuatan yang
dilakukannya sendiri berdasarkan kebebasan yang telah diberikan Allah kepadanya
dan di sinilah keadilan-Nya. Sebagaimana paham Mu’tazilah, Maturidiah Samarkand
juga memandang keadilan Allah dari sudut kepentingan manusia, namun tinjauan
terhadap kepentingan manusianya lebih kecil dari yang diberikanMu’tazilah
(Nasution, 1986:124). Hal itu disebabkan karena yang mereka berikan pada akal dan
batasan yang mereka berikan pada kekuasaan mutlak Allah lebih kecildari yang
diberikan oleh Mu’tazilah. Adapun aliran Asy’ariah memandang keadilan Allah dari
sudut kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya.

Keadilan mereka artikan dengan menempatkan sesuatu padat empat yang


sebenarnya (al-Syahrastani, 1979:101). Dengan menempatkan Allah pada posisi
pencipta mengandung arti bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dan bebas
berbuat sekehendak hati-Nya terhadap milik-Nya. Inilah yang dinamakan dengan
keadilan Allah. Sebaliknya, ketidak-adilan Allah menurut mereka berarti
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya (al-Syahra stani, 1979:101).

6
Artinya, la berkuasa mutlak meskipun jika diumpamakan terhadap sesuatu yang
tidak menjadi milik-Nya. Oleh karena itu, Allah tidaklah berbuat salah jika la
memasukkan seluruh manusia kedalam surga. Demikian juga tidaklah zalim jika la
memasukkan seluruh manusia kedalam neraka (al Syahrastani, 1979:102), meskipun
hal itu tidak adil dalam pandangan manusia karena Allah berbuat apa saja yang di
kehendaki-Nya.2

C. Pemikirannya Aliran - aliran Teologi Islam


1. Kemunculan Aliran Teologi
Teologi adalah ilmu yang membahas tentang tauhid sedangkan tauhid sama dengan
aqidah itu sendiri. Ilmu ini tumbuh di dalam Islam, sebagaimana agama-agama yang
lain sebelumnya, karena beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhannya,
kemudian berkembang dari waktu ke waktu dalam sejarah Islam. Ilmu ini tidak
tumbuh langsung menjadi sempurna, melainkan keadaannya seperti keadaan ilmu-
ilmu Islam yang lain, yang pada mulanya terbatas ruang lingkup pembahasannya,
kemudian meluas dan berkembang sedikit demi sedikit. Dalam hal ini, ia mengikuti
hukum pertumbuhan dan perkembangan dan terpengaruh oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menjadi sempurna
seperti apa yang diketahui dewasa ini.

Al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam mengajak untuk berfikir,
melakukan penalaran dan memperhatikan dengan indra, dicerna dengan akal pikiran
agar orang-orang melakukannya, khususnya dalam akidah-akidah keagamaan. Karena
itu, orang-orang Islam harus menggunakan akalnya untuk memahami Al-Qur’an,
Sunnah dan Hadist nabi yang datang untuk menetapkan dan menjelaskan kitab suci
ini.

Muh. Mawagir,Sifat-sifat dan keadilan allah dalam pemikiran muhammadiyah.


2

7
2. Aliran Khawarij
Ukwah bin Udayyah yang dikenal sebagai aliran Khawarij berhadapan dengan
kasus pembunuhan atau dosa besar yang menjadi polemic pada masa itu. Bagaimana
posisi orang beriman tetapi melakukan dosa besar. Aliran Khawarij memiliki
keyakinan bahwa jika seseorang tidak berhasil membuktikan imannya dalam bentuk
menghindari dari perbuatan dosa maka dapat diterapkan hukum kafir dan dapat
dibunuh.

Jika dikaji dari metodologi berfikir, pendirian ini berpangkal pada keutuhan mutlak
antara unsur-unsur iman yang terdiri dari pembenarand alam hati dengan realisasinya
dalam perbuatan kongkret, keutuhan mutlak yang dituntut oleh Khawarij antara iman
dalam hati dengan perilaku praktis, sudah barang pasti membawa pada konsekuensi
bahwa pembunuh adalah orang yang tidak memiliki iman dalam hati atau dengan kata
lain kafir. Di sini jelas terdapat potensi keberagaman yang positif, meskipun
cenderung tanpa kompromi.

3. Aliran Murji’ah
Al - Hasan bin Ali Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist
kemudian dikenal dengan sebutan Murji’ah. Jadi bagi kelompok ini orang Islam yang
berdosa besar masih tetap beriman. Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah memberi
defenisi iman sebagai berikut : Iman adalah pengakuan dan pengetahuan tentang
Tuhan, Rasul rasulnya dan tentang semua apa yang dating dari Tuhan dalam
keseluruhan dan tidak dalam rincian. Iman tidak mempunyai sifat bertambah atau
berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam haliman.

4. Aliran Mu’ tazilah (Ahl al - Sunnah Wal Jama’ah)


Tokoh aliran ini adalah Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ary dan Imam Abu Mansur
Al-Maturidy. Aliran ini pada dasarnya aturan esensial berfikir ini terdiri dari tiga
komponen. Pertama adalah pengakuan bahwa masing-masing lapisan realitas memiliki
logika berfikir yang sesuai dengan kodrat sendiri. Kedua adalah pengakuan bahwa
kebenaran dari lapisan lain dapat diterima melalui keyakinan atas dasar otoritas aturan

8
berfikir dan unsur ketiga adalah pengakuan bahwa lapisan realitas tersebut merupakan
kesatuan dasar Tuhan yang diterima dalam Islam. Jadi aliran ini tidak menetapkan
hukum kafir bagi pelaku dosa besar.

Demikianlah, perselisihan ini menjadi perselisihan keagamaan setelah pada


mulanya merupakan perselisihan politik sehingga menjadi salah satu pembahasan ilmu
tauhid yang penting, sebagaimana masalah jabatan Khalifah juga menjadi bidang
kajian ilmu ini, meskipun lebih tepatu ntuk di babi lmu Fiqih karena menyangkut
hukum amaliah bukan masalah keyakinan.

Hal ini dikarenakan masalah pemimpin pemerintahan pada garis besarnya


merupakan kemaslahatan yang berkaitan dengan orang yang pantas untuk mengatur
urusan-urusan kaum Muslimin, bukan masalah kepercayaan yang berkaitan dengan
salah satu dasar agama. Tetapi berhubungan dengan sebagian kelompok mengajukan
beberapa pendapat yang hampir-hampir membawa kepada penolakan terhadap banyak
kaidah Islam, maka para tokoh ilmu tauhid menjadi masalah jabatan khalifah itu
sebagai salah satu bidang kajian mereka, untuk dibahas secara objektif, jauh dari
fanatis medan hawa nafsu, dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang
masalah tersebut, demi menjaga akidah-akidah agama yang benar karena banyaknya
masalah - masalah lain yang masuk di dalam ilmu tauhid.3
Kata Mu’tazilah4 berasal dari bahasa Arab “i’tazala” artinya memisahkan diri atau
menjauhkan diri, maka dengan demikian, kata Mu’tazilah mempunyai arti orang-orang
yang memisahkan diri atau menjauhkan diri. Dalam Ilmu Kalam yang dimaksud
dengan Mu’tazilah adalah golongan yang dipimpin oleh Washil Ibn “Atha’ (80-131
H/699-748 M), serta para penerusnya. Namun mereka lebih suka menamakan
golongannya dengan “Ahlu al ‘Adli wa al-tauhid” (golongan Keadilan dan tauhid).
Nama ini diambil dari dua pokok pemikiran mereka, yaitu keadilan Allah dan
Keesaan-Nya. Menurut al-Baghdadi, Washil Ibn ‘Atha’ dan temannya ‘Amr Ibn
‘Ubaid Ibn Bab diusir oleh Hasan al-Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian

3
Muhammad Sabli, ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM,Nur El-Islam, Volume 2,2015,109-
111

9
antara mereka mengenai persoalan qadar dan orang yang berdosa besar, lalu keduanya
menjauhkan diri dari Hasan al-Barsi dan mereka serta pengikut-pengikutnya disebut
kaum Mu’tazilah, karena mereka menjauhkan diri dari faham unat Islam tentang soal
orang yang berdosa besar. Menurut mereka orang serupa ini tidak mu’min dan tidak
pula kafir. Demikian keterangan al-Baqhdadi tentang pemberian nama kaum
Mu’tazilah kepada golongan ini. Mereka disebut Mu’tazilah karena mereka
berpendapat bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, akan
tetapi mengambil di antara kedua posisi (al-manzilah bain al-manzilatain).
Al-‘Asy’ariyah
Aliran Al-‘Asy’ariyah dikenal dengan nama Ahlu al-sunnah wa al-Jama’ah diberikan
kepada golongan yang lebih mengutamakan Sunnah atau hadis Nabi saw., daripada
menggunakan pendapat akal fikiran dalam memahami aqidah. Istilah Ahlu al-Sunnah
biasaya dipertentangkan dengan Ahlu Al-Ra’yi, yaitu golongan yang banyak
menggunakan pendapat akal dalam memahami dan menafsirkan ajaran Islam serta
dalam menetapkan hukum dari satu permasalahan yang tidak mereka temui
pemecahannya dalam Alquran. Ahlu al-Sunnah dalam Ilmu Kalam adalah aliran Asy
‘ariyah dan Maturidiyah. Dalam sejarah Ilmu Kalam, tidak jelas sejak kapan aliran
Asy ‘ariyah dan Maturidiyah dinamakan Ahlu al-Sunnah. Namun hal itu terjadi setelah
luas wilayah diketahui bahwa aliran tersebut membela Sunnah atau hadis. Perkataan
Ahlu al- Sunnah sering pula ditambah dengan kata “jama’ah”, maka dengan perkataan
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dimaksudkan adalah dua golongan tersebut beserta
kumpulan besar umat Islam yang sepaham atau mengikuti faham mereka. Menurut
Ahmad Amin, Ahlu Sunnah dan Jama’ah, berlainan dengan kaum Mu’tazilah percaya
pada dan menerima hadis-hadis sahih tanpa memilih dan tanpa interpretasi.Sedangkan
jama’ah berarti mayoritas sesuai dengan tafsiran yang diberikan Sadar al-Syar’ah al-
Mahbudi yaitu ‘ammah al-Muslimin (ummumnya umat Islam) dan al-jama’ah al-kasir
wa al-sawad al-a’zam (jumlah besar dan khalayak ramai). Kedua term itukelihatannya
banyak dipakai sesudah timbulnya aliran-aliran al-Asy’ari dan al-Maturidi, dua aliran
tersebut yang menantang ajaran-ajaran Mu’tazilah. Kaum Mu’tazilah di samping
merupakan golongan minoritas, adalah pula. golongan yang tidak kuat berpegang pada
Sunnah atau hadis. Karena

10
itulah Asy ‘ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan selanjutnya membentuk aliran
teologi yang dikenal dengan namanya sendiri. Akan tetapi lama sebelum lahirnya
aliran Asy ari kata-kata sunnah dan jemaah telah dijumpai dalam tulisan Arab.

3. Maturidiyah
Pendiri aliran Maturidiyah ini Abu Mansur Muhammad bin Muhammad al-Maturidiy
yang lahir sekitar tahun 238 H/852 M. Di Samarkand dan wafat 333 H/944 M. Ia
sebagai pengikut Abu Hanifah sehingga paham teologisnya memiliki banyak
persamaan dengan paham-paham yang dipegang Abu Hanifah. Sistem dari pemikiran
aliran Maturidiyah, termasuk golongan teologi Ahli Sunnah. Al-Matudi dalam
pemikiran teologisnya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin banyak
dipengaruhi oleh Abu Hanifah. Ada dua golongan di dalam aliran Matudiyah, yaitu
Golongan Samarkand dan golongan Bukhara. Golongan Samarkand ini adalah
golongan pengikut-pengikut Al-Maturdi sendiri, golongan ini cenderung ke arah
paham Mu’tazilah. Sedangkan golongan Bukhara yang di pimpin oleh Abu Al-Yusr
Muhammad Al-Bazdawi, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-
pemdapat Al-Asy ‘ari

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa rasulullah, segala permasalahan umat diselesaikan langsung oleh
nya. namun sepeninggalan rasul, maka banyak yang membuat umat islam
kebingungan, termasuk didalamnya penunjukan pemimpin umat sepeninggalan
rasul. kepemimpinan abu bakar sebagai khalifah pertama telah menimbulkan
pro kontra, terutama dari ahlul bait, pada masa umar, stabilitas politik umat
cukup stabil, namun pada masa ustman, terutama setengah akhir jabatan ke
khalifahannya, banyak kebijakan lahir tanpa memperhatikan kepentingan umat
islam, sehingga polemik ini berakhir pada pembunuhan terhadapnya.

Teologi adalah ilmu yang membahas tentang tauhid sedangkan tauhid sama
dengan aqidah itu sendiri. Ilmu ini tumbuh di dalam Islam, sebagaimana
agama-agama yang lain sebelumnya, karena beberapa faktor yang
menyebabkan pertumbuhannya, kemudian berkembang dari waktu ke waktu
dalam sejarah Islam. Ilmu ini tidak tumbuh langsung menjadi sempurna,
melainkan keadaannya seperti keadaan ilmu-ilmu Islam yang lain, yang pada
mulanya terbatas ruang lingkup pembahasannya, kemudian meluas dan
berkembang sedikit demi sedikit. Dalam hal ini, ia mengikuti hukum
pertumbuhan dan perkembangan dan terpengaruh oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya sehingga menjadi
sempurna seperti apa yang diketahui dewasa ini.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah kami memiliki kekurangan
baik dalam segi penyusunan maupun penulisan, untuk itu kritik dan saran yang
membagun sangat kami harapkan.

12
DAFTRA PUSTAKA
Muhammad Sabli, ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM,Nur El-Islam, Volume 2,2015.
Muh. Mawagir,Sifat-sifatdankeadilanallahdalampemikiranmuhammadiyah,
Muhammad Sabli, ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM,Nur El-Islam, Volume 2,2015.

13

Anda mungkin juga menyukai