“Af’al Al-‘ibad”
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
H. Maulana Andi Surya, Ma
C. Af’al Al-‘ibad
Al-Qadi Abd al-Jabar dari kalangan Mu’tazilah berpandangan mengenai
af’alulibad bahwa manusia menciptakan sendiri perbuatannya. Hal ini berdasarkan
isyarat yang terdapat dalam Al-Qur’an surah al-Ankabut ayat 17 watakhlifuunaakaa
(kamu membuat dusta); QS. Al-Mukminun: 14 fatabaarakallahu ahsanulkhaaliqiin
(maka Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta); QS. al-Maidah:110 waidz takhluqu
min thiini kahaiatitthairi (dan ingatlah ketika kamu membentuk burung dari tanah).
Semua ayat-ayat di atas menunjuk kepada seutuhnya dari manusia di dalam
perbuatan-perbuatannya. Oleh karena itu, perbuatan manusia menurut yang dapat
dipahami secara logis dari ayat-ayat Al-Qur’an di atas adalah ciptaan manusia.
Penggunaan kata “kholiq”dalam ayat di atas sangat mendukung pandangan
Mu’tazilah tersebut, bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya
karena pada umummnya kata “kholiq” berhubungan dengan persoalan peniptaan.
Sebagaimana tatkala Allah menginformasikan perihal penciptaan alam raya di dalam
banyak ayat Al-Qur’an, Dia juga mengguanaka kata “kholiq” seperti pada ayat:
wahualladzi kholaqossamaawaati walardha bilhaqqi (QS. Al-An’am) sehingga
cukup argumentatif jika Mu’tazilah menyebut manusialah pencipta perbuatanya
sendiri.
6. Al Luthf al Afii
Konsep لطف اال فpada dasarnya merupakan respon terhadap keMaha
MutlakanKekuasaan dan Kehendak Tuhan. Konsep ini dapat dipandang sebagai
keberpihakan terhadap manusia. Paradigmanya adalah bahwa Keperkasaan sesuatu
Yang Maha Perkasa jika dihadapkan pada sesuatu yang lemah tentulah menjadikan
yang lemah hancur. Lebih kurang demikian pulalah dengan Allah sebagai Yang Maha
Kuasa, misalnya, jika KekuasaanNya yang tidak terbatas itu dihadapan kepada
manusia yang lemah, tidak ada daya upayanya, tentulah manusia akan hancur.
Dalam pembahasan mengenai af’alul ‘ibad muncul Jabariyyah yang
berpaham bahwa manusia tidak mempunyai andil di dalam perbuatan-perbuatannya.
Bahkan pada dasarnya konsep perbuatan,Al-asy'ari juga masih tidak lepas dari
nuansa Jabariyyah yang fatalis itu.
Untuk memberikan perimbangan terhadap kesadaran akan kelemahan manusia
diatas, maka dalam Teologi Islam berkembanglah pembahasan mengenai Luthfal-Afii.
Ada empat macam yang dapat dipandang sebagai bagian dari Luthfal-Afii, yaitu: a.
Fitrah, b). Ilham, c). Hidayah, d). Pengutusan Rasul. Pembahasan mengenai berbagai
bentuk Luthfal-afiiini dapat memberikan gambaran betapa Allahtidak melakukan
pembiaran atas hambaNya yang lemah.
7. Al Fitrah
Manusia diciptakan Allah dengan dilengkapi fitrah bertuhan sebagaimana
diinformasikan dalam Al-Qur'an :
َ ۖ ع ٰل ٓى أ َ ْنفُ ِس ِه ْم أَلَسْتُ ِب َر ِب ُك ْم ۖ قَالُوا َب ٰلى
ش ِهدْنَا ٓ ۖ أَ ْن َ ور ِه ْم ذُ ِر َّيت َ ُه ْم َوأ َ ْش َهدَهُ ْم
ِ ظ ُه ُ َو ِإذْ أ َ َخذَ َربُّكَ مِ ۢن َبن ِٓى َءادَ َم مِ ْن
Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang)
anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul
(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap
ini,"(QS. Al-A'raf 7: 172).
Ayat diatas menjelaskan bahwa pada saat yang paling awal sekali dari proses
terciptanya manusia, telah ada transaksi antara manusia dengan Allah bawa Allah
adalah tuhan. Transaksi inilah yang dipandang sebagai fitrah bertuhan berupa
kesaksian yang tulus dan suci dari manusia.
8. Al-ilham
Dalam proses penciptaan manusia, pada tahap calon bayi akan dilahirkan ke
dunia, kepadanya diilham kan dua potensi dasar, yakni potensi dasar keburukan dan
potensi dasar kebaikan. hal ini diinformasikan di dalam ayat :
wanafsiwwamaasawwaahaa fa alhamahaa fujuurohaa wataqwaahaa (dan jiwa serta
penyempurnaan penciptaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu, jalan
kefasikan dan ketakwaannya (QS. Asy-Syams 91: Ayat 7-8).
Berdasarkan ayat tersebut, maka ilham adalah satu bentuk dari Luthfal-Afii
karena melaluinyalah manusia memperoleh jalan atau inspirasi untuk berbuat, baik
berbuat yang buruk maupun berbuat yang baik.
9. Al-hidayah
Al-hidayah bermakna petunjuk yang dapat mengarahkan sesuatu untuk
mencapai atau memperoleh tujuan.Berdasarkan sifat, bentuk dan kegunaannya ada
lima macam petunjuk yang diberikan Allah kepada makhlukNya di muka bumi ini,
yaitu sebagaimana berikut :
a. Hidayat al-Thabi'iyah, yaitu hidayah yang bersifat alamiah, seperti
tabi’atkauniyah (tabi’at alam) contohnya seperti tabiat pada api bahwa api itu
panas, air itu mengalir dan jika dimasak menjadi panas dan mendidih, angin yang
berhembus, batu yang keras yang kesemuanya bersifat natural, normal dan biasa
pada masing-masing benda.
b. Hidayah Hissiyyah, yaitu hidayah yang bersifat empiris.Hidayah berbentuk ini
berhubungan dengan indra seperti mata dan telinga dengan fungsinya yang
demikian vital dalam kehidupan.
c. Hidayah Qalbiyyah, yaitu hidayah yang berhubungan dengan perasaan dan
pemahaman serta kecerdasan emosional. Sebagaimana pada pembahasan
mengenai iman pada uraian yang telah dikemukakan terdahulu, qalb adalah
wadah bagi iman seperti tergambar dalam kalimat attashdiiqal-iman bilqalbi.
Sehingga bagi aliran yang mengedepankan kebenaran attashdiiq (pembenaran)
dalam beriman maka fungsi hati demikian urgen.
d. Hidayah ‘Aqliyyah, yaitu hidayah yang berhubungan dengan kecerdasan
intelektual. Hidayah ‘aqliyah ini diperoleh manusia secara berangsur-angsur
melalui proses sesuai dengan perkembangan fisik dan psisikis seseorang.Sesuai
dengan perkembangan akal manusia mulai dari tahap akal potensial berkembang
menjadi akal aktual sampai akal aktif. Maka demikian pulalah perkembangan
hidayah ini pada diri seseorang berkembang secara bertahap sejalan dengan
perjalanan perkembangan akal.
e. Hidayah Diniyyah, yaitu hidayah yang berhubungan dengan islam sebagai agama
dengan sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an. Di dalam ayatnya Al-Qur’an
menyebut dirinya sendiri sebagai hudan, yaitu petunjuk sebagaimana disebut
dalam ayat: dzaalikal kitaabu laaraiba fiih (Kitab Al-Qur’an tidak ada keraguan
padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa. QS.Al-Baqarah [2]:2).