Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“ ILMU KALAM DAN ALIRAN- ALIRAN DIDALAMNYA ”


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam
Dosen Pengampu : Bpk. Prof. Dr. Imam Fuadi, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Dhini Rastanti (1860201222096)


2. Lutfi Kurnia Khoirun Nisa’ (1860201221004)
3. M. Subhan Salimi (1860201221078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul: PERINTAH BELAJAR.

Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada baginda Nabi


Muhammad SAW, yang telah mengantarkan ummatnya dari zaman jahiliyah ke
zaman yang terang benderang yaitu ad-diin al-islam. Ucapan terimakasih tidak lupa
kami sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menimba
ilmu di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku Dekan UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung
3. Bapak Dr. Muhammad Zaini, M.A. selaku ketua jurusan tarbiyah UIN Sayyid
Ali Rahmatullah Tulungagung
4. Ibu Dr. Hj. Indah Komsiyah, M.Pd. selaku koordinator prodi Pendidikan Agama
Islam
5. Bapak Prof. Dr. Imam Fuadi, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Studi
Islam yang telah memberikan tugas dan pengarahan kepada kami.
6. Kedua Orang Tua yang telah memberi dukungan moral maupun materil sehingga
kami memiliki semangat untuk menimba ilmu dan menyelesaikan tugas makalah
ini.
7. Semua pihak yang ikut mendukung sehingga tugas makalah ini dapat
diselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritik dari semua pihak

i
yang telah membaca makalah ini. Dan Akhirnya, kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi siapa yang membacanya.

Tulungagung, 21 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2

A. Pengertian Ilmu Kalam ................................................................................. 2


B. Sejarah disebutnya Ilmu Kalam ............................................................. 3
C. Aliran-Aliran Ilmu Kalam ............................................................................ 5

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 17

A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran .......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Kalam atau dalam istilah lain disebut juga Teologi Islam merupakan
ilmu yang membahas masalah-masalah ketuhanan dengan menggunakan
argumentasi logika atau filsafat. Pada awal kemunculannya, persoalan-persoalan
mengenai kalam dipicu oleh persoalan-persoalan politik. Persoalan kalam tersebut
telah menimbulkan beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu: (1)Aliran Khawarij
yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, atau tegasnya
murtad dan wajib dibunuh; (2) Aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang
yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir, dan perihal dosa yang
dilakukannya terserah kepada Allah Swt. untuk mengampuninya atau tidak; (3)
Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat dari kedua aliran sebelumnya.
Kemudian pada perkembangannya, muncul lagi beberapa aliran teologi dalam
islam yaitu Aliran Qadariyah, Aliran Jabariah, Aliran Asy’ariyah, dan Aliran
Maturidiah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ilmu Kalam ?


2. Bagaimana sejarah disebutnya Ilmu Kalam ?
3. Apa saja aliran-aliran Ilmu Kalam ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi Ilmu Kalam

2. Mengetahui sejarah disebutnya Ilmu Kalam

3. Mengetahui aliran-aliran Ilmu Kalam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam

Ilmu yang membicarakan ajaran dasar Islam ini biasa disebut dengan Ilmu
Kalam. Ilmu Kalam berasal dari bahasa Arab.“Ilmu ini membicarakan masalah
akidah Islam dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil naqli
maupun dalil aqli. Berkenaan dengan ilmu ini, barangkali yang mungkin akan
memunculkan pertanyaan adalah tentang namanya. Nama ilmu ini adalah Ilmu
Kalam. Ilmu, artinya pengetahuan. Sedang kalām ( ‫ ) كالم‬adalah bahasa Arab, yang
bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti perkataan. Kenapa disebut Ilmu
Kalam, padahal yang dibicarakan dalam ilmu ini adalah masalah akidah, bukan
masalah kalām.

Ilmu Kalam bisa juga disebut Teologi Islam. Kata teologi dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Inggris “theology”. Di dalam Dictionary of Philosophy
edisi Degobert D. Runs, “theology” didefi nisikan dengan “a study of the question of
God and the relation of God to the word of reality” (pembicaraan tentang Tuhan dan
hubungan Tuhan dengan dunia nyata).

Dari definisi ini dapat dipahami yaitu teologi ialah ilmu yang membicarakan
tentang Tuhan dan hubungan Tuhan dengan dunia nyata. Apabila disebut Teologi
Islam, maka Teologi Islam berarti ilmu yang membicarakan masalah akidah Islam.
Dengan demikian, apa yang disebut Teologi Islam, tidak lain itulah yang bernama
Ilmu Kalam. Meskipun nama atau sebutan antara keduanya berbeda, namun objek
yang dibicarakan sama yaitu sama-sama membicarakan masalah ajaran akidah Islam.
Untuk mengetahui apa yang menyebabkan ilmu ini dinamai atau disebut Ilmu Kalam,
maka kita perlu mengetahui sejarahnya.

2
B. Sejarah Ilmu Kalam

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud kalām di sini ialah kalām Allah yaitu Al-
Qur’an. Dahulu, yaitu di masa dinasti Abbasiyah, mengenai kalām ini pernah
dipersoalkan dikalangan umat Islam. Yang menjadi persoalan adalah apakah kalām
Allah (Al-Qur’an) itu qadīm (tidak diciptakan) ataukah baharu (diciptakan). Di
kalangan sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa Al-Qur’an itu qadīm.
Sedang di kalangan sebagian umat Islam yang lain berpendapat bahwa Al-Qur’an itu
baharu. Bagi yang berpendapat Al-Qur’an itu qadīm, meng-anggap Al-Qur’an itu
tidak diciptakan dan ia telah ada sejak azali. Sedang bagi yang berpendapat Al-
Qur’an itu baharu, mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalām Allah atau firman
Allah. Adanya kalām Allah itu karena Allah berfi rman. Ini berarti adanya kalām itu
punya permulaan. Setiap yang adanya mempunyai permulaan berarti ia baharu.
Dengan demikian, menurut mereka, kalām Allah (Al-Qur’an) itu adalah baharu, tidak
qadim. Al-Makmun (813-833 M), khalifah dinasti Abbasiyah, punya pendapat bahwa
ajaran yang paling utama dalam akidah Islam ialah tauhīd yaitu mengesakan Allah
dan meyakini tidak ada sesuatu yang menyamai dengan Allah.

Menurut Al-Makmun, hanya Allah saja yang qadim, dan sesuatu yang selain
Allah semuanya baharu. Menurutnya, pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an
itu qadīm, adalah bertentangan dengan tauhīd. Pendapat ini sama dengan menduakan
yang qadīm. Siapa yang menganggap Al-Qur’an qadīm berarti menyamakan Al-
Qur’an dengan Tuhan. Menurut Al-Makmun, pendapat yang demikian berarti syirk
yakni menyekutukan Allah. Menyekutukan Allah adalah dosa besar yang tidak akan
diampuni oleh Allah. Al-Makmun selaku khalifah, ia punya pendapat bahwa orang
yang berpaham syirk tidak layak menduduki posisi penting, seperti gubernur, qadhi
(hakim), pemuka agama dan sebagainya. Sebab, paham mereka itu akan diikuti oleh
orang banyak dari kalangan umat Islam. Oleh karena itu, ia mengirim instruksi
kepada para gubernurnya untuk mengadakan ujian (mihnah) terhadap pemuka-
pemuka pemerintahan dan kemudian juga terhadap pemuka-pemuka yang
berpengaruh dalam masyarakat. Dengan demikian, timbullah dalam sejarah Islam
apa yang disebut ujian kemakhlukan Al-Qur’an. Contoh surat yang mengandung

3
instruksi itu terdapat di dalam Tārikh al-Thabari. Yang pertama sekali harus
menjalani ujian ialah para hakim. Instruksi itu menjelaskan bahwa orang yang
mengakui Al-Qur’an itu qadim, dan dengan demikian menjadi musyrik, tidak berhak
menjadi hakim. Bukan hanya para hakim dan pemuka-pemuka saja yang dipaksa
harus mengakui Al-Qur’an itu baharu, yang menjadi saksi dalam perkara yang
dimajukan di mahkamah juga harus menganut paham demikian. Jika tidak, maka
kesaksiannya batal. Kemudian ujian yang serupa itu dihadapkan pula kepada
pemuka-pemuka tertentu dari masyarakat, karena yang memimpin rakyat haruslah
orang yang betul-betul berpaham tauhīd. Ahli Fiqh dan ahli Hadits di waktu itu
mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat. Kalau golongan ini mengakui
baharunya Al-Qur’an tentu banyak dari rakyat yang mengikuti.

Di antara yang diuji ialah Ahmad Ibnu Hanbal, seorang ahli Fiqh dan sekaligus ahli
Hadits. Yang mengujinya secara langsung adalah Gubernur Irak, Ishaq Ibnu Ibrahim.
Ujian itu berjalan sebagai berikut:

Ishaq : Apa pendapatmu tentang Al-Qur’an ?

Ibnu Hanbal : Kalām Allah.

Ishaq : Apakah ia diciptakan (baharu) ?

Ibnu Hanbal : Kalām Allah. Saya tak dapat mengatakan lebih dari itu.

Ishaq : Apa arti ayat Sami’ (Maha Mendengar) dan Bashir (Maha Melihat)
?

Ibnu Hanbal : Allah mensifatkan diri-Nya dengan kata-kata itu.

Ishaq : Apa artinya ?

Ibnu Hanbal : Tidak tahu. Allah adalah sebagaimana Ia mensifatkan diri-Nya.

Pemuka-pemuka yang ikut diuji bersama-sama dengan Ibnu Hanbal berjumlah kira-
kira 30 orang, dan dalam ujian-ujian ulangan selanjutnya hanya Ahmad Ibnu Hanbal
dan Muhammad Ibnu Nuh yang berkeras dan tidak mau merubah pendiriannya. Yang
lainnya dibebaskan, sedang Ahmad Ibnu Hanbal dan Muhammad Ibnu Nuh

4
dibelenggu dan dikirim dengan beberapa orang yang lain kepada Al-Makmun di
Tarsus. Tetapi sebelum mereka sampai di kota itu, Al-Makmun meninggal dunia.
Walaupun demikian, Ahmad Ibnu Hanbal tidak dibebaskan, karena ia dipandang
sebagai pemuka penting yang menentang paham baharunya Al-Qur’an.

Ujian-ujian dilanjutkan lagi oleh khalifah berikutnya yaitu Al-Mu’tashim


(833-842 M). Karena keras pendiriannya, Ahmad Ibnu Hanbal didera dan kemudian
dimasukkan ke dalam penjara. Pemuka-pemuka selain Ahmad Ibnu Hanbal beberapa
orang yang menemui ajal karena dihukum bunuh, namun Al-Mu’tashim dan khalifah
yang berikutnya yaitu Al-Wasiq (842-847 M) tidak berani menjatuhi hukuman bunuh
terhadap Ahmad Ibnu Hanbal.

Kemudian di masa sesudah khalifah Al-Wasiq yaitu di masa khalifah Al-


Mutawakkil (847-861 M) pada tahun 848 M ujian tersebut dihentikan. Dengan
demikian, berakhirlah pula pemaksaan untuk mengakui baharunya Al-Qur’an, dan
juga berakhir pula dipenjerakannya para pemuka yang menolak pemaksaan tersebut.

Masalah kalām Allah, sebenarnya hanya sebagian dari masalah akidah


dalam Islam. Akan tetapi, karena masalah kalām ini pernah menjadi persoalan yang
paling hangat di kalangan umat Islam, dan dengan sebab itu kalām menjadi sebutan
atau nama bagi akidah Islam. Akhirnya ilmu yang membicarakan masalah akidah
Islam ini disebut atau dinamai dengan “ Ilmu Kalam.”

C. Aliran-Aliran Ilmu Kalam

Aliran-aliran ilmu kalam diantaranya: Khawarij, Syiah, Qadariyah, Jabariyah,


Murji‟ah, Mu‟tazilah, Maturidiyyah, dan Asy‟ariyyah.

1. Aliran Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang mungkin diberikan oleh kalangan
lapangan di sana karena tidak mau menerima arbitrase dalam pertempuran siffin
yang terjadi wantara Ali dan Mu‟awiyah dalam upaya penyelesaian
persengketaan antara keduanya tentang masalah khalifah. Khawarij berasal dari

5
kata kharaja, artinya ialah keluar, dan yang dimaksudkan disini ialah mereka yang
keluar dari barisan Ali sebagai diterimanya arbitse oleh Ali. Tetapi sebagaian
orang berpendapat bahwa nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka
keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah. Hal ini
di dasarkan pada QS An-Nisa: 100. Berdasarkan ayat tersebut, maka kaum
khawarij memandang kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang
meninggalkan rumah atau kampung halamannya untuk berjihad. Bila di masa
Rasulullah kafir hanya untuk mereka yang tidak memeluk Islam tapi kaum
Khawarij memperluas pengertiannya dengan memasukkan orang-orang yang
telah masuk Islam. Yakni orang Islam yang bila ia menghukum, maka yang
digunakan bukanlah hukum Allah. Ajaran Khawarij bermula dari masalah
pandangan mereka tentang kufur. Kufur (orang-orang kafir), berarti tidak percaya.
Lawannya adalah iman (orang yang dikatakan mukmin) berarti percaya. Di masa
Rasulullah kedua kata itu termanifestasi secara tajam sekali, yakni orang yang
telah percaya kepada Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan
orang-orang yang tidak percaya kepada Allah tersebut. Dengan kata lain, mukmin
adalah orang yang telah memeluk agama Islam sedangkan kafir adalah orang yang
belum memeluk agama Islam. Bila pada masa Rasulullah term kafir hanya dipakai
untuk mereka yang belum memeluk Islam, kaum Khawarij memperluas makna
kafir dengan memasukkan orang yang telah beragama Islam ke dalamnya. Yakni
orang Islam yang bila ia menghukum, maka yang digunakannya bukanlah hukum
Allah. Secara umum, konsep mereka tentang iman bukan pembenaran dalam hati
semata-mata. Pembenaran hati (al-tasdiq bi al-qabl) menurut mereka, mestilah
disempurnakan dengan menjalankan perintah agama. Seseorang yang telah
memercayai bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu utusan
Allah, tapi ia tidak melakukan kewajiban agama, berarti imannya tidak benar,
maka ia akan menjadi kafir. Pengikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang
masih sederhana cara berpikirnya. Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrem
dan sulit menerima perbedaan pendapat. Mereka menganggap orang yang berada
di luar kelompoknya adalah kafir dan halal dibunuh. Sikap picik dan ekstrem ini
pula yang membuat mereka terpecah menjadi beberapa sekte. Berbeda dengan

6
kelompok Sunni dan Syi‟ah, mereka tidak mengakui hak hak istimewa orang
atau kelompok tertentu untuk menduduki jabatan khalifah. Khawarij tidak
memandang kepala negara sebagai orang yang sempurna. Ia adalah manusia biasa
juga yang tidak luput dari kesalahan dan dosa. Karenanya, mereka menggunakan
mekanisme syura untuk mengontrol pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Kalau
ternyata kepala negara menyimpang dari semestinya, dia dapat diberhentikan atau
dibunuh.
➢ Tokoh-tokoh Dalam Aliran Khawarij: Urwah bin Hudair, Mustarid bin
Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-Azraq, dan
'Abdullah bin Basyir.
➢ Doktrin-Doktrin Khawarij
• Khalifah harus dipilih bebas seluruh umat Islam
• Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
• Dapat dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat Islam. Ia dijatuhkan bahkan dibunuh apabila
melakukan kedzaliman.
• Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh Ustman
dianggap menyeleweng. Dan khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi
arbitrase (tahkim), ia dianggap menyeleweng.
• Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy‟ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
• Pasukan perang jamal yang melawan Ali kafir.
• Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh dan seseorang muslim dianggap kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lainnya yang telah dianggap kafir.
• Setiap Muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
• Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
• Orang yang baik harus masuk surge dan orang yang jahat masuk ke neraka.
• Qur‟an adalah makhluk
• Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.

7
2. Aliran Syiah Syiah

Aliran Syiah Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan,
kelompok atau pengikut sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser
mempunyai pengertian tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi
pikiran orang tertuju kepada syiah-ali, yaitu kelompok masyarakat yang amat
memihak Ali dan dan memuliakannya beserta keturunannya. Kelompok tersebut
lambat laun membangun dirinya sebagai aliran dalam Islam. Adapun ahl al-bait
adalah “family rumah nabi”. Menurut syiah yang dinamakan ahl bait itu adalah
Fatimah, suaminya Ali, Hasan dan Husein anak kandungnya, menantu dan cucu-cucu
Nabi, sedang isteri-isteri nabi tidak termasuk Ahl alBait.

➢ Asal-Usul Syiah dan Perkembangan Syiah

Sejak jaman Rasulullah serta khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab, belum
pernah ditemukan adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki
banyak pengikut, memiliki karakter dan identitas khusus dan memiliki target yang
jelas. Golongan itu baru muncul pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah orang-
orang yang setia pada Ali, yang menganggap bahwa kekhalifahan Ali berdasarkan
Nash Al-quran dan wasiat dari Rasulullah SAW, baik yang disampaikan secara jelas
maupun samar. Menurut mereka seharusnya tampuk kepemimpinan diduduki oleh
Ali dan keturunannya, serta tidak boleh lepas darinya. Para ulama masih berbeda
pendapat mengenai asal-usul Syi‟ah dan perkembangannya. Menurut Prof. Walhus,
akidah Syi‟ah banyak terpengaruh oleh ajaran Yahudi, bukan persia karena
mengingat pendirinya adalah Abdullah bin Saba‟ yang berasal dari Yahudi.
Sementara pendapat Prof. Dawzi cenderung pada pendapat yang menyatakan bahwa
pendiri Islam adalah orang Persia, karena orang Arab bebas memeluk agama.
Menurut Prof. Ahmad Amin, Syiah sudah muncul sebelum orang-orang Persia masuk
Islam, tetapi masih belum ekstrim seperti sekarang. Mereka hanya berpendapat
bahwa Ali lebih utama dari sahabat lainnya. Kemudian pemahaman Syiah ini
berkembang seiring perkembangan zaman dan adanya kasus pembunuhan-
pembunuhan yang mengatas namakan Syiah.

8
➢ Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat, Haidar Bagir, Haddad Alwi,
Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy‟ari.
➢ Doktrin-doktrin Syiah
• Kepala negara diangkat dengan persetujuan rakyat melalui lembaga ahl al-
hall wa al-‘aqd.
• Kepala negara atau imam berkuasa seumur hidup, bahkan mereka meyakini
kekuasaan imam mereka ketika ghaibdan baru pada akhir jaman kembali
kepada mereka. • Kepala negara (imam) sebagai pemegang kekuasaan agama
dan politik berdasarkan petunjuk Allah dan wasiat Nabi.
• Kepala negara memegang otoritas sangat tinggi.

3. Aliran Jabbariyah

Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan
mengharuskannya melaksanakan sesuatu atau secara harfiah dari lafadz al-jabr yang
berarti paksaan. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabbar (dalam bentuk
mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa. Selanjutnya kata jabara setelah
ditarik menjadi jabariyah memiliki arti suatu aliran. Lebih lanjut Asy- Syahratsan
menegaskan bahwa paham Al jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam
arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, Dengan kata lain
manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Secara istilah,
jabbariyah berarti menyandarkan perbuatan manusia kepada Allah SWT. Jabariyyah
menurut mutakallimin adalah sebutan untuk mahzab al-kalam yang menafikkan
perbuatan manusia secara hakiki dan menisbatkan kepada Allah SWT semata.

Menurut Harun Nasution, jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa


segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qada dan Qadar Allah.
Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan oleh manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendaknya, disini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena

9
tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa jabariyah adalah aliran
manusia menjadi wayang dan tuhan sebagai dalangnya.

➢ Asal-usul Jabariyah

Aliran Jabbariyah ini sebenarnya sudah ada di kalangan bangsa Aeab sebelum
Islam. Sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali menampilkan paham
jabbariyah di kalangan umat Islam adalah Al-Ja‟d Ibn Dirham.18 Pandangan-
pandangan Ja'ad bin Dirham ini kemudian disebar luaskan oleh pengikutnya, seperti
Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai
tokoh yang mendirikan aliran jahmiyyah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah
sekretaris Surai bin Al hariz dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan
kekuasaan bani Umayyah. Namun dalam perkembangannya paham Jabariyyah juga
dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya Al Husain bin Muhammad An-Najjar
dan Ja‟ad bin Dirrar. Paham Jabariyah ini diduga telah ada sejak sebelum agama
Islam datang kemasyarakat Arab.

Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh Gurun Pasir Sahara telah memberi
pengaruh besar dalam ke dalam cara hidup mereka. Dan dihadapkan alam yang
begitu ganas, alam yang indah tetapi kejam, menyebabkan jiwa merasa dekat dengan
Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dengan suasana alam yanga demikian
menyebabkan mereka tidak punya daya dan kesanggupan apa-apa, melainkan
semata-mata patuh, tunduk dan pasrah kepada kehendak Tuhan, dan dalam al-Qur'an
sendiri banyak memuat ayat-ayat yang membawa kepada timbulnya paham
Jabariyah. "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat" {QS Ash Shaffat:
96} .Selain ayat-ayat Al Quran diatas, benih-benih paham al-jabar juga dapat dilihat
dalam beberapa peristiwa sejarah: Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang
sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan, Nabi melarang mereka
memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran
tentang ayat-ayat tuhan mengenai takdir. Adanya paham jabar telah mengemukakan
ke permukaan pada masa bani umayyah yang tumbuh berkembang di Syria. Di
samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman

10
terhadap ajaran Islam itu sendiri, ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran
jabar muncul karena adanya pengaruh dari pemikiran asing, yaitu pengaruh agama
yahudi bermadzhab Qurra dan agama Kristen bermadzhab Yacobit.20 Tokoh-tokoh
Aliran Jabbariyah: Al-Ja‟ad bin Dirham, Jahm bin Sofwan, Adh-Dhirar, Husain bin
Muhammad al-Najjar.

➢ Doktrin-doktrin jabbariyah
• Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
• Kalam Tuhan adalah makhluk
• Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat Surga Neraka tidak kekal.

4. Aliran Qaddariyah

Qadariyah berasal dari kata “qodara” yang artinya memutuskan dan kemampuan
dan memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam. Qadariyah
adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan
terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-
perbuatannya. Dalam paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai Qudrat atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk kepada Qadar atau pada Tuhan. Adapun menurut
pengertian terminologi Qodariyyah adalah suatu aliran yang mempercayai bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini juga berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan pengertian
tersebut, qodariyyah merupakan nama suatu aliran yang memberikan suatu
penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya.
Harun Nasution menegaskan bahwa kaum qodariyyah berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai qodrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, akan
tetapi bukan berarti manusia terpaksa tunduk paada qodrat Tuhan. Kata qadar
dipergunakan untuk menamakan orang yang mengakui qadar digunakan untuk
kebaikan dan keburukan pada hakekatnya kepada Allah.

11
➢ Asal Usul Aliran Qadariyah

Sekilas pemahaman Qadariyah ini sangat ideal dan sesuai dengan ajaran Islam. Di
samping benar menurut logika, juga didasarkan pada ayat-ayat al qur‟an dan hadis
yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan menentukan
perbuatannya sendiri. Akan tetapi jika kita mendalami ajaran Al-quran dan Hadis
secara komprehensif serta memerhatikan realitas kehidupan sehari-hari, maka akan
tampak jelas bahwa paham Qadariyah yang tidak mempercayai adanya takdir adalah
mengandung berbagai kelemahan dan telah menyimpang dari ajaran Islam yang
benar.

➢ Tokoh-tokoh Aliran Qadariyah: Ma‟bad al-Jauhani dan Ghailan al-Dimasyqi.


➢ Doktrin-doktrin Aliran Qadariyah
• Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya sendiri
• Dalam memahami takdir aliran Qadariyah terlalu Liberal
• Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer keadilan
manusia
• Paham ini tidak percaya jika ada takdir dari Allah.

5. Aliran Mu’tazillah

Kata mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna yang berarti menjauhkan
atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini kemudian menjadi nama sebuah aliran di
dalam ilmu kalam yang para sarjana menyebutnya sebagai Mu‟tazillah berdasarkan
peristiwa yang terjadi pada Washil ibn Atha (80 H/699 M- 131 H/748 M) dan Amr
ibn Ubayd dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majlis pengajian al-Hasan al-Bashri
muncul pertanyaan tentang orang yang berdosa besar bukanlah mu‟min dan juga
bukanlah orang kafir, tetapi berada diantara dua posisi yang istilahnya al Manzillah
bayn al-manzilatayn.

Dalam uraian di atas bisa dipahami pemimpian tertua di aliran Mu‟tazillah adalah
Washil ibn Atha. Ada kemungkinan washil ingin mengambil jalan tengah antara
khawarij dan murjiah, melainkan berada di dua posisi. Alasan yang dikemukakan

12
adalah bahwa orang yang berdosa besar itu masih ada imannya tetapi tidak pula dapat
dikatakan mu‟min karena ia telah berdosa besar. Orang yang serupa itu apabila
meninggal dunia maka ia akan kekal di dalam neraka, hanya azabnya saja yang lebih
ringan dibandingkan orang kafir. Itulah pemikiran Washil yang pertama sekali
muncul. Asal-Usul Aliran Mu’tazillah Pembina pertama aliran Mu‟tazilah ini adalah
Wasil bin Ata‟. Sebagaimana telah dikatakan oleh Al-Mas‟udi, Wasil bin Ata‟
adalah syaikh Al-Mu‟tazilah wa qadimuha, yaitu kepala Mu‟tazilah yang tertua. Ia
dilahirkan di Madinah pada tahun 81 H dan meninggal di Basrah pada tahun 131 H.
Di Madinah ia berguru pada Hasyim „Abd bin Muhammad bin Hanafiyah kemudian
pindah ke Basrah dan belajar pada Hasan Al-Basri. Kemunculan aliran Mu‟tazilah
untuk pertama kalinya pada masa dinasti Umayyah berada diambang kehancuran,
yakni dimasa pemerintahan „Abd Al Malik bin Marwan dan Hisyam bin „Abd Al-
Malik. Dan ketika Dinasti Umayyah jatuh ke tangan abbasiyah, golongan
Mu‟tazillah mendapatkan tempat yang amat baik di dalam pemerintahan. Bahkan di
masa peerintahan Al Ma‟mun teologi Mu‟tazillah secara resmi dijadikan ideologi
bangsa.

➢ Tokoh-tokoh Aliran Mu‟tazillah: Wasil bin Ata‟, Abu Huzail al-allaf, An-
Nazzam, dan Al-Jubba‟i.
➢ Doktrin-doktrin Aliran Mu’tazillah
• Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas Waktunya
• Akal yang menetukan perlu tidaknya dibentu negara.

6. Aliran Asy’ariyyah

Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini adalah
Ahlu Sunnah wal Jamaah.28 Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi yang
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail al Asy‟ari. Ia
dilahirkan di Bashrah, besar dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia berguru pada Abu
Ali al-Jubbai, salah seorang tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40 tahun. Setelah
itu ia keluar dari Mu‟tazillah dan menyusun teologi baru yang berbeda dengan
Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan sebutan Asy‟ariyyah, yakni aliran atau

13
paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini menurut suatu pendapat karena ia
bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu
salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.

Menurut aliran Asy‟ariyyah, Allah mempunyai beberapa sifat dan sifat sifat itu
bukan zat-Nya dan bukan pula selain zat-Nya, namun ada pada zat Nya. Meskipun
penjelasan Asy‟ariyyah itu mengandung kontradiksi, hanya dengan itulah aliran
tersebut dapat melepaskan diri dari paham ta’addud al- qudama (banyaknya yang
kadim) setidak-tidaknya menurut pemikiran mereka.

➢ Asal Usul Aliran Asy’riyah

Asy‟ariyah dan maturidiyah muncul secara bersama yang dikenal dengan nama
aliran Ahl al-Sunnah wal Jama‟ah yang secara populer disebut dengan Sunni. Pada
waktu yang bersamaan Syi‟ah sebagai aliran memainkan peranannya dalam
masyarakat Islam dengan pandangan-pandangan rasional dengan berpegang teguh
pada ajaran Imamah yang sangat memuliakan Ahlu al bait. Tidak dipungkiri bahwa
sejak lama kaum muslimin di Indonesia menganut madzhab fiqih Syafi‟iyyah.
Secara aqidah, banyak yang mengikuti paham Asy‟ariyah, secara tasawuf merujuk
pada ajaran-ajaran shufi Imam Abu Hamid Al-Ghazali.

➢ Tokoh-tokoh Aliran Asy‟riyah: Al-Baqillani, Al-Juwaini dan Al Ghazali.


➢ Doktrin-doktrin Aliran Asy’riyah
• Tuhan dan Sifat-sifatnya
• Kebebasan dalam berkehendak
• Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan buruk.

7. Aliran Maturidiyyah

Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan
pemikiran sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud
al-Maturidi. Beliau lahir di Samarkand pada pertengahan kedua abad kesembilan
Masehi kedua abad ke-9 M dan meninggal tahun 944 M. Aliran Maturidiyyah yang
dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap pemikiran-pemikiran mu‟tazzilah yang

14
rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan dengan pemikiran yang yang diberikan oleh
al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pemikiran teologi asy‟ari
sangat banyak menggunakan makna teks nash agama (Quran dan Sunnah), maka
Maturidiyyah dengan latar belakang mazhab Habafi yang dianutnya banyak
menggunakan takwil.34 Asal Usul Aliran Maturidiyyah Tokoh pertama dari aliran
Maturidiyah adalah al-Maturidi sendiri. Sebagai pemikir yang tampil dalam
menghadapi pemikiran Muktazilah, al maturidi banyak menyerang pemikiran
mu‟tazillah. Namun karena ia memiliki latar belakang intelektual pandangan-
pandangan rasional Abu Hanifahm dicelah-celah perbedaan itu terdapat pula
kesamaan. Murid terpenting dari Al-Maturidi adalah Abu al-Yusuf Muhammad
al Bazdawi. Ia dilahirkan pada tahun 421 H dan meninggal pada tahun 439 H.
Sebagai diketahui bahwa nenek Al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi. Al-
Bazwadi sendiri mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Agaknya
pewarisan paham yang sudah melalui tiga jenjang terhadap Al Bazdawi sendiri
tidak urung membuat berbagai perbedaan antara al-bazdawi dengan al-maturidi.

Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan kebebasan intelektual di kalangan ulama
masa lampau. Inilah kemudian yang membuat terdapatnya dua cabang aliran dalam
Maturidiyyah, yaitu cabang Samarkand dengan tokoh Maturidi sendiri dan cabang
Bukhara dengan tokoh utama al-Bazdawi.

➢ Doktrin-Doktrin Aliran Maturidiyah


• Orang Mukmin melakukan dosa besar tetap Mukmin
• Janji dan ancaman tuhan tidak boleh tidak mesti berlaku kelak.

8. Aliran Murji’ah

Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan atau penangguhan.
Karena sekte yang berkembang pada masa awal islam yang dapat diistilahkan sebagai
“orang-orang yang diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar merupakan imbangan
atau pelanggaran terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau dosa tidak berlaku
selamanya. Oleh karena itu, ia menunda atau menahan pemutusan dan penghukuman
pelaku dosa di dunia ini. Hal ini mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah

15
politik. Satu diantara doktrin mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam
yang diragukan keadilannya adalah sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan islam sunni
namun tidak untuk kalangan syiah. Asal Usul Aliran Murji’ah Aliran Murjiah muncul
sebagai reaksi dari aliran kharjiyyah yang memandang perbuatan dosa sebagai quasi
absolut dan merupakan sifat penentu, murji‟ah lebih cenderung sebagai reaksi
terhadap kharijiyyah daripada terhadap aliran mayoritas. Sangat kontras dengan
aliran kharjiyyah yang mirip sekali dengan ajaran yang mirip sekali dengan ajaran
St. John tentang “dosa yang dihukum mati”.

Aliran Murji‟ah muncul dengan mengusung keyakinan lain mengenai dosa besar.
Masalah yang mulanya hanya bersifat politis akhirnya berkembang menjadi masalah
teologis. Lantara dua aliran tersebut muncul mendahului aliran Mu‟tazillah, maka
tidak salah pula jika Wolfson menyebut bahwa keduanya sebagai aliran pra-
Mu‟tazilah dalam teologi islam.

➢ Doktrin-doktrin Aliran Murji’ah


• Orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran
secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena kufur dan iman letaknya di hatiku
• Menurut murjiah ekstrem ini, iman adalah mengetahui Tuhan dan Kufur tidak
tahu pada Tuhan. Sejalan dengan itu shalat bukan merupakan ibadat bagi
mereka, karena yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam arti
mengetahui Tuhan.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan materi yang dipaparkan, kami menyimpulkan Ilmu Kalam berasal


dari bahasa Arab.“Ilmu ini membicarakan masalah akidah Islam dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil naqli maupun dalil aqli.
Berkenaan dengan ilmu ini, barangkali yang mungkin akan memunculkan pertanyaan
adalah tentang namanya. Nama ilmu ini adalah Ilmu Kalam. Ilmu, artinya
pengetahuan. Sedang kalām ( ‫ ) كالم‬adalah bahasa Arab, yang bila diterjemahkan ke
bahasa Indonesia berarti perkataan. Kenapa disebut Ilmu Kalam, padahal yang
dibicarakan dalam ilmu ini adalah masalah akidah, bukan masalah kalām.

Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dasar di dalam agama Islam. Ajaran-


ajaran dasar itu menyangkut wujud Allah, Kerasulan Muhammad, dan Al-Quran,
serta orang yang percaya dengan tiga hal itu, yakni orang muslim dan mukmin, serta
orang yang tidak percaya, yakni kafir dan musyrik, soal surga dan neraka, dll. Ilmu
kalam memiliki banyak aliran yang diantaranya: Khawarij, Syiah, Qadariyah,
Jabariyah, Murji‟ah, Mu‟tazilah, Maturidiyyah, dan Asy‟ariyyah. Setiap aliran-
aliran yang ada di dalam ilmu kalam memiliki doktrin-doktrinnya masing masing
yang mereka yakini dan mereka pertahankan.

B. Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat menambah


pengetahuan dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penyususnan maupun penyampaian.
Kritik dan saran yang konstruktif sangat kami butuhkan untuk kesempurnaan
makalah selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Athaillah, Rasyid Ridha: Konsep teologi rasional dalam tafsir al-manar (Jakarta:
Erlangga, 2006)

Abdul Mujleb, Syafi‟ah, & Ahmad Ismail, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-
Ghazali, (Jakarta: Hikmah, 2009)

Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2012)

Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)

Ahmad Nahraei Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafi’i, (Jakarta: Hikmah, 2008)

Chaerudji, Ilmu Kalam (Jakarta: Diadit Media, 2007)

Elmansyah, Ilmu Kalam (Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2017)

Faizal Amin, Ilmu Kalam Sejarah Pemikiran Islam Dan Aktualisasinya, (Pontianak:
STAIN Pontianak Pres, 2012)

Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan


(Jakarta: UI-Press, 1986) Ibn Rusyd, 7 Perdebatan Utama Dalam Teologi Islam
(Jakarta: Erlangga, 2006)

Muhammad Maghfur, Koreksi Atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat


Islam, (Bangil: Al-Izzah, 2002

Yunan Yusuf, Alam pikiran islam pemikiran: dari khawarij ke Buya Hamka Hingga
Hasan Hanafi (Jakarta: Kencana, 2004)

18

Anda mungkin juga menyukai