Di susun oleh :
KELOMPOK 1
1. Ahmad Widodo
Setiawan
( 19106011185 )
2. Novafiyan Rifqi Agesty ( 19106011188 )
3. Sahal Mahfudz Syifa’ ( 19106011189 )
4. Rizky Setyowanto ( 19106011193 )
5. Muhammad As’ari ( 19106011197 )
6. Nur Istiqomah ( 19106011218 )
7. Siti Nur Haliza ( 19106011233 )
8. Khusna Silvia ( 19106011236 )
9. Nur Alfiyaturohmaniah ( 19106011239 )
10. Indah Nailin Nasiroh ( 19106011241)
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami diberikan kesehatan fisik maupun rohani dalam menyelesaikan makalah
aswaja ini. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Agung Muhammad
SAW yang syafa’atnya kita nantikan di hari kiamat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen selaku pembimbing dan segala
pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini. Makalah ini kami buat
dengan maksimal mungkin yang bahan materinya kami dapat dari berbagai sumber yang ada.
Kami membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ILMU KALAM yang di
dalamnya kami membahas tentang “ PENGERTIAN ILMU KALAM”. Semoga apa yang
kami tulis dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa makalah kami belum sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran akan kami terima agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi dari makalah yang sebelumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................
C. Tujuan Masalah ...............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ilmu kalam dalam agama mempunyai kedudukan yang sama dengan logika dalam filsafat.
Dalam mengkaji agama (Al-Qur’an), baik ayat-ayat yang muhkam maupun yang
mustasybihat sebagai otoritas teks yang bersumber dari Tuhan, diperlukan sebuah metode
untuk menangkap pesan-pesan-Nya. para ulama – ulama menggunakan ilmu kalam sebagai
metode untuk memantapkan hati dan membela kepercayaan – kepercayaan agama dengan di
sebuah ilmu untuk dipelajari lebih lanjut.
Filsafat dan logika digunakan oleh ulama – ulama Islam klasik sebagai senjata untuk
menangkis serangan – serangan lawannya, yaitu orang – orang Atheis, Yahudi, Masehi dan
Majusi, yang terus menggelitik kepercayaan – kepercayaan orang Islam dengan
menggunakan senjata yang sama. Senjata itulah yang kemudian menjadi dasar pertama dalam
mengkaji ilmu kalam.
A. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian ilmu kalam?
b. Apa tujuan dan manfaat mempelajari ilmu kalam ?
c. Apa saja nama-nama lain dari ilmu kalam itu ?
d. Bagaimana sejarah munculnya ilmu kalam?
B. Tujuan Masalah
a. Menjelaskan pengertian ilmu kalam
b. Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari ilmu kalam
c. Menjelaskan nama-nama lain dari ilmu kalam
d. Menjelaskan sejarah munculnya ilmu kalam
A. DEFINISI ILMU KALAM
Pernahkah kalian mendengar tentang ilmu kalam? Apakah itu ilmu kalam? Pernah kah
kalian berlajar tentang ilmu kalam atau semacamnya? Sekilas mendengar kata ilmu kalam
bagi kita mungkin sudah tidak asing lagi. Dalam istilah lain, ilmu kalam popular dikenal
sebagai ilmu tauhid atau ilmu teologi. Sejak kita dibangku Sekolah Dasar mungkin kita
jarang mendengar kata ilmu kalam tetapi tanpa kita sadari kita telah belajar beberapa dari
bagian ilmu kalam itu sendiri.
ilmu kalam terdiri dari dua kata yaitu ilmu dan kalam. Yang masing – masing kata
mempunyai makna tersendiri. Kata “Kalam” sendiri dalam bahasa Arab bisa diartikan
dengan “kata-kata”, yakni sabda Tuhan atau kata-kata manusia. Disini Ilmu Kalam dimaknai
dengan Ilmu Pembicaraan, karena dengan pembicaraanlah pengetahuan ini dapat dijelaskan,
dan dengan pembicaraan yang tepat kepercayaan yang benar dapat ditanamkan. Disebut
“Ilmu Kalam” karena yang dibahas adalah Kalam Tuhan dan Kalam manusia. Apabila yang
dimaksud dengan Kalam adalah “firman Tuhan”, maka Kalam Tuhan (Al-Qur’an) pernah
menimbulkan perdebatan sengit di kalangan umat Islam pada abad kedua dan ketiga Hijriyah.
Salah satu perdebatan itu adlaah tentang apakah Kalam Allah baru atau qadim? Karena
firman Tuhan pernah diperdebatkan, maka dinamakan Ilmu Kalam. Lain halnya, bila yang
dimaksud Kalam adalah kata-kata manusia, maka kaum teologi dalam Islam selalu
menggunakan dalil logika untuk mempertahankan pendapat dan pendirian masing – masing.
Kaum teologi dalam Islam memang dinamakan Mutakalimin, karena mereka ahli debat dan
pintar memainkan kata – kata.1
Sementara itu, ada beberapa tokoh yang mendefinisikan tentang ilmu kalam. Beberapa
diiantaranya ialah :
a. Ibnu kaldun, Ilmu kalam ialah ilmu yang berisi alasan – alasan mempertahankan
kepercayaan – kepercayaan iman dengan menggunakan dalil – dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang – orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan
aliran golongan salaf dan Ahli Sunah.2
b. Muhammad Abduh, Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang Allah, yakni sifat-
sifat yang wajib dan yang boleh ditetapkan kepadanya. Serta apa yang wajib ditolak
1
Burhanuddin, nunu.” Ilmu kalam dari tauhid menuju keadilan”. (Jakarta;Prenada Media,2017) hlm.9-11
2
Jamaludin dan shabri shaleh. “Ilmu kalam khazanah intelektual pemikiran dalam islam”.(Indragiri Hilir: PT
Indragiri Dot Com,2020) hlm.2
darinya, tentang para rasul untuk menetapkan sifat apa yang wajib, yang boleh, dan yang
terlarang dinisbahkan (dikaitkan) kepadanya.
c. Husayn Afandi al-Jisr, Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang penetapan
akidah – akidah agama dengan dalil – dalil yang meyakinkan.
d. Ahmad Fuad al-Ahwani, Ilmu kalam adalah ilmu yang memperkuat akidah – akidah
agama dengan argument – argument rasional.
e. Al-Iji, ilmu kalam adalah ilmu yang memberi kemampuan untuk menetapkan akidah –
akidah agama Islam dengan mengajukan argument – argument dan untuk melenyapkan
keraguan.3
Beberapa definisi yang telah dikemukakan, terlihat ada dua karakteristik utama bagi ilmu
kalam. Pertama, materi pembahasan ilmu ini terpusat pada masalah akidah, seperti masalah
ketuhanan, kenabian, dan masalah pokok keimanan lainnya. Kedua,ilmu dalam
pembahasannya, menggunakan argumen rasional dan bukti – bukti yang kuat. Penggunaan
argumen rasional dan bukti – bukti yang kuat ini merupakan suatu keharusan bagi ilmu
kalam, karena mengingat bahwa tujuan ilmu kalam tak hanya untuk memperkokoh dan
mempertebal keyakinan, melainkan sekaligus untuk membela akidah Islam dengan
mengemukakan argumen dan sanggahan terhadap orang – orang yang menyimpang.
Dengan demikian, ilmu kalam adalah ilmu keislaman yang membahas masalah akidah
atau keimanan berdasarkan argumen rasional dan tentu saja, tidak mengesampingkan nash
Al – Qur’an dan Al – Sunnah. Di dalam pembahasannya, para mutakalim lazim
mengetengahkan dalil rasional terlebih dahulu, lalu kemudian memperkuatnya dengan dalil
nash Al – Qur’an dan Al – Sunnah ( Hadits).4
Islam dibangun atas tiga pilar, yaitu Iman, Islam, dan ihsan. Ketiga pilar ini sangat
menentukan dalam upaya membentuk manusia sempurna dalam pandangan islam. Menurut
perspektif Islam, manusia sempurna adalah manusia yang mampu mengintegrasikan antara
iman, islam, dan ihsan. Iman menjadikan seseorang sebagai mukmin, islam membentuk
pribadi menjadi muslim, dan ihsan menciptakan manusia yang muhsin. Upaya untuk
3
Chuzaimah, iwan, dan Hawari. “ Handbook metodologi studi islam”. (Jakarta: Prenadamedia group,2018) hlm.
134
4
A.jamrah, Suryan. “Studi Ilmu Kalam”. (Jakarta: Prenadamedia group,2015) hlm. 23-24
menjadikan seseorang menjadi mukmin, terciptalah suatu disiplin ilmu yang disebut ilmu
aqidah, yaitu ilmu kalam.
Sebagai bagian dari disiplin keilmuan islam, yang lahr dari pilar iman, ilmu kalam
merupakan ilmu yang mengutamakan penguatan atas keyakinan (Aqidah). Aqidah yang
dimaksud disini adalah aqidah keislamiyah, yang dijadikan Allah SWT sebagai satu –
satunya yang wajib diyakini sebagai Tuhan, dengan asma’, Af’al dan huruf-Nya. Segala
sesuatunya membutuhkan argumen logis dan empiris, sebagaimana tuntutan zaman. Umat
islam tidak boleh goyah keyakinannya, hanya karena kalah argumen akan keberadaan Tuhan.
Al – Qur’an menyediakan semua kebutuhan umat islam untuk menjawab tantangan, baik
mauidzah hasanah, maupun ber –jidal dalam menguatkan keyakinan. Ilmu kalam
mengajarkan persoalan itu secara komprehensif, sehingga umat islam dapat menghadapi
setiap tantangan.
Oleh karena itu, melalui pembelajaran ilmu kalam, umat islam diajarkan cara
berargumen atas setiap persoalan yang sulit dijawab dalam islam. Persoalan yang sulit
dijawab itu umumnya persoalan gaib yang menjadi hak prerogative Tuhan. Selain itu, tujuan
mempelajari ilmu kalam ialah untuk memperkuat keyakinan, yang dimaksudkan agar umat
islam menjadi cerdas dan mengembangkan budaya berfikir yang logis, empiris, dan radikal
(dalam arti sampai ke akar-akarnya) dan dapat berargumen dengan baik setiap kali menemui
persoalan dalam agama.5
Setelah kita mengetahui tujuan mempelajari ilmu kalam, adapun manfaat dari
mempelajari ilmu kalam diantaranya ialah :
Selain nama ilmu kalam, ternyata ada nama-nama lainnya. Adapun nama – nama lain
dari ilmu kalam ialah :
1) Ilmu tauhid. Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membahas tentang wujud Allah, soal-
soal yang wajib, mustahil, dn jaiz bagi Allah dan Rasul-Nya, serta mengupas dalil-
dalil yang mungkin sesuai akal, guna membuktikan adanya, zat yang mewujudkan,
kemudian juga mengupas dalil-dalil sam’iyat guna mempercayai sesuatu dengan
yakin. Sebab dinamai ilmu Tauhid dikarenakan ilmu ini membahas keesaan Allah.
2) Ilmu ushuluddin. Ushuluddin adalah serangkaian kata yang terdiri dari ushul dan ad-
din. Ushul adalah jama’ dari ashl yang berarti pokok, dasar, fundamen sedangkan ad-
din artinya adalah agama. Jadi, perkataan Ushuluddin menurut lughatnya berarti
pokok atau dasar-dasar agama. Alasan dinamai dengan ilmu Ushuluddin yaitu karena
ilmu ini membahas tentang prinsip-prinsip agama Islam.
“Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip
kepercayaan agama dengan dalil-dalil qath’I dan dalil-dalil akal fikiran”.
3) Ilmu Aqaid. Aqaid artinya simpulan – buhul, yakni kepercayaan yang tersimpul
dalam hati. Aqaid adalah jama’ dari aqidah. M. Hasby As Sidiqi menjelaskan dalam
bukunya tentang maudhu’ tahid, dia mengatakan bahwa maudhu’tauhid adalah pokok
pembicaraan ilmu tauhid yaitu aqidah yang diterangkan dalil-dalilnya.
Jadi, ini dinamakan dengan ilmu Aqaid disebabkan ilmu ini berbicara tentang
kepercayaan Islam. Syekh Thahir Al Jazairy menerangkan : Aqidah Islam ialah hal-
hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas
kebenarannya.”
4) Ilmu Ma’rifah. Ma’rifah artinya adalah pengenalan atau mengenal. Dalam Islam,
tentang ilmu ketuhanan ini sering disebut dengan ilmu Ma’rifah karena ilmu ini
membahas terhadap hal-hal yang berkenaan dengan sifat-sifat-Nya yang wajib,
mustahil, dan jaiz bagi-Nya.
6
Jamaludin dan Shabri shaleh, op. cit. hlm. 27
5) Theology Islam. Penulis-penulis barat banyak menggunakan sebutan theology Islam,
tentang ilmu Kalam, baik dari segi loghat maupun istilah. Theology terdiri dari dua
kata yaitu “theos” yang berarti Tuhan dan “logos” yang berarti ilmu. Oleh karena itu
theology bermakna ilmu tentang tuhan atau ilmu tentang ketuhanan.7
Pada awal-awal sejarah pemikiran dalam Islam, ilmu kalam, tidak seperti ilmu fikih,
kurang mendapat perhatian bahkan tidak disetujui di kalangan Muslimin. Sikap umat tersebut
tidak lepas dari pengaruh pola pembinaan keimanan di masa-masa awal Islam itu sendiri,
yaitu masa Rasulullah dan para sahabatnya.
Pada masa Rasulullah SAW, penanaman, pembinaan, dan cara penerimaan keimanan
cukup melalui hati, al-tashdiq bi al-qalb. Sementara itu, suatu keimanan sudah dipandang
cukup dengan mengimani apa yang harus diimani secara global, tanpa membicarakannya
lebih jauh dan mempertanyakannya secara detail dan mendalam. Para sahabat tidak pernah
mempertanyakan lebih jauh masalah-masalah keimanan. Mereka telah puas mengimani
melalui pembenaran hati terhadap apa yang disampaikan oleh Rasulullah, tanpa
mempersoalkan dan mempertimbangkanya melalui analisis akal. Di masa Rasulullah, tidak
seorang sahabat pun mempertanyakan, misalnya, bagaimana cara Allah ber-istiwa di Arasy,
seperti yang dikemukakan di dalam QS. Thaha (20): 5.
Sekiranya ada yang mempertanyakan hal tersebut, demikian Ahmad Mahmud Shubhi,
niscaya ia akan menerima jawaban seperti yang diberikan oleh Imam Malik, bahwa "istiwa"
itu telah jelas, bagaimananya tidak dapat diketahui, mempertanyakannya adalah bid'ah dan
mengimaninya ada lah wajib.
7
Khalik. 2008. Nama-Nama Ilmu Kalam Dan Sebab Penamaannya. Artikel. diakses dari
https://khalik0589.wordpress.com/2008/10/30/nama-nama-ilmu-kalam-dan-sebab-penamaan/ pada hari Jum’at,
25 Desember 2020 pukul 23.01 WIB
kalian terhadap para pelaku bid'ah. Ditanya, Siapakah gerangan mereka itu? Beliau
menjawab, "mereka adalah yang memperbincangkan perihal nama, sifat, kalam, ilmu dan
kekuasaan Allah; mereka membicarakan apa yang sengaja tidak dibicarakan oleh para
sahabat dan tabi'in." Sikap senada diperlihatkan oleh Imam Abu Hanifah dalam
ungkapannya: "Allah melaknat Umar Ibn 'Ubaid, tokoh Mu'tazilah sezaman Washil, karena ia
telah membuka jalan bagi umat untuk membicarakan masalahmasalah yang tidak berguna
dibicarakan."
Demikian, kalam sama sekali tidak mendapat tempat di masa-masa awal Islam.
Pada zaman Rasulullah, sahabat, dan generasi tabi'in, belum ada pembicaraan masalah akidah
dan keimanan secara kalami yang berdasarkan analisis mendalam dan argumen rasional. Para
sahabat dan tabi'in mengimani materi pokok akidah yang disampaikan oleh Rasulullah secara
global dan sepenuh hati, tanpa mempertanyakan secara detail dan perinci, apalagi
mempermasalahkan dan memperdebatkannya.
Umat pada masa awal-awal Islam belum merasakan arti penting dan perlunya
mengetahui lebih jauh dan memperbincangkan masalah-masalah yang bersifat teoretis,
seperti yang dibicarakan di dalam ilmu kalam. Masalah-masalah yang dirasakan sangat perlu
diketahui adalah yang dibicarakan dalam ilmu fikih. Dengan kata lain, membicarakan dan
mempersoalkan masalah-masalah teoretis ketika itu dirasa tidak ada manfaatnya bagi umat,
karena yang diperlukan di dalam keberagamaan sehari-hari mereka adalah masalah yang
bersifat amaliah.
Namun adalah hal yang sangat wajar apabila pada perkembangan berikutnya, umat
Islam segera pindah dari tahap penerimaan akidah melalui hati kepada tahap penerimaan
melalui pemikiran dan analisis rasional. Kondisi tersebut dikarenakan kecenderungan
mempertanyakan dan menganalisis suatu masalah, termasuk masalah keimanan, adalah suatu
hal yang sangat alami pada manusia. Dengan kata lain, setiap orang pada dasarnya memiliki
kecenderungan dan kesiapan melakukan penalaran rasional dan berpikir filosofis.8
8
A.jamrah, Suryan, op. cit. hlm.14-17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada saat penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggung jawabkan dari
berbagai sumber, kami akan memperbaiki makalah tersebut bila ada kesalahan. Oleh sebab
itu, kami harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, Nunu. 2017. ” Ilmu kalam dari tauhid menuju keadilan”. Jakarta:
Prenada Media.
Chuzaimah, iwan, dan Hawari. 2018. “ Handbook metodologi studi islam”. Jakarta:
Prenadamedia group.
Elmansyah, Mulyadi. 2017. “Ilmu Kalam Formula Meluruskan Keyakinan Umat di
Era Digital”. Jakarta: IAIN Pontianak Press.